Anda di halaman 1dari 20

TUGAS

KIMIA KLINIK

(CARDIAC MARKER)

OLEH

NUNUNG AGUSTINA

P27834118098

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SURABAYAJURUSAN ANALIS KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIV ALIH JENJANG ANALIS KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK
2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada memerlukan diagnosis yang cepat

dan akurat. Konfirmasi dan identifikasi adanya infark miokard akut (IMA) adalah hal yang

mendasar, karena berkaitan dengan penempatan dan perawatan pasien secara tepat. Tujuan

diagnosis yang cepat dan akurat adalah untuk segera memberikan terapi semua pasien IMA

dengan intervensi yang tepat. Terapi trombolisis dan atau angioplasti koroner segera pada

pasien IMA terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas. Terapi trombolisis dalam satu jam

pertama setelah onset nyeri menurunkan mortalitas sampai 90%, sedangkan pada 10 hingga

12 jam penurunan mortalitasnya rendah.

Diagnosis IMA didasarkan atas didapatkannya dua atau lebih dari 3 kriteria yaitu: adanya

nyeri dada, perubahan elektrokardiografi (EKG) dan peningkatan petanda biokimia. Tetapi

kriteria diagnostik ini mempunyai keterbatasan. Banyak pasien salah didiagnosis sebagai IMA

atau sebaliknya, didiagnosis bukan IMA. Didapatkan kira-kira 5% pasien dengan IMA

secara tidak disengaja dipulangkan atau dikeluarkan dari perawatan intensif. Kondisi ini

disebabkan hanya sekitar 22% pasien IMA yang mempunyai tanda dan gejala yang tipikal.

Dalam suatu penelitian didapatkan, sekitar 70% sampai 80% pasien yang didiagnosis IMA

mengeluh nyeri dada iskemik pada saat datang. Ternyata hanya 25% pasien mengalami infark,

30% dengan angina tidak stabil (ATS) dan sisanya adalah pasien yang mungkin tidak perlu

rawat inap.
Diagnosis IMA pada pasien tua biasanya sulit karena seringkali dengan gejala yang

minimal dan tidak khas. EKG kurang sensitif terhadap IMA, karena sebagian besar pasien

menderita IMA tanpa elevasi segmen ST. Laporan tentang akurasi EKG pada diagnosis IMA

berkisar antara 18-93% tergantung pada apakah pemeriksaan tunggal atau serial dan apakah

pasien ‘borderline’ diikutkan atau dikeluarkan dari penelitian.

Selama lebih dari 20 tahun, standard emas untuk mendeteksi IMA adalah pengukuran

creatine kinase isoen- zyme MB (CK-MB) dalam serum. Peningkatan maupun penurunan CK-

MB serial sangat berkaitan dengan IMA. Tetapi petanda enzim ini tidak kardiospesifik, dapat

meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitif untuk memprediksi IMA pada 0-4 jam

setelah nyeri dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien dengan onset IMA yang lama. Di

samping itu CK-MB juga tidak bisa mendeteksi adanya jejas miokard yang kecil, yang berisiko

tinggi untuk IMA dan kematian jantung mendadak.

Keterbatasan CK-MB membuat petanda biokimia yang banyak diteliti dan lebih disukai

untuk mendeteksi adanya kerusakan otot jantung adalah troponin jantung (T atau I). Troponin

jantung hampir spesifik absolut terhadap jaringan miokard dan mempunyai sensitivitas yang

tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis miokard yang kecil (mi- croscopic zone).

Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan IMA non-Q atau ATS, troponin serum

dapat digunakan untuk stratifikasi risiko mortalitas dan kejadian kardiak jangka pendek dan

jangka lama. Penggunaan TnI/ TnT belum dipakai secara rutin di rumah sakit di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Creatin Kinase

CK-MB menjadi suatu alat yang penting dalam mengevaluasi suatu Infrack Miokardial

dan sindroma koroner akut. CK-MB adalah 1 dari 3 isoenzim dimerik yang terdiri dari

aktivitas total CK. Seluruh sitoplasmik CK disusun oleh sub unit M dan/atau B yang saling

berhubungan membentuk isoenzim CK-MM, CK-MB, dan CK-BB. CK-MM sebagian besar

berada di otot lurik, keduanya yaitu pada otot skelet dan miokard.

CK-MB adalah bentuk jaringan dan awalnya dilepaskan oleh miokardium setelah MI.

Kemudian berubah di serum menjadi isoform CK-MB1. Hal ini terjadi segera setelah gejala

terjadi. Pada pasien yang memiiiki penyakit jantung, sebagai contoh: jantung koroner, infark

miokard, sterosis aorta, penyakit pembuluh darah koroner (CAD), atau keduanya, isoenzim

CK-MB sekitar 20% lebih dari total CK di dalam jaringan, dimana kandungan CK-MB hanya

0-3% dari total CK di otot skeletal. Hal ini patut diperhatikan bahwa pada individu normal

memiliki presentase CK-MB yang lebih rendah sekitar 1,1 %. "Total CK" mengenai aktivitas

kumulatif pada isoenzim MM, MD, dan BB pada sampel pasien.

Saat ini, CK-MB telah dianggap penanda biokimia yang unggul pada trauma miokard,

sebagai contoh telah menjadi dasar perbandingan penanda lainnya. Meskipun CK-MB

memiliki nilai diagnostik yang spesifik untuk trauma miokard, otot skeletal memiliki

keduanya yaitu aktivitas total CK yang tinggi per gramnya dan mungkin memiliki lebih dari

3 % CK-MB. Potensial yang non spesifik ini, terjadi pada sebagian pasien dengan trauma otot

skeletal dan otot miokard secara bersamaan.


Pemaparan saat ini menunjukkan bahwa hubungan CK-MB dan miokard ditetapkan

dengan nilai terendahnya 2% dan tingginya 5% bergantung pada variabilitas keduanya, dalam

terminologi sebagai numerator dan denominator pada index relative. Karakteristik

peningkatan dan penurunan CK-MB pada pengukuran secara serial merupakan patognomonis

untuk mendiagnosis Infract Miokardial (IM). Peningkatan pertama CK-MB setelah IM

membutuhkan 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam pasca infark.

CKMB mass dilaporkan pada 50% diagnosis IM setelah 3 jam pasca onset dan lebih dari 90%

setelah 6 jam. Untuk diagnosis dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi, sampel serial

dibutuhkan selama periode 8-12 jam.

1. Sensitivitas dan Spesifikasi

Sensitivitas CK-MB sangat baik (hampir 100%) dengan spesifisitas agak rendah.

CKMB, isoensim dari CPK, memiliki tingkat spesifisitas yang lebih tinggi dari CPK.

Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot jantung. CK-

MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-coronary obstructive

myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi.

CKMB sebagai standard emas diagnosis IMA mempunyai keterbatasan, yaitu tidak

kardiospesifik, dapat meningkat pada trauma otot, tidak cukup sensitif untuk

memprediksi IMA pada 0-4 jam setelah nyeri dada dan tidak mendeteksi jejas pada pasien

dengan onset infark yang lama. Adanya nekrosis miokard yang kecil tidak terdeteksi pada

EKG maupun oleh CK-MB dan menunjukkan risiko tinggi IMA dan kematian mendadak

jangka pendek maupun jangka panjang.


Faktor-Faktor yang Terlibat dalam Aktivitas CK-MB dalam Serum

Yang terpenting adalah mengetahui kapan kedua ensim ini akan meningkat, kapan

puncaknya, dan kapan akan kembali normal, sehingga pemeriksaan yang dilakukan

memiliki nilai diagnostik dan tidak sia-sia dilakukan. Contohnya, akan percuma jika

dilakukan pemeriksaan CKMB pada hari keempat setelah serangan.

2. Tes CK-MB

Tes CKMB dilakukakn untuk mendeteksi peradangan otot (miositis) atau

kerusakan otot serius dan / atau untuk mendiagnosa rhabdomyolysis jika seseorang

memiliki tanda-tanda dan gejala, seperti kelemahan otot, nyeri otot, dan urin gelap. Urine

mungkin gelap karena adanya mioglobin, zat lain yang dirilis oleh otot-otot yang rusak
yang dapat merusak ginjal. CK dapat diatur dengan sendirinya atau bersama dengan tes

kimia darah lainnya seperti elektrolit, BUN atau kreatinin (untuk mengevaluasi fungsi

ginjal). Jika kadar CK tinggi dan lokasi kerusakan otot tidak jelas, maka seorang praktisi

kesehatan dapat menggunakan isoenzim CK atau CK-MB sebagai tes tindak lanjut, untuk

membedakan antara tiga jenis (isoenzim) CK: CK-MB (ditemukan terutama di otot

jantung), CK-MM (ditemukan terutama di otot rangka), dan CK-BB (ditemukan terutama

di otak, dalam darah, terutama dari otot-otot halus, termasuk di usus, rahim atau plasenta).

Tes CKPM dapat dilakukan dengan metode Kimia Klinik. Prinsip dari tes CKMB

ini merupakan penggunaan reagen kimia untuk penentuan kuantitatif isoenzim creatine

kinase-MB dalam serum dan plasma manusia dengan Beckman Coulter AU analisis.

Daftar lengkap parameter uji dan prosedur operasional dapat ditemukan di Panduan

Pengguna sesuai dengan analisa.

Sub unit CK–MM dihambat oleh antibodi spesifik dan hanya aktivitas sub unit CK-

MB yang setara dengan setengah aktivitas iso enzim MB yang diperiksa dengan

cara kinetik enzimatik. Creatin phosphat dan ADP dengan adanaya enzim creatin kinase

akan berubah menjadi creatin dan ATP, dimana ATP ini bersama glukosa oleh enzim

heksokinase diubah menjadi glukosa-6-phosphat dan ADP. Glukosa-6-fosfat teroksidasi

oleh aksi dari enzim dehidrogenase glukosa-6-fosfat (G6P-DH) dengan pengurangan

simultan dari koenzim nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADP) untuk

memberikan NADPH dan 6-fosfoglukonat. Tingkat kenaikan absorbansi pada 340/660

nm karena pembentukan NADPH berbanding lurus dengan aktivitas CK-MB dalam

sampel. Nilai Normal : < 24 U/L


a. Dynamic Range

Prosedur CK-MB adalah linear 10-2000 U / L. Sampel yang melebihi batas

atas linearitas harus diencerkan dan diulang. Sampel dapat diencerkan, diulang dan

dikalikan dengan faktor pengenceran otomatis memanfaatkan RUN AUTO

REPEAT.

Kapasitas penghambatan antibodi anti-CK-M adalah > 99% pada tingkat CK-

MM 8000 U / L. Dalam sampel dimana total aktivitas CK melebihi 8000 U / L, CK-

MB harus diukur dengan menggunakan sampel pra-diencerkan untuk memastikan

penghambatan memadai CK-MB


b. Reagen

c. Persiapan Reagen

R1: Pastikan Transfer lengkap R1-2 ke R1-1 dengan menuangkan suatu aliquot

dari buffer R1-1 ke R1-2, dicampur perlahan, kemudian ditransfer seluruh isi kembali

ke R1-1. Dicampur dengan per sebelum menempatkan di papan instrumen.

R2: Reagen siap digunakan dan dapat ditempatkan secara langsung di papan

instrumen. Tidak ada persiapan yang diperlukan.

d. Penyimpanan dan Stabilitas

1) Reagen yang belum dibuka stabil sampai tanggal kedaluwarsa yang tercetak

pada label bila disimpan pada 2-8 ° C.

2) Reagen yang telah dibuka stabil selama 30 hari bila disimpan dalam

kompartemen berpendingin dari analyzer.

Kadar CK yang tinggi, atau yang meningkat dari sampel pertama ke kedua,

secara umum menunjukkan bahwa telah ada beberapa kerusakan otot baru-baru ini

tetapi tidak akan menunjukkan lokasinya. Orang mungkin memiliki tingkat

peningkatan CK yang signifikan, tergantung pada tingkat keparahan kerusakan otot.


Mereka yang memiliki rhabdomyolysis mungkin memiliki tingkat CK sebanyak 100

kali tingkat normal.

Untuk memberikan spesifitas jantung yang terbaik pada pengukuran CK-MB,

Indeks relative CK-MB sering dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini :

CK-MB Index = 100% (CK-MB/Total CK)

Tingkat CK yang normal dapat menunjukkan bahwa belum ada kerusakan otot

atau yang terjadi beberapa hari sebelum pengujian. peningkatan kadar CK secara

normal dapat dilihat setelah latihan berat seperti di angkat berat, olahraga kontak,

atau sesi latihan panjang.

Untuk meningkatkan ketelitian penentuan diagnosis IM dapat digunakan rasio

antara CK-MB dengan CK total. Apabila kadar CK-MB dalam serum melebihi 6 –

10 % dari CK total, dan tes-tes tersebut diperiksa selama 36 jam pertama setelah

onset penyakit, maka diagnosis IMA dapat dianggap hampir pasti.

3. Spesimen

Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum atau plasma

heparin dari darah vena. Pengambilan darah untuk uji CK dan CK-MB sebaiknya

dilakukan sebelum dilakukan injeksi intra muscular (IM). Sampel serum atau plasma

harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah pencemaran oleh adenilat kinase) dan

disimpan dalam keadaan beku apabila tidak langsung diperiksa. Serum atau plasma dapat

digunakan untuk imunoassay CK-MB; antigen stabil pada suhu kamar selama beberap
jam sampai beberapa hari, walaupun anlisis harus segera dilakukan untuk menghasilkan

informasi yang signifikan secara klinis.

4. Nilai Rujukan

DEWASA

- Pria : 5 – 35 µg/ml, 30 – 180 IU/l, 55 – 170 U/l pada suhu 37°C (satuan SI)

- Wanita : 5 – 25 µg/ml, 25 – 150 IU/l, 30 – 135 U/l pada suhu 37°C (satuan SI)

ANAK

- Neonatus : 65 – 580 IU/l pada suhu 30°C,

- Anak laki-laki : 0 – 70 IU/l pada suhu 30°C,

- Anak perempuan : 0 – 50 IU/l pada suhu 30°C

Catatan : nilai rujukan tergantung metode yang digunakan, konsultasikan dengan

laboratorium yang bersangkutan.

5. Masalah Klinis

Keadaan yang mempengaruhi peningkatan kadar kreatin kinase :

a. Peningkatan Besar (Lebih dari 5 kali Normal) :

Distrofi otot Duchenne, polimiositis, dermatomiositis, infark miokardium akut

(IMA)

b. Peningkatan Ringan – Sedang (2-4 kali Normal) :

Infark miokardium akut (IMA), cedera iskemik berat; olah raga berat, taruma, cedera

serebrovaskuler (CVA), tindakan bedah; delirium tremens, miopatik alkoholik;

infark paru; edema paru (beberapa pasien); hipotiroidisme; psikosis agitatif akut.

Pengaruh obat : Injeksi IM, deksametason (Decadron), furosemid (lasix), aspirin

(dosis tinggi), ampisilin, karbenisilin, klofibrat.


CK isoenzim :

a. CK-MM : Distrofi muskular, delirium tremens, cedera/trauma remuk, status bedah

dan pasca bedah, aktifitas berat, injeksi IM, hipokalemia, hemofilia, hipotiroidisme.

b. CK-MB : Infark miokardium akut, angina pektoris berat, bedah jantung, iskemia

jantung, miokarditis, hipokalemia, defibrilasi jantung.

c. CK-BB : CVA, perdarahan subaraknoid, kanker pada otak, cedera otak akut, sindrom

Reye, embolisme dan infark paru, kejang.

6. Faktor yang Mempengaruhi Temuan Laboratorium

a. Injeksi IM dapat menyebabkan peningkatan kadar CK/CPK total.

b. Hemolisis pada sampel.

c. Aktifitas berat dapat menyebabkan peningkatan kadar.

d. Trauma dan tindakan bedah dapat meningkatkan kadar.

B. Troponin T

Troponin T merupakan protein jantung yang di ketahui sebagai tanda paling spesifik

dan sensitif pada saat ini. Troponin T dalam darah terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk

bebas dan bentuk terikat. Karena berada dalam dua bentuk ini maka gambaran kadar troponin

T setelah serangan IMA menjadi bifasik yaitu terdapat dua puncak pada grafik yang

menggambarkan peningkatan kadar troponin T Puncak pertama disebabkan oleh troponin T

yang bebas dalam sarkoplasma masuk dalam darah dan ketika fraksi bebas habis terjadi

penurunan Troponin T plasma secara cepat. Sementra itu Troponin T yang terikat pada

filamen aktin akan mengalami proses dissosiasi. Akibatnya terjadi pelepasan Troponin T dan
masuk ke dalam darah sekali lagi. Karena konsentrasi Troponin T yang terikat pada filmen

aktin jumlahnya jauh lebih besar dari Troponin T bebas maka penurunan kadar Troponin

plasma sangat lambat. Kenaikan konsentrasi yang begitu lama sangat bermanfaat untuk pasien

yang tidak periksa pada waktu permulaan Infark Miokard akut oleh karena pada waktu itu

kadar aktifitas enzim CK dan Enzim CKMB dalam plasma sudah menunjukan harga normal.

Pada orang sehat TnT tidak dapat di deteksi atau terdeteksi dalam kadar yang sangat

rendah dalam serum. Pada penelitian terhadap 112 orang sehat didapatkan 76% TnT serum

tidak terditeksi, 20% TnT lebih kurang 0,05% ng/ml dan 4% TnT serum antara 0,05 ng/ml–

0,1ng/ml. Oleh karena itu troponin T dalam sirkulasi merupakan pertanda yang sangat sensitif

dan spesifik bila terdapat kerusakan sel miokard.

Pada IMA TnT dalam serum mulai meningkat dalam 1 minggu sampai 10 jam (median

4 jam) setelah serangan IMA dan pada beberapa penderita kenaikan kadar ini dapat

berlangsung lebih dari 3 minggu. Katus dkk, mendapat 5% dari penderita IMA menunjukan

kadar Tnt terjadi 3 jam setelah serangan IMA dan peningkatan kadar TnT ini bertahan sampai

lebih 130 jam. Murray pada penelitiannya mendapatkan bahwa TNT dapat di deteksi 3 – 4

jam setelah kerusakan miokard dan kadar TnT tetap meningkat dalam serum, 1 sampai 2

minggu. Karena peningkatan kadar IMA terjadi pada waktu yang cukup cepat dan peningkatan

ini berlangsung cukup lama maka pemeriksaan kadar TnT merupakan metode yang sensitif

dan spesifik untuk diagnosis dini IMA dan juga untuk diagnosis IMA pada penderita yang

tidak di periksa pada waktu permulaan IMA.

1. Struktur Troponin T

Troponin adalah suatu protein regulator yang terdapat pada filamen tipis aparatus

kontraktil otot bergaris. Terdiri dari 3 subunit, yaitu troponin T (39 kDa), troponin I (26
kDa), dan troponin C (18 kDa). Tiap-tiap komponen troponin memainkan fungsi yang

khusus. Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat aktivitas ATPase aktomiosin

dan troponin T mengatur ikatan troponin pada tropomiosin. Setiap subunit troponin

mempunyai berbagai isoform tergantung pada tipe otot dan dikode oleh sebuah gen yang

berbeda. Isoform yang spesifik kardiak dan otot bergaris diekspresikan pada otot jantung

dan otot bergaris pada dewasa. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan

pada otot jantung berbeda dengan struktur tropo- nin pada otot skeletal, sedangkan struktur

troponin C pada otot jantung dan skeletal identik.

Gambar 1. Struktur filamen tipis. A. ‘Tulang punggung” filamen tipis tampak


pada pandangan longitudi nal, F-actin yang terdiri dari 2 untai monomer aktin
(rantai biru dan putih). Kompleks tropo- nin yang tiap meolekulnya tersusun
dari tropo nin C, I dan T tersebar dengan interval kira-kira 400-A. Molekul
tropomiosin berada diantara 2 untai aktin. B. Irisan melintang filamen tipis
pada tempat komplek troponin menunjukkan kemungkinan hubungan antara
aktin, tropomio- sin dan 3 komponen dari kompleks troponin.

Subunit troponin T (TnT) dan troponin I (TnI) mem- punyai isoform jantung, slow

and fast twitch skeletal. Susunan asam amino subunit TnT isoform fast twitch pada otot

skeletal dan isoform jantung berbeda. Perbedaan isoform tersebut terletak pada residu asam
amino 6-11. Sedangkan isoform slow twitch skeletal TnT diduga identik dengan isoform

jantung, sehingga sering terjadi reaksi silang. TnI mempunyai 3 isoform yaitu 1 isoform

jantung dan 2 isoform otot skeletal (masing-masing 1 isoform slow-twitch dan fast twitch

otot skeletal). Ketiga bentuk isoform TnI tersebut dikode oleh 3 gen yang berbeda.

Isoform otot jantung TnI menunjukkan perbedaan 40% dengan isoform TnI otot skel- etal.

Manusia mempunyai 31 gugus asam amino yang membentuk TnI dengan gugus terminal

N-nya tidak ditemui pada isoform TnI otot skeletal. Perbedaan asam amino tersebut

dipakai sebagai dasar untuk pembuatan reagen yang spesifik untuk otot jantung.

2. Pemeriksaan Kadar Troponin T

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengukur kadar troponin plasma.

Dalam makalah ini akan di utarakan prosedur pengukuran kadar troponin T saja, sebab

sudah lebih banyak di ketahui mengenai manfaat troponin T sebagai petanda infark

jantung dibandingkan dengan troponin C dan troponin I yang penggunaannya masih

dalam penelitian.

Ada dua cara pengukuran kadar troponin T plasma yaitu secara Elisa (prinsip Biotin

– Streptavidin) dan secara Rapid Assay (yaitu trop T RA).

3. Prinsip Pemeriksaan Troponin T Secara Elisa

Pemeriksaan kadar TnT Elisa dengan prinsip Sandwich menggunakan teknik biotin

– Streptavidin. Pada tabung bagian dalamnya di lapisi streptavidin dimasukan serum

penderita dan larutan inkubasi yang antara lain mengandung anti berlabel biotin dan anti

biotin TnT berlabel enzim. Biotin akan berikatan dengan streptavidin. Selanjutnya TnT

yang terdapat pada serum penderita akan berikatan dengan anti TnT berlabel dengan anti

TnT berlabel Biotin yang terikat streptavidin pada satu sel dan pada sisi lainnya berikatan
dengan anti TnT berlabel enzim. Setelah itu tabung di cuci dengan larutan pencuci dan

kemudian ditambahkan subtrat ABTS dan H2O2. bila dalam serum penderita terdapat TnT

yang dapat di baca dengan fotometer pada panjang gelombang 405 nm, pemeriksaan TnT

Elisa menggunakan alat Automotik Elisa Analyzer ES 33.

Setelah alat dinyalakan masukkan selang – selang yang tersedia kedalam tabung –

tabung yang berisi reagensi menurut urutan yang ditunjukan pada layar monitor. Pipet

masing – masing 200 uL 6 standar, 2 kontrol Tnt dan sampel yang akan di periksa masing

– masing ke dalam tabung streptavidin. Selanjutnya alat akan bekerja secara otomatis

sampai didapatkan hasil pada kertas printer berupa kadar TnT dalam satuan ng/mL.

Lamanya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan TnT secara Elisa ini minimal 2 jam.

4. Pemeriksaan TnT Kualitatif Secara Imuno Assay TnT – RA

Troponin T RA dilakukan dengan metode Elisa cara dry Chemistry, berdasarkan

prinsip sandwich dan hasil dinyatakan secara kualitatif. Pada Trop- T RA terdapat dua

monoclonal anti bodi spesifik yang berbeda label. Satu di antaranya berlabel emas dan

yang lainnya berlabel biotin. Bila terdapat TnT dalam plasma akan berkaitan dengan kedua

jenis monoklonal antibody tersebut membentuk kompleks sandwich. Kompleks sandwich

itu akan melalui zona deteksi di mana biotin pada kompleks sandwich berikatan dengan

sreptavidin yang terdapat pada garis signal dan tabel emas pada kompleks sandwich akan

membentuk garis yang berwarna merah. Antibody berlabel emas yang berlebih akan

berkaitan dengan TnT sintetik yang terdapat pada garis kontrol dan memberikan warna

merah. Ini membuktikan bahwa pemeriksaan berjalan baik.

Prosedur pemeriksaan troponin T RA adalah ke dalam sumur sampel kit yang di

letakan mendatar, lalu diteteskan darah Na2EDTA sebanyak 150 uL dengan pipet yang
telah disediakan pada kit. Kemudian di tutup dengan stiker yang telah tersedia pula.

Setelah 20 menit hasil pemeriksaan di baca. Adanya garis merah pada zona deteksi baik

jelas maupun samar dinyatakan positif. Keabsahan dari pemeriksaan di tandai dengan

adanya garis kontrol yang berwarna merah. Batas nilai ambang minimal untuk deteksi TnT

menggunakan Troponin T RA adalah kadar TnT 0,3 ng.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan CK-MB isoenzim dapat menandakan terjadinya kerusakan otot jantung.

CK-MB juga dapat meninggi pada kasus-kasus bukan MCI atau non-coronary obstructive

myocardial necrosis, seperti peradangan, trauma, degenerasi. Peningkatan pertama CK-MB

setelah IM membutuhkan 3-4 jam setelah onset gejala dan tetap meningkat kira-kira 65 jam

pasca infark. CKMB mass dilaporkan pada 50% diagnosis IM setelah 3 jam pasca onset dan

lebih dari 90% setelah 6 jam. Untuk diagnosis dengan sensitivitas dan spesifitas yang tinggi,

sampel serial dibutuhkan selama periode 8-12 jam.

Spesimen yang digunakan untuk uji CK dan CK-MB adalah serum atau plasma heparin

dari darah vena. Sampel serum atau plasma harus bebas dari hemolisis (untuk mencegah

pencemaran oleh adenilat kinase) dan disimpan dalam keadaan beku apabila tidak langsung

diperiksa.

Sub unit CK–MM dihambat oleh antibodi spesifik dan hanya aktivitas sub unit CK-MB

yang setara dengan setengah aktivitas iso enzim MB yang diperiksa dengan cara kinetik

enzimatik. Creatin phosphat dan ADP dengan adanaya enzim creatin kinase akan berubah

menjadi creatin dan ATP, dimana ATP ini bersama glukosa oleh enzim heksokinase diubah

menjadi glukosa-6-phosphat dan ADP. Glukosa-6-phosphat bersama NADP oleh enzim G-6-

P-DH akan diubah menjadi gluconat-6-phosphat dan NADPH. Aktivitas CK-B sebanding
dengan perubahan NADP. Hasil yang terukur kemudian dikonversikan dengan CKMB. Nilai

Normal : < 24 U/L.

Troponin adalah protein pengatur yang ditemukan di otot rangka dan jantung. Tiga

subunit yang telah diidentifikasi termasuk troponin I (TnI), troponin T (TnT), dan troponin C

(TnC). Gen yang mengkode isoform TnC pada otot rangka dan jantung adalah identik. Karena

itulah tidak ada perbedaan struktural diantara keduanya. Walaupun demikian, subform TnI

dan TnT pada otot rangka dan otot jantung berbeda dengan jelas, dan immunoassay telah

didesain untuk membedakan keduanya. Hal ini menjelaskan kardiospesifitas yang unik

dari cardiac troponin.

Troponin bukanlah marker awal untuk myocardial necrosis. Uji troponin menunjukkan

hasil positif pada 4-8 jam setelah gejala terjadi, mirip dengan waktu pengeluaran CK-MB.

Meski demikian, mereka tetap tinggi selama kurang lebih 7-10 hari pasca MI.

Cardiac troponin itu sensitif, kardiospesifik, dan menyediakan informasi prognostik

untuk pasien dengan ACS. Terdapat hubungan antara level TnI atau TnT dengan tingkat

mortalitas dan adverse cardiac event pada ACS. Mereka telah menjadi cardiac

marker pilihan untuk pasien dengan ACS.


DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9981967/Enzyme_CKMB_for_Diagnostics (Diakses pada tanggal 3

April 2017, pukul 20:53 WITA)

http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=public&key=MTc4LTE

0\SensitivitasdanSpesifisitasTroponinTdanIpadaDiagnosisInfarkMiokardAkut_2.pdf

(Diakses pada tanggal 4 April 2017, pukul 20:56 WITA)

http://dewisitoresmi.blogspot.co.id/2012/07/cardiac-marker.html (Diakses pada tanggal 4 April

2017, pukul 19:43 WITA)

Anda mungkin juga menyukai