Anda di halaman 1dari 16

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

PNEUMOTHORAX BILATERAL DI RS PARU


DR. ARIO WIRAWAN SALATIGA

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan

Oleh :

SITI KHADIJAH
J100 150 013

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS
PNEUMOTHORAX BILATERAL DI RS PARU
DR. ARIO WIRAWAN SALATIGA

ABSTRAK

Latar Belakang: Pneumothorax adalah keadaan dimana paru-paru kolaps


disebabkan oleh masuknya udara di dalam rongga pleura (cavum pleura) yang
menyebabkan gangguan seperti sesak napas, sputum, spasme otot, perubahan pola
pernapasan, penurunan ekspansi thoraks, dan penurunan aktivitas.
Tujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengurangi sesak napas,
mengeluarkan sputum, rileksasi otot, normalisasi pola pernapasan, meningkatkan
ekspansi thoraks, dan meningkatkan aktivitas dengan modalitas infra red, massage,
chest physiotherapy, dan latihan peningkatan aktivitas.
Hasil: Setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapatkan hasil penilaian sesak napas
T0: 7 menjadi T6: 4, lokasi sputum T0: paru-paru dextra lobus media dan inferior
segmen anterior menjadi T6: paru-paru dextra lobus media segmen anterior,
penurunan nyeri pada nyeri diam T0: 2 menjadi T6: 1, nyeri tekan T0: 3 menjadi
T6: 1, dan nyeri gerak T0: 4 menjadi T6: 1, perubahan pola pernapasan T0:
prolonged expiration menjadi T6: normal, peningkatan ekspansi thoraks pada axila
T0: 1 cm menjadi T6: 1,5 cm, pada ICS 4 T0: 1 cm menjadi T6: 1,5 cm, dan pada
processus xiphoideus T0: 1 cm menjadi T6: 1,5 cm, dan peningkatan aktivitas T0:
mandiri 1 fungsi dalam 1 kategori menjadi T6: mandiri 3 fungsi dalam 2 kategori.
Kesimpulan: Infra red, massage, chest physiotherapy, dan latihan peningkatan
aktivitas dapat mengatasi gangguan yang ada pada kasus pneumothorax bilateral.

Kata Kunci: Chest physiotherapy, infra red, massage, latihan peningkatan


aktivitas, dan pneumothorax bilateral.

ABSTRACT

Background: Pneumothorax is a condition in which the lungs collapse caused by


the entry of air in the pleural cavity (cavum pleura) that causes disorders such as
shortness of breath, sputum, muscle spasm, changes in respiratory pattern,
decreased thoracic expansion, and decreased activity.
Purpose: To determine the implementation of physiotherapy in reducing shortness
of breath, remove sputum, relaxation muscle, normalization of breathing patterns,
increase thoracic expansion, and increase activity with infra red modality, massage,
chest physiotherapy, and increased activity training.
Result: After 6 times of therapy, the results of the assessment of shortness of breath
T0: 7 to T6: 4, sputum location T0: lung dextra lobe media and inferior anterior
segment becomes T6: lung dextra lobe media anterior segment, decreased pain in
silent pain T0: 2 to T6: 1, tenderness T0: 3 to T6: 1, and motion pains T0: 4 to T6:
1, changes in respiratory pattern T0: prolonged expiration to T6: normal, increased

1
thoracic expansion in axila T0: 1 cm to T6: 1,5 cm, on ICS 4 T0: 1 cm to T6: 1,5
cm, and on processus of xiphoideus T0: 1 cm to T6: 1,5 cm, and increased activity
T0: independent 1 function in 1 category to T6: independent 3 functions in 3
categories.
Conclusion: Infra red, massage, chest physiotherapy, and exercise increased
activity can overcome the existing disorders in cases of bilateral pneumothorax.

Keywords: Chest physiotherapy, infra red, massage, increased activity training,


and bilateral pneumothorax.

1. PENDAHULUAN
Insiden pneumothorax laki-laki lebih banyak dari pada perempuan (5:1).
Kasus pneumothorax spontan primer di Amerika Serikat 7,4/100.000 per tahun
untuk laki-laki dan 1,2/100.000 per tahun untuk perempuan. Sedangkan insiden
pneumothorax spontan sekunder dilaporkan 6,3/100.000 per tahun untuk laki-
laki dan 2/100.000 per tahun untuk perempuan (Sudoyo et al., 2009).
Pneumothorax bilateral kira-kira 2% dari seluruh pneumothorax spontan.
Insiden dan pravalensi pneumothorax ventil 3% sampai dengan 5% dari
pneumothorax spontan. Kemungkinan berulangnya pneumothorax ialah 20%
untuk kedua kali dan 50% untuk ketiga kali (Alsagaff and Mukty, 2010).
Menurut Gunjal et al (2015) pemberian chest physiotherapy seperti
segmental breathing exercise pada penyakit paru restriktif dapat memberikan
manfaat pada paru-paru. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan,
penelitian menemukan 30 peserta (22 laki-laki dan 8 perempuan) dengan
penyakit paru restriktif yang kemudian diberikan segmental breathing exercise.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada ekspansi
thoraks dan fungsi paru. Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan modalitas infra red, massage,
dan chest physiotherapy untuk mengatasi gangguan yang dialami oleh
penderita pneumothorax bilateral.
Penelitian lain menjelaskan bahwa, dengan pemberian infra red dapat
mempengaruhi tonus otot. Studi pendahuluan yang dilakukan, penelitian
menemukan 51 peserta (perempuan) yang mengeluhkan spasme (tegang otot).

2
Pemberian infra red dapat meningkatkan suhu kulit dan peredaran darah lokal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perubahan yang signifikan pada
penurunan tonus otot yang spasme (Ke et al., 2012). Dari penjelasan diatas
maka penulis tertarik untuk melakukan penatalaksanaan fisioterapi dengan
modalitas infra red, massage, dan chest physiotherapy untuk mengatasi
gangguan yang dialami oleh penderita pneumothorax bilateral.

2. METODE
Penatalaksanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 6 kali terapi di RS Paru
dr. Ario Wirawan Salatiga pada pasien Tn. S usia 71 tahun dengan diagnosa
medis pneumothorax bilateral. Dalam penanganan modalitas fisioterapi yang
diberikan adalah infra red, chest physiotherapy (Postural drainage, breathing
exercise (pursed lip breathing), tappotement, latihan batuk efektif, dan
segmental breathing exercise), dan latihan aktivitas dan kemampuan
fungsional. Metode tersebut digunakan untuk mengalirkan sputum ke saluran
pernapasan yang lebih besar, mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan,
mengurangi sesak napas, normalisasi pola pernapasan, peningkatan ekspansi
thoraks, serta peningkatan aktivitas dan kemampuan fungsional. Selain terapi
diatas, diharapkan keluarga dapat melaksanakan edukasi di rumah yang telah
diajarkan oleh fisioterapis seperti posisi tidur sesuai dengan latihan postural
drainage agar hasil memuaskan sesuai yang diharapkan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil
Terapi yang diberikan kepada Tn. S usia 71 tahun dengan diagnosa
medis pneumothorax bilateral memiliki problematika yaitu sesak napas,
sputum, nyeri pada spasme otot-otot pernapasan, perubahan pola
pernapasan, penurunan ekspansi thoraks, dan keterbatasan aktivitas dan
kemampuan fungsional. Setelah dilakukan terapi dengan modalitas infra
red, massage, dan chest physiotherapy (postural drainagee, breathing
exercise (pursed lip breathing), tappotement, latihan batuk efektif,

3
segmental breathing exercise), serta latihan aktivitas dan kemampuan
fungsional selama 6 kali terapi didapatkan hasil:
3.1.1 Sesak napas dengan borg scale
8
7
6
5
4
3
2
1
0
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Gambar 1. Grafik Hasil Evaluasi Sesak Napas


Berkurangnya derajat sesak napas menggunakan borg scale
dari T0 dengan hasil 7 yaitu sangat berat menjadi T6 dengan hasil 4
yaitu kadang berat.
3.1.2 Sputum dengan auskultasi
Tabel 1. Hasil Evaluasi Sputum
Hasil
Sputum
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Lokasi Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus Lobus
media media media media media media media
dan dan dan dan dan
inferior inferior inferior inferior inferior

Berpindahnya lokasi sputum menggunakan auskultasi dari


T0 dengan hasil paru-paru dextra lobus media dan inferior segmen
anterior menjadi T6 dengan hasil paru-paru dextra lobus media
segmen anterior.

4
3.1.3 Nyeri pada spasme otot-otot pernapasan dengan VDS (Verbal
Descriptive Scale)
4.5
4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Nyeri diam Nyeri tekan Nyeri gerak

Gambar 2. Grafik Hasil Evaluasi Nyeri


Berkurangnya nyeri pada spasme otot-otot pernapasan
menggunakan VDS (Verbal Descriptive Scale) yaitu nyeri diam
dari T0 dengan hasil 2 yaitu sangat ringan menjadi T6 dengan hasil
1 yaitu tidak nyeri, nyeri tekan dari T0 dengan hasil 3 yaitu ringan
menjadi T6 dengan hasil 1 yaitu tidak nyeri, dan nyeri gerak dari
T0 dengan hasil 4 yaitu tidak begitu berat menjadi T6 dengan hasil
1 yaitu tidak nyeri.
3.1.4 Perubahan pola pernapasan dengan inspeksi
Tabel 2. Hasil Evaluasi perubahan pola pernapasan
Hasil Keterangan
T0 Prolonged expiration
T1 Prolonged expiration
T2 Prolonged expiration
T3 Prolonged expiration
T4 Prolonged expiration
T5 Normal
T6 Normal

5
Berubahnya pola pernapasan menggunakan inspeksi dari T0
dengan hasil prolonged expiration menjadi T6 dengan hasil
normal.
3.1.5 Ekspansi Thoraks dengan pita ukur
Tabel 3. Hasil Evaluasi Ekspansi Thoraks
Lokasi
Processus Selisih
Hasil Keterangan Axila
ICS 4 (cm) xiphoideus (cm)
(cm)
(cm)
Inspirasi 82 82 81
T0 1
Ekspirasi 81 81 80
Inspirasi 82 82 81
T1 1
Ekspirasi 81 81 80
Inspirasi 82 82 81
T2 1
Ekspirasi 81 81 80
Inspirasi 83 83 81
T3 1
Ekspirasi 82 82 80
Inspirasi 83 83 81
T4 1
Ekspirasi 82 82 80
Inspirasi 84,5 84,5 82,5
T5 1.5
Ekspirasi 83 83 81
Inspirasi 84,5 84,5 82,5
T6 1.5
Ekspirasi 83 83 81

Adanya peningkatan ekspansi thoraks menggunakan pita


ukur yaitu pada axila dari T0 dengan selisih 1 cm menjadi T6
dengan selisih 1,5 cm, pada ICS 4 dari T0 dengan selisih 1 cm
menjadi T6 dengan selisih 1,5 cm, dan pada processus xiphoideus
dari T0 dengan selisih 1 cm menjadi T6 dengan selisih 1,5 cm.
3.1.6 Penurunan akivitas dan kemampuan fungsional dengan the
london chest activity of daily living scale
Tabel 4. Hasil Evaluasi Penurunan Aktivitas dan Kemampuan
Fungsional
Hasil
Keterangan
T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Perawatan Diri

Mengeringkan 1 1 1 1 1 1 1
tubuh
Berpakaian 3 3 3 3 3 2 2
Meletakkan
0 0 0 0 0 0 0
sepatu

6
Mencuci
0 0 0 0 0 0 0
rambut
Aktivitas Rumah Tangga
Merapikan
0 0 0 0 0 0 0
tempat tidur
Mengganti
0 0 0 0 0 0 0
lembaran
Mencuci
0 0 0 0 0 0 0
jendela
Membersihkan
0 0 0 0 0 0 0
debu
Mencuci 0 0 0 0 0 0 0
Menyapu 0 0 0 0 0 0 0
Fisik
Naik tangga 0 0 0 0 0 0 0
Membungkuk 4 4 4 4 3 3 3
Waktu Luang
Berjalan 0 3 3 3 2 2 1
Bersosialisasi 0 3 3 3 2 2 2
Pembicaraan 3 3 3 2 2 2 1

Menunjukkan pada T0 memiliki kemampuan mandiri untuk


1 fungsi dalam kategori perawatan diri, sedangkan T6 memiliki
kemampuan mandiri 1 fungsi dalam kategori perawatan diri dan
2 fungsi dalam kategori waktu luang.

3.2 Pembahasan
3.2.1 Sesak Napas dengan Breathing Exercise (Pursed Lip Breathing)
Hasil yang diperoleh pada T1 dan T2 belum adanya perubahan
karena saat melakukan latihan pasien belum mampu untuk mencucu
secara maksimal. Pada T3 dan T4 adanya penurunan sesak napas
menjadi 5 (sesak berat). Penurunan sesak napas dipengaruhi oleh
keaktifan pasien dalam menjalankan edukasi. Pada T5 dan T6 terjadi
penurunan yang signifikan yaitu dengan nilai borg scale 4 (sesak
kadang berat).
Manfaat dari pursed lip breathing melalui proses inspirasi
dalam yaitu berkontraksinya otot-otot insiprasi utama. Sehingga,
volume thoraks akan membesar dan meningkatkan volume paru.

7
Proses ekspirasi secara aktif menurunkan resistensi pernapasan yang
memperlancar masuk-keluarnya udara sehingga sesak napas
berkurang. Menurut studi penelitan yang dilakukan, pemberian
pursed lip breathing pada penyakit paru yang memiliki keluhan
sesak napas dapat menurunkan sesak napas (Borge et al., 2014).
3.2.2 Sputum dengan Postural Drainage, Tappotement, dan Latihan
Batuk Efektif
Hasil yang diperoleh dari T1 sampai dengan T4 belum adanya
perubahan lokasi sputum yang menandakan belum adanya
pengeluaran sputum. Hal ini disebabkan karena penatalaksanaan
fisioterapi pada T1 sampai T4 dengan tappotement dan latihan batuk
efektif kurang maksimal. Pada T5 dan T6 adanya perubahan lokasi
sputum. Hal ini dipengaruhi oleh posisi pasien yang selalu dalam
keadaan latihan postural drainage. Manfaat postural drainage yaitu
untuk mengalirkan sputum dari segmen paru ke saluran napas yang
lebih besar. Sehingga, untuk mengeluarkan sputum dari saluran
pernapasan melalui kontraksi otot-otot ekspirasi untuk mengurangi
volume rongga thoraks dan paru-paru (ekspirasi paksa) melalui
latihan batuk efektif (Newstead et al., 2017).
3.2.3 Nyeri dengan Infra Red dan Massage
Diberikan modalitas infra red dan massage sebanyak 6 kali
terapi. Hasil yang diperoleh dari T1 dan T2 belum adanya perubahan
baik pada nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri gerak. Pada T3 dan T4
adanya perubahan pada nyeri baik nyeri diam, nyeri tekan, dan nyeri
gerak. Perubahan ini dipengaruhi oleh efek panas yang dihasilkan
dari infra red dan efek panas dari gaya gesekan dengan kulit melalui
massage. Efek panas meningkatan aliran darah dan menghasilkan
sebuah rileksasi otot (Kisner and Colby, 2012).
Pada T5 dan T6 terjadi perubahan yang signifikan dengan nyeri
diam 1, nyeri tekan 1, dan nyeri gerak 1. Makna dari nilai 1 adalah

8
nyeri telah hilang dan secara langsung karena adanya penurunan
spasme otot.
3.2.4 Perubahan Pola Pernapasan dengan Breathing Exercise (Pursed
Lip Breathing)
Hasil yang diperoleh dari T1 dan T4 belum adanya perubahan
pola pernapasan. Hal ini disebabkan karena adanya resistensi pada
saluran pernapasan. Namun, pada T5 dan T6 adanya perubahan pola
pernapasan menjadi normal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme
dari breathing exercise (pursed lip breathing) yaitu pada latihan
pernapasan diatas menekankan pada ekspirasi. Ekspirasi yang dalam
dan panjang akan mengkontraksikan otot-otot abdomen sehingga
tekanan intra-abdomen meningkat yang menyebabkan rongga
thoraks mengecil. Kemudian terjadinya peningkatan tekanan intra-
alveolus yang melebihi tekanan atmosfir sehingga udara akan
keluar. Udara yang keluar dari saluran pernapasan menyebabkan
obstruksi jalan napas akan berkurang atau hilang sehingga resistensi
pernapasan menurun. Penurunan resistensi pernapasan akan
memperlancar udara yang masuk-keluar paru-paru sehingga
merubah pola pernapasan menjadi normal (Sari and Suhartono,
2016). Perubahan pola pernapasan menjadi normal ditandai dengan
perbandingan rasio inspirasi dan ekspirasi adalah 1:1,5 atau 1:2 yang
dapat diketahui melalui inspeksi.
3.2.5 Ekspansi Thoraks dengan Segmental Breathing Exercise
Hasil yang diperoleh pada T1 sampai dengan T4 dengan selisih
inspirasi dan ekspirasi adalah 1 cm. Hal ini disebabkan karena
adanya udara di dalam rongga pleura (cavum pleura) menyebabkan
gangguan mobilitas paru-paru ke arah inspirasi. Namun, pada T5
dan T6 adanya peningkatan nilai selisih ekspansi thoraks yaitu
menjadi 1,5 cm. Peningkatan ekspansi thoraks melalui mekanisme
stretch reflex dalam segmental breathing exercise. Tujuan stretch
cepat pada musculus intercostalis external adalah memberikan

9
fasilitasi pada otot sehingga otot akan berkontraksi. Kemudian
proses inspirasi akan terjadi disertai dengan peningkatan ekspansi
thoraks dan peningkatan kapasitas paru. Fasilitasi otot di atas juga
menyebabkan pengeluaran udara secara maksimal melalui proses
ekspirasi. Menurut studi pendahuluan yang dilakukan, penelitian
menemukan 40 peserta dengan penyakit paru restriktif (emfisema)
yang kemudian diberikan segmental breathing exercise. Hasil
penelitian menunjukkan adanya peningkatan pada ekspansi thoraks
(Sarkar et al., 2010).
3.2.6 Penurunan Aktivitas dan Kemampuan Fungsional dengan
Latihan Peningkatan Aktivitas
Pada pasien ini, didapatkan hasil pemeriksaan yaitu adanya
penurunan aktivitas dan kemampuan fungsional dengan hanya
mandiri 1 fungsi dalam 1 kategori (perawatan diri). Kemudian
diberikan latihan aktivitas dan kemampuan fungsional sebanyak 6
kali terapi. Hasil yang diperoleh pada T1 belum adanya perubahan.
Namun, pada T6 menunjukkan adanya perubahan yaitu mandiri 3
fungsi dalam 2 kategori (perawatan diri dan waktu luang) tanpa
adanya rasa sesak napas dan nyeri. Hal ini dipengaruhi adanya
penurunan sesak napas, pengeluaran sputum, penurunan nyeri akibat
spasme otot, perubahan pola pernapasan menjadi normal, dan
peningkatan ekspansi thoraks sehingga dapat meningkatkan
aktivitas dan kemampuan fungsional pasien.

4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan sebanyak 6 kali pada
kasus pneumothorax bilateral dapat disimpulkan yaitu breathing
exercise (pursed lip breathing) dapat mengurangi sesak napas, postural
drainage, tappotement, dan latihan batuk efektif dapat mengeluarkan
sputum, infra red dan massage dapat memberikan rileksasi pada otot-

10
otot pernapasan sehingga nyeri berkurang, breathing exercise (pursed
lip breathing) dapat merubah pola pernapasan menjadi normal,
segmental breathing exercise dapat meningkatkan ekspansi thoraks,
dan latihan peningkatakan aktivitas dapat meningkatkan aktivitas dan
kemampuan fungsional.
4.2 Saran
Berdasarkan pada penatalaksanaan fisioterapi di Rumah Sakit Paru
dr. Ario Wirawan yang berada di Salatiga, maka penulis akan
memberikan saran kepada pasien, keluarga, dan pihak rumah sakit,
sebagai berikut:
4.2.1 Bagi Pasien
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis
mengajukan saran dengan harapan dapat memberikan manfaat
kepada pasien. Saran yang diberikan adalah setelah keluar dari
rumah sakit pasien disarankan untuk menjalani terapi secara rutin
di rumah. Sehingga, tujuan terapi yang telah disusun oleh
fisioterapis dapat tercapai dengan baik.
4.2.2 Bagi Keluarga
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis
mengajukan saran dengan harapan dapat memberikan manfaat
kepada pasien melalui dukungan dari anggota keluarga. Saran
yang diberikan adalah keluarga menerapkan latihan-latihan yang
telah diajarkan oleh terapis. Aktivitas sehari-sehari pasien
dilakukan secara mandiri yang berguna untuk melatih
kemandirian pasien.
4.2.3 Bagi Pihak Rumah Sakit
Berdasarkan dari uraian sebelumnya, maka penulis
mengajukan saran dengan harapan dapat memberikan manfaat
kepada pihak rumah sakit. Saran yang diberikan adalah
menambah fasilitas bed khusus untuk postural drainage.

11
Sehingga, tujuan yang akan dicapai dapat terselesaikan dengan
adanya fasilitas yang efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood and Mukty, Abdul. (2010). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru.
Cetakan kesepuluh, Surabaya: Airlangga University Press.
Borge, C. R., Hagen, K. B., Mengshoel, A. M., Omenaas, E., Moum, T., and Wahl
A.K. (2014) ‘Effects of controlled breathing exercises and respiratory muscle
training in people with chronic obstructive pulmonary disease: Results from
evaluating the quality of evidence in systematic reviews.’, BMC Pulm Med,
14(1), p. 184. doi: 10.1186/1471 2466-14-184.
Ke, Y, Ou, M. C., Ho, C. K., Lin, Y. S., Liu, H. Y., and Chang, W. A. (2012)
‘Effects of Somatothermal Far-Infrared Ray on Primary Dysmenorrhea : A
Pilot Study’, 2012. doi: 10.1155/2012/240314.
Khan, N., Jadoon, H., Zaman, M., Subhani, A., Khan, A. R., Ihsanullah, M.
Frequency and management outcome of pneumothorax patients. J Ayub Med
Coll Abbottabad 2009; 21(1): 122-4.
Kisner, Carolyn and Colby, Lynn Allen. (2012). Exercise Therapy 6th Edition.
USA: F.A. Davis Company.
Newstead, C. J., Seaton, J. A., and Johnston, C. L. (2017) ‘ScienceDirect Australian
critical care nursing professionals ’ attitudes towards the use of traditional “
chest physiotherapy ” techniques’, Hong Kong Physiotherapy Journal.
Elsevier Ltd, 36, pp. 33–48. doi: 10.1016/j.hkpj.2016.08.001.
Paulsen, F and Waschke, J. (2012). Atlas Anatomi Manusia “Sobotta’’. Edisi 23
Jilid 2. Jakarta. EGC.
Sari, N. K and Suhartono. (2016) ‘Effect of self efficacy pursed lip breathing to
decrease tightness and improved oxygen saturation in patients with Chronic
Obstructive Pulmonary Disease’, pp. 17–21.
Sarkar, A., Sharma, A., Razdan, S., Kuhar., Bansal, N., and Kaur, G. (2010).
Effect of segmental breathing exercises on chest expansion in empyema
patients; Indian Journal of Physiotherapy and Occupational Therapy, July
2010; volume 3(4) ;17-20.
Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S.
Pneumotoraks spontan. In: Hisyam B, Budiono E, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta: Interna Publishing, p.2339.

12

Anda mungkin juga menyukai