Anda di halaman 1dari 10

Pembahasan Pasal Pasal Tentang Perjanjian Kerja Pada UU

Nomer 13 Tahun 2003

Disusun oleh:

Nama:Riyan septiawan

NIM :182240018

Jurusan: Teknik informatika/2

Institut Teknologi & Kesehatan Jakarta


Jl. Raya Jatiwaringin No.42, Jatiwaringin, Pondokgede, Kota Bekasi,
Jawa Barat 17411
Pasal 56

(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan
atas:

a. jangka waktu atau

b. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Pasal 57

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan
bahasa Indonesia dan huruf latin.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan
denganketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian
kerja untuk waktu tidak tertentu.

(3) Dalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing,
apabilakemudian terdapat perbedaan penafsiran antara keduanya, maka yang berlaku
perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.

Pasal 58

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat mensyaratkan adanya masa
percobaan kerja.

(2) Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), masa percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum.

Pasal 59

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang
menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu:

a. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya

b. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama
dan paling lama 3 (tiga) tahun

c. pekerjaan yang bersifat musiman atau


d. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk
tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang
bersifat tetap.

(3) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat diperpanjang atau diperbaharui.

(4) Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat
diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

(5) Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut,
paling lama 7 (tujuh) hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan.

(6) Pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa
tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang
lama, pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu ini hanya boleh dilakukan 1 (satu)
kali dan paling lama 2 (dua) tahun.

(7) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum
menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.

(8) Hal-hal lain yang belum diatur dalam Pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

Pasal 60

(1) Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja
paling lama 3 (tiga) bulan.

(2) Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha
dilarangmembayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.

Pasal 61

(1) Perjanjian kerja berakhir apabila:

a. pekerja meninggal dunia

b. berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja

c. adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian


perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; atau
d. adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan
berakhirnya hubungan kerja.

(2) Perjanjian kerja tidak berakhir karena meninggalnya pengusaha atau beralihnya hak
atas perusahaan yang disebabkan penjualan, pewarisan, atau hibah.

(3) Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh menjadi tanggung
jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam perjanjian pengalihan yang tidak
mengurangi hak-hak pekerja/buruh.

(4) Dalam hal pengusaha, orang perseorangan, meninggal dunia, ahli waris pengusaha dapat
mengakhiri perjanjian kerja setelah merundingkan dengan pekerja/buruh.

(5) Dalam hal pekerja/buruh meninggal dunia, ahli waris pekerja/ buruh berhak
mendapatkan hak haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
atau hak-hak yang telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

Pasal 62

Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu
yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja
bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang
mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya
sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian
kerja.

PEMBAHASAN

UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merupakan salah satu undang-undang yang
mengatur masalah ketenagakerjaan yang prinsipnya mengatur pembangunan ketenagakerjaan
sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga-kerja
dan pekerja/buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif
bagi pengembangan dunia usaha. Dalam undang-undang ini diatur tentang cara membuat
perjanjian-kerja, baik Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) maupun Perjanjian Kerja
untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT).ketentuan perjanjian-kerja yang diatur dalam UU
Nomor 13 Tahun 2003 merupakan bagian dari hukum ketenagakerjaan, bukan hukum
perjanjian. Artinya, ketentuan dalam perjanjian-kerja bukan hukum pelengkap, tetapi ketentuan
ketentuan perjanjian-kerja bersifat memaksa. Para pihak yang terikat dalam perjanjian-kerja
tidak dapat membuat perjanjian-kerja menyimpang dari ketentuan peraturan
perundangundangan ketenagakerjaan. Kenyataan yang terjadi pada beberapa pekerja/buruh yang
perjanjian-kerjanya sudah berakhir atau diperpanjang, kadang-kadang pengakhiran atau
perpanjangan perjanjian-kerja tidak melalui prosedur yang ada sehingga hak pekerja/buruh
dikurangi oleh pengusaha. Jika ini terjadi di beberapa perusahaan, niscaya akan menambah
pekerjaan rumah bagi dinas tenaga kerja. Oleh karena itu, masalah yang akan diuraikan dalam
tulisan berikut ini adalah bagaimana menyelesaikan masalah yang menimpa pekerja/buruh
dalam menghadapi saat berakhirnya perjanjian-kerja, khususnya pekerja/buruh yang terikat
dalam PKWT.

JENIS PEKERJAAN YANG DIATUR DALAM UU NOMOR 13 TAHUN 2003

Sebelum diuraikan tentang beberapa masalah yang dirasakan oleh pekerja/buruh ketika
mengakhiri hubungan kerja sebelum masa kontraknya habis dan solusinya, akan diuraikan
terlebih dulu jenis pekerjaan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Hal ini perlu diuraikan karena cara menyelesaikan masalah yang mengarah ke
pemutusan hubungan kerja, masing-masing jenis pekerjaan yang diatur dalam UU No. 13 Tahun
2003 adalah tidak sama. Ada dua jenis pekerjaan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003
yaitu Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak
Tertentu (PKWTT). Namun dalam tulisan ini hanya diuraikan PKWTkarena disesuaikan dengan
judul tulisan. PKWT diatur dalam Pasal 56 s.d Pasal 62 UU N0. 13 Tahun 2003. Perjanjian
kerja ini didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Perjanjian jenis
ini dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia yang ditulis dengan huruf
latin. Jadi, ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu dibuat secara tertulis, dengan
menggunakan bahasa Indonesia, dan ditulis dengan menggunakan huruf latin. Jika perjanjian
kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, apabila kemudian terdapat perbedaan
penafsiran antara keduanya, yang berlaku perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia.
Dan jika perjanjian kerja ini dibuat secara tidak tertulis atau tertulis tetapi menggunakan huruf
Arab, maka perjanjian dinyatakan batal demi hukum dan akibatnya perjanjian kerja berubah
menjadi PKWTT. Perjanjian kerja ini juga tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan
kerja. Dalam hal disyaratkan masa percobaan kerja dalam perjanjian kerja, maka masa
percobaan kerja yang disyaratkan batal demi hukum. PKWTT hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam
waktu tertentu, yaitu:

1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya

2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan

paling lama tiga tahun

3. pekerjaan yang bersifat musiman; atau

4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang

masih dalam percobaan atau penjajakan.


PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Pengertian pekerjaan yang
bersifat tetap adalah pekerjaan yang sifatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi
waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau pekerjaan
yang bukan musiman. Sedangkan pekerjaan yang bukan musiman adalah pekerjaan yang tidak
tergantung cuaca atau suatu kondisi tertentu. Apabila pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang
terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu
proes produksi, tetapi tergantung cuaca atau pekerjaan itu dibutuhkan karena adanya suatu
kondisi tertentu maka pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan musiman yang tidak termasuk
pekerjaan tetap sehingga dapat menjadi obyek PKWT.

Bila PKWT dibuat tidak sesuaidengan syarat-syarat tersebut di atas, maka PKWT berubah
menjadi PKWTT dan dengan demikian para pekerjanya bukan lagi sebagai karyawan kontrak
tetapi diangkat menjadi karyawan tetap sejak dimulainya perjanjian-kerja tersebut

MASALAH YANG TIMBUL DALAM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

Perpanjangan Perjanjian Kerja

Suatu perjanjian kerja dapat diadakan untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
Masalah perpanjangan tidak menjadi persoalan pada PKWTT karena perjanjian kerja macam ini
terus berjalan hingga perjanjian kerja berakhir. UU Nomor 13 Tahun 2003 tidak mengatur
tentang perpanjangan PKWTT, karena PKWTT tidak mungkin ada perpanjangan karena
pekerja/buruh sudah menjadi pekerja tetap, lain halnya untuk PKWT. PKWT dapat diadakan
untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling
lama satu tahun (Pasal 59 ayat (4) UU No. 13 Tahun 2003). PKWT berakhir bila waktunya telah
habis. Perjanian kerja yang telah habis waktunya dapat diperpanjang. Jika pengusaha hendak
memperpanjang perjanjian kerja, maka paling lama tujuh hari sebelum PKWT berakhir telah
memberitahukan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkutan. Bagi
pekerja/buruh yang terikat dalaam PKWTT lebih menguntungkan daripada terikat dalam PKWT
ditinjau dari berakhirnya perjanjian-kerja. PKWT paling lama hanya berlangsung tiga sampai
empat tahun, sedangkan dalam PKWTT dapat lebih lama lagi. Menurut Pasal 61 ayat (1)
Perjanjian Kerja berakhir apabila: (a) pekerja meninggal dunia, (b) berakhirnya jangka waktu
perjanjian kerja, (c) adanya putusan pengadilan dan/atau putusan atau penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, (d)
adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan
kerja. Jika perpanjangan ini diperjanjikan oleh kedua belah pihak, perpanjangan tidak akan
menimbulkan masalah. Lain halnya jika perpanjangan dilakukan secara diam-diam. Dalam hal
yang demikian ini, hubungan-kerja dipandang diadakan lagi untuk waktu paling lama satu tahun
dengan syarat yang sama. Menurut Pasal 59 ayat (5) UU No. 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa
“Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perjanjian kerja waktu tertentu tersebut, paling
lama tujuh hari sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir telah memberitahukan
maksudnya secara tertulis kepada pekerja/buruh yang bersangkuta’. Kami mengartikan bahwa
roh dari Pasal 59 ayat (5) tersebut dapat dimaknai bahwa perjanjian-kerja yang lama berlaku
terus, jika perpanjangan dilakukan menurut aturan. Konsekwensi yang terpenting adalah bahwa
janji-janji yang disyaratkan harus tertulis tidak perlu ditetapkan kembali, tetapi dengan syarat
harus secara tertulis memberitahu kehendak untuk memperpanjang hubungan-kerja kepada
pekerja/buruh dengan jangka waktu paling lama tujuh hari sebelum berakhirnya perjanjian
kerja. Jika syarat ini tidak terpenuhi, utamanya memberi tahu secara tertulis, maka PKWT
beralih menjadi PKWTT. Alasannya, pemberitahuan secara tertulis itu dapat diartikan sebagai
membuat perjanjian kerja secara tertulis. Menurut pasal 57 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003
dinyatakan bahwa perjanjian-kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis dinyatakan
sebagai PKWTT. Dalam hal hubungan kerja yang diperpanjang itu berlangsung untuk waktu
kurang dari satu tahun, maka hubungan kerja itu dipandang diadakan untuk jangka waktu satu
tahun, tetapi dengan syarat-syarat yang sama. Alasannya, perpanjangan untuk jangka waktu
PKWT paling lama satu tahun.

UU No. 13 Tahun 2003 hanya mengatur masalah pemberitahuan perpanjangan perjanjian


kerja, tetapi tidak mengatur masalah pemberitahuan pemutusan hubungan kerja demi hukum.
Mengenai putusanya hubungan kerja demi hukum dalam hal waktunya telah habis, kami
condong untuk mensyaratkan bahwa dengan lewatnya waktu yang ditentukan itu, juga habislah
pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh tersebut dan pengusaha tidak dapat
menempatkannya di bagian lain di perusahaannya. Jika pekerjaan yang bersangkutan masih ada
dan harus diteruskan, seharusnya pekerja/buruh terus dipekerjakan untuk menyelesaikan
pekerjaan tersebut. Kecuali jika pekerjaan yang ditangani sudah tidak ada dan pengusaha tidak
dapat lagi menempatkan di bagian lain, artinya sudah tidak ada pekerjaan lagi bagi
pekerja/buruh, maka hubungan-kerja putus. Dalam hal yang demikian ini, perlu adanya
kewajiban bagi pengusaha untuk memberitahukan kepada pekerja/buruh bahwa akan diadakan
pemutusan hubungan-kerja. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar pekerja/buruh ada
persiapan mental dalam menghadapi kenyataan bahwa ia besok tidak mempunyai pekerjaan
lagi. Pemberitahuan ini hendaknya dilakukan juga kepada instansi penempatan pekerja/buruh,
agar instansi tempat asal pekerja/buruh pada waktunya dapat membantu pekerja/buruh untuk
mendapatkan pekerjaan baru. Pemberitahuan ini tidak merupakan syarat bagi putus atau
tidaknya hubungan-kerja tersebut, tetapi semata-mata untuk membantu pekerja/buruh, jika perlu
dengan ancaman pidana denda.

STUDI KASUS
A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Penyelesaian Hubungan Industrial pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Putusan Nomor 133/Pdt.Sus-PHI.G/2016/PN.JKT.PST Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

Putusan Nomor 133/Pdt.Sus-PHI.G/2016/PN.JKT.PST dengan bukti P-1.1 sampai dengan bukti


P-1.109 menyatakan bahwa para pekerja bekerja secara terus-menerus dan tidak pernah
berhenti. Jenis pekerjaan yang dikerjakan oleh para pekerja adalah pekerjaan utama, bukan
musiman, tidak tergantung cuaca dan kondisi tertentu, pekerjaan itu merupakan pekerjaan terus-
menerus dan bersifat tetap, tidak akan selesai dalam waktu tertentu, karena para penggugat
berprofesi sebagai penjual/marketing yang merupakan kegiatan utama dari PT. Aura Cantik.
Ada 2 (dua) jenis perjanjian kerja yaitu Pertama, Perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) adalah perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja untuk mengadakan hubungan
kerja tetap yang tidak dibatasi jangka waktu tertentu.13) Kedua, Perjanjian kerja waktu tertentu
(PKWT) adalah perjanjian antara pengusaha dan pekerja untuk melaksanakan hubungan kerja
dalam waktu tertentu atau pekerjaan tertentu. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu
lazimnya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status
pekerjanya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja
yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status
pekerjanya adalah pekerja tetap. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat
secara tertulis Pasal 57 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan. Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang
tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja..

Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Dalam
Pasal 59 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan
tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu
tertentu, yaitu pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang
diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan pekerjaan yang bersifat musiman atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk
baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu
tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.

Pada perjanjian termasuk kedalamnya perjanjian kerja terdapat beberapa asas yaitu, pertama
Asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menegaskan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang
bagi mereka yang membuatnya. Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan
kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian
dengan siapapun, menentukan isi perjanjian atau pelaksanaan dan prasyaratnya, menentukan
perjanjian tertulis atau lisan.15) Kedua, Asas konsensualisme terdapat pada Pasal 1320 Ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya
kesepakatan kedua belah pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan
hak dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat
obligatoir yakni melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak
tersebut. Ketiga, Asas pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 Ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata yang menegaskan bahwa

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang. Asas pacta sunt servanda
disebut juga sebagai asas kepastian hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak
yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana sebuah undang-undang, mereka tidak boleh
melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat para pihak. Keempat, Asas itikad
baik diatur dalam Pasal 1338 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menegaskan
perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Itikad baik berarti keadaan batin para pihak
dalam membuat dan melaksanakan perjanjian harus jujur, terbuka, dan saling percaya. Para
pihak tidak boleh melakukan tipu daya atau menutupi keadaan sebenarnya. Kelima, Asas
kepribadian menurut Pasal 1340 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan
bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Pernyataan ini
mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya.

Status hubungan kerja para pekerja dengan PT Aura Cantik ternyata masih sebagai perjanjian
kerja waktu tertentu, walaupun para pekerja sudah bekerja diatas 3 (tiga) tahun sampai 24 (dua
puluh empat) tahun, dimana seharusnya menurut hukum berubah statusnya menjadi perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Tindakan sewenang-wenang PT. Aura Cantik ini dimulai
pada tanggal 5 Oktober 2015 hingga pada akhirnya membuat para pekerja tidak tahan lagi
dengan tindakan sewenang-wenang tersebut sehingga mereka mengajukan gugatan ke
Pengadilan, setelah upaya untuk bermusyawarah tidak membuahkan hasil yang baik bagi para
pekerja.

Pada tanggal 5 Oktober 2015 PT. Aura Cantik telah melakukan tindakan sewenang-wenang
dengan memanggil para pekerja secara paksa untuk membuat perjanjian kerja waktu tertentu
dari 109 orang, 6 orang telah dipanggil dan mereka. tidak dizinkan masuk bekerja, karena
mereka tidak mau menandatangani perjanjian kerja waktu tertentu tersebut. Gaji 6 orang
tersebut belum dibayarkan selama 4 (empat) bulan. Mereka adalah Lina Nurfrida, Oniq W
Farehan, Udi, Sri Utami, Eka Sri Mulyasari dan Maymunah, sedangkan keenam orang tersebut
membutuhkan gajinya untuk membayar kontrakan dan untuk hidup sehari-hari. Selain itu
perbuatan PT. Aura Cantik yang merugikan para pekerja adalah perjanjian kerja waktu tertentu
yang dibuat oleh PT Aura Cantik dengan para pekerja itu disimpan oleh PT. Aura Cantik sendiri
dan tidak dibuat secara rangkap untuk para pekerja, hal ini melanggar ketentuan Pasal 54 Ayat
(3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu perjanjian kerja
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua), yang
mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing-masing
mendapat 1 (satu) perjanjian. Perbuatan PT. Aura Cantik ini juga diakui saat bipartit maupun
tripartit. Selain itu pada bipartit juga diakui bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang
dilakukan PT. Aura Cantik tidak memenuhi Pasal 59 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, karena para pekerja telah bekerja telah bekerja 3 tahun
sampai dengan 24 tahun terus-menerus tanpa berhenti, maka sudah seharusnya berubah menjadi
perjanjian kerja waktu tidak terentu (PKWTT). Berdasarkan Pasal 59 Ayat (7) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tertentu yang dilakukan
oleh PT. Aura Cantik sangat jelas melanggar Ayat (1), Ayat (2), Ayat (4), Ayat (5) dan Ayat (6)
maka demi hukum sudah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).

Berdasarkan Pasal 59 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
mengatakan bahwa perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu
dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun. Oleh karena itu, terjadinya pelanggaran dalam perjanjian kerja
waktu tertentu ini karena jenis pekerjaan para pekerja adalah pekerjaan yang sifatnya terus-
menerus dan tidak sekali selesai. Berdasarkan jenis dan sifat pekerjaan untuk perjanjian kerja
waktu tertentu yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, pekerjaan yang dikerjakan oleh para pekerja tidak termasuk kedalam Pasal 59
Ayat (1) yaitu, pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya, pekerjaan yang
diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga)
tahun, pekerjaan yang bersifat musiman atau pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru,
kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam pencobaan atau penjajakan.

Anda mungkin juga menyukai