NON REGULER
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Review
Anatomi, Fisiologi, Kimia, Dan Fisika Sistem Perkemihan” tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis sendiri,
melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini
saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah
membantu baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
Cover.............................................................................................................................1
Kata Pengantar...............................................................................................................2
Daftar Isi........................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan.........................................................................................................4
1.3 Tujuan..................................................................................................................6
1.4 Manfaat................................................................................................................6
3.1 Simpulan............................................................................................................32
3.2 Saran..................................................................................................................32
Daftar Pustaka..............................................................................................................33
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). System urinary terdiri
atas renal, ureter, vesica urinaria, dan uretra.
6
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antaralain:
1. Agar mahasiswa mengetahui anatomi organ-organ dari sistem perkemihan.
2. Agar mahasiswa mengetahui fisiologi dari organ-organ sistem perkemihan.
3. Agar mahasiswa mengetahui proses pembentukan dan komposisi urin.
4. Agar mahasiswa mengetahui proses penyimpanan dan eliminasi urin.
5. Agar mahasiswa mengetahui proses pemekatan urine dan mekanisme counter-
current.
6. Agar mahasiswa mengetahui mekanisme renin-angiotensin.
7. Agar mahasiswa mengetahui peran eritropoetin dalam pembentukkan darah.
8. Agar mahasiswa mengetahui proses pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta sistem buffer.
1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anatomi organ-organ dari sistem
perkemihan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami fisiologi dari organ-organ
sistem perkemihan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pembentukan dan
komposisi urin.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses penyimpanan dan
eliminasi urin.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pemekatan urine dan
mekanisme counter-current.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme renin-angiotensin.
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami peran eritropoetin dalam
pembentukkan darah.
8. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta sistem buffer.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
a. Posisi Ginjal
Batas atas ginjal kiri iga ke-11, iga kanan setinggi iga ke-12, batas bawah
ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis ke-3. Tiap-tiap ginjal mempunyai panjang
11,25 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,5 cm. ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan,
berat ginjal pada laki-laki dewasa 150-170 gram, wanita dewasa 115-155 gram.
Bentuk ginjal seperti kacang, sisi dalam menghadap ke vertebra torakalis, sisi
luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat sebuah kelenjar suprarenal
(Syaifuddin, 2011).
b. Struktur Ginjal
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila kapsul dibuka
terlihat permukaan dari ginjal licin dengan warna merah tua. Dengan membuat
potongan vertical dari ginjal melalui margo lateralis ke margo medialis akan
terlihat hilus yang meluas ke ruangan sentral yang disebut sinus renalis bagian
atas pelvis renalis (Mansjoer, 2001).
c. Pembungkus Ginjal
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut
kapsula adipose. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal yang
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup leh
9
suatu lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalisyang
terdapat di antara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia
subserosa internus. Fasia subserosa terpecah menjadi dua bagian yaitu
lamella anterior (fasia prerenalis) dan lamella posterior (fasia retrorenalis)
(Mansjoer, 2001)..
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
antara kapsula bowman (ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya
seperti kapsula cekung menutupi glomerulusyang saling melilitkan
diri). Glomerulus menerima darah dari arteriola aferen dan
meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriola aferen. Natrium
secara bebas difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi
10
dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas. Diperkirakan 10-
20% kalium plasma terikat oleh protein dan tidak bebas difiltrasi
sehingga kalium dalam keadaan normal.
11
Koligenyang oanjangnya 20 mm masing masing duktus koligen
berjalan melalui korteks dan medula ginjal, bersatu membentuk
suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara kedalam duktus
belini seterusnya menuju kelix minor ke kalix mayor. Akhirnya
mengosongkan isinya kedalam pelvis renalis, pada apeks masing
masing piramid medula ginjal. Panjang nefron keseluruhan
ditambah dengan duktus koligen 45-65 mm. Nefron yang berasal
dari glomerulus korteks (nefron korteks), mempunyai Ansa Henle
yang memanjang kedalam piramid medula. Dalam keadaan normal
sekitar 5-10 persen natrium terfiltrasi mencapai daerah reabsorpsi
dibagian distal. Mekanisme pasti reabsopsi natrium pada daerah ini
ditukan dengan ion hidrogen atau kalium dibawah pengaruh
Aldosteron. Sekresi kalium terjadi secara murni. Suatu proses pasif
yang terjadi karena gradien elektrokimia yang ditimbulkan oleh
perbedaan besar potensial pada segmen nefron ini. Gradien ini
dipertahankan oleh pertukaran aktif natrium dan kalium pada
membran Basolateral sel tubulus. Mekanisme ini dikendalikan oleh
Aldosteron yang mengendalikan tubulus distal terhadap sekresi
kalium.
e. Elektromikroskopis Glomerulus
12
Glomerulus
berdiameter 200 µm,
dibentuk oleh
invaginasi suatu
anyaman kapiler yang
meempati kapsula
bowman memiliki dua
lapisan seluler yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan
filtrat dalam kapsula bowman yaitu lapisan endotel kapiler dan lapisan
epitel khusus yang terletak diatas kapiler glomerulus.
Kedua lapisan ini dibatasi oleh Lamina Basalis, disamping itu terdapat
sel sel stelata yang disebut Sel Masangial. Sel ini mirip dngan sel sel
parasit yang terdapat pada dinding kapiler seluruh tubuh. Zat-sata ini
bermuatan netral dengan diameter 4nm, dapat melalui membran
glomerulus dan zat yang lebih dari 8 nm hampir semuanya terhambat
(Syaifuddin, 2011).
Gi
njal
mendapat darah dari Arteri Renalis yang merupakan cabang dari Aorta
Abdominalis, sebelum masuk kedalam massa ginjal. Arteri renalis
mempunyai cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior, dan yang kecil
13
arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah unuk ginjal
anterior dan ventral. Cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan bagian dorsal. Diantara kedua cabang ini terdeapat suatu garis
(Brudels Line) yang terdapat disepanjang margolateral dari ginjal. Pada
garis ini tidak tersdapat pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini dapat
menyebar hingga ke bagian anterios dan posterior dari kolisis sampai ke
medula ginjal, terletak diantara piramid dan disebut arteri interlaburalis
(Syaifuddin, 2011).
Setelah sampai di daerah medula, membelok langsung melalui basis
piramid yang disebut arteri arquarta. Pembuluh ini dapat bercabang
menjadi arteri interlaburalis yang berjalan tegak kedalam korteks berakhir
sebagai :
1) Vasa Aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus.
2) Pleksus Kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks
tanpa berhubungan dengan glomeralis.
3) Pembuluh darah menembus kapsula bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah averen, selanjutnya terdapat
suatu anyaman yang mengelilingi tubulus kontortus. Disamping itu ada
cabang yang lurus menuju ke Pelvis Renalis yang memberikan darah untuk
ansa Henle dna Duktus Koligen yang dinamakan Arteri Rektal. Dari
pembuluh rambut ini, darah kemudian berkumpul dalam pembuluh kapiler
vena yang berbentuk seperti bintang dan disebut Vena Stellata berjalan ke
Vena Interlumbalis (Syaifuddin, 2011).
g. Persyarafan Ginjal
14
beberapa serabut yang dapat menimbulkan nyeri pada testis pada kelainan
ginjal (Syaifuddin, 2011).
h. Fungsi Ginjal
Ginjal dapat menjamin bahwa cairan yang hilang tidak mengandung subtrat
organik yang sangat bermanfaat yang terdapat dalam plasma darah, seperti
gula dan asam amino. Bahan bernilai ini harus di serap kembali untuk di
gunakan oleh jaringan lain.
1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan di ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer
dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urine yang di ekskresikan brkurang dan konsentrasinya
lebih pekat, sehingga sususan dan volume cairan tubuh dapat di
pertahankan relatif normal.
15
3) Mengatur keseimbangan asam basah cairan tubuh, bergantung pada
apa yang di makan. Apabila banyak makan sayur-sayuran urine akan
bersifat basa. Ph urine bervariasi antara 4,8-8,2 (Syaifuddin, 2011).
16
2.1.2 Ureter
Ureter terbagi dari dua buah saluran,
masing-masing bersambung dari ginjal
kekandung kemih (vesikaurinaria)
panjangnya 25-30cm, dengan
penampang 0.5 cm mempunyai tiga
jepitan disepanjang jalan . Piala ginjal
berhubungan dengan ureter, menjadi
kaku ketika melewati tepi pelvis dan
ureter menembus kandung kemih .
17
Ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika, berjalan
kebagian medial dan kedepan bagian lateral isserviks uteri bagian atas
vagina untuk mencapai fundus vesikaurinaria .
b. Pembuluh Darah Ureter
Pembuluh darah yang memperdarahi ureterus adalah arterinalis, arteri
spermatika internal, arteri hipokastrika, dan arteri pesikalis inferior.
c. Persarafan Ureter
Cabang dari pleksus mensenterikus inferior spermatikus, dan pleksus
pelvis. Sepertiga bawah dari ureter terisi sel-sel saraf yang bersatu dengan
rantai eferen dan nervus vagus. Rantai aferen dari nervus torakalis XI,XII,
dan nervus lumbalis.
Bagian atas permukaan vesika urinaria ditutup oleh feritorium yang bentunya
dinding anterior. Bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari dektum oleh
duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superios
seluruhnya ditutup oleh peritoneum dan berbatas gulungan ileum dna kolon sigmoig,
18
sepanjag lateral permukaan feritonium melipat ke dinding lateral pelvis. Apabila
vesika urinaria penuh, permukaan superios membesar dan menonjol ke atas, ke dalam
rongga abdomen.
2.1.4 Uretra
Uretra merupakan alur sempit
yang berpangkal pada kandung
kemih dan fungsinya menyalurkan
urin keluar.
Uretra pria
mulai dari
Orifisium
Uretra Interna
didalam vesika
urinaria sampai
orivisium
uretra externa
pada penis,
panjangnya
17,5-20 cm yang terdiri dari:
19
2). Uretra Pars Membranesia
b. Uretra Wanita
Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini menembus vasia oris.
Grandula uretra bermuara ke uretra yang terbesar diantaranya adalah glandula
parauretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang hanya
berfungsi sebagai saluran ekskresi.
20
2.2. FISIOLOGI ORGAN SISTEM BERKEMIH
Ginjal melakukan fugsi yang paling penting dengan menyaring plasma dan
memindahkan zat dari Fitrat dengan kecepatan yang berpariasi tergantung oada
kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak dengan Filtrasi darah dan
menyekresi kedalam urin.
5). Membantu dalam mendeteksi racun racun (Guyton & Hall, 2007).
Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut biasanya berkisar dari 1 hingga 2
liter air, 6 hingga 8 gram (natrium klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70
mg ekuivalen asam per hari. Disampingitu ureum yang merupakan produk akhir
metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya diekskresikan ke dalam
urine (Guyton & Hall, 2007).
21
2.3. PROSES PEMBENTUKAN DAN KOMPOSISI URIN
2.3.1 Tahapan
Pembentukan Urin
Glomerulus
berfungsi sebagai
ultrafiltrasi pada
kapsula bowman,
berfungsi untuk
menampung hasil
filtrasi dari
glomerulus. Pada
tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring
pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke
ureter (Smeltzer & Bare, 2015).
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam
ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan urine :
1) Proses filtrasi
2) Proses reabsorpsi
22
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali
kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal
dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupilarenalis.
3) Augmentasi (Pengumpulan)
Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+,
Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.
2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.
4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.
23
2.3.3 Komposisi Urin
Adapun komposisi atau zat yang terkandung dalam air urin adalah, sebagai
berikut :
5) Toksin.
2.4.1 Penyimpanan
Urine yang terbentuk oleh ginjal diangkut dari pelvis ginjal melalui
ureter dan ke dalam kandung kemih. Gerakan ini difasilitasi oleh gelombang
peristaltic yang terjadi sekitar 1 hingga 5 kali permenit dan di hasilkan oleh
otot polos dalam dinding ureter. Antara kandung kemih dan ureter tidak
terdapat sfingter. Meskipun aliran balik urine dari kandung kemih dalam
keadaan normal dicegah oleh sifat gelombang peristaltic yang satu arah dan
karena setiap ureter memasuki kandung kemih dengan sudut miring (oblique).
Meskipun demikian, pada keadaan distensi kandung kemih, yang berlebihan
akibat suatu penyakit, kenaikan tekanan dalam kandung kemih tersebut dapat
dialihkan balik melalui ureter sehingga terjadi distensi ureter dan
kemungkinan refluks atau pengaliran balik urine. Keadaan ini dapat
menyebabkan infeksi ginjal (pielonefritis) dan kerusakan ginjal akibat
kenaikan tekanan (hidronefrosis) (Smeltzer & Bare, 2015).
24
2.4.2 Eliminasi Urin
Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih
meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus dan batang otak. Secara
bersama – sama struktur otrak ini menekan kontraksi otot detrusor kandung
kemih sampai individu ingin berkemih atau bunag air kecil. Dua pusat di pons
yang mengatur mikturisi atau berkemih yaitu : pusat M yang mengaktifkan
reflex otot detrusor dan pusat L mengkoordinasi tonus otot pada dasar
panggul. Pada saat berkemih respon yang terjadi adalah kontraksi kandung
kemih dan relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi. Mikturisi
dipengaruh oleh beberapa factor yaitu :
a. Tekanan Kandung Kemih
Normalnya tekanan dalam kandung kemih sangat rendah bahkan
meskipun terjadi akumulasi urine, karena otot polos kandung kemih akan
melakukan adaptasi terhadap peningkatan regangan ketika kandung kemih
terisi secara perlahan-lahan. Sensasi pertama yang timbul dari pengisian
kandung kemih umumnya terjadi ketika sekitar 100 hingga 150 ml urine
berada dalam kandung kemih. Pada sebagian besar kasus, keinginan untuk
buang air kecil timbul ketika kandung kemih berisi kurang lebih 200
hingga 300 ml urine. Dengan jumlah urine 400 ml,rasa penuh yang
mencolok biasanya akan ditemukan.
b. Pengendalian Otot
Eliminasi urin dikendalikan oleh kontraksi sfingter uretra eksterna. Otot
ini berada di bawah kendali volunter dan diinervasi oleh saraf yang berasal
dari medulla spinalis daerah sakral. Pengendalian ini merupakan perilaku
yang dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir. Ketika muncul keinginan
untuk buang air kecil, sfingter uretra eksterna akan melemas dan
muskulus detrusor (otot polos kandung kemih) berkontraksi serta
mendorong urine keluar dari dalam kandung kemih melalui uretra.
Tekanan yang timbul dalam kandung kemih pada waktu urinasi (mikturisi)
kurang lebih sebesar 50 hingga 150 cm H2O. sisa urine dalam uretra akan
25
mengalir keluar akibat pengaruh gaya berat pada wanita dan akan
didorong keluar oleh kontraksi otot volunter pada laki – laki.
c. Pengendalian Neural
Kontraksi muskulus detrusor yang diatur oleh suatu reflex yang mencakup
sistem saraf parasimpatik. Refleks tersebut terintegrasi dalam bagian
sakral traktus spinalis. Sistem saraf simpatik tidak memiliki peranan yang
penting dalam mikturisi tapi dapat mencegah masuknya semen (air mani)
ke dalam kandung kemih pada saat terjadi ejakulasi. Jika terjadi kerusakan
pada saraf pelvis yang menginervasi kandung kemih dan sfingter, maka
kendali volunteer serta urinasi yang bersifat refleks akan menghilang dan
kandung kemih tersebut mengalami distensi yang berlebihan akibat
akumulasi urine. Jika lintasan spinal dari otak ke sistem urinarius
terganggu atau rusak (misalnya sesudah terjadi trauma medulla spinalis),
kontraksi kandung kemih yang reflektoris tetap dipertahankan kendali
volunteer atas proses tersebut akan menghilang. Pada kedua keadaan ini,
otot kandung kemih dapat berkontraksi dan mendorong urine keluar
meskipun kontraksinya tidak cukup kuat untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas sehingga di dalamnya akan terdapat urine sisa (atau
urine yang tertinggal setelah eliminasi urine).
d. Kateterisasi
Kateterisasi yaitu pemasangan ureter melalui uretra ke dalam kandung
kemih dapat dilakukan untuk mengkaji fungsi kandung kemih dengan
mengukur volume urine sisa. Normalnya, urine sisa berjumlah tidak lebih
dari 50ml. Namun tindakan kateterisasi sedapat mungkin dihindari karena
tindakan ini akan meningkatkan resiko infeksi. Pemeriksaan lain untuk
memastikan disfungsi kandung kemih adalah dengan mengukur tekanan
dalam kandung kemih sesudah memasukkan larutan garam fisiologis
(saline) dengan jumlah yang bervariasi. Tindakan terakhir ini disebut
sistometrogram (Smeltzer & Bare, 2015).
26
2.5 PEMEKATAN URINE DAN MEKANISME COUNTER-CURRENT
27
meningkat sehingga hampir sama dengan konsentrasi di dalam duktus
koligens.
d. Keempat, kejadian terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi
osmolal cairan interstisial medulla adalah absorpsi ion-ion natrium dan
klorida ke dalam interstisium bagian dalam medulla dari bagian segmen
tipi sans Henle. Bila konsentrasi urea meningkat sangat tinggi di dalam
interstisium medulla karena absorpsi urea dari duktus koligens, ini segera
menggerakkan osmosis air keluar dari cabang tipis desendens ansa Henle.
Sehingga konsentrasi natrium klorida di dalamcabang tipis ansa Henle
meningkat hamper dua kali normal. Karena konsentrasi yang tinggi, ion-
ion natrium dan klorida berdifusi secara pasif keluar dari segmen tipis ke
dalam interstisium. Ringkasnya, ada empat faktor berbeda yang
menyokong peningkatan osmolalitas di dalam cairan interstisial medulla,
yaitu: transport aktif ion-ion ke dalam interstisium oleh bagian tebal
cabang asendens ansa Henle, transport aktif ion-ion dari duktus koligens
ke dalam interstisium, difusi pasif sejumlah besar urea dari duktus
koligens ke dalam interstisium, dan absorpsi tambahan natrium dan
klorida ke dalam interstisium dari segmen ansa Henle. Hasil bersihnya
adalah peningkatan osmolalitas cairan interstisial medulla (Smeltzer &
Bare, 2015).
28
Mekanisme pertukaran ‘counter current’ merupakan salah satu
mekanisme cairan mengalir melalui tabung U yang panjang, dengan dua
lengan U yang terletak dekat satu dengan yang lain sehingga cairan dan solute
dapat segera bertukar antara kedua lengan. Bila cairan dan solute ini di dalam
dua aliran sejajar berdampingan dapat segera bertukaran, maka konsentrasi
solute yang tinggi dapat dipertahankan pada puncak ansa dengan jumlah
solute yang hanyut yang relative dapat diabaikan. Jadi, ketika darah mengalir
menuruni pars desenden vasa rekta, natrium kloridadan urea berdifusi ke
dalam darah dan cairan interstisial, sementara air berdifusi keluar ke dalam
interstisium dan dua efek ini menyebabkan konsentraasi osmol dalam darah
meningkat secara progresif, mencapai suatu konsentrasi maksimum sebesar
1.200 milosmol/liter pada ujung vasa rekta tersebut. Kemudian ketika darah
mengalir kembali ke atas mendaki air asendens, sifat semua molekul yang
sangat udah berdifusi melalui membrane kapiler pada
dasarnya memungkinkan semua natrium klorida dan urea yang sama berdifusi
kembali keluar dari darah ke dalam cairan interstisial sementara air kembali
berdifusi ke dalam darah. Oleh karena itu, pada saat darah akhirnya
meninggalkan medulla, konsentrasi osmolnya hanya sedikit lebih tinggi
daripada konsentrasi osmol darah yang mula-mula masuk vasa rekta. Sebagai
akibatnya, darah yang mengalir melalui vasa rekta hanya mengangkut
sejumlah kecil solute interstisial medulla keluar dari medulla (Smeltzer &
Bare, 2015).
29
2) Angiotensin : merupakan enzim yang dibagi menjadi; angiotensin
1( enzim yang mempunyai sifat vasokonstriktor ringan tapi dapat
bertahan lama dalam darah); angiotensin II (enzim yang mempunyai
sifat vasokonstriktor kuat tapi hanya 1-2menit dalam darah karena
diinaktivasi angiotensinase)
3) Angiotensinogen : pengubah renin menjadi angiotensin 1
4) angiotensin converting enzim(ACE): enzim pengubah angiotensin 1
menjadi 2
5) Aldosteron : hormon steroid golongan mineralkortikoid yang
dihasilkan oleh korteks adrenal yang mempunyai fungsi untuk
meningkatkan absorpsi natrium dan meningkatkan sekresi kalium
oleh sel epitel ginjal terutama sel prinsipal di sel tubulus kolektivus .
Mekanisme kerja dari RAAS dapat dimulai dari 3 proses:
1) Penurunan volume darah yang menyebabkan terjadi penurunan
tekanan darah di glomerulus.(hipotensi/renal artery stenosis)
2) Stimulasi sel juxtaglomerular oleh saraf simpatis
3) Penurunan konsentrasi osmotic cairan tubular di macula densa.
(penurunan kadar sodium)
Tiga proses diatas dapat merangsang sel-sel jukstaglomerular di ginjal untuk
melepaskan enzim renin, kemudian renin ini akan bersirkulasi ke seluruh tubuh yang
kemudian akan bertemu dengan angiotensinogen yang diproduksi di hati untuk
melepaskan enzim angiotensin I. Angiotensin I akan berubah menjadi Angiotensin II
setelah diubah oleh Angiotensin Converting Enzim (ACE) yang dihasilkan oleh
endotelium pembuluh paru. Angiotensin II akan menyebabkan beberapa efek, yaitu :
1) Vasokontriksi di seluruh tubuh terutama di arteriol yang akan
meningkatkan tahanan perifer total sehingga terjadi peningkatan
tekanan arteri.
2) Menurunkan eksresi garam dan air sehingga meningkatkan volume
ekstra sel yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri juga.
3) Merangsang sekresi aldosteron di kalenjar adrenal yang kemudian
meningkatkan reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.
4) Merangsang central nervous system untuk menjadi haus sehingga
kelenjar pituitary posterior mengeluarkan hormon vasopresin (ADH)
30
yang akan menstimulasi reabsorpsi air di ductus collectivus dan
peningkatan tonus simpatis, meningkatkan cardiac output.
Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh mekanisme lain yaitu melalui enzim
natriuretic peptides (BNP dan ANP) yang dihasilkan oleh jantung (Smeltzer & Bare,
2015).
31
disekresi kedalam darah tempat enzim ini bekerja, dalam beberapa menit bekerja
pada salah satu globulin plasma, untuk memecahkan molekul glikoprotein
eritropoitin. Eritropoitin selanjutnya beredar dalam darah selama kira-kira satu
hari dan selama waktu ini ia bekerja pada sumsum tulang dengan menyebabkan
eritropoisis. Pada keadaan tidak ada ginjal sama sekali, eritropoitin dibentuk
dalam jumlah sedikit pada bagian tubuh lain. Oleh karena itu, tanpa adanya ginjal
biasanya orang menjadi sangat anemia karena kadar eritropoitin dalam darah
sangat rendah
32
Pengaturan asam basa secara fisiologis melaui ginjal dapat beradptasi
dengan cepat terhadap ketidakseimbangan asam basa. ginjal membutuhkan beberapa
jam bahkan beberapa hari untuk pengaturan gangguan asam basa, karena ginjal
menggunakan tiga mekanisme dalam pengaturan konsentrasi ion hidrogen, yakni
mengabsorbsi bikarboanat selama terjadi kelebihan asam dan mengeluarkan apabila
terjadi kekurangan asam, menggunakan ion fosfat dalam membawa ion hidrogen
dengan mengekskresikan asam fosfat serta membentuk asam basa
Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion hidrogen
( penurunan pH ) di dalam cairan ekstrasel, yang disebabkan oleh peningkatan ion
hidrogen atau penurunan kadar bikarbonat ( Price dan Wilson, 2006 ). Alkalosis
metabolik ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari tubuh dan meningkatnya
kadar bikarbonat. Muntah adalah penyebab yang paling umum.
33
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga
peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan
kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi media setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, dimana urin disimpan hingga dikosongkan.
Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam
basa cairan tubuh : mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah : dan
mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini
diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat urine tersebut
disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi
dan urine akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam
ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah. Ada tiga tahap pembentukan urine yaitu proses filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mampu menjelaskan serta
memahami anatomi, fisiologi, kimia, fisika dan biokimia sistem perkemihan agar
nantinya dapat mengaplikasikannya dengan baik pada saat berada di rumah sakit
dan bertemu dengan pasien langsung.
34
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A., & Hall, J. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 9). Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, Sylvia A. & Lorraine Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC
35