Anda di halaman 1dari 30

1

PENERAPAN METODE CONTEXTUAL TEACHING


LEARNING DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
MENGENAI MATERI MENGHITUNG VOLUME PRISMA
SEGITIGA KELAS VI SD ISLAM (PLUS) AN-NUR
KABUPATEN BEKASI

Nama dan NIM : Doddy Yuniardi, 820035761

yuniardidoddy26@gmail.com

ABSTRAK

Doddy Yuniardi, “Penerapan Metode Contextual Teaching Learning dalam


Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Matematika mengenai Materi
Menghitung Volume Prisma Segitiga Kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur Kabupaten
Bekasi” Laporan Pemantapan Kemampuan Profesinal (PKP), Jakarta: Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas
Terbuka, Oktober 2014.

Penelitian ini dilakuksan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa
melalui metode contextual teaching learning pada mata pelajaran matematika di SD
Islam (Plus) An-Nur Kabupaten Bekasi. Penelitian ini menggunakan metode Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus.

Melalui penerapan metode contextual teaching learning, diperoleh adanya


peningkatan hasil belajar siswa pada setiap siklusnya. Pada siklus pertama diperoleh
rata-rata skor hasil belajar siswa sebesar 76 dengan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) 67 ditemukan presentase pencapaian KKM sebesar 82%. Kemudian pada siklus
kedua diperoleh rata-rata skor hasil belajar siswa sebesar 95 dengan KKM yang sama
yaitu 67 ditemukan presentase pencapaian KKM sebesar 100 %.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan


metode contextual teaching learning dalam proses pembelajaran matematika mengenai
materi menghitung volume prisma segitiga di kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur tahun
pelajaran 2014 dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kata kunci: CTL, Hasil Belajar, Matematika


2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Matematika merupakan sebuah mata pelajaran yang
wajib diajarkan oleh lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga
menengah. Dengan mempelajari matematika diharapkan siswa-siswi
mengembangkan wawasan logika berpikir mereka guna keperluan kehidupan
mereka kedepannya. Logika berpikir ini bukan hanya hafalan semata
melainkan sebuah proses bermakna mengenai konsep dasar matematika dan
bagaimana penerapan konsep tersebut dalam kehidupan nyata. Melatih logika
berpikir berdasarkan nalar dan akal adalah dasar pengajaran matematika
(Fatimah:2009).
Namun pada kenyataan di lapangan mata pelajaran matematika menjadi
sebuah momok menakutkan dan sulit dipahami. Memang kita tidak dapat
memungkiri bahwa matematika sebagai pengetahuan mempunyai ciri-ciri
abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis dan logis (Muhsetyo: 2010). Namun
terkadang kesalah kaprahan kita dan ketidak luwesan kita dalam memaknai
pembelajaran matematika membuat pembelajaran matematika ini menjadi lebih
rumit dan sulit dipahami. Menghafal rumus-rumus, latihan berualng-ulang
guna menguasai rumus sering diajarkan dalam praktek pembelajaran sehari-
hari. Kita tidak menyalahkan model pembelajaran tersebut namun terkadang
hal ini dilakukan sebelum siswa-siswi memahami dengan betul konsep dasar
matematika yang akan diajarkan. Konsep yang abstrak sedapat mungkin kita
mulai dari hal yang nyata dan sesuatu yang ada disekitar kehidupan kita.
Kesulitan dalam mengajarkan konsep matematika abstrak dan pengajaran
terhadap anak Sekolah Dasar umur (7-11 Tahun) menuntut kita untuk dapat
membuat permodelan yang konkret sebagaimana Teori Jean Piaget mengenai
perkembangan intelektual yang menyebutkan bahwa umur 7-11 Tahun
merupakan tahap operasional konkret.
3

Hal ini terjadi di SD Islam (Plus) An-Nur Cikarang Barat – Bekasi.


Pengajaran yang dilakukan mengabaikan konsep konkret dan hanya menghapal
rumus dan latihan berulang-ulang. Dari perolehan hasil belajar matematika
mengenai menghitung prisma segitiga di Kelas VI diketemukan bahwa 60%
siswa belum memahami materi dengan indikator tidak tercapainya Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di kelas VI yaitu 67.
Rata-rata nilai yang didapat siswa sekitar 67 dari 17 siswa yang terdapat di
kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur.
Dari hasil refleksi yang dilakukan diketemukan bahwa masalah tersebut
terjadi karena siswa kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur kurang memahami
konsep menghitung volume prisma segitiga serta kurang memperhatikan
penjelasan guru. Hal ini kemungkinan terjadi akibat guru tidak memberikan
contoh nyata dari benda prisma segitiga yang akan digunakan dalam penjelasan
menghitung volume. Selain itu dalam penyampaian materi guru hanya
menggunakan metode ceramah yang monoton dan kelompok sederhana. Hal ini
tidak ditunjang pula dengan daya dukung sekolah mengenai media
pembelajaran konkret khususnya bangun ruang prisma segitiga.
Kenyataan yang terdapat di Sekolah Dasar Islam (Plus) An-Nur tidak
sejalan dengan konsep yang harus dikembangkan dalam pembelajaran
matematika yang membutuhkan sesuatu yang konkret dalam membelajarkan
konsep. Oleh karena itu dalam laporan Peneltian Tindakan Kelas ini penulis
mengusulkan alternatif pemecahan masalah berupa penggunaan metode
Contextual Teaching Learning (CTL) dalam upaya meningkatkan hasil belajar
siswa mengenai materi menghitung volume prisma segitiga kelas VI SD Islam
(Plus) An-Nur Kabupaten Bekasi.
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
peneltian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana menerapkan metode contextual teaching learning dalam
meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
mengenai materi menghitung volume prisma segitiga kelas VI SD
Islam (Plus) An-Nur Kabupaten Bekasi?.

C. Tujuan Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Menganalisis dampak penerapan metode contextual teaching learning
dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika
mengenai materi menghitung volume prisma segitiga kelas VI SD Islam
(Plus) An-Nur Kabupaten Bekasi.

D. Manfaat Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau
sumbangan bagi:
1. Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan berupa hasil
belajar yang lebih meningkat dengan digunakannya metode contextual
teaching learning dalam membelajarkan siswa mengenai materi
menghitung volume prisma segitiga dalam mata pelajaran matematika.
2. Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan perubahan mengenai cara
atau metode yang digunakan dalam pembelajaran matematika mengenai
penanaman sebuah konsep matematika. Serta sebagai sarana melatih guru
dalam pembiasaan melakukan Penelitian Tindakan Kelas serta menyusun
laporan penelitian.
5

3. Sekolah atau Institusi Pendidikan


Penelitian ini menjadi sarana proses perbaikan pembelajaran dan
peningkatan mutu lulusan sehingga kompetensi standar kelulusan bisa
tercapai dan terpenuhi secara baik.
6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Contextual Teaching Learning


1. Landasan filosofis metode contextual teaching learning
Landasan filosofis metode Contextual Teaching Learning atau yang
selanjutnya penulis sebut CTL adalah Kontruktivisme. Kontruktivisme
merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa
pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.
Pengetahuan bukanlah hasil dari “pemberian” dari orang lain seperti guru,
tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu
(Sanjaya: 2010 dalam Andayani: 2011). Dengan kata lain pengetahuan
adalah apa yang kita bentuk dalam pikiran kita berdasarkan hasil dari
pengetahuan apa yang telah kita terima dan pengetahuan apa yang baru.
Selain landasan filosofis konstruktivime, metode contextual teaching
merupakan sebuah metode yang didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh John Dewey 1916 yang menyimpulkan bahwa siswa akan
belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi
disekelilingnya. (Waluya: 2011). Ini memberikan gambaran bahwa
lingkungan atau hal yang nyata amat berperan sekali terhadapa proses
pembelajaran seseorang. Pembelajaran Contextual Teaching Learning
berakar pula dari penemuan ilmiah terbaru saat ini yang memberi tahu kita
bahwa justru hubungan antara bagian-bagian tersebutlah -yaitu
konteksnya- yang memberi makna. Sebagaimana yang diungkapkan
Johnson (2011).

2. Pengertian metode Contextual Teaching Learning


Dalam kamus Bahasa Indonesia, metode merupakan cara yang
tersusun dan teratur, untuk mencapai tujuan, khususnya dalam hal Ilmu
Pengetahuan. (S.S, Daryanto: 1997). Sedangkan Hernawan (2009)
7

mengemukakan bahwa, dalam bahasa Inggris, method berarti cara. Apabila


kita kaitkan dengan pembelajaran, metode adalah cara yang digunakan
guru dalam membelajarkan siswa. Berarti dapat kita artikan bahwa metode
dalam bidang pendidikan merupakan sebuah cara yang digunakan guru
dalam membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan tertentu dalam hal
ilmu pengetahuan.
Contextual teaching learning mempunyai arti secara harfiah ialah
pembelajaran kontekstual atau pembelajaran yang berhubungan dengan
konteks. Kata “Konteks” merujuk pada “Keseluruhan situasi, latar
belakang atau lingkungan” yang berhubungan dengan diri, yang terjalin
bersamanya (Webster’s New World Dictionary, 1968 dalam Johnson:
2001). Menurut Hasnawati (2006) Pikiran seseorang akan dipengaruhi
oleh konteks dimana dia hidup dan berada. Jika seseorang Anak yang
hidup di Desa dan di Kota, mereka akan menanggapi respon yang berbeda
dari sebuah pernyataan contohnya mengambilkan telur. Anak yang di Desa
ketika menerima pernyataan untuk mengambilkan telur, mereka akan
langsung menuju kandang ayam di rumahnya untuk mengambilakan telur.
Sebaliknya anak yang di Kota, ketika mereka menerima pernyataan untuk
mengambil telur maka anak tersebut akan menuju lemari pendingin
(kulkas) untuk mengambil telur. Penulis menggaris bawahi bahwa terdapat
konteks ketidak samaan kata dalam memaknai suatu pernyataan terhubung
dengan dimana lingkungan dan tempat mereka berada. Disitulah kita perlu
memahami konteks antara siswa dengan siswa dan siswa dengan
guru.Sebagaimana Johnson (2011) menjelaskan dengan seksama bahwa
sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong
para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari
dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks
dalam kehidupan keseharian mereka.
8

3. Karakteristik Pembelajaran Contextual Teaching Learning


Berdasarkan Muslich (2007) dalam Andayani (2011) menyebutkan
tujuh karakteristik pembelajaran CTL. Ketujuh karakteristik tersebut
adalah sebagai berikut:
1) learning in life setting
2) meaningful learning
3) learning by doing
4) learning in group
5) learning to know each order deeply
6) learning to ask, to inquiry, to work together
7) learning as an enjoy activity

Selain itu, Johnson (2011) menyebutkan pula delapan komponen


dalam sistem CTL yang merupakan bagian dari karakteristik CTL.
Delapan komponen dalam sistem tersebut menurut Johnson adalah sebagai
berikut:

1) Membuat keterkaitan yang bermakna.


2) Melakukan pekerjaan yang berarti.
3) Melakukan pembelajaran yang diatur.
4) Bekerja sama.
5) Berpikir kritis dan kreatif.
6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang.
7) Mencapai standar yang tinggi.
8) Menggunakan penilaian autentik.

B. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan sebuah pencapaian akhir yang dicapai dari sebuah
proses pembelajaran. Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik hasil
belajar yang berbeda. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan siswa manusia
seutuhnya. Hasil belajar ini harus bersifat menetap dan tertanam kuat dalam
diri siswa sehingga menjadi kepribadian siswa itu sendiri.
9

Banyak para ahli yang mengemukakan mengenai jenis-jenis hasil belajar.


Namun pada kesempatan ini kita akan membahas jenis-jenis hasil belajar
yang dikemukakan oleh Gagne dan Benyamin Bloom dkk. Dalam tulisan
Julaeha (2013) Gagne membagi jenis hasil belajar menjadi lima kategori.
Satu kategori verbal information (informasi verbal); dua kategori intellectual
skills (ketrampilan skill); tiga kategori cognitive stategies (strategi kognitif);
keempat attitude (sikap); dan kelima motor skills (keterampilan motorik).
Sedangkan Benyamin Bloom dkk mengemukakan hasil belajar menjadi tiga
kategori yaitu: satu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pembahasan mengenai lima kategori hasil belajar yang diungkapkan
Gagne yaitu sebgai berikut:
1. Vebal Information (Informasi Verbal)
Dick & Carey (1990) dalam Julaeha (2013) menyebutkan bahwa
informasi verbal merupakan kemampuan yang menuntut siswa untuk
memberikan tanggapan khusus terhadap stimulus yang relatif khusus.
Siswa hanya dituntut menyimpan informasi dalam bentuk ingatan saja.
Contoh yang termasuk hasil belajar informasi verbal ialah siswa dapat
menyebutkan lima pulau besar di Indonesia.

2. Intellectual Skills (Keterampilan Intelektual)


Masih menurut Dick & Carey (1990) dalam Julaeha (2013) bahwa
keterampilan intelektual merupakan kemampuan yang menuntut siswa
untuk dapat melakukan kegiatan kognitif yang unik. Unik yang dimaksud
ialah kemampuan memecahkan masalah sesuatu hal yang baru dengan
menerapkan kemampuan yang telah diperolehnya yang disamakan dengan
karakteristik persoalan yang ada. Membedakan objek, mengelompokkan
objek, menerapkan rumus, konsep atau aturan dalam memecahkan
masalah adalah bagian dari kemampuan keterampilan intelektual.
Kemampuan intelektual banyak menggunakan informasi simbolik dalam
hal kemampuan tersebut. Contoh hasil belajar dalam kategori
keterampilan intelektual diantaranya ialah siswa dapat menghitung
10

volume prisma segitiga, siswa dapat mengelompokkan hewan


berdasarkan jenis makanannya dan siswa dapat menggunakan jenis-jenis
kalimat dalam menulis karangan.
3. Cognitive Strategis (Stategi Kognitif)
”Strategi kognitif mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal
yang dilakukan individu dalam memilih dan memodifikasi cara
berkonsentrasi, belajar, mengingat, dan berpikir.” (Gagne, Bringgs, &
Wager, 1992 dalam Julaeha, 2013). Siswa dikatakan telah memiliki
kemampuan strategi kognitif apabila siswa telah mampu menerapkan
teknik membaca yang memudahkannya untuk mengingat, memahami
serta mampu memilih teknik khusus untuk berpikir, cara menganalisis
masalah dan pendekatan pemecahan masalah (Julaeha: 2013). Contoh
hasil belajar yang termasuk kategori strategi kognitif ialah siswa mampu
menyebutkan warna pelangi dengan bantuan istilah MEJIKUHIBINIU
(Merah, Jingga, Kuning, Hijau, Biru, Nila, Ungu).
4. Attitudes (Sikap)
Jika kita kaitkan dengan hasil belajar, sikap merupakan kemampuan siswa
dalam menentukan sikap atau tindakannya berdasarkan sistem nilai dan
pengetahuan yang telah siswa miliki. Contoh hasil belajar dalam kategori
sikap ialah siswa mampu bekerjasama dengan baik dalam kelompok
belajar.
5. Motor Skill (Keterampilan Motorik)
Keterampilan motorik merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
gerak dan pengorganisasian gerak tubuh. Pengertian yang lebih mendalam
diungkapkan oleh Gagne, Bringgs, & Wager (1992) dalam Julaeha (2013)
“keterampilan motorik mengacu pada kemampuan melakukan gerakan
atau tindakan yang terorganisasi yang direfleksikan melalui kecepatan,
ketepatan, kekuatan, dan kehalusan.” Contoh yang merupakan hasil
belajar dalam kategori keterampilan motorik ialah siswa dapat membuat
anyaman dari bilah bambu yang tidak terpakai atau siswa dapat
melakukan gerak dasar lempar dan tangkap bola.
11

Adapun tiga kategori hasil belajar menurut Benyamin Bloom yaitu:

1. Kognitif
Hasil belajar termasuk kategori kognitif ialah hasil belajar yang
menekankan pada kemampuan otak atau bepikir serta penalaran siswa.
Benyamin Bloom membagi kategori kognitif ini menjadi enam tingkatan
yaitu:
a. Ingatan (recall)
b. Pemahaman (comprehension)
c. Penerapan (application)
d. Analisis (analysis)
e. Sintesis (synthesis)
f. Penilaian (evaluation)

2. Afektif
Hasil belajar afektif mengacu pada nilai dan sikap yang diharapkan
dikuasai siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Benyamin Bloom membagi hasil belajar dalam ranah afektif menjadi lima
tingkatan yang berjenjang. Lima tingkatan tersebut ialah:
a. Menerima (receiving)
b. Menanggapi (responding)
c. Menghargai (valuing)
d. Mengatur diri (organizing)
e. Menjadikan pola hidup (characterization)

3. Psikomotorik
Hasil belajar psikomotorik mengacu kepada kemampuan bertindak yang
diharapkan dimiliki siswa setelah mengalami pengalaman belajar. Seperti
halnya dua hasil belajar sebelumnya, hasil belajar dalam ranah psikomotik
ini terbagi menjadi lima tingkatan yang berjenjang.
12

Lima tingkatan yang berjenjang tersebut ialah:


a. Persepsi
b. Kesiapan
c. Gerakan terbimbing
d. Bertindak secara mekanis
e. Gerakan kompleks

C. Matematika

Secara bahasa, istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein


atau mathemein yang berarti mempelajari (Muhammad Masyykur Ag dan
Abdul Hakim Fathani: 2007 dalam Khasanat: 2013). Namun diduga kata itu
ada hubungan dengan kata Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya
“kepandaian”, “ketahuan”, atau “itelegensi” (Andi Hakim Nasution: 1980
dalam Karso: 2009).

Sejalan dengan itu, Ruseffendi (1989) dalam Karso (2009) menyatakan


bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana
dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena
itulah matematika sering disebut ilmu induktif.

Selanjutnya dalam Karso (2009) Ruseffendi (1989) mengungkapkan


pendapat ahli mengenai matematika yaitu menurut Johnson dan Rising (1972)
menyatakan bahwa matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan
pembuktian yang logik; matematika adalah bahasa, bahasa yang
menggunakan istilah yang didefinisikan dengan simbol dan padat, lebih
berupa bahasa simbol mengenai arti dari pada bunyi; matematika adalah
pengetahuan struktur yang terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat
secara deduktif berdasarkan kepada unsur-unsur yang tidak didefinisikan,
aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya; matematika
13

adalah ilmu tentang pola keteraturan pola atau ide; dan matematika itu adalah
seni, keindahannya terdapat pada keterurutan dan keharmonisannya.

Jika dilihat dari pengertian di atas, matematika merupakan sesuatu ilmu


pengetahuan yang kompleks yang terdiri dari beberapa unsur yang
mendukung dalam kerangka simbol, ide, teori, sifat, pola dan ilmu
pengetahuan berupa angka-angka yang mempunyai ciri dan keindahan dalam
mempelajari yaitu terstruktur, teratur, berurut dan harmonis.

Dalam pembahasan mengenai karakteristik matematika Karso (2009)


mengetengahkan bahwa matematika disebut ilmu deduktif, ilmu tentang pola
dan ilmu tentang hubungan.

D. Menghitung Volume Prisma Segitiga


1. Volume
Volume adalah suatu ukuran yang menyatakan besar suatu bangun
ruang. Volume suatu bangun ruang ialah suatu ukuran yang menyatakan
kuantitas dari ruangan yang ditempati oleh benda itu sendiri. Bisa
diartikan pula bahwa volume ialah isi dari suatu bangun ruang.
Pada sistem matriks, satuan satuan untuk mengukur volume yaitu
liter. Satu liter (1 L) didefinisikan sebagai volume dari suatu kubus yang
masing-masing berukuran 10 cm. Karema 10 cm = 1 dm, maka 1 liter bisa
disamaartikan dengan 1 dm³.
Dalam sistem Inggris, satuan dari volume adalah quart. Quart
dalam hal ini lebih sedikit jika dibandingkan dengan liter dalam sistem
matriks yaitu 1 quart = 0,9463 liter.
Untuk mengukur volume yang kecil kita biasanya menggunakan
istilah mililiter. Dalam sistem metrik awalan mili mengandung arti satu
per seribu Jadi dapat kita peroleh bahwa 1ml = 1/ 1.000 Ltr atau sama
dengan 1 / 1.000 x (1 dm³) karena 1 dm³= 1.000 cm³, maka 1 ml = 1 /
1.000 x (1.000 cm³) atau 1 mL = 1 cm³.
14

Kemudian untuk mengukur volume yang besar seperti tangki air,


kolam renang, bak mandi dan kontainer, satuan dalam sistem metrik yang
digunakan yaitu kiloliter (meter kubik). 1 kL = 1 m³
Dari sistem mentriks untuk pengukuran volume diatas dapat
disimpulkan yaitu:
1 kiloleter = 1.000 liter
1 milileter = 0,001 liter atau
1 m³ = 1.000 dm³
1 cm³ = 0,001 m³
Sifat volume dan satuan volume yang digunakan secara
internasional, yaitu sebagai berikut:
a. Volume bersifat penjumlahan, artinya volume keseluruhan sama
dengan jumlah dari volume bagian-bagiannya.
b. Jika bangun ruang R = bangun ruang Z, maka volume bangun ruang
R sama dengan volume bangun ruang Z.
c. Jika bangun ruang dipotong-potong kemudian disusun sehingga
membentuk bangun ruang yang lain, maka dua bangun tersebut
mempunyai volume yang sama.
2. Prisma Segitiga
Prisma segitiga merupakan sebuah bangun ruang yang mempunyai
alas dan atap berbentuk segitiga dan mempunyai ruang dengan sisi
sebanyak lima buah, sembilan rusuk dan enam titik sudut.

4 Ciri bangun ruang prisma segitiga adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai alas dan atap berbentuk segitiga.


2. Mempunyai sisi sebanyak lima buah.
3. Mempunyai titik sudut sebanyak enam buah
4. Mempunyai rusuk sebanyak sembilan.
15

3. Menghitung Volume Prisma Segitiga


Sebagaimana diketengahkan pada pembahasan sebelumnya bahwa
volume merupaka isi dari sebuah bangun. Pada sistem matriks, satuan
satuan untuk mengukur volume yaitu liter. Satu liter (1 L) didefinisikan
sebagai volume dari suatu kubus yang masing-masing berukuran 10 cm.
Jika kita ingin menghitung volume prisma segitiga, hal yang perlu
kita perhatikan yaitu dari definisi di atas bahwa satuan liter diukur dari
kubus yang memiliki sisi 10 cm, maka Vkubus = S x S x S atau sama dengan
10 cm x 10 cm x 10 cm.
Maka untuk mencari volume prisma segitiga dapat dicari dengan
membagi dua hasil dari Volume Kubus diawal berdasarkan Sifat volume
dan satuan volume yang digunakan secara internasional point c “Jika
bangun ruang dipotong-potong kemudian disusun sehingga membentuk
bangun ruang yang lain, maka dua bangun tersebut mempunyai volume
yang sama”. Kita ketahui bahwa Volume kubus diatas hasilnya ialah 1.000
cm³ maka Volume prisma segitiga contoh diatas ialah 1.000 cm³ dibagi
dua sehingga menghasilkan 500 cm³.
Cara di atas merupakan cara pertama dalam menanamkan konsep
untuk perhitungan volume prisma segitiga pada awal pembelajaran siswa.
Terdapat satu cara lagi untuk menghitung volume prisma segitiga dengan
memperhatikan luas bangun alas prisma. Pada contoh diatas:
Vkubus = S x S x S
= Lalas x S
Karena prisma segitiga memiliki alas berbentuk segitiga, maka
Vprisma segitiga = Lalas x S (tinggi trapesium)
= ½ (alas x tinggi) x Tinggi trapesium
= ½ (a x t) x Ttrapesium

Pada prisma segitiga alas dan atap bangun tersebut ialah bangun
datar segitiga. Untuk mencari volume prisma segitiga kita harus terlebih
16

dahulu mengetahui luas alas segitiga bangun prisma segitiga tersebut.


Sebagaiamana yang telah kita ketahui, Lsegitiga = ½ (alas x tinggi).
Masih dalam contoh di atas
Vprisma segitiga = ½ (a x t) x Ttrapesium
= ½ (10 cm x 10 cm) x 10 cm
= ½ 100 cm² x 10 cm
= 50 cm² x 10 cm
= 500 cm³
17

BAB III

PELAKSANAAN PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subjek, Tempat, dan Waktu Penelitian


1. Subjek penelitian
a. Subjek siswa
Peneliti mengambil subjek penelitian dalam pembahasan ini ialah
siswa kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur tahun pelajaran 2014/2015.
b. Karakteristik siswa
SD Islam (Plus) An-Nur merupakan sebuah SD swasta yang
terletak di sebuah perumahan hal ini berdampak terhadap sikap dan
pola pikir siswa yang berbeda jika dibandingkan dengan siswa di
tempat lain. Oleh karena itu siswa di SD Islam (Plus) An-Nur
memerlukan pelakuan khusus yaitu ketegasan dalam penegakan
disiplin dan kesolidaritasan dalam kelompok belajar.
c. Nama mata pelajaran dan topik penelitian
Mata pelajaran yang peneliti angkat dalam penelitian ini adalah
mata pelajaran matematika SD kelas VI dengan topik penelitian
menghitung volume prisma segitiga.

2. Tempat penelitian
Peneliti melakukan penelitian ini di SD Islam (Plus) An-Nur yang
terletak di Perumahan Telaga Harapan Blok H 2 No.1 / H 4 No 12

3. Waktu penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melaksanakan tiga
tahap tindakan yang pembagian tindakan atau tahap penelitian tersebut
adalah sebagai berikut: Pra siklus tanggal 11 Agustus 2014, Siklus I 27
Agustus 2014, dan Siklus II 13 September 2014
18

B. Desain Prosedur Perbaikan Pembelajaran


Desain prosedur perbaikan pembelajaran yang peneliti lakukan ialah
pelaksanaan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas merupakan
terjemahan dari Classroom Action Research, yaitu satu Action Research yang
dilakukan di kelas (Wardani: 2011). Carr & Kemmis (McNiff, 1991, p.2
dalam Wardani, 2011) mendefiniskan Action Research sesuai dengan arti
katanya ialah sebagi berikut:
Action research is a from of self-reflective enquiry undertaken by
participants (teacher, students, or principals, for example) in social
(including educational) situations is order to improve the rationality and
justice of (1) their own social or educational practices, (2) their
understanding of these practices, and (3) the situations (and institutions) in
which the practices are carried out.
IGAK Wardani (2011) mengatakan jika kita cermati pengertian tersebut
secara seksama, kita akan menemukan sejumlah ide pokok sebagai berikut:
1. Penelitian tindakan adalah satu bentuk inkuiri atau penyelidikan yang
dilakukan melalui refleksi diri.
2. Penelitian tindakan dilakukan oleh peserta yang terlibat dalam situasi
yang diteliti, seperti guru, siswa atau kepala sekolah.
3. Penelitian dilakukan dalam situasi sosial, termasuk dalam situasi
pendidikan.
4. Tujuan penelitian tindakan adalah memperbaiki: dasar pemikiran dan
kepantasan dari praktik-praktik, pemahaman terhadap praktik tersebut,
serta situasi atau lembaga tempat praktik tersebut dilakukan.

Dapat kita simpulkan sebagaimana yang dikatakan IGAK Wardani (2011)


bahwa penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru
di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk
memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi
meningkat.
19

Adapun alur bagan Penelitiaan Tindakan Kelas terbagi kedalam beberapa


aspek kegiatan yaitu:
1. Perencanaan (plan);
2. Pelaksanaan dan pengamatan (act & observe);
3. Refleksi (reflect).

C. Teknik Analisis Data


Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisi data kuantitatif
dan kualitatif. Teknik analisis data kuantitatif peneliti dapat dari hasil skor
evaluasi pembelajaran dari ketika proses maupun akhir pembelajaran. Dimana
skor atau nilai tertinggi hasil belajar siswa untuk setiap lembar kerja siswa
yaitu 100 dan skor atau nilai terandahnya yaitu 0. Dengan nilai ketuntasan
mengajar (KKM) yaitu 67 dimana nilai dibawah 67 peneliti anggap belum
tuntas sedangkan nilai sama dengan atau di atas 67 peneliti anggap telah
tuntas.
Selain itu kita dapat persentasekan hasil belajar siswa secara keseluruhan
dalam satu kelas yaitu:

ℎ ℎ ≥ 67
= 100

Dimana hasil persentase tersebut dapat kita buat kriteria dalam tabel
sebagai berikut: Kurang sekali (0 % s.d 30 %), Kurang (31 % s.d 50 %),
Cukup (51 % s.d 70 %), Baik (71 % s.d 90 %), dan Baik Sekali (91 % s.d
100%).

Dari hasil belajar siswa yang peneliti peroleh, peneliti dapat pula
membuat analisis data kuantitatif berupa nilai rata-rata, nilai tertinggi dan
nilai terandah. Untuk nilai tertinggi dan terendah kita dapat langsung melihat
dari hasil belajar siswa secara utuh sedangkan untuk nilai rata-rata peneliti
dapat peroleh dari:
20


− ℎ =

Kedua hal ini yaitu presentase dan nilai rata-rata hasil belajar siswa amat
penting untuk peneliti ajukan dalam hal mengukur tingkat keberhasil
penggunaan metode contextual teaching learning dalam pembelajaran
matematika yang peneliti lakukan. Alasan peneliti memakai teknik analisis
kuantitatif berupa persentase dan kecenderungan nilai rata-rata karena peneliti
lihat kedua aspek analisis tersebut paling sesuai dalam aspek yang peneliti
teliti dan mudah dalam pembacaan hasil penelitian.
Selain analisis kuantitatif, dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti
juga mengetengahkan teknik analisis data berupa kualitatif. Teknik analisis
data kualitatif ini peneliti dapat dari lembar observasi yang dilakukan baik
oleh observer dua terhadap kinerja guru (lembar observer atau pengamatan
telah dijabarkan pada halaman sebelumnya) maupun lembar pengamatan
siswa yang peneliti catat dalam lembar catatan kegiatan siswa. Selain itu,
peneliti juga melakukan analisis data kualitatif dari hasil fhoto atau gambar
yang peneliti peroleh baik dari observer dua maupun dari peneliti sendiri.
Hasil diskusi dengan observer peneliti masukan dalam kajian analisis data
kualitatif ini guna menunjang dan memberikan gambaran utuh mengenai
penelitian ini. Lembar pengamatan guru, lembar kegiatan siswa, fhoto atau
gambar dan hasil diskusi metupakan pokok analisis data kualitatif dalam
penelitian ini.
Alasan peneliti memakai hal tersebut dalam memaparkan hasil penelitan
dikarenakan lembar pengamatan, lembar kegiatan siswa, fhoto dan hasil
diskusi merupakan bukti otentik yang dapat peneliti gunakan dalam menelaah
dan mengkaji hasil peneliti tersebut. Seperti pepatah mengatakan satu gambar
sama dengan seribu kata atau satu bukti lebih baik dari seribu alasan atau
perkataan.
21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


1. Deskripsi hasil penelitian perbaikan pembelajaran siklus I hari Rabu,
tanggal 27 Agustus 2014
Peneliti melakukan pebaikan pembelajaran siklus I ini pada hari
Rabu, tanggal 27 Agustus 2014. Inti point perbaikan pembelajaran pada
hari ini ialah siswa dapat menghitung volume prisma segitiga dan aspek
penekanan dalam hal pengertian bangun ruang prisma segitiga dan ciri-
cirinya. Perbaikan pembelajaran ini menggunakan alokasi waktu 2 x 35
menit dimana metode yang digunakan peneliti dalam hal perbaikan
pembelajaran siklus I adalah contextual teaching learning dan ceramah
plus.
Bel bunyi menandakan masuk kelas telah berbunyi. Seluruh siswa
masuk ke kelas masing-masing pada pukul 07.15 guna melakukan
pembelajaran hari ini. Peneliti pada konteks penelitian ini menjadi guru
kelas VI untuk mengajarkan perbaikan pembelajaran mata pelajaran
matematika dengan kompetensi dasar menghitung volume prisma
segitiga. Peneliti yang selanjutnya disebut guru mengawali kegiatan
perbaikan pembelajaran ini dengan berdoa bersama-sama yang dipimpin
oleh siswa karena merupakan jam pembelajaran pertama pada hari ini.
Setelah berdoa, guru mengucapkan salam dan mendata kehadiran siswa.
Semua siswa menjawab salam yang peneliti sampaikan dengan penuh
keceriaan dan kegembiraan di pagi hari. Dalam pendataan kehadiran
siswa terlihat bahwa seluruh siswa hadir pada kegiatan pembelajaran hari
ini. Setelah berdoa, mengucapkan salam dan mendata kehadiran siswa,
guru mempersilahkan setiap siswa untuk menyipkan mata pelajaran
matematika guna perbaikan pembelajaran yang telah berlalu. Setelah
menyiapkan pembelajaran matematika guru kemudian menyampaikan
tujuan pembelajaran hari ini. Guru sebelumnya menyampaikan terlebih
dahulu hasil pembelajaran matematika sebelumnya mengenai volume
prisma segitiga. Guru menemukan lebih dari 60% siswa tidak dapat
menjawab perhitungan volume prisma segitiga. Oleh karena itu, guru
pada kesempatan pembelajaran ini dan satu pembelajaran yang akan
datang akan mengulang, memperbaiki pembelajaran guna meningkatkan
pemahaman siswa. Guru menyampaikan fokus tujuan pembelajaran pada
hari ini ialah siswa dapat menyebutkan pengetian bangun ruang prisma
22

segitiga serta dapat menyebutkan empat ciri bangun ruang prisma


segitiga.
Dalam melakukan apersepsi pembelajaran, guru mengaitkan materi
mengenai bangun ruang prisma segitiga dengan materi bangun datar
segitiga. Guru menyampaikan bahwa pemahaman akan bangun datar
segitiga dapat menunjang memahami pembelajaran banugn ruang prisma
segitiga. Guru mengulas kembali secara sekila mengenai bangun datar
segitga, jenis-jenisnya serta hal-hal yang menjadikan ciri khas bangun
datar segitiga. Setelah menghubungkan materi mengenai pembelajaran
yang akan dilakukan, guru kemudian menyampaikan manfaat dari
mempelajari pengertian bangun prisma segitiga dan empat ciri bangun
prisma segitiga.
Pada kagiatan inti pembelajaran, guru terlebih dahulu membagi
kelompok siswa menjadi lima kelompok. Setiap kelompok bebas
menentukan pasangan masing-masing sesuai dengan ciri dan kekhasan
kelompok untuk dijadikan identitas kelompok tersebut. Dalam
pembagian kelompok ini memang sedikit gaduh dan berisik namun guru
mengingatkan siswa untuk dapat tetap tenang dan mencari kelompok
yang sesuai hingga hitungan dua puluh. Kelompok kerja pada hari ini
telah terbentuk guru kemudian menanyakan satu-satu kelompok kenapa
mereka membentuk kelompok ini, apa alasan mereka dan mereka
menyebut kelompok mereka apa. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
memberikan warna pada siswa mengenai pembentuk kelompok sesuai
dengan ciri-ciri yang mereka miliki. Setelah kegiatan menanyakan
kelompok selesai, guru kemudian mengeluarkan alat peraga berupa
bangun prisma yang telahh dibuat sebelunya oleh guru guna ditunjukkan
kepada siswa dan untuk membangkitkan motivasi belajar mereka. Siswa
merasa kagum dan sedikit agak aneh melihat alat peraga bangun ruang
prisma segitiga yang dikeluarkan oleh guru. Hal ini membangkitkan
keinginan siswa untuk mempelajari pembelajaran lebih lanjut. Karena
terlihat siswa sangat penasaran akan hal yang dilakukan selanjutnya, guru
kemudian menyampikan kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa yaitu
mencari pengertian bangun ruang prisma segitiga yang akan disampaikan
oleh guru melalui bantuan alat peraga tersebut. Dalam melakukan
penjelasan guru tidak hanya memakai bangun ruang asli prisma segitiga.
Guru mengkombinasikan juga melalui gambar-gambar dengan warna
mengenai bangun prisma segitiga. Guru menyampaikan hal-hal mendasar
mengenai bangun prisma segitiga dan melakukan interaksi dengan siswa
melalui tanya jawab. Siswa terlihat sangat senang akan hal yang
disampaikan guru. Beberapa pertanyaan siswa mengenai penekanan akan
23

pemahaman materi tersebut dilontarkan dalam kegiatan pembelajaran.


Setelah guru selesai menyampiakan materi, siswa kemudian
mendiskusikan dengan anggota kelompoknya mengenai pengertian
bangun ruang ruang prisma segitiga pada lembar kerja siswa satu. Siswa
terlihat sangat antusias mengerjakan, namun ada beberapa siswa yang
masih belum bergabung dengan teman kelompokknya dan masih astik
bercanda-canda sendiri. Waktu mengerjakan lembar kerja satu telah
selesai, guru kemudian meminta satu orang setiap kelompok untuk
membacakan hasil yang telah mereka diskusikan mengenai bangun ruang
prisma segitiga. Setiap perwakilan kelompok membacakan hasilnya, guru
kemudian memberi tanggapan dan menguatkan apa yang telah diutarakan
siswa mengenai hasil tersebutt. Secara mayoritas siswa telah mengusai
perngertian bangun ruang prisma segitiga namun ada beberapa yang
kurang mengenai pengertian bangun ruang prisma segitiga.
Setelah itu, guru melanjutkan kegiatan pembelajaran dengan
membagikan bangun ruang prisma segitiga yang telah dibuat oleh guru
sebelumnya. Siswa terlihat sangat menyukai apa yang telah guru buat
tersebut dan merasa senang. Guru meminta siswa untuk mencari ciri-ciri
apa yang dimiliki oleh bangun ruang prisma segitiga yang tidak dimiliki
oleh bangun lain dengan mengamati alat peraga berbentuk prisma
segitiga. Siswa kemudian mendiskusikan dengan teman-teman anggota
kelompoknya mengenai ciri-ciri tersebut. Guru meminta siswa
menuliskan empat ciri bangun ruang prisma segitiga. Hasil diskusi
tersebut siswa tulis dalam lembar kerja siswa dua. Setelah semua selesai,
guru meminta salah satu siswa lain dari masing-masing kelompok untuk
menuliskan satu ciri dari bangun ruang prisma segitiga di papan tulis.
Siswa sangat senang diberikan kesempatan untuk mengemukakan
hasilnya dengan cara menuliskan dipapan tulis. Karena guru hanya
meminta empat ciri sedangkan kelompok ada lima, guru kemudian
meminta kelompok terakhir untuk menyimpulkan ciri-ciri bangun ruang
prisma segitiga.
Sebagai kegiatan terakhir guru bersama-sama siswa kemudian
mengulang kembali pengertian bangun ruang prisma segitiga dan
menunjukkan empat ciri bangun ruang prisma segitiga dengan menunjuk
bagian-bagian bangun tersebut. Setelah guru mengulang materi
pembelajaran, guru kemudian membagikan lembar kerja siswa ketiga
untuk menetahui tingkat pemahaman siswa mengenai pembelajaran yang
telah dilakukan hari ini. Setelah selesai mengerjakan, guru kemudian
mengakhiri pembelajaran hari ini dengan mengucapkan salam dan terima
kasih.
24

2. Deskripsi hasil penelitian perbaikan pembelajaran siklus II hari Sabtu,


tanggal 13 September 2014
Peneliti melakukan pebaikan pembelajaran siklus II ini pada hari
Sabtu, 13 September 2014. Inti point perbaikan pembelajaran pada hari
ini ialah siswa dapat menghitung volume prisma segitiga. Perbaikan
pembelajaran ini menggunakan alokasi waktu 2 x 35 menit dimana
metode yang digunakan peneliti dalam hal perbaikan pembelajaran siklus
II adalah contextual teaching learning dan diskusi kelompok.
Bel bunyi menandakan masuk kelas telah berbunyi. Seluruh siswa
masuk ke kelas masing-masing pada pukul 07.15 guna melakukan
pembelajaran hari ini. Peneliti pada konteks penelitian ini menjadi guru
kelas VI untuk mengajarkan perbaikan pembelajaran mata pelajaran
matematika dengan kompetensi dasar menghitung volume prisma
segitiga. Peneliti yang selanjutnya disebut guru mengawali kegiatan
perbaikan pembelajaran ini dengan berdoa bersama-sama yang dipimpin
oleh siswa karena merupakan jam pembelajaran pertama pada hari ini.
Setelah berdoa, guru mengucapkan salam dan mendata kehadiran siswa.
Semua siswa menjawab salam yang peneliti sampaikan dengan penuh
keceriaan dan kegembiraan di pagi hari. Dalam pendataan kehadiran
siswa terlihat bahwa seluruh siswa hadir pada kegiatan pembelajaran hari
ini. Setelah berdoa, mengucapkan salam dan mendata kehadiran siswa,
guru mempersilahkan setiap siswa untuk menyipkan mata pelajaran
matematika dan perlengkapan guna perbaikan pembelajaran matematika
pada hari ini. Guru kemudian mengajukan pertanyaan yang berhubungan
dengan volume untuk membangun pembahaman awal siswa. Guru
menanyakan apa yang dimaksud volume?, berapakah volume sebuah
botol minum? Apakah kita sering menemukan sesuatu yang berhubungan
dengan volume pada kehidupan kita sehari-hari?. Semua pertanyaan itu
diajukan guna membangkitkan minta siswa. Selain pertanyaan, guru
mengeluarkan pula alat peraga yang telah dikunakan dalam perbaikan
pembelajaran sebelumnya guna menarik perhatian siswa. Guru kemudian
menyampaikan tujuan kegiatan pembelajaran hari ini serta apa yang akan
dilakukan siswa. Tujuan kegiatan perbaikan pembelajaran pada hari ini
ialah siswa dapat menghitung volume prisma segitiga dengan tepat.
Adapun kegiatan yang akan dilakukan siswa pada hari ini ialah
pembelajaran kelompokk pengujian volume prisma segitiga.
Setelah melakukan kegiatan awal dan apersepsi, guru kemudian
melakukan kegiatan pembelajaran inti dengan terlebih dahulu
menjelaskan mengenai volume. Guru mengungkapakan hal-hal yang ada
25

disekitar siswa mengenai volume gune memberikan pemahaman yang


lebih real atau nyata. Dengan melakukan tanya jawab guru memberikan
penekanan pemahaman siswa mengenai materi volume. Siswa sangat
antusias dan bersemangat ketika melakukan tanya jawab. Setelah
melakukan penjelasan mengenai volume prisma segitiga, guru kemudian
menggambarkan bangun volume prisma segitiga dipapan tulis dan
mempersilahkan siswa untuk mencari rumus menghitung volume prisma
segitiga. Siswa mencari rumus dari buku pegangan yang mereka miliki
dan bertanya untuk menemukan rumus menghitung volume prisma
segitiga. Untuk membuktikan rumus tersebut kedalam kehidupan nyata,
guru kemudian membagi kelompok dan menjelaskan kegiatan yang akan
dilakukan selanjutnya. Siswa terlihat sangat antusias dan bersemangat
dalam membuat kelompok. Agar lebih menarik dan tidak terlalu
mengotori kelas, guru kemudian meminta siswa untuk menuju ke
halaman sekolah guna melakukan praktek pengujian volume. Siswa
terlihat sangat antusias dan mencari tempat yang nyaman dan sejuk guna
melakukan aktifitas. Di halaman sekolah kami memang tumbuh pohon-
pohon yang rindang yang membuat halaman kami sejuk dan nyaman
untuk melakukan aktifitas di bawahnya. Setelah siswa membentuk
kelompok membentuk lingkaran, guru kemudian membagikan media
berupa bangun prisma segitiga dan meminta siswa untuk mencari ukuran
ala dan tinggi prisma segitiga. Siswa terlihat sangat antusias dan ingin
tahu berapa ukuran dari bangun prisma segitiga terseut. Satu-satu bagian
siswa ukur dengan penggaris, beberapa orang siswa yang lain mengamati
dan mencatat hasil yang telah diketemukan. Tidak ingin hanya terpaku
pada satu pengukuran satu orang siswa, siswa yang lain ikut mencoba
mngukur dan membandingkan hasil pengukurannya apakah sama atau
tidak. Diskusi-diskusi kecil terjadi dalam pengerjaan kelompok tersebut.
Beberapa pernyataan ke guru terlontar dari siswa. “Pak alas prisma
segitiga yang mana pak?”, “Pak kalau ini namanya apa ya pak (sambil
menunjuk salah satu bagian dari bangun ruang prisma segitiga)?”, dan
berbagai pernyataan lain terlintor dari siswa. Hasil angka-angka sudah
diperoleh siswa, selanjutnya guru meminta siswa untuk menghitung
angka-angka yang telah didapat dari pengukuran dengan rumus yang
telah mereka pelajari pada kegiatan sebelumnya. Siswa kemudian
menghitung tugas-tugas mereka, beberpa siswa ada yang bingung
mengenai rumus volume prisma segitiga dan melihat kembali catatan dan
tulisan di papan tulis. Beberapa siswa ada yang sudah paham dan
menghitung volume tersebut. Ada pula yang masih bingung mengitung
hasil perkalian dan pembagian rumus tersebut. Guru memberikan waktu
26

sekitar 3 menit guna menyelesaikan tugas tersebut. Setelah semuanya


selesai, guru kemudian meminta siswa untuk menguji volume prisma
segitiga tersebut dengan menggunakan kacang hijau dan menuangkan di
gelas ukur guna mengetahui volume prisma segitiga tersebut. Siswa
sangat bersemangat memasukan biji-biji kacang hijau tersebut kedalam
bangun prisma segitiga. Setelah penuh siswa diminta guru untuk
menuangkan biji-biji di dalam prisma segitiga itu ke gelas ukur untuk
mengetahui berapa volumenya.
Setelah dilakukan pengujian ternyata terdapat perbedaan dalam hasil
gelas. Hanya satu kelompok yang menemukan hasil yang sama dengan
hitung awal mereka. Siswa merasa bingung. Namun guru menegaskan
seharusnya dalam perhitung hasil tersebut sama mungkin terjadi
kesalahan pengukuran dalam kegiatan pertama yang menyebabkan hasil
tersebut berbeda.
Kegiatan inti telah dilakukan semua siswa terasa puas dan senang
pada kegiatan perbaikan pembelajaran ini. Guru kemudian bersama siswa
masuk kembali ke kelas dan memantapkan kembali materi mengenai
rumus menghitung volume prisma segitiga. Untuk mengecek
ketercapaian perbaikan pembelajaran siklus II, guru kemudian
membagikan lembar kerja untuk dikerjakan secara individu. Guru
memberikan waktu beberapa menit guna siswa menyelesaikan tugas
tersebut. Bel tanda berkahir pelajaran telah berbunyi, guru kemudian
meminta siswa untuk mengumpulkan tugas tersebut seta mengucapkan
salam, permintaan maaf dan terima kasih kepada siswa.

B. Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran


Berdasarkan pada tabel nilai hasil belajar siswa kita mengetahui bahwa
terjadi peningkatan presentase pencapaian KKM yang tadinya 82% pada
siklus I menjadi 100% pada siklus II. Pada perbaikan pembelajaran silus I
terdapat 3 orang yang belum tuntas dalam mencapai KKM dari 17 orang.
Sedangkan pada siklus II semua siswa telah mencapai KKM.
Proses perbaikan pembelajaran matematika di kelas VI yang peneliti
lakukan menitik beratkan pada fokus pembelajaran dengan menggunakan
metode Contextual Teaching Learning. Metode ini peneliti anggap paling
cocok diterapkan untuk menanamkan sebuah konsep pemahaman kepada
siswa. Pembelajaran Contextual Teaching Learning sebagaimana yang
dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya merupakan sebuah metode yang
menekankan hubungan antara konteks kehidupan yang ada dalam kehiduoan
sehari-hari dengan pembelajaran itu sendiri. Hal ini sesuai dengan tahap
perkembangan siswa sebagaimana yang diungkapkan John Piaget bahwa anak
27

SD sekitar 6 – 12 tahun merupakan manusia yang baru melalui tahap


oprasional konkret. Tahap oprasional konkret merupakan sebuah tahap yang
menekankan pada sesuatu yang nyata yang dapat mereka pelajari dari sesuatu
hal yang terdapat dalam kehidupan mereka.
Namun dalam pelaksanaannya metode Contextual Teaching Learning
yang peneliti gunakan tidak berdiri sendiri, terdapat beberapa metode yang
mendukung untuk mengaktualisasikan kegiatan perbaikan pembelajaran ini.
Dari data yang telah peneliti lakukan dalam perbaikan pembelajaran,
diketemukan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar siswa kelas VI dalam
mata pelajaran matematika khususnya mengenai materi menghitung volume
prisma segitiga di SD Islam (Plus) An-Nur dengan menggunakan metode
contextual teaching learning. Peningkatan hasil belajar dan prosentase
ketuntasan siswa pada perbaikan pembelajaran setelah menggunakan metode
contextual teaching learning dikarenakan siswa diikutsertakan terlibat aktif
dalam proses pembelajaran, siswa mendapat pemahaman konsep secara
faktual serta pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok guna
memantapkan pemahaman. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Waluya (2011) yang dikutip dari temuan John Dewey (1916) bahwa
siswa akan belajar dengan baik jika apa yang yang dipelajari terkait dengan
apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan
terjadi disekelilingnya.
28

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan
Dari hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada mata pelajaran
matematika di kelas VI SD Islam (Plus) An-Nur, peneliti dapat menarik
kesimpulan bahwa penggunaan metode kontextual teaching learning terbukti
dapat meningkatkan hasil belajar.
Bukti dari peningkatan hasil belajar tersebut ialah dari 17 orang siswa,
pada siklus I hanya 3 orang siswa yang belum tuntas dalam mencapai KKM.
Namun setelah dilakukan evaluasi dan perbaikan kembali pada siklus II
diketemukan data bahwa 17 orang siswa telah mampu mencapai KKM dan
memiliki nilai hasil belajar yang tinggi.
B. Saran Tindak Lanjut
Berdasarkan simpulan dan menindaklanjuti hasil penelitian tindakan kelas
yang peneliti lakukan, peneliti menyarankan untuk dapat menggunakan
berbagai macam metode khususnya metode contextual teaching learning
dalam menerapkan pemahaman atau konsep kepada siswa. Metode ini
peneliti rasa cukup baik jika kita mengetahui dasar-dasar dan langkah-
langkah yang harus dilakukan.
29

DAFTAR PUSTAKA

Andayani, Ana Shofia. 2011. “Pengaruh Pendeekatan Contextual Teaching


Learning (CTL) terhadap hasil belajar Fisika Siswa pada Konsep Bunyi”.
Skripsi pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta: Tidak diterbitkan.
Fatimah. 2009. Fun Math: Pembelajaran Matematika Berdasarkan KBK.
Bandung: DAR! Mizan.
Hasnawati. 2006. “Pendekatan Contextual Teaching Learning Hubungannya
dengan Evaluasi Pembelajaran”, Jurnal Ekonomi & Pendidikan. Volume 3
Nomor 1, 55-62.
Hernawan, Asep Herry. 2009. “Hakikat Strategi Pembelajaran”, dalam Strategi
Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Johnson, Elaine B. 2011. Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.
Julaeha, Siti. 2013. “Perumusan Tujuan Pembelajaran”, dalam Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Karso. 2009. “Model-model Pembelajaran Matematika di SD”, dalam
Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.
Khasanat, Mushohihul. 2013. “Peningkatan Minat Belajar Matematika Melalui
Penggunaan Media Bangun Ruang pada Peserta Didik Kelas IVA
Madrasah Ibtidaiyah (MI) Sultan Agung Semester Genap Tahun Pelajaran
2012/2013”. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta: Tidak diterbitkan.
Muhsetyo, Gatot. 2010. “Pembelajaran Matematika Berdasarkan KBK”, dalam
Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
S.S, Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo.
Undang-undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
30

Waluya, Baja. 2011. “Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and


Learning)”, dalam pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wardani, IG.A.K. 2011. “Hakikat Penelitian Tindakan Kelas”, dalam Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai