Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Traumatologi dan Kegawatdaruratan Medik adalah blok ke dua puluh
Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario B yang
memaparkan kasus multiple trauma yaitu trauma inhalasi, luka bakar, fraktur
pelvis dan fraktur femur disertai syok hipovolemik.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario mengenai kasus
perdarahan post partum dengan metode analisis dan diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data tutorial
Tutor : dr. Indriyani, M.Biomed
Moderator : Muhammad Adamas
Sekretaris meja : Novita Indah Yanti
Sekretaris papan : Monica Rezky
Hari, Tanggal : Selasa, 10 Juli 2018
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Kamis , 12 Juli 2018
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Rule tutorial :
1. Alat komunikasi dinonaktifkan
2.Semua anggota tutorial harus mengeluarkan
pendapat
3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario Kasus


“Jatuh Membawa Luka”

Tn. Dedi, 30 thun, seorang buruh bangunan sedang menyelesaikan


pekerjaan di lantai 2 tiba-tiba terjadi kebakaran dilantai tersebut, dan api
menyambar muka dan lengan Tn. Dedi, kemudian Tn. Dedi menyelamatkan diri
dengan cara melompat dari lantai 2. Panggul Tn. Dedi membentur benda keras,
lengan kanan dan kiri mengalami luka bakar dan terasa nyeri serta ia juga
mengeluh nyeri di panggul kanan dan paha kanan atas. 15 menit kemudian ia
dibawa ke UGD RSMP dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi
parau dan waktu batuk keluar dahak berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat
badan Tn. Dedi 60 kg.
Hasil pemeriksaan Dokter di UGD
Pemeriksaan Fisik:
Primary Survey:
- Airway: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman
(carbonaceous sputum)
- Breathing: RR 26x/menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler, bunyi
jantung tidak menjauh
- Circulation: tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 114x/menit, ekstremitas
terlihat pucat dan teraba dingin, sumber perdarahan tidak tampak. Dokter
melakukan penatalaksanaan terhadap airway dan sirkulasi.
Setelah dokter melakukan penatalaksaan berupa tindakan terhadap airway
dan sirkulasi didapatkan: TD 110/70 mmHg
- Disability: membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan ekstremitas
sesuai perintah. Pupil isokor, reflex cahaya (+).
- Exposure:
 Hematom di daerah panggul dan paha kanan
 Tampak luka bakar pada lengan kanan dan kiri, bullae (+)
 Alis dan bulu hidung terbakar
 Suhu: 36,7C
Secondary Survey:
- Kepala:
o Tidak terdapat jejasl
o Mata: Alis terbakar
o Telinga dan hidung: nulu hidung terbakar
o Mulut: terpasang ETT
- leher: dalam batas normal
- Thoraks:
o Inspeksi: tidak ada jejas, frekuensi 26x/menit, grek napas simetris
o Palpasi: nyeri tekan tidak ada, stem fremitus sama kanan dan kiri
o Perkusi: sonor kanan dan kiri
o Auskultasi: suara paru vesikuler, suara jantung jelas, regular
- Abdomen:
o Inspeksi: datar
o Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) dibagian kanan
o Perkusi: timpani
o Auskultaso: bising usus normal terdengar diseluruh bagian
abdomen
- Pelvis:
o Inspeksi: tampak jejas didaerah perut bawah kanan dan panggul
kanan
o Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah panggul kanan dan abdomen
kanan bawah
o ROM: pergerakkan panggul terbatas karena sangat sakit
- Genetalia: OUE darah (-), skrotum tidak tampak hematom dan edema,
- Colok dubur: sphinter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba, tidak
teraba tonjolan tulang
- Ekstremitas superior: terdapat luka bakar pada lebgan anterior atas dan
bawah dibagian kanan dan kiri. Ditemukan warna kulit kemerahan dan
terdapat bulla.
- Ekstremitas inferior:
Region femur dextra
Inspeksi: tampak deformitas, soft tissue swelling.
Palpasi: nyeri tekan, arteri dorsalis pedis teraba
ROM: aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul
Data Tambahan
- Foto thoraks AP: dalam batas normal
- Foto pelvis AP tampak fraktur ramus superior inferior pubis dextra dan
dislokasi sendi sacroiliaca kanan (Articulation Sacro Iliaca Dextra)
- Foto femur sinistra AP/LAT : tampak fraktur femur 1/3 proximal
transversal, cum contractionum
- Pada saat dipasang kateter urin: keluar urin jernih sebanyak 50 cc

2.3 Klarifikasi Istilah


Luka bakar Trauma yang berkenaan atau disebabkan oleh panas,
(Trauma dermal) aliran listrik dan bahan kimia.

Bullae Vesikel yang berukuran lebih dari 1 cm


Suara parau Kondisi ketika suara mengalami perubahan menjadi
serak yang disebabkan oleh suatu penyakit atau faktor
usia
ETT Alat yang digunakan untuk menjamin saluran nafas
tetap bebas.
Carbonaceous Dahak yang mengandung unsur karbon
sputum
ROM Kisaran dapat diekstensikan dan difleksikan suatu
sendi dengan derajat lingkaran.
Soft tissue Pembengkakan pada jaringan lunak
swelling
Deformitas Perubahan bentuk tubuh atau bagian tubuh secara
umum
Jejas Manifestasi adanya defect atau kerusakan struktur sel
dan berkaitan dengan komposisi matriks ektraseluler

2.3 Identifikasi Masalah


1. Ny. Y, mnvk g Tn. Dedi, 30 thun, seorang buruh bangunan sedang
menyelesaikan pekerjaan di lantai 2 tiba-tiba terjadi kebakaran dilantai
tersebut, dan api menyambar muka dan lengan Tn. Dedi, kemudian Tn.
Dedi menyelamatkan diri dengan cara melompat dari lantai 2. Panggul
Tn. Dedi membentur benda keras, lengan kanan dan kiri mengalami
luka bakar dan terasa nyeri serta ia juga mengeluh nyeri di panggul
kanan dan paha kanan atas.
2. 15 menit kemudian ia dibawa ke UGD RSMP dalam keadaan sadar
dan mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu batuk keluar dahak
berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn. Dedi 60 kg.
3. Primary Survey:
- Airway: bisa berbicara parau, terdapat sputum berwarna kehitaman
(carbonaceous sputum)
- Breathing: RR 26x/menit, suara napas kanan dan kiri vesikuler,
bunyi jantung tidak menjauh
- Circulation: tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 114x/menit,
ekstremitas terlihat pucat dan teraba dingin, sumber perdarahan
tidak tampak. Dokter melakukan penatalaksanaan terhadap airway
dan sirkulasi.
Setelah dokter melakukan penatalaksaan berupa tindakan terhadap
airway dan sirkulasi didapatkan: TD 110/70 mmHg
- Disability: membuka mata secara spontan, bisa menggerakkan
ekstremitas sesuai perintah. Pupil isokor, reflex cahaya (+).
- Exposure:
 Hematom di daerah panggul dan paha kanan
 Tampak luka bakar pada lengan kanan dan kiri, bullae (+)
 Alis dan bulu hidung terbakar
 Suhu: 36,7C
4. Secondary Survey:
- Kepala:
o Tidak terdapat jejasl
o Mata: Alis terbakar
o Telinga dan hidung: nulu hidung terbakar
o Mulut: terpasang ETT
- leher: dalam batas normal
- Thoraks:
o Inspeksi: tidak ada jejas, frekuensi 26x/menit, grek napas simetris
o Palpasi: nyeri tekan tidak ada, stem fremitus sama kanan dan kiri
o Perkusi: sonor kanan dan kiri
o Auskultasi: suara paru vesikuler, suara jantung jelas, regular
- Abdomen:
o Inspeksi: datar
o Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) dibagian kanan
o Perkusi: timpani
o Auskultaso: bising usus normal terdengar diseluruh bagian
abdomen
- Pelvis:
o Inspeksi: tampak jejas didaerah perut bawah kanan dan panggul
kanan
o Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah panggul kanan dan abdomen
kanan bawah
o ROM: pergerakkan panggul terbatas karena sangat sakit
- Genetalia: OUE darah (-), skrotum tidak tampak hematom dan
edema,
- Colok dubur: sphinter ani menjepit, ampula kosong, prostat teraba,
tidak teraba tonjolan tulang
- Ekstremitas superior: terdapat luka bakar pada lebgan anterior atas
dan bawah dibagian kanan dan kiri. Ditemukan warna kulit
kemerahan dan terdapat bulla.
- Ekstremitas inferior:
Region femur dextra
Inspeksi: tampak deformitas, soft tissue swelling.
Palpasi: nyeri tekan, arteri dorsalis pedis teraba
ROM: aktif terbatas di daerah sendi lutut dan panggul
5. Data Tambahan
Foto thoraks AP: dalam batas normal
Foto pelvis AP tampak fraktur ramus superior inferior pubis dextra
dan dislokasi sendi sacroiliaca kanan (Articulation Sacro Iliaca
Dextra)
Foto femur sinistra AP/LAT : tampak fraktur femur 1/3 proximal
transversal, cum contractionum
Pada saat dipasang kateter urin: keluar urin jernih sebanyak 50 cc

2.4 Analisis Masalah


1. Tn. Dedi, 30 thun, seorang buruh bangunan sedang menyelesaikan
pekerjaan di lantai 2 tiba-tiba terjadi kebakaran dilantai tersebut, dan
api menyambar muka dan lengan Tn. Dedi, kemudian Tn. Dedi
menyelamatkan diri dengan cara melompat dari lantai 2. Panggul Tn.
Dedi membentur benda keras, lengan kanan dan kiri mengalami luka
bakar dan terasa nyeri serta ia juga mengeluh nyeri di panggul kanan
dan paha kanan atas.
a. Apa saja etiologi dari luka bakar?
Jawab:
Luka bakar dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi:
1. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar
atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas
lainnya.
2. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya
jaringan kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat
kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar
kimia dapat terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat
pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah
tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat
kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar kimia.
3. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang
digerakan dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh.
Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai
mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan
penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi
untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar
oleh sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga
merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
(Moenadjat, Yefta. 2003).

b. Apa saja dampak dari luka bakar?


Jawab:
Dampak dari luka bakar adalah sebagai berikut:
 Syok hipovolemik
 Kerusakan mukosa jalan napas
 Edema laring
 Keracunan gas CO dan gas beracun lainnya
 Sepsis
 gagal ginjal
 Meinggalkan jaringan parut
 Syok
(Rasyid, 2014).

c. Bagaimana fase-fase luka bakar?


Jawab:
1. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal
penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan
nafas), brething (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab
kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik.
2. Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi
adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga
sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan proses
inflamasi dan infeksi, problem penutupan luka dengan titik
perhatian pada luka telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan
atau pada struktur atau organ – organ fungsional, serta keadaan
hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut
akibat luka dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional.
Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa
parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
(Sjamsuhidajat, De Jong. 2007).

d. Apa saja klasifikasi derajat luka bakar?


Jawab:
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,
yaitu luka bakar derajat I, II, atau III:
1) Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar
derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh
secara sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan
timbul dengan keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal.
Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

2) Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis
namun masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar
regenerasi dan epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel
basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut.
Dengan adanya jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka
dapat sembuh dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa
gelembung atau bula yang berisi cairan eksudat dari pembuluh
darah karena perubahan permeabilitas dindingnya, disertai rasa
nyeri. Apabila luka bakar derajat II yang dalam tidak ditangani
dengan baik, dapat timbul edema dan penurunan aliran darah di
jaringan, sehingga cedera berkembang menjadi full-thickness
burn atau luka bakar derajat III.
3) Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin
organ atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak
tersisa jaringan epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel
spontan, sehingga untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit
harus dilakukan cangkok kulit. Gejala yang menyertai justru
tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh
jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.
Kedalaman luka bakar:

1. Derajat I (luka bakar superfisial)


Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka
bakar dengan derajat ini ditandai dengan kemerahan yang
biasanay akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5-7
hari.
2. Derajat II (luka bakar dermis)
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tapi
masih ada elemen epitel yang tersisa seperti sel epitel basal,
klenjar sebasea, kelenjar keringat, folikel rambut, sehingga
luka akan sembuh dengan waktu 10-21 hari.
Luka bakar derajat II dibedakan menjadi :
a) Derajat IIA (dangkal), dimana kerusakan mengenai
bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi
secara spontan dalam waktu 5-10 hari.
b) Derajat IIB (dalam), dimana kerusakan mengenai
hampir seluruh baggian dermis. Bila kerusakn lebih
dalam mengenai dermis subyektif dirasakan nyeri.
Penyembuhan yang terjadi lebih lama tergantung pada
bagian yang memiliki kemampuan reproduksi.
3. Derajat III
Luka bakar meliputi seluruh kedalaman kuli, mungkin
subkulit, atau organ yang lebih dalam. Oleh karena itu tidak
ada lgi epitel yang hidup maka untuk mendapatkan
kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Koagulasi
protein yang terjadi berwarna puith, tidak ada bula, dan
tidak ada nyeri.

Sedangkan, derajat luka bakar berdasarkan (American Burn


Association: 2013) adalah:
1. Ringan:
 Luka bakar derajat I
 Luka bakar derajat II seluas <15%
 Luka bakar derajat III seluas <2%
Luka bakar ringan tanpa komplikasi dapat berobat jalan
2. Sedang:
 Luka bakar derajat II seluas 10-15%
 Luka bakar derajat III seluas 5-10%
Luka bakar derajat sedang sebaiknya dirawat untuk observasi
3. Berat:
 Luka bakar derajat II seluas >20%
 Luka bakar derajat II yang mengenai wajah, tangan, kaki,
alat kelamin atau persendian sekitar ketiak.
 Luka bakar derajat III seluas > 10%
 Luka bakar akibat listrik dengan tegangan > 1000 volt
 Luka bakar dengan komplikasi patah tulang, kerusakan luas
jaringan lunak atau gangguan jalan napas.

e. Apa makna api menyambar muka dan lengan Tn. Dedi?


Jawab:
Maknanya Tn. Dedi mengalami luka bakar termal yang dapat
menyebabkan trauma inhalasi.
Sintesis:
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan
oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari
dan gesekan. Luka bakar termal adalah luka bakar yang
diakibatkan oleh sumber panas (termal). Luka bakar ialah luka
yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda
yang menghasilkan panas (api, air, listrik) atau zat-zat yang bersifat
membakar (asam kuat, basa kuat).
Trauma inhalasi adalah penyebab utama kematian akibat
kebakaran. Ini menghasilkan cedera melalui beberapa mekanisme,
termasuk cedera termal pada saluran napas bagian atas, iritasi atau
cedera kimia pada saluran udara dari jelaga, sesak napas, dan
toksisitas dari karbon monoksida (CO) dan gas lainnya seperti
cyanid (Lafferty, 2017).

f. Apa makna mengeluh lengan kanan dan kiri mengalami luka bakar
dan terasa nyeri serta ia juga mengeluh nyeri di panggul kanan dan
paha atas?
Jawab:
Makna lengan kanan dan kiri mengalami luka bakar dan terasa
nyeri adalah pada Tn. Dedi mengalami luka bakar derajat IIA
karena ia merasa nyeri. Makna ia juga mengeluh nyeri dipanggul
dan paha atas adalah hal tersebut diakibatkan karena ia terbentur
benda keras dan terjadi fraktur yang menyebabkan nyeri.

g. Bagaimana mekanisme nyeri dari luka bakar?


Jawab:
Patofisiologi nyeri dijelaskan dengan empat proses yaitu
transduksi, transmisi, persepsi, dan modulasi.
1) Transduksi adalah proses konversi energi dari rangsangan
noksius (suhu, mekanik, atau kimia) menjadi energi listrik
(impuls saraf) oleh reseptor sensorik untuk nyeri (nosiseptor).
2) Transmisi yaitu proses penyampaian impuls saraf yang terjadi
akibat adanya rangsangan di perifer ke pusat.
3) Persepsi merupakan proses apresiasi atau pemahaman dari
impuls saraf yang sampai ke SSP sebagai nyeri.
4) Modulasi adalah proses pengaturan impuls yang dihantarkan,
dapat terjadi di setiap tingkat, namun biasanya diartikan
sebagai pengaturan yang dilakukan oleh otak terhadap proses di
kornu dorsalis medulla spinalis.
(Price & Wilson, 2006).

h. Apa saja faktor yang mempengaruhi berat-ringannya luka bakar?


Jawab:
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat-ringannya luka
bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka
bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia (Gurnida dan
Lilisari, 2011).
Sintesis:
 Kedalaman luka bakar
Klasifikasi dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di
dunia medis adalah jenis "Superficial Thickness", "Partial
Thickness" dan "Full Thickness" dimana pembagian tersebut
didasarkan pada sejauh mana luka bakar menyebabkan
perlukaan apakah pada epidermis, dermis ataukah lapisan
subcutaneous dari kulit. Pengklasifikasian luka tersebut
digunakan untuk panduan pengobatan dan memprediksi
prognosis (Gurnida dan Lilisari, 2011).
 Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar
meliputi Rule of Nine, Lund and Browder, dan Hand Palm.
Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan
salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan presentase dari permukaan tubuh yang terkena luka
bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode
yang digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan
luas luka bakar (Gurnida dan Lilisari, 2011).

 Lokasi luka bakar


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka
bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada
seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar
yang menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea.
Luka bakar yang mengenai lengan dan persendian seringkali
membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan dapat
menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan
atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka
bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh
urine atau feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah
torak dapat menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding
dada dan terjadinya insufisiensi pulmoner (Gurnida dan
Lilisari, 2011).
 Mekanisme injuri
Mekanisme injuri merupakan faktor lain yang digunakan untuk
menentukan berat ringannya luka bakar. Secra umum luka
bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan
perhatian khusus. Pada luka bakar elektrik, panas yang
dihantarkan melalui tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan
internal. Injury pada kulit mungkin tidak begitu berarti akan
tetapi kerusakan otot dan jaringan lunak lainnya dapat terjad
lebih luas, khususnya bila injury elektrik dengan voltage tinggi.
Oleh karena itu voltage, tipe arus (direct atau alternating),
tempat kontak, dan lamanya kontak adalah sangat penting
untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat mempengaruhi
morbiditi. Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada
direct current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan
terjadinya kardiac arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel,
kontraksi otot tetani, dan fraktur kompresi tulang-tulang
panjang atau vertebra. Pada luka bakar karena zat kimia
keracunan sistemik akibat absorbsi oleh kulit dapat terjadi
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
 Kesehatan umum
Adanya kelemahan jantung, penyakit pulmoner, endocrin dan
penyakit-penyakit ginjal, khususnya diabetes, insufisiensi
kardiopulmoner, alkoholisme dan gagal ginjal, harus
diobservasi karena semua itu akan mempengaruhi respon klien
terhadap injuri dan penanganannya. Angka kematian pada klien
yang memiliki penyakit jantung adalah 3,5 – 4 kali lebih tinggi
dibandingkan klien luka bakar yang tidak menderita penyakit
jantung. Demikian pula klien luka bakar yang juga alkolism 3
kali lebih tinggi angka kematiannya dibandingkan klien luka
bakar yang nonalkoholism. Disamping itu juga klien pecandu
alkohol yang terkena luka bakar masa hidupnya akan lebih
lama berada di rumah sakit, artinya penderita luka bakar yang
juga alkoholism akan lebih lama hari rawatnya di rumah sakit
(Gurnida dan Lilisari, 2011).
 Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka
kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang
berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 th. Tingginya statistik
mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka
bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan
fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam
menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup
sendiri, dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya (Gurnida dan
Lilisari, 2011).

i. Apa dampak Tn. Dedi melompat dari lantai 2?


Jawab:
Menurut (Aryanti: 2010), kemungkinan dampaknya antara lain:
1) Jatuh dengan kaki sebagai tumpuan  energi naik searah
sistem skeletal. Fraktur di tumit atau dislokasi. Lutut ditekuk 
sebagian besar energi terhenti  cedera di sekitar lutut. Lutut
tetap lurus  energi akan terus bergerak melalui tulang paha
hingga ke pinggul atau pelvis cedera.

2) Trauma tak langsung atau indirek misalnya : penderita jatuh


dari ketinggian. Lengan ekstensi  fraktur pergelangan tangan,
cirurgikum humeri, suprakondiler dan klavikula. Energi kuat 
tulang punggung serap energi di setiap lengkung lumbal, mid-
thorakal dan servikal.

3) Badan jatuh dengan tangan ke depan  terhenti pertama di


bagian pergelangan tangan fraktur ‘Colles’, dislokasi sendi
siku dan bahu.

4) Tubuh terlempar ke belakang cedera kepala, punggung dan


pelvis.

5) Jatuh dengan kepala sebagai tumpuan  kerusakan yang luas


di servikal. Cedera pada dada, tulang punggung bagian bawah
serta pelvis juga sering terjadi.

j. Bagaimana prosedur penyelamatan diri saat terjadi kebakaran?


Jawab:
Pencegahan sebelum terjadi kebakaran:
 Membuat rencana penyelamatan diri dengan menentukan
sedikitnya dua jalur keluar dari setiap ruangan, ini bisa melalui
pintu ataupun jendela jadi perhatikan apakah pembatas ruangan
dapat menggangu rencana ini.memberikan jalan keluar
 Persiapkan petunjuk arah di pintu darurat
 Merangkak atau menunduk dibawah, tutup mulut dan hidung
menggunakan kain basah.
Penyelamatan diri pada kasus kebakaran :

 Melepaskan baju untuk menghentikan pasokan oksigen pada


api yang menyala
 Dicuci dengan air bersih
 Diselimuti dengan kain kering dan bersih menghindari
hipotermi.
 Imobilisasi pasien dan segera ke rumah sakit terdekat.
Penyelamatan pada kasus melompat dari tempat yang tinggi:

 Pertolongan di titik beratkan pada airway yang cukup


 Kontrol perdarahan dan syok
 Imobilisasi pasien dan segera ke rumah sakit terdekat.
(Rosita PL. 2015).

k. Bagaimana mekanisme nyeri di panggul kanan dan paha kanan


atas?
Jawab:
Pada kasus ini Tn. Dedi membentur benda keras, karena hal
tersebut tulang mendapatkan tekanan yang melebihi
kemampuannya untuk menahan dan terjadi kegagalan tulang untuk
menahan tekanan tersebut sehingga terjadi inkontinuitas atau
hilangnya kontinuitas tulang pelvis dan femur (fraktur os pelvis
dan os femur). Fragmen tulang yang fraktur menciderai daerah
sekitarnya sehingga terjadi reaksi inflamasi dan pengeluaran
mediator inflamasi oleh sel imun, mediator tersebut mengiritasi
ujung saraf bebas dan memberikan stimulus sehingga
dipersepsikan sebagai rasa nyeri (Price & Wilson, 2006).
l. Apa hubungan usia dan jenis kelamin Tn. Dedi terhadap kasus?
Jawab:
 Usia: angka kematian (Mortality rate) akibat cukup tinggi pada
anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada
kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang berusia di atas 65 th.
 Jenis Kelamin: dapat mengenai semua jenis kelamin
 Pekerjaan: pada kasus ini pekerjaan Tn. Dedi sebagai buruh
bangunan memiliki risiko kecelakan kerja yang dapat
mengakibatkan trauma pada kasus.

m. Bagaimana antomi dan fisiologi dari integument?


Jawab:
Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan
merupakan proteksi terhadap organ-organ yang terdapat
dibawahnya dan membangun sebuah barier yang memisahkan
organ-organ internal dengan lingkungan luar dan turut
berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital.Kulit
merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan
sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras,
dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortora, 2009).
Kulit mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung,
pengantar raba, penyerap, indera perasa, dan fungsi
pergetahan.Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna
terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan
tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang
dewasa.Demikian pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan
tebalnya; kulit yang elastis dan longgar terdapat pada palpebra,
bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di telapak
kaki dan tangan dewasa.Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang
berambut kasar terdapat pada kepala (Djuanda, 2013).
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas 3 lapisan
utama yaitu:
1) Lapisan epidermis atau kutikel
2) Lapisan dermis
3) Lapisan hipodermis/subkutis.
Tidak ada garis tegas yang membatasi dermis dan subkutis,
subkutis di tandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan
adanya sel dan jaringan lemak (Djuanda, 2013).

1) Epidermis

Gambar 1. Lapisan-Lapisan Epidermis


1. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang
paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang
mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah mejadi
leratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma
yang berubah menjadi protein yang di sebut eleidin. Lapisan
tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
3. Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3
lapisan sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan
terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
4. Stratum spinosum (stratum malphigi) atau di sebut pula prickle
cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karea adanya
proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak
mengandung glikogen dan inti terletak di tengah.
5. Stratum basale, merupakan lapisan terdalam epidermis. 10-20 %
sel di stratum basale adalah melanocytes sehingga melanin, sel
warna untuk kulit (pigmen). Butiran melanin berkumpul pada
permukaan setiap keratinocytes.
Selain itu, lapisan epidermis juga memiliki beberapa sel – sel
yang memiliki fungsi tertentu seperti:
1) Keratinosit
 Sel terbanyak (85% - 95%)
 Berasal dari lapis embrional ektoderm permukaan
 Mengalami keratinisasi menghasilkan lapisan yang kedap
air
 Proses keratinisasi berlangsung selama 2 – 3 minggu, mulai
dari proliferasi, diferensiasi, kematian sel, dan deskuamasi.
2) Melanosit
 Meliputi 7 – 10% sel epidermis
 Berasal dari lapisan neuroektoderm (kristaneuralis)
 Sel kecil, bercabang denritik panjang dan tipis
 Jumlah terbanyak papda kulit muka dan genitalia eksterna
 Jumlah melanosit relatif sama pada tiap individu yang
berbeda pada ras yang berbeda
 Perbedaan warna kulit terutama ditentukan oleh aktifitas
pembentukan melanin.
3) Sel Langerhans
 Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang (stelata)
 Ditemukan di antara keratinosit pada daerah atas stratum
spinosum
 Permukaan selnya mempunyai reseptor permukaan penanda
imunologis yang mirip makrofag.
 Berfungsi mengikat antigen dan merupakan sel pembawa
antigen sehinggalimfosit T bereaksi terhadap antigen
yang dibawanya
 Peran penting dalam respon alergi kontak (dermatitis
kontak)
 Semula diduga berasal dari krista neuralis, tetapi ternyata
berasal dari sel prekursor dalam sum-sum tulang, jadi
berasal dari mesoderm.
4) Sel Merkel
 Jumlah paling sedikit
 Berasal dari krista neuralis
 Terdapat pada stratum basal kulit tebal
 Terdapat juga pada folikel rambut dan mukosa mulut
 Sel besar, sitoplasma bercabang pendek
 Serat saraf tak bermielin tampak menembus membran
basalnya, melebar seperti cakram dan menempel pada
bagian basal sel.
 Kemungkinan berfungsi mekanoreseptor
(Tortora, 2009).
2) Dermis
Dermis membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan
kekuatan dan struktur pada kulit.Lapisan ini tersusun dari dua
lapisan yaitu lapisan papillaris dan lapisan retikularis.
 Lapisan papillaris, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis
merupakan jaringan fibrous tersusun longgar yang berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
 Lapisan retikularis, yaitu bagian di bawah lapisan papilaris
yang menonjol ke arah subcutan, lebih tebal dan banyak
jaringan ikat.
Dermis juga tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut
saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar rambut (Snell,
2012).
Gambar 2. Lapisan Kulit

3) Hipodermis (Lapisan Subkutis)


Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis dan merupakan
lapisan kulit yang paling dalam. Terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel-sel lemak di dalamnya yang memberikan bantalan antara
lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.Sel-sel
lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipishakan satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak
disebut panniculus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan.Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisainya (Tortora, 2009).

FISIOLOGI
Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga
homeostasis tubuh. Fungsi-fungsi tersebut dapat dibedakan menjadi
fungsi proteksi, absorpsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi), dan pembentukan vitamin D.
1. Fungsi proteksi
Kulit menyediakan proteksi terhadap tubuh dalam berbagai cara
sebagai yaitu berikut:
a. Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (gesekan), panas,
dan zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku,
dan tersusun rapi dan erat seperti batu bata di permukaan kulit.
b. Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan
kulit dan dehidrasi; selain itu juga mencegah masuknya air dari
lingkungan luar tubuh melalui kulit.
c. Sebum yang berminyak dari kelenjar sebasea mencegah kulit
dan rambut dari kekeringan serta mengandung zat bakterisid
yang berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya
sebum ini, bersamaan dengan ekskresi keringat, akan
menghasilkan mantel asam dengan kadar pH 5-6.5 yang
mampu menghambat pertumbuhan mikroba.
d. Pigmen melanin melindungi dari efek dari sinar UV yang
berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan
pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas
melindungi materi genetik dari sinar matahari, sehingga materi
genetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan
pada proteksi oleh melanin, maka dapat timbul keganasan.
e. Selain itu ada sel-sel yang berperan sebagai sel imun yang
protektif. Yang pertama adalah sel Langerhans, yang
merepresentasikan antigen terhadap mikroba. Kemudian ada
sel fagosit yang bertugas memfagositosis mikroba yang masuk
melewati keratin dan sel Langerhans.
2. Fungsi absorpsi
Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material larut-
lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen
dan karbon dioksida.Permeabilitas kulit terhadap oksigen,
karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil
bagian pada fungsi respirasi.Selain itu beberapa material toksik
dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Beberapa obat
juga dirancang untuk larut lemak, seperti kortison, sehingga
mampu berpenetrasi ke kulit dan melepaskan antihistamin di
tempat peradangan. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh
tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum.Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antarsel
atau melalui muara saluran kelenjar; tetapi lebih banyak yang
melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
3. Fungsi ekskresi
Kulit juga berfungsi dalam ekskresi dengan perantaraan dua
kelenjar eksokrinnya, yaitu kelenjar sebasea dan kelenjar keringat:
a. Kelenjar sebasea merupakan kelenjar yang melekat pada folikel
rambut dan melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum
menuju lumen. Sebum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili
berkontraksi menekan kelenjar sebasea sehingga sebum
dikeluarkan ke folikel rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum
tersebut merupakan campuran dari trigliserida, kolesterol,
protein, dan elektrolit. Sebum berfungsi menghambat
pertumbuhan bakteri, melumasi dan memproteksi keratin.
b. Kelenjar keringat, walaupun stratum korneum kedap air, namun
sekitar 400 mL air dapat keluar dengan cara menguap melalui
kelenjar keringat tiap hari. Seorang yang bekerja dalam ruangan
mengekskresikan 200 mL keringat tambahan, dan bagi orang
yang aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain mengeluarkan air
dan panas, keringat juga merupakan sarana untuk
mengekskresikan garam, karbondioksida, dan dua molekul
organik hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea.
Terdapat dua jenis kelenjar keringat, yaitu kelenjar keringat
apokrin dan kelenjar keringat merokrin.
c. Kelenjar keringat apokrin terdapat di daerah aksila, payudara
dan pubis, serta aktif pada usia pubertas dan menghasilkan
sekret yang kental dan bau yang khas. Kelenjar keringat apokrin
bekerja ketika ada sinyal dari sistem saraf dan hormon sehingga
sel-sel mioepitel yang ada di sekeliling kelenjar berkontraksi
dan menekan kelenjar keringat apokrin. Akibatnya kelenjar
keringat apokrin melepaskan sekretnya ke folikel rambut lalu ke
permukaan luar.
d. Kelenjar keringat merokrin (ekrin) terdapat di daerah telapak
tangan dan kaki. Sekretnya mengandung air, elektrolit, nutrien
organik, dan sampah metabolisme. Kadar pH-nya berkisar 4.0 –
6.8. Fungsi dari kelenjar keringat merokrin adalah mengatur
temperatur permukaan, mengekskresikan air dan elektrolit serta
melindungi dari agen asing dengan cara mempersulit perlekatan
agen asing dan menghasilkan dermicidin, sebuah peptida kecil
dengan sifat antibiotik.
4. Fungsi persepsi
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkutis.Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan
Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh
badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner
terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula
badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan
terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di
epidermis.Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di
daerah yang erotik.
5. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh
(termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan
menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu
tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak
serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas
akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu
rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan
mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga
mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
6. Fungsi pembentukan vitamin D
Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivasi prekursor 7
dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet.Enzim di
hati dan ginjal lalu memodifikasi prekursor dan menghasilkan
calcitriol, bentuk vitamin D yang aktif.Calcitriol adalah hormon
yang berperan dalam mengabsorpsi kalsium makanan dari traktus
gastrointestinal ke dalam pembuluh darah.Walaupun tubuh mampu
memproduksi vitamin D sendiri, namun belum memenuhi
kebutuhan tubuh secara keseluruhan sehingga pemberian vitamin
D sistemik masih tetap diperlukan.Pada manusia kulit dapat pula
mengekspresikan emosi karena adanya pembuluh darah, kelenjar
keringat, dan otot-otot di bawah kulit.
(Guyton, 2007).

n. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari musculoskeletal?


Jawab:
PELVIS
Tulang pelvis memberikan hubungan yang kuat dan stabil antara
batang badan dan extremitas inferior. Fungsi utamanya adalah
meneruskan berat badan dari columna vertebralis ke femur;
memuat, menyokong, dan melindungi viscera pelvis; dan
menyediakan tempat perlekatan otot-otot batang badan dan
extremitas inferior. Tulang pelvis terdiri atas empat tulang; ossa
coxae, yang membentuk dinding lateral dan anterior, serta os
sacrum dan os coccygis, yang merupakan bagian columna
vertebralis dan membentuk diding belakang.
Gambar. 1 Tulang Pelvis

Bidang Diameter Panggul Panggul memiliki empat bidang


imajiner:
a. Bidang pintu atas panggul (apertura pelvis superior).
Bentuk pintu atas panggul wanita, dibandingkan dengan
pria, cenderung lebih bulat daripada lonjong. Terdapat
empat diameter pintu atas panggul yang biasa
digunakan: diameter anteroposterior, diameter
transversal, dan diameter oblik. Diameter
anteroposterior yang penting dalam obstetrik adalah
jarak terpendek antara promontorium sakrum dan
simfisis pubis, disebut sebagai konjugata obtetris.
Normalnya, konjugata obstertis berukuran 10 cm atau
lebih, tetapi diameter ini dapat sangat pendek pada
panggul abnormal. Konjugata obsteris dibedakan
dengan diameter anteroposterior lain yang dikenal
sebagai konjugata vera. Konjugata vera tidak
menggambarkan jarak terpendek antara promontorium
sakrum dan simfisis pubis. Konjugata obstetris tidak
dapat diukur secara langsung dengan pemeriksaan jari.
Untuk tujuan klinis, konjugata obstetris diperkirakan
secara tidak langsung dengan mengukur jarak tepi
bawah simfisis ke promontorium sakrum, yaitu
konjugata diagonalis, dan hasilnya dikurangi 1,5-2 cm.
b. Bidang panggul tengah (dimensi panggul terkecil).
Panggul tengah diukur setinggi spina iskiadika, atau
bidang dimensi panggul terkecil. Memiliki makna
khusus setelah engagement kepala janin pada partus
macet. Diameter interspinosus, berukuran 10 cm atau
sedikit lebih besar, biasanya merupakan diameter pelvis
terkecil. Diameter anteroposterior setinggi spina
iskiadika normal berukuran paling kecil 11, 5cm.
c. Bidang pintu bawah panggul (apertura pelvis inferior).
Pintu bawah panggul terdiri dari dua daerah yang
menyerupai segitiga. Area-area ini memiliki dasar yang
sama yaitu garis yang ditarik antara dua tuberositas
iskium. Apeks dari segitiga posteriornya berada di
ujung sakrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sakroiskiadika dan tuberositas iskium. Segitiga anterior
dibentuk oleh area di bawah arkus pubis. Tiga diameter
pintu bawah panggul yang biasa digunakan yaitu:
anteroposterior, transversal, dan sagital posterior.
d. Bidang dengan dimensi panggul terbesar (tidak
memiliki arti klinis).
(Snell, 2006 dan Putz, R., 2007).

FEMUR
Femur merupakan tulang betis, yang di bagian proksimal
berartikulasi dengan pelvis dan dibagian distal berartikulasi dengan
tibia melalui condyles. Didaerah proksimal terdapat processus yang
disebut trochanter mayor dan minor, dihubungkan oleh garis
intertrochanteric. Dibagian distal anterior terdapat condyle medial
untuk artikulasi dengan tibia, serta permukaan untuk tulang patella.
Dibagian distal posterior terdapat fossa intercondylar (Snell, 2006
dan Putz, R., 2007).
Persarafan simpatik arteri tungkai bawah berasal dari tiga
segmen thoracica bagian bawah dan dua atau tiga segmen lumbalis
bagian atas medulla spinalis. Serabut-serabut preganglionic
berjalan ke ganglia thoracica bawah dan lumbalis atas via rami
albae. Serabut-serabut bersinaps di ganglia lumbalis dan sacralis
dan serabut posganglionik mencapai pembuluh darah melalui
cabang-cabang plexus lumbalis dan sacralis. Arteria femoralis
menerima serabut sympathicus dari nervus femoralis dan
obturatorius. Arteri-arteri yang lebih distal mendapat serabut
posganglionik melalui nervus peroneus communis atau nervus
tibialis (Snell, 2015).

o. Bagaimana fase-fase penyembuhan luka bakar?


Jawab:
1. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan
fagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat
vasokonstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan)
dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Scab
(keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh
mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari
luka ke tepi. Sel epitel membantu sebagai barier antara tubuh
dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme.
Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-
bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan.
Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikit bengkak.
Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang
keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah
cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel
debris melalui proses yang disebut fagositosis. Makrofag juga
mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang
pembentukan ujung epitel diakhirpembuluh darah. Makrofag
dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses
penyembuhan. Respon segera setelah terjadi injuri akan terjadi
pembekuan darah untuk mencegah kehilangan
darah.Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor, dolor,
calor,functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi
infeksi.
2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5sampai hari
ke–21. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel
inflamasi, pembuluh darah yang baru, fibronectin and
hyularonic acid.Fibroblas(menghubungkan sel-sel jaringan)
yang berpindah kedaerah luka mulai 24 jam pertama setelah
terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikankira-kira 5 harisetelah terjadi
luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah
tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat
menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil
kemungkinan luka terbuka.Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh
melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan
oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan.
3. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun.
Fibroblas terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka
menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis
putih.Dalam fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan
hasil dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan kolagen
yang berlebih dan regresi vaskularitas luka. Terbentuknya
kolagen yang baru yang mengubahbentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan.Terbentuk jaringan parut 50–
80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya.Kemudian
terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular dan
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan.
(Syamsuhidrajat, 2005).

2. 15 menit kemudian ia dibawa ke UGD RSMP dalam keadaan sadar


dan mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu batuk keluar dahak
berwarna kehitaman. Menurut istrinya, berat badan Tn. Dedi 60 kg.
a. Apa saja etiologi dari suara parau dan batuk keluar dahak
kehitaman?
Etiologi suara parau atau serak dapat bermacam-macam yang
prinsipnya mengenai laring dan sekitarnya. Penyebabnya antara
lain seperti radang, tumor (neoplasma), paralisi otot-otot laring,
kelainan laring seperti sikatrik akibat operasi. Sedangkan etiologi
dari batuk berdahak kehitaman adalah adanya debu yang masuk ke
saluran pernapasan atau akibat adanya partikel-partikel akibat
kebakaran yang masuk ke saluran nafas (Hermani B. 2011).
b. Apa makna 15 menit kemudian Tn. Dedi dibawa ke UGD RSMP
dalam keadaan sadar dan mengeluh suaranya menjadi parau dan
waktu batuk keluar dahak berwarna kehitaman?
Jawab:
Makna 15 menit dari kejadian dengan keadaannya saat itu
menunjukkan bahwa keadaannya masih dalam kondisi baik, gejala
dari syok hipovolemia yang sedang dan berat belum terlihat karena
kesadarannya masih baik, dan reaksi inflamasi akibat trauma sudah
mulai berlangsung sehingga membutuhkan tatalaksana dan
penanganan dengan cepat. tatalaksana dan penanganan yang
diberikan termasuk dalam kategori dalam tanggap darurat.
Makna Tn. Dedi mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu
dengan dahak kehitaman adalah Tn. Dedi telah mengalami trauma
inhalasi.
Sintesis:
Tanda-tanda dari trauma inhalasi adalah sebagai berikut:

 Luka bakar pada wajah


 Alis mata dan bulu hidung hangus
 Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di
dalam orofaring
 Sputum yang mengandung arang atau karbon
 Wheezing, sesak dan suara serak
 Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api
 Ledakan yang menyebakan trauma bakar pada kepala dan
badan
 Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin > 10 %
setelah berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna
pink sampai merah, takikardi, takipnea, sakit kepala, mual,
pusing, pandangan kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai
koma.
c. Bagaimana patofisiologi Tn. Dedi dalam keadaan sadar dan
mengeluh suaranya menjadi parau dan waktu batuk keluar dahak
berwarna kehitaman?
Jawab:
 Suara parau:
Kebakaran  terpapar panas  trauma inhalasi  aktivasi
reaksi inflamasi  peningkatan permeabilitas kapiler 
edema laring  gangguan getaran udara di vocal cord  suara
parau.
 Dahak bewarna kehitaman:
Kebakaran  terpapar panas  trauma inhalasi 
peningkatan permeabilitas kapiler di bronkus  peningkatan
sekresi mukus  terkontaminasi CO  dahak bewarna
kehitaman.
(Lafferty, 2017).

d. Apa makna menurut istrinya berat bedan Tn. Dedi 60 kg?


Jawab:
Maknanya adalah berat bedan Tn. Dedi 60 kg digunakan untuk
mengukur cairan pada saat diberikan resusitasi.

3. Primary survey
a. Bagaimana interpretasi dari primary survey?
Jawab:
Airway

Keluhan Intepretasi

Berbicara parau Edema laring

sputum berwarna kehitaman Mucus bercampur dengan co


(carbonaceous sputum)
Breathing
Kasus Keadaan normal Interpretasi

RR 26x/menit Normal 16-24 Takipnea


x/menit

suara napas kanan Normal vesikuler Normal


dan kiri vesikuler
Circulation

Kasus Keadaan Interpretasi


normal

Nadi 114x/menit 60-100x/menit Takikardi

Tekanan darah 120/80 mmHg Hipotensi


100/60 mmHg

Ekstremitas teraba Abnormal


pucat dan dingin

Disability

Kasus Keadaan Normal Interpretasi

Membuka mata Sadar penuh


secara spontan, bias
menggerakkan
ekstremitas sesuai
perintah

Pupil isokor reflex Pupil tidak melebar, Normal


cahaya (+) reflex cahaya tidak
lambat

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari primary survey?


Jawab:
 Suara parau:
Kebakaran  terpapar panas  trauma inhalasi  aktivasi
reaksi inflamasi  peningkatan permeabilitas kapiler  edema
laring  gangguan getaran udara di vocal cord  suara parau.
 Carbonaceus sputum:
Kebakaran  terpapar panas  trauma inhalasi  peningkatan
permeabilitas kapiler di bronkus  peningkatan sekresi mukus
 terkontaminasi CO  dahak bewarna kehitaman.
 Takikardi
Terjadi kebakaran  kulit lengan kiri dan kanan terpajan suhu
panas  kerusakan pembuluh darah dibawah dan sekitarnya 
peningkatan permeabilitas kulit  fungsi kulit sebagai barrier
dan penahan penguapan terganggu  cairan intravascular
berkurang + kehilangan darah akibat fraktur  kehilangan
cairan tubuh  aliran darah balik kejantung ↓  cardiac
output↓  TD ↓  sebagai kompensasi untuk memenuhi
kebutuhan  terjadi takikardi.
 Hipotensi .
Karena adanya perdarahan → volume darah berkurang →
tingkat tekanan darah berkurang → volume darah vena yang
kembali ke jantung berkurang → cardiac output menurun →
penurunan tekanan darah

c. Bagaimana klasifikasi syok hipovolemik?


Jawab:
Setiap stadium syok hipovolemik ini dapat dibedakan dengan
pemeriksaan klinis, yaitu:
1. Stadium-I adalah syok hipovolemik yang terjadi pada
kehilangan darah hingga maksimal 15% dari total volume
darah. Pada stadium ini tubuh mengkompensai dengan dengan
vasokontriksi perifer sehingga terjadi penurunan refiling
kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit cemas atau
gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata,
frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan normal.
2. Syok hipovolemik stadium-II adalah jika terjadi perdarahan
sekitar 15-30%. Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi
mampu menkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi
takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik dan
tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan
frekuensi nafas dan pasien menjadi lebih cemas.
3. Syok hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak
30-40%. Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi
semakin berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas
120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas hingga diatas
30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik
sangat menurun, refiling kapiler yang sangat lambat.
4. Stadium-IV adalah syok hipovolemik pada kehilangan darah
lebih dari 40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali
permenit dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan
gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk.
Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan
terjadinya hipotensi berat, tekanan nadi semakin kecil dan
disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik.
(Hardisman, 2013).

d. Bagaimana cara perhitungan luas luka bakar dengan prosedur


Rules of nine?
Jawab:
Metode Rule of nine merupakan cara praktis untuk menentukan
luas luka bakar. Tubuh manusia dewasa dibagi menurut pembagian
anatomis yang bernilai 9% atau kelipatan 9% dari keseluruhan luas
tubuh. Untuk genitalia bernilai 1% (American Collage of Surgeon
Comitte on Trauma, 2014).
Gambar 1. Metode Rule of Nine
(American Collage of Surgeon Comitte on Trauma, 2014).

e. Bagaimana resusitasi cairan pada pasien luka bakar?


Jawab:
Rumus pemberian cairan elektrolit menurut Baxter adalah sebagai
berikut:
Rumus Baxter = 4ml x berat badan (kg) x % luka bakar
 ½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama post trauma,
dan ½ jumlah cairan diberikan dalam 16 jam berikutnya
 Untuk luka bakar yang lebih dari 50 % diperhitungkan sama
dengan luka bakar 50 %
Jumlah tetesan per menit = [volume yang dibutuhkan x faktor
tetesan] / [waktu pemberian x 60 menit]
(Benjamin CW. 2008).

4. Secondary survey
a. Bagaimana interpretasi dari secondary survey?
Jawab:
Hasil Pemeriksaan Interpretasi
- Kepala:
(Abnormal)
 Tidak terdapat jejas
Alis dan Bulu
 Mata: Alis terbakar Hidung terbakar :
Indikasi Trauma
 Telinga dan hidung: Bulu Hidung
Inhalasi
terbakar

 Mulut: pasien bisa berbicara

- Leher:
(Normal)
dalam bata normal, vena jugularis datar
(tidak distensi)

- Thoraks:
(Normal )
 Inspeksi: tidak ada jejas, frekuensi 26 Thorax tidak ada
x/menit, gerak nafas simetris kelainan
 Palpasi: nyeri tekan tidak ada,
krepitasi tidak ada, stem fremitus
sama kiri dan kanan
 Perkusi: sonor kanan dan kiri
 Auskultasi: suara paru vesikuler,
suara jantung jelas, regular
- Abdomen:

 Inspeksi: datar (Abnormal)


Nyeri tekan bawah
 Palpasi: lemas, nyeri tekan (+) di
kanan akibat dari
bagian bawah kanan.
fraktur pelvis.
 Perkusi: timpani
 Auskultasi: bising usus terdengar
diseluruh bagian abdomen

- Pelvis:

 Inspeksi: tampak jejas didaerah perut


bawah kanan dan panggul kanan (Abnormal)
Indikasi Fraktur
 Palpasi: nyeri tekan (+) didaerah
Pelvis
panggul kanan dan abdomen kanan
bawah

 ROM: pergerakan panggul terbatas


karena sangat sakit
- Genitalia:
(Normal)
OUE darah (-), skrotum tidak tampak
hematom dan edema

- Colok dubur:
(Normal)
Sphincter Ani Menjempit, Ampula
Kosong, Prostat Teraba, Tidak Teraba
Tonjolan Tulang

- Ekstremitas superior:
(Abnormal)
Terdapar luka bakar pada lengan anterior
Adanya Luka
atas dan bawah di bagian Kanan dan Kiri.
Bakar Derajat II.A
Ditemukan warna kulit kemerahan dan
terdapat Bullae

- Ektremitas inferior:
(Abnormal)
Regio Femur Dextra
Indikasi Fraktur
 Inspeksi: tampak deformitas, soft Pelvis
tissue swelling

 Palpasi: nyeri tekan arteri dorsalis


pedis teraba

 ROM: aktif terbatas di daerah sendi


lutut dan panggul

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari secondary survey?


Jawab:
 ROM terbatas:
Benturan benda keras pada ekstremitas inferior dan pelvis
dextra tulang-tulang pada ekstremitas inferior dan pelvis
dextra mendapatkan tekanan yang melebihi kemampuannya
menahan  kegagalan tulang menahan tekanan tersebut 
hilangnya kontinuitas tulang  fraktur (os. Pubis dan os.
Femur)  reaksi inflamasi  pengeluaran mediator inflamasi
(histaminin, dll) oleh sistem imun  mediator tersebut
mengiritasi ujung-ujung saraf bebas  nyeri pada abdomen
kiri, panggul kanan dan paha kanan  terbatasnya ROM
 Soft tissue swelling:
Benturan benda keras pada ekstremitas inferior dan pelvis
dextra tulang-tulang pada ekstremita inferior dan pelvis
dextra mendapatkan tekanan yang melebihi kemampuannya
menahan  kegagalan tulang menahan tekanan tersebut 
hilangnya kontinuitas tulang  fraktur (os. Pubis dan os.
Femur)  reaksi inflamasi  peningkatan permeabilitas 
migrasi sel-sel dan cairan dari vaskuler ke jaringan yang
injuri  soft tissue swelling pada paha kiri
 Deformitas pada paha kanan:
Membentur benda keras  tulang mendapatkan tekanan yang
melebihi kemampuannya menahan  kegagalan tulang
menahan tekanan tersebut  hilangnya kontinuitas tulang 
fraktur (os. Pubis dan os. Femur)  fragemen tulang fraktur
menciderai daerah sekitar  terbentuk jejas didaerah perut
kiri bawah dan deformitas pada paha kanan.
 Bullae:
Terpapar api  kerusakan kulit (epidermis dan dermis) 
reaksi inflamasi  pengeluaran mediator inflamasi
(histaminin, dll) oleh sel imun  migrasi sel-sel dan cairan
dari vaskuler ke jaringan yang rusak  terbentuk bullae
 Kulit kemerahan:
Terpapar api  kerusakan kulit (epidermis dan dermis) 
reaksi inflamasi  vasodilatasi arteriol  kulit kemerahan

c. Bagaimana cara pengukuran ROM?


Jawab:
ROM (Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang
mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh,
yaitu sagital, transversal, dan frontal. Adapun prinsip latihan ROM
(Range Of Motion), diantaranya :
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2
kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak
melelahkan pasien.
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur
pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM
adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah
mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.
(Jenkins,L., 2010).

Bahu
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Menaikan lengan dari posisi di samping rentang 180°
tubuh ke depan ke posisi di atas kepala,
Ekstensi Mengembalikan lengan ke posisi di samping rentang 180°
tubuh,
Hiperektensi Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku rentang 45-60°
tetap lurus,
Abduksi Menaikan lengan ke posisi samping di atas rentang 180°
kepala dengan telapak tangan jauh dari
kepala,
Adduksi Menurunkan lengan ke samping dan rentang 320°
menyilang tubuh sejauh mungkin,
Rotasi dalam Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan rentang 90°
menggerakan lengan sampai ibu jari
menghadap ke dalam dan ke belakang,
Rotasi luar Dengan siku fleksi, menggerakan lengan rentang 90°
sampai ibu jari ke atas dan samping kepala,
Sirkumduksi Menggerakan lengan dengan lingkaran rentang 360°
penuh,

Pinggul
Gerakan Penjelasan Rentang
Fleksi Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi Menggerakan kembali ke samping rentang 90-120°
tungkai yang lain,
Hiperekstensi Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi Menggerakan tungkai ke samping rentang 30-50°
menjauhi tubuh,
Adduksi Mengerakan tungkai kembali ke posisi rentang 30-50°
media dan melebihi jika mungkin,
Rotasi dalam Memutar kaki dan tungkai ke arah rentang 90°
tungkai lain,
Rotasi luar Memutar kaki dan tungkai menjauhi rentang 90°
tungkai lain,
Sirkumduksi Menggerakan tungkai melingkar -
Kaki
Gerakan Penjelasan Rentang
Inversi Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°

5. Data Tambahan
a. Bagaimana interpretasi data tambahan?
Jawab:
Pada kasus Interpretasi
Foto thoraks AP: dalam batas normal Normal
Foto pelvis AP tampak fraktur ramus superior Fraktur pada pelvis
inferior pubis dextra dan dislokasi sendi
sacroiliaca kanan (Articulation Sacro Iliaca
Dextra)

Foto femur sinistra AP/LAT : tampak fraktur Fraktur pada femur


femur 1/3 proximal transversal, cum
contractionum
Pada saat dipasang kateter urin: keluar urin Normal.
jernih sebanyak 50 cc

6. Bagaimana cara mendiagosis pada kasus?


Jawab:
1. Anamnesis:
Didapatkan adanya riwayat tersambar api di muka, lengan kiri dan
kanan dan terasa nyeri, melompat dari lantai 2, serta membentur
benda keras.
2. Pemeriksaa Fisik:
Didapatkan tanda-tanda syok, adanya luka bakar di muka dan
ekstremitas atas dan dipatkan luas luka bakar yaitu 11,5% dan
derajat IIA. Dan juga didapatkan adanya rasa nyeri di luka bakar,
ekstremitas bawah (femur) dan pelvis yaitu perut bagian bawah.
Pada pelvis dan ekstremitas inferior tampak deformitas, soft tissue
swelling, nyeri tekan. Ditemukan juga adanya keterbatasan ROM
pada ekstremitas bawah.

7. Apa diagnosis banding pada kasus ini?


Jawab:
1. Luka bakar derajat IIA dengan trauma inhalasi, fraktur pelvis dan
fraktur femur disertai syok hipovolemik

2. Luka bakar derajat IIA, fraktur pelvis dan fraktur femur disertai syok
hipovolemik

8. Apa pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada kasus ini?


Jawab:
1. Laboratorium
 Pulse Oximetry
Untuk menilai saturasi hemoglobin yang dapat meningkat. Dan
melihat kadar karboksihemoglobin.
 Analisis Gas Darah
 Elektrolit
Memonitor abnormalitas elektrolit akibat resusitasi cairan.
 Darah Lengkap
Hemotokrit menurun akibat pemulihan volume intravaskular.
Anemia biasa karena hipoksia. Leukositosis apabila ada
infeksi.
2. Bronkoskopi
Dapat digunakan untuk alat diagnosis yaitu didapatkan gambaran
eritema, sputum dengan arang, ataupun mukus yang mukopurulen.

9. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Jawab:
Luka bakar derajat IIA dengan trauma inhalasi, fraktur pelvis dan
fraktur femur disertai syok hipovolemik.

10. Bagamainaa tatalaksana yang diberikan pada kasus ini?


Jawab:
Primary Survey
 Airway dan kontrol servikal: memasang endotracheal tube.
 Breathing : berikan oksigen 100%
 Circulation: IV line kristaloid hangat Ringer Laktat 2 L, berikan
sesegera mungkin (2 jalur) menyiapkan PRC (diberikan jika
diperlukan), mengambil sampel darah untuk pemeriksaan lanjutan.
 Disablity: Ukur GCS, nilai pupil.
 Exposure: Buka baju pasien dengan cara digunting, nilai apakah
terdapat jejas lainnya, cegah hipotermia.

Tambahan Primary Survey

 Pasang pulse oxymeter, nilai saturasi oksigen


 Memasang monitor EKG
 Memasang kateter urin (sudah dilakukan) : urin output 50 cc.

Secondary Survey

 Lakukan alloanamnesa dengan metode AMPLE dan mengenai


cideranya.
 Melakukan pemeriksaan fisik head to toe.
 Memasang pelvic binder untuk fraktur pelvisnya.

Tambahan Secondary Survey

 Pemeriksaan tambahan lain sudah dilakukan : Foto thoraks AP, foto


pelvis AP, foto femur AP/LAT
 Pemeriksaan lain: analisis gas darah, pemeriksaan darah rutin.
Dilakukan reevaluasi. Setelah kondisi membaik, pasien dirujuk ke
dokter spesialis orthopedi dan bedah plastik untuk ditatalaksana lebih
lanjut (American Collage of Surgeon Comitte on Trauma, 2014).

11. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?


Jawab:
 Syok hypovolemia
 Sepsis
 Multi-organ failure
 Acute Respiratory Distress Syndrome
 Kematian
(Nielson et al, 2017).

12. Bagaimana prognosis pada kasus?


Jawab:
Quo ad itam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsional : Dubia ad bonam

13. Bagaimana SKDU pada kasus ini?


Jawab:
 Syok hipovolemi (3b) (rujuk, kasus gawat darurat)

 Luka bakar (4a)


Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan
tuntas. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

 Fraktur femur (3b)


 Trauma Pelvis (3b)
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi
menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau
kecacatan pada pasien. (Kasus gawat darurat)

(Konsil Kedokteran Indonesia (Ed.). 2012).

14. Bagaimana hubungan Nilai- Nilai Islam dengan kasus ini?


Jawab:
“Apa saja musibah yang menimpakamu disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan
itu” (QS.Asy-Syuura: 30).

2.5 Kesimpulan

Tn. Dedi, 30 tahun mengalami trauma inhalasi (gangguan airway), luka bakar
derajat IIA, fraktur pelvis dan fraktur femur dextra (multiple trauma) disertai
syok hipovolemik.

2.6 Kerangka Konsep

Kebakaran Melompat dari lantai 2

Multiple Trauma

Trauma Luka bakar Fraktur pelvis


inhalasi derajat IIA dan fraktur
femur

Syok hipovolemik
DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. 2013. Burn Incidence and Treatment in the United
States (Tersedia di http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php
diakses tanggal 11 Juli 2018).

American Collage of Surgeon Comitte on Trauma. 2014. Advanced Trauma Life


Support for Doctors 9th Edition. Chicago, IL: American College of Surgeons
Comitte on Trauma.

American Collage Surgeon. 2008. Penilaian awal dan pengelolaannya dalam


Advanced Trauma Life Support for Doctora. Edisi ke-delapan. Jakarta:
IKABI

Aryanti, L. 2010. Patologi & Dampak Cidera. Perhimpunan Dokter Spesialis


Rehabilitasi Medik Indonesia.

Benjamin CW. 2008. First aid for burns [internet]. USA: Benjamin and
Associates. (Tersedia dari: http://www.medicinenet.com diakses pada 11
Juli 2018).

Djuanda, A. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta : Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.

Gurnida, D.A dan Lilisari, M. 2011. Dukungan nutrisi pada penderita luka bakar.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung.

Guyton, A. C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hardisman, 2013. Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Syok Hipovolemik:


Update dan Penyegar Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3). Tersedia di
http://jurnal.fk.unand.ac.id diakses pada tanggal 11 Juli 2018.

Hermani B. 2011. Suara Parau. Dalam: Buku Ajar Kesehatan Telinga-Hidung-


Tenggorok. Edisi ke 5. Jakarta: FKUI

Jenkins,L., 2010. Maximizing Range Of Motion In Older Adult. The Journal on


active aging, January Febuary, vol 4 third ed, 50-55.
Konsil Kedokteran Indonesia (Ed.). 2012. Perkonsil No.11 Tahun 2012 : Standar
Kompetensi Dokter Indonesia 2012. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia

Lafferty, K.A. 2017. Smoke Inhalation Injury. Medscape Reference, , Department


of Emergency Medicine. Available from
https://emedicine.medscape.com/article/771194-overview#a3, diakses
pada tanggal 11 Juli 2018.

Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nelson, C. B et al. 2017. Burns: Pathophysiology of Systemic Complications and


Current Management. Journal of Burn Care and Research. Available from
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5214064/, diakses pada
tanggal 11 Juli 2018.

Price, S. A. & Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

Rasyid, Fachmi. 2014. Permasalahan dan Dampak Kebakaran. Jurnal Lingkar


Widyaiswara Edisi 1 No.4
(http://juliwi.com/published/E0104/Paper0104_47-59.pdf, diunduh tanggal
11 Juli 2018)
Rosita PL. 2015. Analisis Tingkat Pemenuhan Sarana Proteksi dan sarana
Penyelamatan Kebakaran Pada PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero)
Semarang Tahun 2015. (Tersedia di http://eprints.dinus.ac.id/17425
diakses pada 11 Juli 2018).

Rule Of Nines. (Diakses dari


http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/rule+of+nines pada tanggal
11 Juli 2018).

Snell, R. S. 2012. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Dialih bahasakan oleh


Sugarto L. Jakarta: Penerbit EGC.

Syamsuhidrajat, R. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong Ed. 3. Jakarta: EGC

Syamsulhidjayat, R., Jong, W, D., 2005. Buku –ajar ilmu bedah. EGC. Jakarta.
American Collage of Surgeon Comitte on Trauma. 2014. Advanced
Trauma Life Support for Doctors 9th Edition. Chicago, IL: American
College of Surgeons Comitte on Trauma.
Tortora, G. J. 2009. Principles of Anatomy & Physiology. USA: John Wiley &
Sons. Inc.

Anda mungkin juga menyukai