Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Sintesis Aspirin
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat atau asetosal
yang memiliki peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat
yang berkhasiat antipiretik dan analgetik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat
dalam keadaan bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesis.
Sintesis adalah reaksi kimia antara dua zat atau lebih untuk membentuk
suatu senyawa baru. Sintesis senyawa organik adalah sintesis teknik
preparasi senyawa yang dapat dianggap sebagai seni salah satu senyawaa
organik yang dapat disintesis adalah aspirin. Aspirin atau asetosal adalah
turunan dari senyawa asam salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan
cortex salicis (Baysinger, 2004).
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin
adalah analgetik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan
dan digolongkan untuk obat bebas. Selain sebagai prototif, obat ini
merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis (Ganiswarna, 1995).
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi.
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan
alkohol menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi ini
juga sering disebut esterifikasi Fischer. Ester adalah suatu senyawa yang
mengandung gugus -COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril.
Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi esterifikasi berkatalis asam. Reaksi
esterifikasi merupakan reaksi bolak balik (reversible) (Fessenden,1982)
Gambar 2.1. Reaksi Esterifikasi menurut Fassenden (1982).
Ester asam karboksilat ialah senyawa yang mengandung gugus –COOR
dengan R dapat berbentuk alkil. Ester dapat dibentuk berkat reaksi langsung
antara asam karboksilat dengan alkohol (Harold, 2003). Fenol atau asam
karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau
khas, memiliki ekstraksi pada suhu tinggi, memiliki daya larut yang baik.
Rumus kimianya adalah C₆H₅OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-
OH) yang berikatan dengan cincin fenol. Fenol memiliki sifat yang cenderung
asam, artinya ia dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya.
Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C₆H₅O− yang dapat
dilarutkan dalam air. Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol
bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan
NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama,
alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Fenol berfungsi dalam
pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar,
dan lainnya. Selain itu fenol juga berfungsi dalam sintesis senyawa aromatis
yang terdapat dalam batu bara. Struktur fenol sebagai berikut:

Gambar 2.2. Struktur Fenol menurut Underwood (2002).


Senyawa metil salisilat dapat dibuat dengan prinsip esterifikasi.
Esterifikasi adalah suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester. Turunan asam karboksilat membentuk ester asam
karboksilat yang dibantu dengan katalis H2SO4.
Gambar 2.3. Struktur Aspirin menurut Underwood (2002).
II. 2. Reaksi Sintesis Aspirin
Adapun reaksi sintesis dari asam salisilat yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.4. Reaksi Sintesis Aspirin menurut Underwood (2002).


Pada proses pembuatan reaksi esterifikasi ini dibantu oleh suatu katalis
asam untuk mempercepat reaksi. Tetapi pada penambahan katalis ini tidak
terlalu berefek maka dilakukanlah pemanasan untuk mempercepat reaksinya.
Pada pembuatan aspirin juga ditambahkan air untuk melakukan rekristalisasi
berlangsung cepat dan akan terbentuk endapan. Endapan inilah yang
merupakan aspirin. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan
menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan methanol akan
menghasilkan metil salisilat. Uji terhadap asam salisilat dan aspirin komersial
digunakan untuk menguji kemurnian aspirin. Kemurnian aspirin bisa diuji
dengan menggunakan FeCl3. FeCl3 bereaksi dengan gugus fenol membentuk
kompleks ungu (Underwood, 2002.).
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari
larutan, kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat
yang sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang
atau rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa tersebut dijenuhkan dalam
keadaan panas dan kemudian didinginkan, senyawa terlarut akan berkurang
kelarutannya dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni dan
bebas dari pengotor. Kemurnian zat ini disebabkan oleh pertumbuhan kristal
zat pelarut, sehingga za-zat ini dapat dipisahkan dari pengotornya.
Sebagian materi padat baik alami maupun buatan terdapat dalam
bentuk kristal. Bentuk dari kristal dapat berupa kubik, orthorhombic,
heksagonal, monoklinik, triklinik, dan trigonal. Namun banyak dari kristal ini
berupa polycrystalline yang juga terbentuk dari kristal tunggal. Dalam
kehidupan sehari-hari, kristal tunggal yang sering dikonsumsi oleh manusia,
antara lain kristal garam dan gula (Austin, 1984).
Seperti dijelaskan di atas, proses kristalisasi dimulai dengan
menambahkan senyawa yang akan dimurnikan dengan pelarut panas sampai
kelarutan senyawa tersebut berada pada level super jenuh. Pada keadaan
ini, bila larutan tersebut didinginkan, maka molekul-molekul senyawa terlarut
akan saling menempel, tumbuh menjadi kristal-kristal yang akan mengendap
di dasar wadah. Sementara kotoran-kotoran yang terlarut tidak ikut
mengendap.
Pembentukan kristal itu sendiri terdiri dari dua tahap. Tahap pertama
adalah nukleasi primer atau pembentukkan inti, yaitu tahap dimana kristal-
kristal mulai tumbuh namun belum mengendap. Tahap ini membutuhkan
keadaan super jenuh dari zat terlarut. Saat larutan didinginkan, pelarut tidak
dapat menahan semua zat-zat terlarut, akibatnya molekul-molekul yang lepas
dari pelarut saling menempel dan mulai tumbuh menjadi inti kristal. Semakin
banyak inti-inti yang bergabung, maka akan semakin cepat pula pertumbuhan
kristal tersebut.Tahap kedua setelah nukleasi primer adalah nukleasi
sekunder. Pada tahap ini petumbuhan kristal semakin cepat, yang ditandai
dengan saling menempelnya inti-inti menjadi kristal-kristal padat.
Rekristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristalin.
Seringkali senyawa yang diperoleh dari hasil suatu sintesis kimia memiliki
kemurnian yang tidak terlalu tinggi. Untuk memurnikan senyawa tersebut
perlu dilakukan rekristalisasi.Untuk merekristalisasi suatu senyawa kita harus
memilih pelarut yang cocok dengan senyawa tersebut. Setelah senyawa
tersebut dilarutkan kedalam pelarut yang sesuai kemudian dipanaskan
(refluks) sampai semua senyawanya larut sempurna. Apabila pada
temperatur kamar, senyawa tersebut telah larut sempurna di dalam pelarut,
maka tidak perlu lagi dilakukan pemanasan. Pemanasan hanya dilakukan
apabila senyawa tersebut belum atau tidak larut sempurna pada keadaan
suhu kamar. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses kristalisasi dan
rekristalisasi adalah pemilihan zat pelarut.
Apabila zat atau senyawa yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi
tidak dikenal secara pasti, maka kita setidaknya harus mengenal komponen
penting dari senyawa tersebut. Jika senyawa tersebut adalah senyawa
organik, maka yang kita ketahui sebaiknya adalah gugus fungsional senyawa
tersebut. Dengan kata lain, kita minimal harus mengetahui polaritas senyawa
yang akan kita kristalisasi atau rekristalisasi (Austin, 1984).
II. 3. Uraian Bahan
1. Asam Salisilat (Dirjen POM Edisi III,1979)
Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain : Asam Asetosal/ Salisilal
Rumus Molekul : C₇H₆O₃
Berat Molekul : 138,12 g/mol
Pemerian : Hablur ringan tidak berwarna atau
serbuk berwarna putih; hamper
tidak berbau; rasa agak manis
dan tajam.

Kelarutan : Larut dalam 550 bagian air dan


dalam 4 bagian etanol (95%) p;
mudah larut dalam kloroform p
dan dalam eter p; larut dalam
larutan ammonium
asetat,dinatrium hidrogenfosfat p,
kalium sitrat p dan natrium sitrat
p.
Kegunaan : Keratolitik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

2. Asam Asetat Anhidrat ( Dirjen Pom Edisi III, 1979 )


Nama Resmi : ACIDUM SALICYLICUM
Nama lain : Asam Asetan Anhidrat
Rumus Molekul : (CH₃CO)₂O
Berat Molekul : 102,09 g/mol
Pemerian : Cairan jenuh tidak
berwarna;berbau tajam,
mengandung tidak kurang dari
95% C4H603.

Kelarutan : Agak sukar larut dalam air,mudah


larut dalam etanol dan larut dalam
kloroform.kalium sitrat p dan
natrium sitrat p.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat
Kegunaan : Fungisida dan bakterisida,pelarut
senyawa organik.

3. Asam Sulfat ( Dirjen Pom Edisi III, 1979 )


Nama Resmi : ACIDUM SULFARICUM
Nama lain : Asam Sulfat
Rumus Molekul : H₂SO₄
Berat Molekul : 98,07 g/mol
Pemerian : Cairan kental seperti
minyak,korosif,tidak bewarna; jika
ditambhkan kedalam air
menimbulkan panas.

Kelarutan : Bercampur dengan air dan


dengan etanol
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat
Kegunaan : Katalisator, zat tambahan
4. Air ( Dirjen Pom Edisi III, 1979 )
Nama Resmi : AQUA
Nama lain : Air
Rumus Molekul : H₂O
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Pemerian : Cairan jernih; tidak bewarna; tidak
berbau;tidak mempunyai rasa
Kelarutan :
Kegunaan : Pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

5. Etanol ( Dirjen Pom Edisi III 1979 )


Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol
Rumus Molekul : C₂H₅OH
Berat Molekul : 46,07 g/mol
Pemerian : Cairan tak bewarna,jernih,mudah
menguap dan mudah bergerak;
bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan
nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam


air,dalam kloroform p, dan dalam
eter p.
Kegunaan : Zat tambahan,
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
DAFTAR PUSTAKA

Austin, Gorge T. 1984. Shereve’s Chemical Process Industries 5 th ed. McGra-


Hill Book Co: Singapura.

Baysinger, Grace. Et all. 2004. CRC Handbook Of Chemistry and Physics


85th ed.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta.

Fessenden, Ralph J dan Fessenden, Joan .S. 1982. Kimia Organik Edisi
Ketiga Jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Ganiswarna, S. 1995. Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Farmakologi


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat. Erlangga. Jakarta.

Underwood A.L., JR. R.A. Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Erlangga. Jakarta.
LAPORAN LENGKAP
KIMIA ORGANIK SINTESIS

SINTESIS ASPIRIN

KELAS:
TRANSFER B 2018
KELOMPOK: SATU (I)

ASISTEN:
MAUDY AFRILIN BUNTUKARAENG

LABORATORIUM KIMIA FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2019
LAMPIRAN

GAMBAR KRISTAL ASPIRIN

Anda mungkin juga menyukai