Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA AKUT STADIUM PERFORASI

Oleh

NOVA ULYANA OKTAVIANI


H1A015052

Pembimbing

dr. Eka Arie Y.M.Biomed, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG DAN TENGGOROK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

Otitis media adalah peradangan yang terjadi pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
akut merupakan infeksi yang umum terjadi, diperkirkan 5,8% pasien yang
mengunjungi tenaga klinis kesehatan mengalami OMA dan sering terjadi pada
anak-anak3. Gejala OMA tergantung pada stadium penyakit serta usia pasien. Pada
anak yang sudah bicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam liang telinga,
dapat disertai suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek
sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa, rasa nyeri
dirasakan pada telinga dan dapat terjadi gangguan pendengaran berupa rasa penuh di
telinga dan rasa kurang dengar. Penegakan diagnosis OMA dilakukan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Terapi OMA juga berdasarkan masing-masing stadium penyakit. OMA dapat
berkembang menjadi otitis media supuratif kronik apabila gejala tetap berlangsung
selama >2 bulan, hal ini berkaitan dengan faktor higiene, terlambat pengobatan, dan
daya tahan tubuh kurang baik7.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Telinga


A. Anatomi Telinga
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga
tengah dan telinga dalam1,3. Telinga luar dan telinga tengah berfungsi sebagai
transmisi suara menuju ke telinga dalam. Gelombang/getaran suara akan diteruskan
sampai ke saraf pendengaran. Telinga luar merupakan saluran yang membawa
gelombang suara menuju gendang telinga/ membran timpani3. Telinga luar terdiri dari
daun telinga (aurikula/pinna), liang telinga (meatus akustikus eksternus), dan membran
timpani1,3.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin yang ditutupi kulit dan berfungsi
mengumpulkan getaran suara. Bagiannya terdiri dari heliks, antheliks, tragus,
antitragus, dan konka1,2. Daun telinga yang tidak mengandung tulang rawan adalah
lobulus. Liang telinga adalah saluran yang menghubungkan atau menghantarkan
gelombang suara dari aurikula ke membran timpani. Liang telinga berbentuk huruf S
dengan rangka tulang rawan (cartilago elastis) pada sepertiga bagian luar (perluasan
dari tulang rawan daun telinga), sedangkan dua pertiga bagian dalam adalah
tulang/pars osseus. Panjangnya sekitar 2,5-3 cm1,3. Pada sepertiga bagian luar kulit
liang telinga, terdapat banyak kelenjar serumen (keringat), rambut dan kelenjar
sebasea. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga
bagian dalam terdapat kelenjar sebasea dan hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen,
serta tidak didapatkan folikel rambut1. Sendi temporomandibularis dan kelenjar
parotis terletak di depan liang teinga, sementara prosesus mastoideus terletak di
belakangnya2. Sekret kelenjar serumen yang lengket dan rambut berfungsi sebagai
barier untuk mencegah masuknya benda asing3.

2
Gambar 1. Anatomi Aurikula (Pinna)5

Gambar 2. Anatomi Telinga Manusia3

Gambar 2. Anatomi Telinga Manusia6

3
Gambar 3. Skema Anatomi Telinga6
Membran timpani atau gendang telinga berbentuk bundar dan cekung bila
dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga.
Membran timpani dibagi menjadi dua bagian. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran sharpnell), di atas prosesus lateral maleus berbentuk seperti area segitiga
kecil, sedangkan bagian bawah adalah pars tensa (membran propria)2,4. Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit (lapisan skuamosa)
liang telinga dan bagian dalam dilapisi sel kubus bersilia (lapisan mukosa), seperti
epitel mukosa saluran napas. Sementara pars tensa memiliki satu lapisan lagi di
tengah, yaitu lapisan fibrosa yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Serabut
sirkuler dan radier inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya. Reflek cahaya

4
(cone of light) adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membran timpani yang
berbentuk kerucut. Bayangan penonjolan maleus pada membran timpani disebut
umbo, tempat bermula refleks cahaya ke arah bawah pada pukul tujuh untuk membran
timpani kiri dan pukul lima pada yang kanan. Pada pars flaksida terdapat daerah yang
disebut atik1. Membran timpani akan bergetar sebagai respon terhadap gelombang
suara, dipersarafi oleh cabang sensorik nervus vagus dan nervus trigeminal dan
sangat sensitif terhadap nyeri3.

Tympanic membrane (left)


1. Malleus
2. Anterior mallear fold
3. Posterior mallear fold
4. Pars flaccida
5. Projection of the long
process of incus
6. Pars tensa
7. Annular ligament

Gambar 4. Struktur Membran Timapani 4


Membran timpani dibagi menjadi empat kuadran, anterior-superior, anterior-
inferior, posterior-superior, dan posterior-inferior. Bila melakukan miringotomi atau
parasentesis, dibuat insisi di bagian posterior inferior, sesuai dengan arah serabut
membran timpani. Di daearah ini tidak terdapat tulang pendengaran1. Saraf korda
timpani berasal dari nervus fasialis tepat di atas foramen stylomastoideum. Korda
timpani masuk ke cavum timpani dekat pinggir posterior membran timpani. Saraf ini
kemudian ke depan di atas membran timpani dan menyilang pangkal manubrium
maleus. Nervus keluar dari telinga tengah melalui fissura petrotimpanika2,6.

5
Korda timpani terdiri dari serabut-serabut pengecap yang menutupi dua pertiga
bagian anterior lidah, dan serabut-serabut sekretomotorik parasimpatik menuju
glandula submandibula dan sublingualis6.

Gambar 5. Kuadran Membran Timpani5


Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars pertrosa tulang
temporalis. Telinga tengah berbentuk kubus, biasa disebut juga sebagai cavum
timpani, yaitu celah sempit yang dilapisi oleh membran mukosa. Batas luar telinga
tengah berupa membran timpani; batas depan, tuba eustachius; batas bawah, vena
jugularis (bulbus jugularis); batas belakang, aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars
vertikalis; batas atas, tegmen timpani (meningen); dan batas dalam, yaitu berturut-
turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, oval
window, round window, dan promontorium6. Pada bagian posterior cavum timpani
terdapat antrum mastoid/mastoid air cells, yaitu suatu rongga di dalam prosesus
mastoid dan berisi udara yang masuk dari tuba eustachius3.

6
Gambar 4. Anatomi Telinga Tengah4

Gambar 6. Antrum Mastoid4


Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke
dalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang pendengaran saling berhubungan,
terletak di dalam cavum timpani, dan berfungsi meneruskan getaran dari membran timpani
ke perilimfa telinga dalam. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan
persendian. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada oval window yang berhubungan
dengan koklea. Di kavum timpani terdapat aditus ad antrum, yang merupakan lubang yang
menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid1.
Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah1. Panjang tuba Eustachius dewasa bervariasi antara 31-38
mm. Pada bayi dan anak ukurannya lebih pendek dan lebih horizontal, sehingga sekret dari
nasofaring lebih mudah masuk ke telinga tengah1,4. Tuba akan berkembang/bertambah
panjang dan membentuk sudut lebih besar dari bidang horizontal pada sekitar usia 5-7
tahun. Udara di telinga tengah secara normal berhubungan dengan atmosfer melalui tuba

7
eustachius. Bagian lateral tuba eustachius adalah bagian tulang, sedangkan dua pertiga
bagian medial (arah nasofaring) adalah kartilaginosa/tulang rawan. Tuba eustachius
memiliki tiga fungsi fisiologis terhadap telinga tengah, yaitu (1) fungsi ventilasi, untuk
mengatur/menyeimbangkan tekanan udara antara telinga tengah dengan telinga luar
(tekanan udara pada kedua sisi membran timpani), (2) fungsi proteksi, untuk melindungi
telinga tengah terhadap sekret nasofaring dan tekanan suara, dan (3) fungsi drainase, untuk
mengalirkan sekret yang diproduksi mukosa telinga tengah ke arah nasofaring2. Fungsi
tuba yang paling penting adalah mengatur tekanan udara telinga tengah karena fungsi
pendengaran akan optimum apabila tekanannya relatif sama dengan udara luar. Dalam
kondisi istirahat tuba eustachius normalnya menutup, tetapi saat menelan atau mengunyah,
tuba dapat membuka akibat kontraksi M. tensor veli palatini, sehingga udara dapat masuk
atau keluar dari cavum timpani (menyeimbangkan tekanan udara). Jika terdapat infeksi di
daerah tenggorokan, infeksi dapat menyebar ke bagian telinga tengah melalui tuba
eustachius ini1,2.

Gambar 7. Tuba Eustachius4

Telinga tengah juga terdapat dua buah otot yang menggerakkan tulang-tulang
pendengaran dan dapat mempengaruhi membran timpani, yaitu musculus tensor
8
timpani dan musculus stapedius. Kedua musculus ini berguna untuk meredam getaran
suara yang terlalu keras/frekuensi tinggi dari membran timpani atau stapes, sehingga
mencegah kerusakan organ koklea. M. tensor timpani berinsertio di
handle/manubrium maleus dan dipersarafi oleh nervus V cabang mandibular. M.
tensor timpani menarik manubrium mallei ke medial, menegangkan membran
timpani, dan mempersempit amplitudo getarnya, hal ini cenderung mencegah
terjadinya kerusakan pada auris interna sewaktu menerima bunyi yang keras4. M.
stapedius melekat pada collum stapes dan dipersarafi oleh nervus VII. M. stapedius
menarik stapes ke posterior dan menjungkitkan basis stapedis pada fenestra vestibule,
dan dengan demikian menarik ketat ligamentum anulare stapediale dan
memperkecil amplitude getaran. Otot ini juga mencegah terjadinya gerak stapes yang
berlebih4.
Telinga dalam dibentuk oleh osseous labyrinth dan membranous labyrinth.
Labirin membran dikelilingi oleh labirin tulang. Di antara labirin tulang dan membran
terdapat cairan perilimfa, sementara di dalam labirin membran terdapat cairan
endolimfa3. Telinga dalam terdiri dari koklea yang meyerupai rumah siput, berupa
dua setengah lingkaran dan vestibuler/vestibulum yang terdiri dari sakulus, utrikulus,
dan tiga buah kanalis semisirkularis. Fungsi telinga dalam ada dua, yaitu bagian
vestibuler berhubungan dengan keseimbangan dan bagian koklea merupakan organ
perndengaran. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap, serta bermuara pada utrikulus1,2. Masing-
masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula
gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan
kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan
merangsang sel reseptor. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi
oleh sel-sel rambut. Sel rambut ini ditutupi oleh lapisan glatinosa yang ditembus oleh
silia. Pada lapisan ini juga terdapat otolit yang mengandung kalsium dan dan
memiliki berat jenis lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka
gaya dari otolit membengkokkan silia sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada
reseptor2,3.

9
Gambar 8. Anatomi Telinga Dalam6

Gambar 9. Struktur Telinga Dalam3

10
Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala
timpani sebelah bawah, dan skala media (duktus koklearis) di antaranya. Skala
vestibuli dan timpani berisi perilimfa (tinggi natrium, rendah kalium), sedangkan
skala media berisi endolimfa (tinggi kalium, rendah natrium). Ion dan garam yang
terdapat pada kedua cairan berbeda, hal ini penting untuk pendengaran1. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dan
skala vestibuli2. Dasar skala vestibuli disebut membran Reissner, dan dasar skala
media disebut membran basilaris. Di atas membran basilar terdapat organ korti yang
berperan dalam mekanisme pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel
rambut dalam yang berjumlah sekitar 3.000, tiga baris sel rambut luar yang berjumlah
sekitar 12.000, dan kanalis korti. Rambut halus atau silia menonjol ke atas dari sel-sel
rambut tertanam/menyentuh permukaan lapisan gel dari membran tektorial, bagian
berbentuk lidah pada skala media1,2. Membran basilaris sempit pada bagian basisnya
(nada tinggi) dan melebar pada apeks (nada rendah). Ujung saraf aferen dan eferen
dari saraf koklearis cabang dari nervus VIII menempel pada ujung bawah sel rambut.
Serabut aferen lebih banyak menuju sel rambut dalam daripada sel rambut luar.
Serabut saraf aferen dan eferen ini akan membentuk ganglion spiralis, kemudian
menuju ke nukleus koklearis, lalu selanjutnya berjalan kontralaterlal menuju
lemnikus lateralis dan ke kolikulus posterior serta korpus genikulatum medialis,
kemudian menuju ke pusat pendengaran di lobus temporalis tepatnya di gyrus
transversus2.

Gambar 10. Struktur Koklea6

11
Gambar 11. Koklea dan Organ Korti3

12
B. Fisiologi Telinga (Fisiologi Pendengaran)
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian luas membran timpani dan oval window1,4.

Gambar 12. Transmisi bunyi pada telinga4.


Energi getar yang telah diamplifikasi akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan oval window sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus
auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis1,6.

13
Otitis Media Akut
Definisi
Otitis media adalah peradangan yang terjadi pada sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
dibagi menjadi otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (nama lainnya
otitis media serosa, sekretoria, otitis media musinosa, mucoid, dan otitis media efusi.
Otitis media akut termasuk ke dalam jenis otitis media supuratif1.

Gambar 13. Skema pembagian otitis media1.


Epidemiologi
Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi yang umum terjadi, diperkirkan
5,8% pasien yang mengunjungi tenaga klinis kesehatan mengalami OMA3. OMA
sering terjadi pada anak-anak. Jika anak sering mengalami infeksi saluran napas atas,
maka kemungkinan terjadinya OMA semakin besar. Hal ini karena bentuk tuba
eustachius pada anak lebih pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal dibandingkan
dengan orang dewasa1. Di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 75% anak mengalami
otitis media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya
tiga kali atau lebih11. Risiko terjadinya OMA karena beberapa faktor, antara lain usia
<6 tahun, otitis prone (mengalami otitis pertama kali pada usia sekitar 6 bulan),
infeksi saluran napas atas, terpapar asap rokok, alergi, menyusui saat anak posisi
berbaring, dan imunodefisiensi7.

14
Etiologi
Telinga tengah biasanya steril, meskipun terdapat mikroba di nasofaring dan
faring. Secara fisiologis terdapat mekanisme pencegahan masuknya mikroba ke dalam
telinga tengah oleh silia mukosa tuba eustachius, enzim, dan antibodi. Otitis media akut
(OMA) terjadi karena faktor pertahanan tubuh terganggu. Faktor penyebab utama dari
otitis media adalah sumbatan tuba eustachius1. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah lebih mudah. Selain itu,
pencetus terjadinya OMA adalah infeksi saluran napas atas (ISPA). Pada anak,
semakin sering terkena infeksi saluran napas atas, kemungkinan terjadinya OMA
semakin besar. Anak lebih mudah terserang OMA dibandingkan orang dewasa karena
beberapa hal, yaitu bentuk tuba eustachius pada bayi atau anak lebih pendek, lebar
dan letaknya lebih horizontal, sistem kekebalan tubuh anak masih dalam
perkembangan, adenoid pada anak relatif lebih besar, posisi dekat muara tuba
sehingga mengganggu terbukanya tuba. Infeksi adenoid juga dapat menyebar ke
telinga tengah melalui tuba eustachius7,8.
Kuman penyebab utama OMA adalah bakteri piogenik, seperti Streptococcus
hemoliticus, Haemophilus influenzae (16-52%), Staphylococcus aureus (2%),
Streptococcus pneumoniae (27-52%), Moraxella catarrhalis (2-15%). Haemophilus
influenzae adalah bakteri patogen yang sering ditemukan pada anak-anak di bawah
usia 5 tahun1,8. Selain itu, kadang-kadang ditemukaan juga Escherichia colli,
Streptococcus anhemoliticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa.

Patofisiologi
Tuba eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah
dengan nasofaring. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drainase secret, dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna
untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah selalu sama dengan tekanan
udara luar. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka ketika oksigen
diperlukan masuk ke telinga tengah, pada saat mengunyah, menelan, dan menguap.
Pembukaan tuba dibantu oleh M. tensor veli palatini apabila perbedaan tekanan
antara 20-40 mmHg. Gangguan fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti

15
tuba terbuka abnormal, myoclonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi tuba. Obstruksi
tuba dapat terjadi oleh berbagai kondisi, seperti peradangan di nasofaring, peradangan
adenoid, atau tumor nasofaring. Gejala awal akibat obstruksi tuba adalah
terbentuknya cairan di telinga tengah1. Selain itu, obstruksi tuba juga dapat
disebabkan oleh alergi dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas atas,
seperti pilek atau radang tenggorokan. Alergi dapat menyebabkan obstruksi tuba
karena edema dan meningkatkan aktivitas sekresi pada mukosa telinga tengah. Infeksi
virus atau bakteri pada saluran nafas atas dapat menimbulkan penyebaran kuman ke
telinga tengah melalui tuba eustachius. Saat bakteri melalui tuba, kuman dapat
menyebabkan infeksi di saluran tersebut, sehingga terjadi pembengkakan/edema
jaringan di sekitar tuba atau obstruksi tuba9.
Faktor penyebab utama dari otitis media adalah sumbatan tuba eustachius.
Sumbatan pada tuba menyebabkan terganggunya fungsi ventilasi, sehingga tekanan
pada telinga tengah menjadi negatif. Tekanan negatif pada telinga tengah menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan kemudian terjadi transudasi cairan dan infiltrasi sel
inflamasi, serta mukosa memproduksi sekret lebih banyak, akhirnya terdapat
penumpukan secret di telinga tengah. Selain itu, sekret pada telinga tengah juga
terkumpul akibat fungsi mucosal clearance yang terganggu. Adanya sekret yang
terkumpul merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Fungsi tuba yang
terganggu menyebabkan pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah juga
terganggu, sehingga kuman masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan1,9.
Sekret/cairan yang terlalu banyak di dalam telinga tengah dapat merobek membran
timpani akibat tekanannya, sehingga menyebabkan gangguan pendengaran. OMA
dapat berkembang menjadi otitis media supuratif kronik apabila gejala tetap
berlangsung selama >2 bulan, hal ini berkaitan dengan faktor higiene, terlambat
pengobatan, dan daya tahan tubuh kurang baik7.

16
Gambar 14. Skema Pathogenesis Otitis Media1

Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5
stadium. Keadaan ini berdasarkan pada gambaran membran timpani yang diamati
melalui liang telinga luar. Stadium OMA antara lain :
1. Stadium oklusi tuba eustachius
Tanda adanya oklusi tuba adalah gambaran retraksi membran timpani akibat
terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah, akibat absorpsi udara. Kadang-
kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh
pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi1.
2. Stadium hiperemis (presupurasi)
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani tampak kemerahan/hiperemis serta
edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat eksudat yang serosa
sehingga sukar terlihat1.
3. Stadium supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulent di cavum timpani

17
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga bertambah hebat. Apabila tekanan nanah di cavum timpani tidak
berkurang, maka terjadi iskemia, akibat tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul
tromboflebitis pada vena-vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa.
Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Bila tidak dilakukan
insisi atau miringotomi pada stadium ini, kemungkinan besar membran akan
ruptur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi,
luka insisi akan menutup kembali, sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang
tempat ruptur tidak mudah menutup kembali1.
4. Stadium perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi
kuman yang tinggi, maka dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang
menjadi tenang, suhu badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak1.
5. Stadium resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka
resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK
bila perforasi menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.
OMA dapat menimbulkan gejala sisa berupa otisis media serosa bila sekret
menetap di cavum timpani tanpa terjadi perforasi1.

Manifestasi klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada
anak yang sudah bicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam liang telinga, dapat
18
disertai suhu tubuh yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar, atau pada orang dewasa, rasa nyeri dirasakan pada telinga
dan dapat terjadi gangguan pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa
kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil, gejala khas OMA ialah suhu tubuh yang
tinggi hingga 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba
anak menjerit waktu tidur, keluar cairan dari telinga, diare, kejang-kejang, sulit
makan, rewel, dan kadang-kadang anak memegang/menarik telinga yang sakit. Bila
terjadi ruptur membran timpani, maka sekret akan mengalir ke liang telinga, suhu
tubuh turun, dan anak tertidur tenang7,10. Tanda klinis yang dapat ditemukan, seperti
kemerahan dan gerakan terbatas pada membran timpani, membran timpani menonjol,
nyeri tekan telinga, cairan keluar dari telinga, efusi/pengumpulan cairan di telinga
tengah7.

Diagnosis
Penegakan diagnosis OMA dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan dapat dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pasien biasanya mengeluhkan gejala rasa penuh dan nyeri di telinga. Keluhan
seringkali diawali dengan batuk dan pilek pada anak atau adanya obstruksi/sumbatan
pada tuba eustachius. Pada stadium supurasi, pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat, sedangkan setelah
terjadinya perforasi membran timpani, anak yang tadinya gelisah menjadi tenang,
suhu badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak7.
Pemeriksaan fisik
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik dapat sesuai dengan stadium OMA:
1. Stadium oklusi: retraksi membran timpani. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat1.
2. Stadium hiperemis: pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau
seluruh membran timpani tampak hiperemis serta edema1.
3. Stadium supuratif: Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya
sel epitel superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di cavum timpani

19
menyebabkan membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Nekrosis pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan, dan tempat ini mudah terjadi ruptur1.
4. Stadium perforasi: ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari
telinga tengah ke telinga luar1.
5. Stadium resolusi: Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran
perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul1.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu endoskopi telinga,
kemudian dapat dilakukan tes kultur bakteri dengan melakukan aspirasi sekret dengan
teknik timpanosentesis. Kultur bakteri bermanfaat untuk menentukan antibiotik yang
sensitif terhadap kuman penyebab. Indikasi timpanosentesis untuk kultur, yaitu pada
pasien imunocompromise, kegagalan terapi akibat resistensi bakteri terhadap
antibiotik, dan terjadi komplikasi. Selain itu, dapat dilakukan audiometri untuk
menilai fungsi pendengaran dan timpanometri untuk menilai fungsi membran
timpani. CT-scan diperlukan untuk pemeriksaan dasar komplikasi intratemporal dan
intrakranial7,10.

Tatalaksana
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya1,7:
1. Stadium oklusi tuba: pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Terapinya diberikan
obat tetes hidung, seperti HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12
tahun) atau HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12 tahun). Sumber infeksi
dapat diobati dengan pemberian antibiotik apabila penyebab penyakit adalah
bakteri, bukan karena virus atau alergi.
2. Stadium presupurasi: pemberian antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik yang dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin. Terapi awal
diberikan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat

20
dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik
dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, dapat
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 500-100
mg/kgBB/hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari.
3. Stadium supurasi: selain terapi antibiotik, idealnya harus disertai miringotomi,
jika membran timpani masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih
cepat hilang dan ruptur dapat dihindari. Analgetik juga perlu diberikan untuk
mengurangi nyeri.
Miringotomi adalah tindakan insisi pada pars tensa membran timpani, agar
terjadi drainase sekret dari telinga tengah ke liang telinga luar. Lokasi miringotomi
adalah kuadran posterior-inferior.
4. Stadium perforasi: sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret
keluar secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci
telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret
akan hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam 7-10 hari.
5. Stadium resolusi: membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada
lagi, dan perforasi membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi,
biasanya akan tampak sekret mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di
membran timpani. Keadaan ini dapat disebabkan karena berlanjutnya edema
mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian, antibiotika dapat dilanjutkan
sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret tetap banyak,
kemungkinan telah terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut dengan keluar sekret
dari telinga tengah lebih dari 3 minggu, maka keadaan ini disebut otitis media
supuratif subakut. Bila perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu
setengah bulan atau dua bulan, maka keadaan ini disebut otitis media supuratif
kronik.
Penatalaksanan komplikasi OMA yaitu pemberian antibiotik spektrum luas
(broad spektrum), seperti ampisilin, metronidazol dengan sefalosporin generasi
ketiga, atau pembedahan seperti mastoidektomi7,9.

21
Komplikasi
Komplikasi otitis media akut dapat terjadi melalui penyebaran hematogen,
melalui jalan/saluran yang sudah ada, seperti fenestra rotundum, meatus akustikus
internus, duktus perilimfatik dan endolimfatik, serta melalui erosi tulang. Komplikasi
OMA dibagi menjadi komplikasi intratemporal dan komplikasi intrakranial.
Komplikasi intratemporal terdiri dari mastoiditis akut, komplikasi yang paling sering
ditemukan pada usia <3 tahun; petrositis; labirinitis serosa atau supuratif; paralisis
fasialis; serta perforasi membran timpani yang ditandai dengan ottorhea, dapat
mengiritasi liang telinga dan menyebabkan infeksi telinga luar. Komplikasi
intrakranial seperti meningitis, encephalitis, hidrosefalus otikus, abses otak,
ektradural abses, subdural empiema, serta trombosis sinus lateralis7.
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses
sub-periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi
OMSK. Pengobatan antibiotik mengalami penurunan angka kematian yang terkait
komplikasi OMA1.

Prognosis
Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat
terjadi walaupun tanpa pengobatan. Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan
membran perlahan-lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret
akan berkurang dan akhirnya kering. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat
menimbulkan gejala sisa berupa otisis media serosa bila sekret menetap di cavum timpani
tanpa terjadi perforasi. Diangnosis dini dan pengobatan efektif memberikan prognosis
yang baik1.

22
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien
Nama : AD
Umur : 3 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Monjok, Mataram
Agama : Islam
Pekerjaan :-
No. RM : 029143
Tanggal Pemeriksaan : 27 April 2019

Anamnesis
a. Keluhan utama :
Keluar cairan pada telinga sebelah kiri
b. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT RSUP NTB dengan keluhan keluar cairan
pada telinga sebelah kiri sejak ± 3 minggu yang lalu. Cairan yang keluar dari
telinga berwarna hijau muda dan sedikit kental. Menurut pengakuan ibu
pasien, anaknya cukup sering mengalami batuk pilek dan terkadang disertai
keluar cairan dari telinga kiri atau kedua telinga saat atau setelah pasien
terserang batuk pilek, lalu cairan yang keluar bisa sembuh/berhenti sendiri
tanpa diberikan obat. Sekitar seminggu yang lalu pasien mengalami pilek
ringan dan sekarang sudah sembuh. Ibunya juga mengatakan pasien pernah
merasakan nyeri saat dipegang telinga kirinya beberapa hari sebelum ke poli.
Saat datang ke poli, kondisi pasien tidak sedang demam, batuk pilek, dan
tidak merasakan nyeri pada telinga. Keluhan penurunan pendengaran, telinga
berdenging, dan sakit kepala atau pusing berputar disangkal.

23
c. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan serupa ketika pasien berusia sekitar 6 bulan.
Cairan yang keluar dari telinga kiri dan kanan, warnanya juga hijau muda. Pada saat itu
pasien demam, rewel dan tidak mau makan/minum. Ibu pasien membawa anaknya
ke dokter dan diberikan obat tetes telinga. Setelah pengobatan kondisi pasien
membaik dan keluhan serupa jarang timbul lagi. Riwayat operasi pada telinga,
hidung, dan tenggorokan disangkal. Pasien pernah dirawat di rumah sakit
karena diare.
d. Riwayat penyakit keluarga :
Keluhan serupa pada keluarga disangkal, riwayat hipertensi (-), diabetes melitus
(kakek pasien), penyakit jantung (-), penyakit paru (-), riwayat asma (-)
e. Riwayat alergi :
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal.
f. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah diberikan obat tetes telinga saat usia 6 bulan, sementara untuk
keluhan saat ini pasien belum pernah mengkonsumsi obat-obatan ataupun
menggunakan tetes telinga.

Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos mentis
 GCS : E4V5M6
 Tanda vital
TD :- BB : 15 kg
HR : 84 x/menit TB : 95 cm
RR : 20 x/menit

Suhu : 36,8oC

24
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga

No. Pemeriksaan Telinga kanan Telinga kiri


Telinga
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-), batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-) nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga hiperemis (-), edema (-), hiperemis (-), edema (-),
furunkel (-), serumen (-), furunkel (-), serumen (-),
sekret (-) sekret (+) warna hijau muda

4. Membran Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),


timpani hiperemi (-), edema (-), MT hiperemi (+), edema (-), MT
intak (+), cone of light (+), intak (-), cone of light (+)
warna putih keabuan, menurun, warna suram (+),
kolesteatoma (-), perforasi kolesteatoma (-), perforasi
(-). (+)

25
Pemeriksaan hidung

Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri


Hidung luar Bentuk (dbn), inflamasi (-), Bentuk (dbn), inflamasi (-),
nyeri tekan (-), deformitas (-) nyeri tekan (-), deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi dbn, ulkus (-) dbn, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (dbn), mukosa Bentuk (dbn), mukosa
hiperemia (-) hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa hiperemia (-) , sekret Mukosa hiperemia (-) , secret
(-), massa (-) (-), massa (-)
Konka nasi inferior Kongesti (-), sekret (+) Kongesti (-), sekret (+)
serous Serous
Septum nasi Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing(-),
perdarahan (-), ulkus (-) perdarahan (-), ulkus (-)
Palpasi sinus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
maksila dan frontal

26
Pemeriksaan Tenggorokan

Mukosa Bukal berwarna merah muda, hiperemia (-)


Lidah Normal
Uvula Normal
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), membran (-), granul (-)
Tonsila palatina Hiperemia (-), ukuran T1-T1, kripte melebar (-), detritus (-)

Assessment
Otitis media akut stadium perforasi aurikula sinistra

Planning
Terapi
 Tarivid tetes telinga 2x1 tetes AS
 Cefixime sirup 2x1 cth
 Demacolin sirup 3x1 cth

27
KIE kepada pasien
 Menjaga telinga tetap kering dan menjaga air tidak masuk ke telinga sewaktu
mandi dengan cara menutup telinga dengan kapas sewaktu mandi, dilarang
berenang untuk sementara waktu.
 Mengkonsumsi obat sampai habis terutama obat antibiotic dan datang kontrol
kembali.
 Dilarang mengorek telinga terlalu sering dengan cotton buds untuk
mempercepat proses penyembuhan.
 Jika ingin minum susu, usahakan jangan pada saat posisi anak sedang
berbaring. Minum sebaiknya sambil duduk.
 Obat tetes hanya ditetes pada telinga kiri, telinga yang sakit saja.

Prognosis
a. Quo ad vitam : bonam
b. Quo ad functionam : bonam
c. Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

28
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, diagnosis otitis media akut stadium perfotasi aurikula sinistra
ditegakkan melalui proses anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
menggunakan endoskopi telinga. Pada anamnesis, pasien datang dengan keluhan
utama keluar cairan berwarna hijau muda dari telinga kirinya sejak sekitar 3 minggu
yang lalu. Pasien cukup sering mengalami batuk pilek dan terkadang disertai keluar
cairan dari telinga kiri atau kedua telinga saat atau setelah pasien terserang batuk
pilek, lalu cairan yang keluar bisa sembuh/berhenti sendiri tanpa diberikan obat.
Menurut pengakuan ibunya, sekitar seminggu yang lalu pasien mengalami pilek
ringan, namun saat ini sudah sembuh.
Hal ini sesuai dengan gejala yang muncul pada otitis media akut, yaitu keluar
secret dari telinga yang sakit. Faktor predisposisi untuk otitis media akut yang terjadi
pada anak adalah inspeksi saluran napas atas. OMA sering terjadi pada anak-anak.
Jika anak sering mengalami infeksi saluran napas atas, maka kemungkinan terjadinya
OMA semakin besar. Hal ini disebabkan oleh bentuk tuba eustachius pada anak lebih
pendek, lebar dan letaknya lebih horizontal dibandingkan dengan orang dewasa,
sehingga penyebaran infeksi lebih mudah dari saluran napas atas ke telinga tengah
melalui tuba eustachius. Saat bakteri melalui tuba, kuman dapat menyebabkan infeksi
di saluran tersebut, sehingga terjadi pembengkakan/edema jaringan di sekitar tuba
atau obstruksi tuba. Obsruksi tuba ini menyebabkan tekanan pada telinga tengah
menjadi negatif, kemudian terjadi transudasi cairan dan akhirnya terdapat
penumpukan secret di telinga tengah. Adanya sekret yang terkumpul merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, sehingga secret semakin lama dapat
berubah menjadi eksudat/purulen.
Pada pasien secret sudah berwarna hijau muda dan sudah mengalir keluar ke
liang telinga. Hal ini menandakan sekret sudah berubah menjadi eksudat dan
membrane timpani sudah ruptur/ robek. Gambaran klinis yang dapat dilihat pada
stadium perforasi, yaitu anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu
badan turun, dan anak dapat tertidur nyenyak. Ibu pasien juga mengatakan bahwa

29
pasien sekitar seminggu yang lalu pernah rewel dan nyeri dirasakan pada telinga kiri.
Gejala ini dapat muncul saat stadium supurasi (sebelum terjadi stadium perforasi).
Pada pemeriksaan fisik di telinga kiri sudah tidak didapatkan nyeri tekan pada
tragus ataupun nyeri tarik daun telinga, dan ditemukan sekret warna hijau muda pada
liang telinga. Pada penggunaan otoskop gambaran perforasi tidak tampak jelas,
namun setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi telinga kiri, membrane timpani
intak, terlihat sedikit hiperemis, warna suram, dan reflek cahaya menurun, serta
terdapat perforasi ukuran kecil pada pars tensa. Hal ini sesuai dengan tanda yang
didapatkan pada OMA stadium perforasi. Perforasi membrane timpani yang kecil
dapat cepat sembuh/resolusi, biasanya tanpa terbentuk jaringan parut, tetapi kadang-
kadang terbentuk parut atrofi kecil yang menjadi titik lemah pada mambran timpani.
Titik lemah ini sewaktu-waktu dapat ruptur kembali bila terjadi infeksi lagi, dan lebih
cepat mengeluarkan secret telinga tetapi hanya disertai otalgia ringan.
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu, obat tetes telinga Tarivid 2x1 tetes pada
telinga kiri, Cefixime sirup 2x1 sendok teh, dan Demacolin sirup 3x1 sendok teh. Terapi yang
diberikan adalah antibiotik untuk mengatasi infeksi oleh bakteri, dan dekongestan
untuk mengatasi gejala pada hidung akibat riwayat pilek sebelumnya utuk
mengembalikan fungsi tuba. Selain itu, telinga pasien juga dibersihkan dengan larutan
H2O2.
Prognosis pada pasien tergantung dari pengobatan yang diterima pasien.
Apabila pengobatannya adekuat, pasien teratur meminum obat, teratur kontrol, dan
menghindari faktor resiko lainnya, maka kondisi pasien dapat membaik dan proses
resolusi membrane timpani dapat kembali utuh, serta tidak timbul komplikasi.

30
BAB V
PENUTUP

Pada kasus ini, diagnosis otitis eksterna difusa dekstra dan otitis media akut
ditegakkan melalui proses anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan endoskopi
telinga. Pasien mengeluhkan keluar cairan berwarna hijau muda pada telinga kiri
sejak sekitar 3 minggu yang lalu, tanpa disetai demam. Pasien memiliki riwayat
pasien sering batuk pilek. Hal ini menjadi faktor predisposisi untuk otitis media akut.
Selain itu, bentuk anatomis tuba eustachius pada anak-anak yang lebih pendek, lebar,
dan lebih horizontal memudahkan penyebaran infeksi pada kasus infeksi saluran
nafas atas.
Hasil pemeriksaan fisik pada telinga didapatkan perforasi ukuran kecil pada
membrane timpani telinga kiri, tampak sedikit hiperemis, warna suram, dan reflek cahaya
menurun. Anak juga terlihat tenang dan tidak merasa kesakitan. Hal ini sesuai dengan tanda
dan gejala pada otitis media dengan stadium perforasi.
Terapi yang diberikan adalah antibiotik untuk mengatasi infeksi oleh bakteri,
dekongestan untuk mengatasi gejala pada hidung dan mengembalikan fungsi tuba,
dan telinga dibersihkan dengan larutan H2O2. Pengobatan yang adekuat memberikan
prognosis baik, karena perforasi yang kecil perlahan-lahan dapat kembali normal.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, and Restuti RD. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012.
2. Adam GL, Boies LR and Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 2014
3. Saladin, S.K. Anatomy and Physiology. Edisi 6. New York: McGraw-Hill, 2012.
4. Drake, R.L., Vogi, A.W., and Mitchell, A.W. Anatomy for Students. Edidi 3.
New York: Student Consult, 2013.

5. Moore KL, Dalley AF and Agur AMR. Clinically Oriented Anatomi. 6th
Edition. New York: Wolters Kluwer Health, 2010.
6. Tortora, G.J. and Derrickson, B. Principle of Anatomy and Physiology. Edisi 12.
New York: Wiley, 2009.
7. Ghanie, A. Penatalaksanaan Otitis Media Akut pada Anak. Departemen Ilmu
Kesehatan Telinga, Hidung, Teggorokan, Kepala dan Leher Fakultas Kedokeran
Universitas Sriwijaya. 2010.
8. Aljohani, Z., et al. Otitis Media Causes and Management. International Journal of
Community and Medicine and Public Health. 2018, 5(9): pp. 1-6
9. Illechukwu, G.C., et.al. Otitis Media in Children. Journal of Pediatrics. 2014, 4:
pp. 47-53.
10. Shawabka, et al. Acute Otitis Media - An Update. Journal of Otolaryngology.
2017. 8(4): pp. 1-6.
11. Thomas, J.P., Berner, R., Zahnert, T., and Dazert, S. Acute Otitis Media – A
Structured Approach. 2014, 111(9): pp. 151-160.

32

Anda mungkin juga menyukai