Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

Hepatitis terjadi akibat proses inflamasi dan/atau nekrosis jaringan hati yang
disebabkan infeksi, obat, toksin, kelainan metabolik, dan kelainan autoimun.
Hepatitis B adalah penyakit virus yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang
endemik di seluruh dunia (1). Hepatitis B (Hep-B) adalah penyakit infeksi virus yang
ditularkan melalui darah, virus ini paling menular di banyak bagian dunia dengan
prevalensi sangat tinggi (2).
Fibrosis hati disebabkan respon penyembuhan luka pada hati terhadap cedera
berulang. Sel parenkim beregenerasi dan menggantikan sel yang nekrosis atau
apoptosis setekah cedera hati akut (2). Distribusi materi Fibrous ini tergantung pada
penyebab cedera hepar. Jaringan fibrous awalnya terketak di sekitar traktus postal
pada hepatitis virus kronis dan kelainan kolestasis kronis, sedangkan pada penyakit
hati yang diinduksi alcohol berlokasi pada area perisentral dan perisinusoidal.
Fibrosis hati berkaitan dengan gangguan utama pada kuantitas dan komposisi ECM
(3).
Regenerasi hati didukung oleh proliferasi sel hati parenkim dan non-
parenkim, termasuk hepatosit liver sinusoidal endothelial cells (LSECs), sel epitel
bilier dan sel Kupfer serta HSC yang berkontribusi pada pemulihan jaringan hati yang
hancur. Proliferasi sel dipicu oleh beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin, seperti
HGF, TGF-α, tumor necrosis factor-α (TNF-α), epidermal growth factor (EGF) dan
interleukin-6 (IL-6) yang mengaktifkan reseptor dan pensinyalan hilir serta
transkripsi gen yang terkait dengan perkembangan siklus sel (16).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hepatitis B
2.1.1. Definisi
Hepatitis terjadi akibat proses inflamasi dan/atau nekrosis jaringan hati yang
disebabkan infeksi, obat, toksin, kelainan metabolik, dan kelainan autoimun. Infeksi
yang disebabkan oleh virus, bakteri, serta parasit merupakan penyebab terbanyak dari
hepatitis akut, dimana virus hepatitis merupakan penyebab terbanyak dari infeksi
tersebut. Infeksi virus hepatitis masih merupakan masalah kesehatan utama, baik di
negara yang sedang berkembang maupun negara maju. Hepatitis B adalah penyakit
virus yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang endemik di seluruh dunia. Hepatitis
B mempunyai nama lain, yaitu hepatitis tipe B, serum hepatitis dan penyakit kuning
serum homologous (1).
Hepatitis B (Hep-B) adalah penyakit infeksi virus yang ditularkan melalui
darah, virus ini paling menular di banyak bagian dunia dengan prevalensi sangat
tinggi. Hepatitis B merupakan infeksi virus yang menyerang hati dan dapat
menyebabkan penyakit akut maupun kronik yang berpotensial mengancam nyawa.
Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
serius dimana infeksi dapat ditularkan melalui hubungan seksual, kontak parenteral
atau ibu yang terinfeksi kepada bayinya saat lahir dan, jika menginfeksi sejak awal
kehidupan dapat menyebabkan penyakit hati kronik, termasuk sirosis dan karsinoma
hepatoselular (2).
Virus hepatitis B termasuk golongan hepadnavirus tipe 1 dan merupakan virus
hepadna yang pertama kali ditemukan. Virus hepatotropik ini mengandung DNA
dengan cincin ganda sirkular yang terdiri dari 3200 nukleotida dengan diameter 42
nm dan terdiri dari 4 gen. Virus hepatitis B dapat ditemukan dalam 3 komponen yaitu
partikel lengkap berdiameter 42 nm, partikel bulat berdiameter 22 nm, dan batang
dengan lebar 22 nm serta panjang sampai 200 nm. Komponen terbanyak dalam
sirkulasi adalah bentuk bulat dan batang yang terdiri atas protein, cairan, dan
karbohidrat yang membentuk hepatitis B surface antigen (HBsAg) dan antigen pre-S.
Core dibentuk oleh selubung hepatitis B core antigen (HBcSg) yang membungkus
DNA, DNA polymerase, transcriptase, dan protein kinase untuk replikasi virus.
Komponen antigen yang terdapat dalam core adalah hepatitis B e antigen (HBeAg).
Antigen ini menjadi petunjuk adanya replikasi virus yang terjadi pada limfosit, limpa,
ginjal, pankreas dan terutama hati. HBeAg merupakan pertanda tidak langsung dari
derajat beratnya infeksi (1; 2).
2.1.2. Patofisiologi dan Derajat Keparahan
Berbagai macam sistem dikembangkan untuk menilai derajat fibrosis jaringan
hati. System METAVIR (F0, F1, F2, F3, F4) dan Ishak (F0, F1, F2, F3, F4, F5, F6)
adalah yang paling banyak digunakan. Sistem METAVIRbaru menyebut sirosis
apabila sudah F4. Penilaian tersebut berdasarkan dari hasil biopsi (3).

Gambar 1. Derajat Fibrosis Hati Berdasarkan Transient Elastography (Fibroscan)


Fibrosis hati disebabkan oleh respon penyembuhan luka pada hati terhadap
cedera berulang. Sel parenkim beregenerasi dan menggantikan sel yang nekrosis atau
apoptosis setekah cedera hati akut (seperti hepatis virus). Proses ini berkaitan dengan
respon infamasi dan deposisi terbatas pada ECM. Regenerasi hepar gagal dan
hepatosit disubstitusi oleh ECM, termasuk kolagen fibrillar jika cedera hati menetap
(2). Distribusi materi Fibrous ini tergantung pada penyebab cedera hepar. Jaringan
fibrous awalnya terketak di sekitar traktus postal pada hepatitis virus kronis dan
kelainan kolestasis kronis, sedangkan pada penyakit hati yang diinduksi alcohol
berlokasi pada area perisentral dan perisinusoidal. Fibrosis hati berkaitan dengan
gangguan utama pada kuantitas dan komposisi ECM (3).

Gambar 2. Proses terjadinya regresi pada fibrosis hati


Hati mengandung sekitar 6 kali lebih banyak ECM dari pada hati normal,
termasuk kolagen (I, III, dan IV), Fibronektin, undulin, elastin, laminin, hyaluronan
dan proteoglikan di tahap lanjut. Akumulasi ECM akibat peningkatan sintesis dan
pengurangan degradasi. Penurunan aktivitas matrix of metalloproteinase (MMP)
dalam menghilangkan ECM terutama akibat overekspresi inhibitor spesifiknya Tissue
Inhibitor of Metalloproteinase (TIMP) (3). Hepatic stellate cells (HSC) merupakan
sel penghasil ECM utama pada hepar yang cedera. Hepatic stellate cells pada sel hati
normal terdapat pada space of disse dan merupakan lokasi utama penyimpanan
vitamin A. Hepatic stellate cells teraktivasi menjadi sel seperti miofibroblas. HSC
teraktivasi bermigrasi dan berakumulasi pada lokasi perbaikan jaringan, mensekresi
sejumlah besar ECM dan meregulasi degradasi ECM (4; 5).

Gambar 3. Menaisme kerja HSC


Platelet derived growthfactor (PDGF) yang diproduksi oleh sel Kupffer,
merupakan mitogen untuk HSC teraktivasi. Sintesis kolagen pada HSC diregulasi
pada level transkripsional dan posttranskripsional. Peningkatan stabilitas mRNA
kolagen dimediasi peningkatan sintesis kolagen pada HSC teraktivasi. Pada sel ini,
regulasi posttranskripsional colagen dilakukan oleh sekuen 32 region untranslated
melalui RNA-binding protein (CP2 juga struktur stern-looppada 52 end dari
mRNAkolagen) (1; 5). HSC mengekspresikan sejumlah penanda neuro endokrin
(seperti reelin, nestin, neurotropin, sinaptofsin dan protein glial-fibrilary acidic) dan
membawa reseptor neurotransmitter. Hepatic stellate cells yang tidak teraktivasi
mengekspresikan penanda yang merupakan karakteristik adiposity (PPAR, SREBP-
1c, dan leptin) sementara HSC teraktivasi mengekspresikan penanda miogenik (aktin
ototpolos , c-myb, dan myocyte enhancer factor-2) (3; 4).
Tipe sel hepar selain HSC juga dapat mempunyai potensi fibrogenik.
Miofibroblas berasal dari pembuluh darah portal kecil berproliferasi sekitar traktus
biliaris pada fibrosis hepar diinduksi hepatitis dan kolestasis untuk mengawali
deposis kolagen. Hepatic stellate cells merupakan tipe sel fibrogenik utama pada area
perisentral, miofibroblas portal dapat mendominasi jika terjadi cedera hepar di sekitar
traktusportal (1; 3). Suatu kompleks interplay diantara tipe sel hepar yang berbeda-
beda terjadi selama fibrogenesis hati. Hepatosit merupakan target kebanyakan agen
yang hepatotoksik, termasuk hepatitis virus, metabolit alkohol,dan asam empedu.
Hepatosit yang rusak melepaskan ROS dan mediator fibrogenik dan menginduksi
perekrutan sel darah putih oleh sel infamasi. Apoptosis dari sel hepatosit yang rusak
menstimulasi aktivitas fibrogenik dari miofibroblas hepar (4).

Gambar 4. Sumber HSC


Sel inflamasi, baik limfosit ataupun sel polimorfonuklear, mengaktivasi HSC
untuk mensekresi kolagen. Hepatic stellate cells teraktivasi mensekresikan kemokin
infamasi, mengekspresikan molekul adesi sel dan memodulasi aktivasi limfosit
sehingga lingkaran nyata dimana sel infamasi dan fibrogenik menstimulasi satu sama
lain mungkin terjadi (1; 2). Fibrosis dipengaruhi oleh subset T helper yang berbeda,
respon Th2 dikaitkan dengan lebih banyak fibrogenesis aktif. Sel Kupffer merupakan
makrofag tetap yang berperan pada inflamasi hati dengan melepaskan ROS dan
sitokin (4).
2.2. Trombosit
2.2.1. Definisi dan Peran
Trombosit adalah sel darah tak berinti berasal dari sitoplasma megakariosit.
Sel ini memegang peranan penting pada hemostasis dengan pembentukan sumbat
hemostatik untuk menutup luka. Sumbat hemostatic dibentuk melalui tahapan adhesi
trombosit, reaksi pelepasan dan agregasi trombosit dan aktivitas procoagulan (6).
Peran utama trombosit dalam proses hemostatis, meliputi pengaturan aliran
darah ke pembuluh darah yang rusak dengan induksi vasokonstriksi (vasospasme),
melakukan interaksi platelet yang mengakibatkan pembentukan sumbat trombosit
untuk menghentikan perdarahan lebih lanjut, mengaktifkan kaskade koagulasi untuk
menstabilkan sumbat trombosit, dan menginisiasi proses repair termasuk
retraksi/penghancuran clot (fibrinolisis) (7).
Aktivasi trombosit dipengaruhi oleh sel endotel pembuluh darah. Kerusakan
pembuluh darah akan memulai proses aktivasi trombosit yang meliputi: peningkatan
adhesi trombosit pada dinding pembuluh darah yang rusak dan memicu sekresi
chemicals dari trombosit granules yang merangsang perubahan bentuk dan biokimia
trombosit dan agregasi platelet dengan dinding pembuluh darah maupun platelet
dengan platelet akan makin meningkat. Proses ini menyebabkan aktivasi sistem
pembekuan dan pembentukan anyaman yang lebih stabil dari trombosit dan fibrin (6;
7).
2.2.2. Pembentukkan Trombosit
Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit sumsumtulang.
Prekursor megakariosit, megakarioblast, muncul melalui proses diferensiasi dari sel
induk hemopoetik. Megakariosit mengalami pematangan dengan replikasi inti
endomitotik yang sinkron, memperbesar volume sitoplasma sejalan dengan
penambahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. Pada berbagai stadium dalam
perkembangannya (paling banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma menjadi
granular dan trombosit dilepaskan. Produksi trombosit mengikuti pembentukan
mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu membentuk membrane pembatas
trombosit. tiap sel megakariosit menghasilkan 1000-1500 trombosit. Sehingga
diperkirakan akan dihasilkan 35.000/ul/hari. Interval waktu semenjak diferensiasi sel
induk sampai produksi trombosit berkisar sekitar 10 hari (6; 8).
Jumlah sel trombosit yang bersirkulasi dalam darah tepi sangat tergantung
jumlah sel megakariosit, volume sitoplasma megakariosit, umur trombosit dan
sekuestrasi oleh limpa. Progenitor megakariosit CFU-Mega meningkat atau menurun
sebagai respon terhadap megakariosit. Trombopoetin adalah pengatur utama produksi
trombosit, dihasilkan oleh hati dan ginjal (7). Trombosit mempunyai reseptor untuk
trombopoetin (C-MPL) dan mengeluarkannya dari sirkulasi, karena itu kadar
trombopoetin tinggi pada trombositopenia akibta aplasia sumsum tulang.
Trombopetin meningkatkan jumlah dan kecepatan maturasi megakariosit. Jumlah
trombosit mulai meningkat 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap tinggi selama 7-
10 hari. Interleukin-11 juga dapat meningkatkan trombosit dalam sirkulasi (8).
Trombosit beredar dalam aliran darah selama 8-10 hari yang kemudian
kehilangan kemampuannya dalam proses trombogenik dan dihancurkan di limpa oleh
fagositosis sel mononuklear. Jumlah trombosit normal berkisar 150.000-400.000/mm3
(7). Sebanyak sepertiga trombosit yang di produksi oleh sumsum tulang dapat
terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 90%
pada kasus splenomegali berat (7).
2.2.3. Aktivasi Trombosit
Aktivitas trombosit berhubungan erat dengan inisiasi kaskade koagulasi.
Adhesi trombosit ke matriks ekstraseluler adalah langkah pertama dalam hemostasis
primer. Faktor von Willebrand (vWF) membentuk jembatan antara kolagen yang
terpapar dan kompleks reseptor platelet glikoprotein (GP) Ib-IX-V pada membran
platelet. Kolagen yang terpapar juga berikatan langsung dengan reseptor GP Ia/IIa
dan GP VI. Trombosit berubah bentuk dan melepaskan isi. Reseptor GP IIb/IIIa aktif
memiliki peran sentral dalam memediasi agregasi platelet. Bound fibrinogen atau
vWF ke GP IIb/IIIa cross-link platelet berkontribusi terhadap stabilisasi trombus (9).
Aktivasi trombosit distimulasi oleh produk sekresi trombosit dan faktor
prothrombotik lokal seperti faktor jaringan. Secara prinsipnya, terdapat dua jalur
dalam aktivasi trombosit (7). GP Ib-IX-V, GP VI, atau C-type lectin-like receptor-2
(CLEC-2) adalah semua glikoprotein membran yang diekspresikan secara eksklusif
dalam platelet dan megakaryocytes serta memiliki jalur transduksi sinyal yang
berkaitan erat. GP VI dianggap sebagai reseptor pensinyalan utama yang terlibat
dalam aktivasi trombosit pada kolagen yang terpapar (10).
Trombosit memulai aktivasi setelah interaksi GP VI dengan kolagen. C-type
lectin-like receptor 2 diidentifikasi sebagai mediator respon aktivasi platelet yang
secara kuat mengaktifkan platelet. Aktivasi trombosit oleh GP VI dan CLECL-2
melalui reseptor yang mengandung immunoreceptor tyrosine-based activation motif
(ITAM). Trombosit juga dapat berfungsi secara independen dengan cara agregasi
penuh dalam mengatur permeabilitas dan perkembangan vascular, meskipun fungsi
platelet kebanyakan bergantung pada ITAM daripada G protein-coupled receptors
(GPCR) (9; 10).
Agonis terlarut yang paling banyak dilepaskan oleh sel yang diaktifkan seperti
ADP, tromboksan A2 (TxA2), dan trombin memicu aktivasi trombosit melalui GPCR
yang meningkatkan konsentrasi kalsium sitosolik dan mengaktifkan jalur pensinyalan
tertentu. ADP dilepaskan dari sel endotelel yang rusak dan trombosit yang teraktivasi
bekerja pada trombosit P2Y1 dan P2Y12 GPCR yang menyebabkan aktivasi
trombosit lebih lanjut dan pelepasan ADP. Reseptor P2Y12 mendukung aktivasi
platelet sebagai respons terhadap ADP dan memiliki peran utama dalam proses ini.
TxA2 diproduksi dan dilepaskan oleh trombosit yang juga mengaktifkan trombosit
melalui GPCR, sehingga mendorong pembentukan agregasi trombosit (11).
Trombin adalah agonis trombosit yang paling kuat dan mengubah fibrinogen
menjadi fibrin untuk menstabilkan sumbat trombosit. Trombin mengaktifkan
trombosit melalui protease-activated reseptor (PAR) pada permukaan trombosit
melalui GPCR. PAR1 memediasi aktivasi platelet manusia pada konsentrasi trombin
rendah, PAR4 membutuhkan konsentrasi trombin yang lebih tinggi untuk aktivasi
platelet. Pemberian sinyal melalui PAR4 mendorong mekanisme perlindungan dalam
situasi seperti trauma untuk menghentikan pendarahan. Agonis lain seperti epinefrin,
prostaglandin E2, dan serotonin juga memanfaatkan GPCR untuk mempotensiasi
respons trombosit (7; 11).
Plateket Distribution Width (PDW) adalah parameter pemeriksaan darah yang
mencerminkan variasi distribusi ukuran trombosit dengan kisaran antara 8,3-56,6%.
Pemeriksaan PDW dapat digunakan sebagai marker pelepasan trombosit teraktivasi
pada beberapa penyakit peradangan. Sebagai biomarker umum dalam indeks
trombosit, PDW dapat bertindak sebagai indikator variabilitas volume trombosit dan
meningkatkan keberadaan anisositosis trombosit (12). Plateket Distribution Width
dipengaruhi oleh perubahan morfologi trombosit ketika trombosit diaktifkan selama
proses inflamasi dan trombosis. Hubungan antara PDW serum dan beberapa
gangguan inflamasi atau klinis telah dievaluasi dimana PDW berperan penting dalam
mengidentifikasi TB paru, penyakit arteri koroner, Alzheimer, kolelitiasis akut dan
penyakit hati kronis (13).
Nilai PDW biasanya dihitung dengan fungsi standar deviasi volume log
platelet. Plateket Distribution Width dapat langsung mengukur variabilitas dalam
ukuran trombosit dan mencerminkan heterogenitas dalam morfologi trombosit.
Laporan menunjukkan bahwa platelet berpartisipasi dalam proses proinflamasi
dengan melepaskan protein dan molekul kecil dari granula yang mempengaruhi
fungsi dinding pembuluh darah dan sirkulasi sel imun (13). Banyak mediator
inflamasi seperti interleukin-1 berpartisipasi dalam proses aktivasi trombosit pada
saat yang sama. Aktivasi trombosit menyebabkan perubahan morfologis, termasuk
kedua bentuk berubah dari diskoid menjadi pembentukan bola dan pseudopodia.
Trombosit teraktivasi progresif dengan formasi pseudopodia memiliki ukuran
heterogen yang menunjukkan nilai PDW yang lebih besar (14).
Hubungan antara trombosit dan peradangan saling menguntungkan. Platelet
meningkatkan progres inflamasi dan perubahan inflamasi bentuk platelet, sehingga
Plateket Distribution Width mencerminkan kondisi peradangan pada beberapa
penyakit menular sebagai penanda trombosit (7). Respon peradangan sistemik
berkontribusi pada pelepasan mediator inflamasi yang meningkatkan kadar PDW
dengan perubahan morfologi trombosit. Mediator inflamasi dan sitokin yang
dilepaskan oleh platelet meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menyebabkan ekstravasasi cairan. Kehilangan volume yang efektif dan efusi celah
jaringan adalah penyebab dari kebanyakan karusakan organ (11; 15).
2.3. Peran Trombosit Terhadap Penyakit Hati Kronis
Regenerasi hati didukung oleh proliferasi sel hati parenkim dan non-
parenkim, termasuk hepatosit liver sinusoidal endothelial cells (LSECs), sel epitel
bilier dan sel Kupfer serta HSC yang berkontribusi pada pemulihan jaringan hati yang
hancur. Proliferasi sel dipicu oleh beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin, seperti
HGF, TGF-α, tumor necrosis factor-α (TNF-α), epidermal growth factor (EGF) dan
interleukin-6 (IL-6) yang mengaktifkan reseptor dan pensinyalan hilir serta
transkripsi gen yang terkait dengan perkembangan siklus sel (16).
Liver sinusoidal endothelial cells terdiri dari sel sinusoidal yang melalui
pembentukan lapisan endotelium sinusoidal dan menciptakan penghalang antara
parenkim hepatik dan darah yang mengalir melalui hati. Liver sinusoidal endothelial
cells berperan penting dalam pemeliharaan fungsi hati dengan memberikan
pertukaran nutrisi antara darah yang beredar dan hepatosit karena adanya pori-pori
terbuka di bawah endotelium (1). Liver sinusoidal endothelial cells mengeluarkan
sitokin imunoregulator, termasuk HGF, IL-1, IL-6 dan interferon yang mempengaruhi
regenerasi hati. Sekresi IL-6 meningkat setelah hepatektomi dan memicu STAT3
fosforilasi dalam hepatosit yang meningkatkan sintesis protein fase akut sebagai
bagian dari mekanisme memulihkan homeostasis fisiologis yang terganggu (17).
Fibrogenesis hati dipicu oleh kerusakan sel hati dan proses penyembuhan luka
yang mengarah ke pengendapan protein matriks kolagen dan elastin, glikoprotein,
proteoglikan, dan karbohidrat yang berlebihan. Fibrosis menyebabkan penggantian
jaringan hati dengan ECM, pembentukan jaringan parut, dan penghentian fungsi hati
secara bertahap (5). Hepatic stellate cells memiliki morfologi seperti bintang yang
berhubungan dan fungsi utamanya adalah penyimpanan vitamin A sebagai retinol
ester dalam tetesan lipid. Hepatic stellate cells menjalani aktivasi dan berubah
menjadi sel myofibroblastic kontraktil yang mengeluarkan TGF-β, dan meningkatkan
produksi matriks. Kolagen IV dan VI dalam ruang Disse secara progresif digantikan
oleh fibrous collagens I dan III dan fibronectin, karakteristik untuk remodeling ECM
dan fibrosis (17).
Trombosit menekan transdifferensiasi HSC yang diam ke dalam fenotip
myofibroblast-like serta produksi kolagen tipe I melalui cAMP signaling. Mekanisme
yang mendasari adalah peningkatan konsentrasi adenosin dalam HSC karena
pemecahan ADP dan ATP dalam butiran padat trombosit. Adenosin yang memasuki
HSC mencegah aktivasi dan menurunkan kemampuannya untuk mengeluarkan TGF-
β dan menyimpan ECM. Interaksi antara HSC dan trombosit mendorong pelepasan
HGF yang berasal dari trombosit dan menghambat ekspresi kolagen tipe I pada kultur
HSC dan mengikis fibrosis hati dengan mengurangi sekresi dan penghambatan TGF-
β hati. aktivasi myofibroblast (18).
2.4. Peran Trombopoetin Terhadap Penyakit Hati Kronis
Trombopoietin (TPO) adalah hormon utama yang mengendalikan produksi
trombosit yang terutama diproduksi oleh hati sebagai organ penghasil trombopoietin
yang dominan. Trombopoetin adalah polipeptida dari 353 asam amino, termasuk 21-
asam amino dengan sekuens pemimpin sekretor 21 asam amino dengan massa
molekul yang diprediksi 35 kDa. Trombopoetin bekerja pada megakaryopoiesis
secara sendiri dan bersinergi dengan sitokin lain (termasuk interleukin-3, -11, steel
factor (ST), dan erythropoietin). Hormon ini bekerja bersinergi dengan erythropoietin
(EPO) untuk merangsang erythropoiesis dan dengan IL-3 atau SF merangsang
proliferasi dan memperpanjang kelangsungan hidup sel induk hematopoietik dan
semua jenis progenitor sel darah. Trombopoetin mempengaruhi hampir setiap tahap
megakaryocyte (MK) berkembang dari sel induk yang menjadi trombosit matur (19).
TPO diproduksi oleh hati dengan laju konstan dan dibersihkan dari sirkulasi
setelah berikatan dengan reseptornya baik pada megakaryocytes dan platelet. Kadar
TPO yang bersirkulasi tergantung pada sintesis hati dan serapan perifer. Penurunan
massa fungsi hati menyebabkan penurunan produksi TPO. Trombopoetin (TPO)
adalah faktor penting dalam regulasi proliferasi dan diferensiasi megakaryocyte
menjadi trombosit melalui aktivasi reseptor c-Mpl yang juga dikenal sebagai TPO-R.
Beberapa agonis reseptor c-Mpl, seperti eltrombopag dan romiplostim disetujui
sebagai agen untuk meningkatkan jumlah trombosit pada trombositopenia imun
kronis (18; 19). Trombopoetin sedang menjalani uji klinis sebagai pilihan pengobatan
untuk mengurangi trombositopenia pada pasien dengan penyakit hati kronis dan
sirosis hati, karena peningkatan jumlah trombosit dapat membuat pasien memenuhi
syarat untuk terapi antivirus berbasis interferon. Strategi untuk mengobati fibrosis
hati melalui penghambatan trombositopenia menunjukkan bahwa TPO meningkatkan
jumlah trombosit dan fibrosis hati dalam kondisi sirosis hati (20).
2.5. Hubungan Aktivasi Trombosit pada Derajat Penyakit Hati Kronis
Trombosit teraktivasi mengeluarkan S1P dengan jumlah yang besar untuk
bekerja pada sel endotel dalam proses yang melibatkan interaksi trombosit-endotel,
seperti trombosis, angiogenesis, dan aterosklerosis. Kontak langsung trombosit
dengan LSEC merangsang proliferasi LSEC dan mempercepat sintesis DNA dalam
hepatosit dengan menginduksi sekresi IL-6 melalui sphingosine 1-fosfat (S1P),
sebuah lisofosfolipid bioaktif utama yang dilepaskan dari platelet. Sphingosine 1-
fosfat dikenal sebagai pengatur aktivitas seluler yang beragam, termasuk migrasi,
proliferasi dan remodeling sitoskeletal, dan menginduksi aktivasi STAT3 dengan
merangsang sekresi IL-6 (5; 16).
BAB 3
PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai