Anda di halaman 1dari 35

SISTEM PERKEMIHAN

REVIEW ANATOMI, FISIOLOGI, KIMIA, DAN FISIKA


SISTEM PERKEMIHAN

OLEH KELOMPOK IV KELAS B 10.B:

● I GEDE JAYENDRA KANA (173222798)


● NI LUH PUTU MULYAWATI (173222809)
● NI PUTU AYU INTAN RIANA DEWI (173222818)
● NI PUTU RIKA ERVIANA UTAMI (173222819)
● SRI WAHYUNI (173222827)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

NON REGULER

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Review
Anatomi, Fisiologi, Kimia, Dan Fisika Sistem Perkemihan” tepat pada waktunya.
Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis sendiri,
melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini
saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah
membantu baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumbangan


pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini ini. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 15 Juni 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman
Cover.............................................................................................................................1

Kata Pengantar...............................................................................................................2

Daftar Isi........................................................................................................................3

Bab I Pendahuluan.........................................................................................................4

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................5

1.3 Tujuan..................................................................................................................6

1.4 Manfaat................................................................................................................6

Bab II Tinjauan Pustaka.................................................................................................7

2.1. Anatomi Organ-Organ Dari Sistem Perkemihan................................................7

2.2. Fisiologi Organ Sistem Berkemih................................................................19

2.3. Proses Pembentukan Dan Komposisi Urin....................................................20

2.4. Proses Penyimpanan Dan Eliminasi Urin.........................................................22

2.5 Pemekatan Urine Dan Mekanisme Counter-Current.........................................25

2.6 Mekanisme Renin-Angiotensin.........................................................................27

2.7 Peran Eritropoetin Dalam Pembentukkan Darah...............................................29

2.8 Pengaturan Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit, Serta Sistem Buffer............30

Bab III Penutup............................................................................................................32

3.1 Simpulan............................................................................................................32

3.2 Saran..................................................................................................................32

Daftar Pustaka..............................................................................................................33

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Manusia, seperti makhluk hidup lainnya, berusaha untuk


mempertahankan homeostasis, yang berarti keseimbangan. Otak dan organ tubuh
lainnya bekerjasama untuk mengatur suhu tubuh, keasaman darah, ketersediaan
oksigen dan variabel lainnya. Mengingat bahwa organisme hidup harus
mengambil nutrisi dan air, satu fungsi homeostatis penting adalah eliminasi, atau
kemampuan untuk mengeluarkan bahan kimia dan cairan, sehingga dapat
menjaga keseimbanganinternal.

Sistem perkemihan memainkan peran ekskretoris dan homeostatik


penting.Kelangsungan hidup dan berfungsinya sel secara normal bergantung
pada pemeliharaan kosentrasi garam, asam, dan elektrolit lain di lingkungan
cairaninternal. Kelangsungan hiduop sel juga bergantung pada pengeluaran
secara terusmenerus zat-zat sisa metabolism toksik dan dihasilkan oleh sel pada
saat melakukan berbagai reaksi semi kelangsungan hidupnya.

Traktus urinarius merupakan system yang terdiri dari organ-organ dan


struktur-struktur yang menyalurkan urin dari ginjal ke luar tubuh. Ginjal berperan
penting mempertahankan homeostasis dengan mengatur konsentrasi banyak
konstituen plasma, terutama elektrolit dan air dan dengan mengeliminasi semua
zat sisa metabolisme.Sistem urin adalah bagian penting dari tubuh manusia yang
terutama bertanggung jawab untuk menyeimbangkan air dan elektrolit tertentu
seperti kalium dan natrium, membantu mengatur tekanan darah dan melepaskan
produk limbah yang disebut urea dari darah.

Sistem perkemihan atau sering disebut dengan system urinary adalah


salah satu system yang berhubungan dengan eliminasi. Sistem perkemihan,
adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah

5
bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang
masih di pergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih). System urinary terdiri
atas renal, ureter, vesica urinaria, dan uretra.

Berdasarkan Riskesdas (2013) gangguan pada sistem perkemihan masih


menjadi salah satu penyakit sepuluh besar penyakit tidak menular dengan
pravalensi yang banyak diderita oleh masyarakat Indonesia. Terjadinya gangguan
pada sistem perkemihan dapat menimbulkan serta memicu masalah kesehatan
yang serius dan kompleks. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui anatomi,
fisiologi, hingga ke pengaturan keseimbangan cairan elektrolit yang terjadi
didalam sistem perkemihan untuk memahami dimana terjadinya gangguan pada
sistem urinary.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun yang menjadi topic pembahasan dalam makalah sistem urinary adalah
sebagai berikut:

1. Apa sajakah anatomi organ-organ dari sistem perkemihan?


2. Bagaimanakah fisiologi dari organ-organ sistem perkemihan?
3. Bagaimanakah proses pembentukan dan komposisi urin?
4. Bagaimakah proses penyimpanan dan eliminasi urin?
5. Bagaimanakah proses pemekatan urine dan mekanisme counter-current?
6. Bagaimanakah mekanisme renin-angiotensin?
7. Bagaimanakah peran eritropoetin dalam pembentukkan darah?
8. Bagaimanakah proses pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit serta
sistem buffer?

6
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antaralain:
1. Agar mahasiswa mengetahui anatomi organ-organ dari sistem perkemihan.
2. Agar mahasiswa mengetahui fisiologi dari organ-organ sistem perkemihan.
3. Agar mahasiswa mengetahui proses pembentukan dan komposisi urin.
4. Agar mahasiswa mengetahui proses penyimpanan dan eliminasi urin.
5. Agar mahasiswa mengetahui proses pemekatan urine dan mekanisme counter-
current.
6. Agar mahasiswa mengetahui mekanisme renin-angiotensin.
7. Agar mahasiswa mengetahui peran eritropoetin dalam pembentukkan darah.
8. Agar mahasiswa mengetahui proses pengaturan keseimbangan cairan dan
elektrolit serta sistem buffer.

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anatomi organ-organ dari sistem
perkemihan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami fisiologi dari organ-organ
sistem perkemihan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pembentukan dan
komposisi urin.
4. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses penyimpanan dan
eliminasi urin.
5. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pemekatan urine dan
mekanisme counter-current.
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami mekanisme renin-angiotensin.
7. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami peran eritropoetin dalam
pembentukkan darah.
8. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pengaturan
keseimbangan cairan dan elektrolit serta sistem buffer.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI ORGAN-ORGAN DARI SISTEM PERKEMIHAN


Sistem perkemihan
merupakan suatu sistem
dimana terjadinya proses
penyaringan darah sehingga
darah bebas dari zat -zat yang
tidak dipergunakan oleh
tubuh dan menyerap zat-zat
yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Zat-zat yang tidak
dipergunakan lagi oleh tubuh
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih).
2.1.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dalam sistem perkemihan yang
berfungsi mempertahankan homeostasis cairan tubuh secara baik. Berbagai
fungsi ginjal untuk
mempertahankan
homeotatik dengan
mengatur volume cairan,
keseimbangan osmotic,
asam basa, eksresi sisa
metabolism, sistem
pengaturan hormonal dan
metabolisme (Syaifuddin,
2011).

8
a. Posisi Ginjal
Batas atas ginjal kiri iga ke-11, iga kanan setinggi iga ke-12, batas bawah
ginjal kiri setinggi vertebra lumbalis ke-3. Tiap-tiap ginjal mempunyai panjang
11,25 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,5 cm. ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan,
berat ginjal pada laki-laki dewasa 150-170 gram, wanita dewasa 115-155 gram.
Bentuk ginjal seperti kacang, sisi dalam menghadap ke vertebra torakalis, sisi
luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat sebuah kelenjar suprarenal
(Syaifuddin, 2011).

b. Struktur Ginjal
Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat. Apabila kapsul dibuka
terlihat permukaan dari ginjal licin dengan warna merah tua. Dengan membuat
potongan vertical dari ginjal melalui margo lateralis ke margo medialis akan
terlihat hilus yang meluas ke ruangan sentral yang disebut sinus renalis bagian
atas pelvis renalis (Mansjoer, 2001).

Ginjal terbagi atas bagian dalam dan luar:

1) Bagian dalam (internal) medulla. Substansia medularis terdiri dari


pyramid renalis jumlahya antara 8-16 buah yang mempunyai basis
sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis.

2) Bagian luar (eskternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna cokelat


merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat di bawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis pyramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, bagian dalam di antara pyramid dinamakan
kolumna renalis (Syaifuddin, 2011).

c. Pembungkus Ginjal
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut
kapsula adipose. Bagian yang paling tebal terdapat pada tepi ginjal yang
memanjang melalui hilus renalis. Ginjal dan kapsula adipose tertutup leh

9
suatu lamina khusus dari fasia subserosa yang disebut fasia renalisyang
terdapat di antara lapisan dalam dari fasia profunda dan stratum fasia
subserosa internus. Fasia subserosa terpecah menjadi dua bagian yaitu
lamella anterior (fasia prerenalis) dan lamella posterior (fasia retrorenalis)
(Mansjoer, 2001)..

d. Struktur Mikroskopis Ginjal


Satuan fungsional ginjal disebut nefron. Ginjal mempunyai lebih
kurang 1,3 juta nefron yang selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah
dari arteri renalis. Lubang-lubang yang terdapat pada pyramid renal
masing-masing membentuk simpul satu badan malfigi yang disebut
glomerulus. Nefron adalah massa tubulus mikroskopis ginjal yang
merupakan satuan fungsional ginjal. Nefron berfungsi untuk menyaring
darah dan mengontrol komposisinya (Mansjoer, 2001).. Setiap nefron
berawal dari berkas kapiler yang terdiri dari:

1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
1)
Glomerulus merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di
antara kapsula bowman (ujung buntu tubulus ginjal yang bentuknya
seperti kapsula cekung menutupi glomerulusyang saling melilitkan
diri). Glomerulus menerima darah dari arteriola aferen dan
meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriola aferen. Natrium
secara bebas difiltrasi dalam glomerulus sesuai dengan konsentrasi

10
dalam plasma. Kalium juga difiltrasi secara bebas. Diperkirakan 10-
20% kalium plasma terikat oleh protein dan tidak bebas difiltrasi
sehingga kalium dalam keadaan normal.

2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung


berhubungan dengan kapsula bowman dengan panjang 15 mm dan
diameter 55 mm. bentuknya berklok-kelok menjalar dari korteks ke
bagian medulla dan kembali ke korteks. Sekitar 2/3 dari natrium
yang difiltrasi diabsorpsi secara isotonic bersama klorida dan
melibatkan transportasi aktif natrium. Peningkatan reabsorpsi
natrium akan mengurangi pengeluaran air dan natrium. Hal ini
dapat mengganggu pengenceran dan pemekatan urine yang normal.
Kalium diresorpsi lebh dari 70% kemungkinan dengan mekanisme
transportasi aktif akan terpisah dari resorpsi natrium.

3) Ansa henle memiliki bentuk lurus dan tebal, diteruskan ke segmen


tipis selanjutnya ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total
sepanjang ansa henle 2-14 mm. klorida secara aktif diserap kembali
pada cabang asendens ansa henle dan natrium bergerak secara pasif
untuk mempertahankan kenetralan listrik. Sekitar 25% natrium
yang difiltrasi diserap kembali karena nefron bersifat tidak
permeable terhadap air. Resorpsi klorida dan natrium di pars
asendens penting utnuk pemekatan urine karena membantu
mempertahakan integritas gradiens konsentrasi medulla. Kalium
terfiltrasi sekitar 20-25% diabsorpsi pada pars asendens lengkung
henle proses pasti terjadi karena gradient elektrokimia yang timbul
sebagai akibat dari reabsorpsi aktif klorida pada segmen nefron ini.

4) Tubulus Distal Konvulta, bagian tubulus ginjal yang berkelok kelok


dan jauh letaknya dari kapsula bowman, panjanganya 5 mm.
Tubulus distal dari masing masing nefron bermuara ke Duktus

11
Koligenyang oanjangnya 20 mm masing masing duktus koligen
berjalan melalui korteks dan medula ginjal, bersatu membentuk
suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara kedalam duktus
belini seterusnya menuju kelix minor ke kalix mayor. Akhirnya
mengosongkan isinya kedalam pelvis renalis, pada apeks masing
masing piramid medula ginjal. Panjang nefron keseluruhan
ditambah dengan duktus koligen 45-65 mm. Nefron yang berasal
dari glomerulus korteks (nefron korteks), mempunyai Ansa Henle
yang memanjang kedalam piramid medula. Dalam keadaan normal
sekitar 5-10 persen natrium terfiltrasi mencapai daerah reabsorpsi
dibagian distal. Mekanisme pasti reabsopsi natrium pada daerah ini
ditukan dengan ion hidrogen atau kalium dibawah pengaruh
Aldosteron. Sekresi kalium terjadi secara murni. Suatu proses pasif
yang terjadi karena gradien elektrokimia yang ditimbulkan oleh
perbedaan besar potensial pada segmen nefron ini. Gradien ini
dipertahankan oleh pertukaran aktif natrium dan kalium pada
membran Basolateral sel tubulus. Mekanisme ini dikendalikan oleh
Aldosteron yang mengendalikan tubulus distal terhadap sekresi
kalium.

5) Duktus Koligen Medula, bukan merupakan saluran metabolik tidak


aktif, tetapi pengaturan secara halus ekskresi natrium urin terjadi
disini dengan Aldosteronyang paling berperan terhadap reabsopsi
natrium. Peningkatan aldosteron dihubungkan dengan peningkatan
reabsorpsi natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorpsi
dan menyekresi natrium. Ekskresi aktif kalium diperlihatkan pada
duktus koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.
Reabsorpsi aktif kalium murni terjadi dalam dukus koligen
medula(Mansjoer, 2001).

e. Elektromikroskopis Glomerulus

12
Glomerulus
berdiameter 200 µm,
dibentuk oleh
invaginasi suatu
anyaman kapiler yang
meempati kapsula
bowman memiliki dua
lapisan seluler yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan
filtrat dalam kapsula bowman yaitu lapisan endotel kapiler dan lapisan
epitel khusus yang terletak diatas kapiler glomerulus.

Kedua lapisan ini dibatasi oleh Lamina Basalis, disamping itu terdapat
sel sel stelata yang disebut Sel Masangial. Sel ini mirip dngan sel sel
parasit yang terdapat pada dinding kapiler seluruh tubuh. Zat-sata ini
bermuatan netral dengan diameter 4nm, dapat melalui membran
glomerulus dan zat yang lebih dari 8 nm hampir semuanya terhambat
(Syaifuddin, 2011).

f. Peredaran Darah Ginjal

Gi
njal

mendapat darah dari Arteri Renalis yang merupakan cabang dari Aorta
Abdominalis, sebelum masuk kedalam massa ginjal. Arteri renalis
mempunyai cabang yang besar yaitu arteri renalis anterior, dan yang kecil

13
arteri renalis posterior. Cabang anterior memberikan darah unuk ginjal
anterior dan ventral. Cabang posterior memberikan darah untuk ginjal
posterior dan bagian dorsal. Diantara kedua cabang ini terdeapat suatu garis
(Brudels Line) yang terdapat disepanjang margolateral dari ginjal. Pada
garis ini tidak tersdapat pembuluh darah, sehingga kedua cabang ini dapat
menyebar hingga ke bagian anterios dan posterior dari kolisis sampai ke
medula ginjal, terletak diantara piramid dan disebut arteri interlaburalis
(Syaifuddin, 2011).
Setelah sampai di daerah medula, membelok langsung melalui basis
piramid yang disebut arteri arquarta. Pembuluh ini dapat bercabang
menjadi arteri interlaburalis yang berjalan tegak kedalam korteks berakhir
sebagai :
1) Vasa Aferen glomerulus untuk 1-2 glomerulus.
2) Pleksus Kapiler sepanjang tubulus melingkar dalam korteks
tanpa berhubungan dengan glomeralis.
3) Pembuluh darah menembus kapsula bowman.
Dari glomerulus keluar pembuluh darah averen, selanjutnya terdapat
suatu anyaman yang mengelilingi tubulus kontortus. Disamping itu ada
cabang yang lurus menuju ke Pelvis Renalis yang memberikan darah untuk
ansa Henle dna Duktus Koligen yang dinamakan Arteri Rektal. Dari
pembuluh rambut ini, darah kemudian berkumpul dalam pembuluh kapiler
vena yang berbentuk seperti bintang dan disebut Vena Stellata berjalan ke
Vena Interlumbalis (Syaifuddin, 2011).

g. Persyarafan Ginjal

Saraf ginjal lebih kurang 15 ganggolion. Ganglion ini berbentuk


pleksus renalis yang berasal dari cabang yangterbawa dan diluar ganglion
pleksus seliaka, pleksus autustikus , dan bagian bawah splenikus. Pleksus
renalis bergabung dengan pleksus spermatikus dengan cara memberikan

14
beberapa serabut yang dapat menimbulkan nyeri pada testis pada kelainan
ginjal (Syaifuddin, 2011).

h. Fungsi Ginjal

Pembentukan urine adalah untuk mempertahankan homoestasis


dengan mengatur volume dan komposisi darah. Proses ini meliputi
pengeluaran sampah organik produk metabolisme. Produk sampah yang
perlu mendapat perhatian adalah, urea, kreatinin dan asam urat. Produk
sampah ini larutan dalam aliran darah, dan hanya dapat di buang dengan di
larutkannya urine. Pembuangan bahan-bahan sampah ini di sertai dengan
kehilangan air yang tidak dapat di hindarkan.

Ginjal dapat menjamin bahwa cairan yang hilang tidak mengandung subtrat
organik yang sangat bermanfaat yang terdapat dalam plasma darah, seperti
gula dan asam amino. Bahan bernilai ini harus di serap kembali untuk di
gunakan oleh jaringan lain.

Adapun fungsi ginjal yang lain adalah:

1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh. Kelebihan air dalam tubuh
akan di ekskresikan oleh ginjal sebagai urine (kemih) yang encer
dalam jumlah besar. Kekurangan air (kelebihan keringat)
menyebabkan urine yang di ekskresikan brkurang dan konsentrasinya
lebih pekat, sehingga sususan dan volume cairan tubuh dapat di
pertahankan relatif normal.

2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan


ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit). Bila
terjadi pemasukan atau pengeluaran yang abnormal ion-ion akibat
pemasukan garam yang berlebihan atau penyakit pendarahan (diare
dan muntah) ginjal akan ekskesi ion-ion yang penting (misal Na, K,
Cl, Ca dan fosfat)

15
3) Mengatur keseimbangan asam basah cairan tubuh, bergantung pada
apa yang di makan. Apabila banyak makan sayur-sayuran urine akan
bersifat basa. Ph urine bervariasi antara 4,8-8,2 (Syaifuddin, 2011).

16
2.1.2 Ureter
Ureter terbagi dari dua buah saluran,
masing-masing bersambung dari ginjal
kekandung kemih (vesikaurinaria)
panjangnya 25-30cm, dengan
penampang 0.5 cm mempunyai tiga
jepitan disepanjang jalan . Piala ginjal
berhubungan dengan ureter, menjadi
kaku ketika melewati tepi pelvis dan
ureter menembus kandung kemih .

Lapisan Ureter terdiri dari :

1) Dinding luar jaringan ikat (jaringan


fibrosa)

2) Lapisan tengah (otot polos)

3) Lapisan sebelah dalam ( mukosa)

Lapisan dinding ureter


menimbulkan gerakan peristaltic
setiap 5 menit sekali untuk
mendorong air kemih masuk kedalam kandung kemih (vesikaurinaria). Pelvis
ginjal (Pelvis Ureter) bagian ujung atasnya melebar membentuk corong ,terletak
didalam hilus ginjal menerima kalik mayor.

Ureter keluar dari hilus ginjal, berjalan pertikal kebawah dibelakang


peritoneum pariental, melekat pada muskulus psoas yang memisahkan dengan
prosesustransversus vertebrae lumbalis.

a. Ureter Pada Pria dan Wanita

17
Ureter pada wanita terdapat dibelakang fossa ovarika, berjalan
kebagian medial dan kedepan bagian lateral isserviks uteri bagian atas
vagina untuk mencapai fundus vesikaurinaria .
b. Pembuluh Darah Ureter
Pembuluh darah yang memperdarahi ureterus adalah arterinalis, arteri
spermatika internal, arteri hipokastrika, dan arteri pesikalis inferior.
c. Persarafan Ureter
Cabang dari pleksus mensenterikus inferior spermatikus, dan pleksus
pelvis. Sepertiga bawah dari ureter terisi sel-sel saraf yang bersatu dengan
rantai eferen dan nervus vagus. Rantai aferen dari nervus torakalis XI,XII,
dan nervus lumbalis.

2.1.3 Verika Urinaria


Vesika Urinaria
terletak tepat
dielakang os pubis.
Bagian ini adalah
tempat menyimpan
urin, berdndig otot
kuat yang bentuknya
berfariasi sesuai
jumlah urin yang
dikandung. Vesika
Uriaria, pada waktu kosong terletak di afeks Vesika Urinaria di belakang tepi atas
simpisis pubis. Permukaan posterior Vesika Urinaria berbentuk segitiga, merupakan
muara ureter dan sudat inferior membentuk uretra.

Bagian atas permukaan vesika urinaria ditutup oleh feritorium yang bentunya
dinding anterior. Bagian bawah permukaan posterior dipisahkan dari dektum oleh
duktus deferens, vesika seminalis, dan vesika retrovesikalis. Permukaan superios
seluruhnya ditutup oleh peritoneum dan berbatas gulungan ileum dna kolon sigmoig,

18
sepanjag lateral permukaan feritonium melipat ke dinding lateral pelvis. Apabila
vesika urinaria penuh, permukaan superios membesar dan menonjol ke atas, ke dalam
rongga abdomen.

Dinding kandung kemih terdiri dari :


a. Lapisan sebelah luar (peritoneum)
b. Tunika muskularis (lapisan berotot)
c. Tunika submukosa
d. Lapisan mukosa (lapisan bagian dalam)

2.1.4 Uretra
Uretra merupakan alur sempit
yang berpangkal pada kandung
kemih dan fungsinya menyalurkan
urin keluar.

a. Uretra pada Pria

Uretra pria
mulai dari
Orifisium
Uretra Interna
didalam vesika
urinaria sampai
orivisium
uretra externa
pada penis,
panjangnya
17,5-20 cm yang terdiri dari:

1). Uretra Prostatika,

19
2). Uretra Pars Membranesia

3). Uretra Pars Kavernosus

4). Orifisium Uretra Eksterna.

b. Uretra Wanita

Uretra wanita terletak


dibelakang simfisis,
berjalan sedikit miring
kearah atas. Salurannya
dangkal dan panjangnya
kira-kira 4 cm mulai dari
orifisium, uretra interna
sampai ke orivisium
uretra eksterna. Uretra ini
terdapat dibelakang
simfisis pada dinding anterior vagina.

Apabila tidak berdilatasi diameternya 6 cm. uretra ini menembus vasia oris.
Grandula uretra bermuara ke uretra yang terbesar diantaranya adalah glandula
parauretralis (skene) yang bermuara kedalam orifisium uretra yang hanya
berfungsi sebagai saluran ekskresi.

Lapisan uretra wanita terdiri dari:

1). Tunika Muskularis

2). Lapisan Spongeosa

3) Lapisan Mukosa sebelah dalam.

20
2.2. FISIOLOGI ORGAN SISTEM BERKEMIH

Ginjal melakukan fugsi yang paling penting dengan menyaring plasma dan
memindahkan zat dari Fitrat dengan kecepatan yang berpariasi tergantung oada
kebutuhan tubuh. Akhirnya ginjal membuang zat yang tidak dengan Filtrasi darah dan
menyekresi kedalam urin.

Kapasitas ginjal untuk mengubah ekskresi natrium sebagai respon terhadap


perubahan natrium yang sangat besar menunjukan bahwa pada mausia normal
natrium dapat di tingkatkan. Hal ini sesuai dengan kebutuhan air dan kebanyakan
elektrolit lainnya seerti klorida, kalium, kalsium, hydrogen, magnesium dan fospat
(Guyton & Hall, 2007).

Fungsi system Homeostatis urinaria:

1). Mengatur volume dan tekanan darah.

2). Mengatur konsentrasi plasma dengan mengontorol jumlah natrium.

3). Membantu menstabilkan PH darah.

4). Meyimpan nutrient dengan mencegah engeluaran dalam urin.

5). Membantu dalam mendeteksi racun racun (Guyton & Hall, 2007).

Jika diukur tiap hari, jumlah produk tersebut biasanya berkisar dari 1 hingga 2
liter air, 6 hingga 8 gram (natrium klorida), 6 hingga 8 gram kalium klorida dan 70
mg ekuivalen asam per hari. Disampingitu ureum yang merupakan produk akhir
metabolisme protein dan berbagai produk limbah lainnya diekskresikan ke dalam
urine (Guyton & Hall, 2007).

21
2.3. PROSES PEMBENTUKAN DAN KOMPOSISI URIN

2.3.1 Tahapan
Pembentukan Urin
Glomerulus
berfungsi sebagai
ultrafiltrasi pada
kapsula bowman,
berfungsi untuk
menampung hasil
filtrasi dari
glomerulus. Pada
tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring
pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus berlanjut ke
ureter (Smeltzer & Bare, 2015).
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam
ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian
plasma darah. Ada tiga tahap pembentukan urine :
1) Proses filtrasi

Terjadi di glomerolus, proses ini terjadi karena permukaan aferent


lebih besar dari permukaan afferent maka terjadi penyerapan darah,
sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali
protein, cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang terdiri
dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
keseluruh ginjal.

2) Proses reabsorpsi

Terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium,


klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat. Prosesnya terjadi secara pasif
yang dikenal dengan obligator reabsorpsi terjadi pada tubulus atas.

22
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan
dan sodium dan ion karbonat, bila diperlukan akan diserap kembali
kedalam tubulus bagian bawah, penyerapannya terjadi secara aktif dikenal
dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada pupilarenalis.

3) Augmentasi (Pengumpulan)

Proses ini terjadi dari sebagian tubulus kontortus distal sampai tubulus
pengumpul. Pada tubulus pengumpul masih terjadi penyerapan ion Na+,
Cl-, dan urea sehingga terbentuklah urine sesungguhnya.

Dari tubulus pengumpul, urine yang dibawa ke pelvis renalis lalu di


bawa ke ureter. Dari ureter, urine dialirkan menuju vesika urinaria
(kandungkemih) yang merupakan tempat penyimpanan urine sementara.
Ketika kandung kemih sudah penuh, urine dikeluarkan dari tubuh melalui
uretra (Smeltzer & Bare, 2015).

2.3.2 Sifat Fisis Urin


Adapun sifat Urin,adalah sebagai berikut :

1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ± 1.500 cc tergantung dari pemasukan


(intake) cairan dan faktor lainnya.

2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh.

3) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet obat-obatan dan


sebagainya.

4) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak.

5) Berat jenis 1,015-1,020.

6) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada


diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein memberi reaksi asam)
(Smeltzer & Bare, 2015).

23
2.3.3 Komposisi Urin
Adapun komposisi atau zat yang terkandung dalam air urin adalah, sebagai
berikut :

1) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.

2) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea,


amoniak dan kreatinin.

3) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fospat dan sulfat.

4) Pagmen (bilirubin dan urobilin).

5) Toksin.

6) Hormon (Smeltzer & Bare, 2015).

2.4. PROSES PENYIMPANAN DAN ELIMINASI URIN

2.4.1 Penyimpanan
Urine yang terbentuk oleh ginjal diangkut dari pelvis ginjal melalui
ureter dan ke dalam kandung kemih. Gerakan ini difasilitasi oleh gelombang
peristaltic yang terjadi sekitar 1 hingga 5 kali permenit dan di hasilkan oleh
otot polos dalam dinding ureter. Antara kandung kemih dan ureter tidak
terdapat sfingter. Meskipun aliran balik urine dari kandung kemih dalam
keadaan normal dicegah oleh sifat gelombang peristaltic yang satu arah dan
karena setiap ureter memasuki kandung kemih dengan sudut miring (oblique).
Meskipun demikian, pada keadaan distensi kandung kemih, yang berlebihan
akibat suatu penyakit, kenaikan tekanan dalam kandung kemih tersebut dapat
dialihkan balik melalui ureter sehingga terjadi distensi ureter dan
kemungkinan refluks atau pengaliran balik urine. Keadaan ini dapat
menyebabkan infeksi ginjal (pielonefritis) dan kerusakan ginjal akibat
kenaikan tekanan (hidronefrosis) (Smeltzer & Bare, 2015).

24
2.4.2 Eliminasi Urin
Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih
meliputi korteks serebral, thalamus, hipotalamus dan batang otak. Secara
bersama – sama struktur otrak ini menekan kontraksi otot detrusor kandung
kemih sampai individu ingin berkemih atau bunag air kecil. Dua pusat di pons
yang mengatur mikturisi atau berkemih yaitu : pusat M yang mengaktifkan
reflex otot detrusor dan pusat L mengkoordinasi tonus otot pada dasar
panggul. Pada saat berkemih respon yang terjadi adalah kontraksi kandung
kemih dan relaksasi otot pada dasar panggul yang terkoordinasi. Mikturisi
dipengaruh oleh beberapa factor yaitu :
a. Tekanan Kandung Kemih
Normalnya tekanan dalam kandung kemih sangat rendah bahkan
meskipun terjadi akumulasi urine, karena otot polos kandung kemih akan
melakukan adaptasi terhadap peningkatan regangan ketika kandung kemih
terisi secara perlahan-lahan. Sensasi pertama yang timbul dari pengisian
kandung kemih umumnya terjadi ketika sekitar 100 hingga 150 ml urine
berada dalam kandung kemih. Pada sebagian besar kasus, keinginan untuk
buang air kecil timbul ketika kandung kemih berisi kurang lebih 200
hingga 300 ml urine. Dengan jumlah urine 400 ml,rasa penuh yang
mencolok biasanya akan ditemukan.
b. Pengendalian Otot
Eliminasi urin dikendalikan oleh kontraksi sfingter uretra eksterna. Otot
ini berada di bawah kendali volunter dan diinervasi oleh saraf yang berasal
dari medulla spinalis daerah sakral. Pengendalian ini merupakan perilaku
yang dipelajari dan bukan bawaan sejak lahir. Ketika muncul keinginan
untuk buang air kecil, sfingter uretra eksterna akan melemas dan
muskulus detrusor (otot polos kandung kemih) berkontraksi serta
mendorong urine keluar dari dalam kandung kemih melalui uretra.
Tekanan yang timbul dalam kandung kemih pada waktu urinasi (mikturisi)
kurang lebih sebesar 50 hingga 150 cm H2O. sisa urine dalam uretra akan

25
mengalir keluar akibat pengaruh gaya berat pada wanita dan akan
didorong keluar oleh kontraksi otot volunter pada laki – laki.
c. Pengendalian Neural
Kontraksi muskulus detrusor yang diatur oleh suatu reflex yang mencakup
sistem saraf parasimpatik. Refleks tersebut terintegrasi dalam bagian
sakral traktus spinalis. Sistem saraf simpatik tidak memiliki peranan yang
penting dalam mikturisi tapi dapat mencegah masuknya semen (air mani)
ke dalam kandung kemih pada saat terjadi ejakulasi. Jika terjadi kerusakan
pada saraf pelvis yang menginervasi kandung kemih dan sfingter, maka
kendali volunteer serta urinasi yang bersifat refleks akan menghilang dan
kandung kemih tersebut mengalami distensi yang berlebihan akibat
akumulasi urine. Jika lintasan spinal dari otak ke sistem urinarius
terganggu atau rusak (misalnya sesudah terjadi trauma medulla spinalis),
kontraksi kandung kemih yang reflektoris tetap dipertahankan kendali
volunteer atas proses tersebut akan menghilang. Pada kedua keadaan ini,
otot kandung kemih dapat berkontraksi dan mendorong urine keluar
meskipun kontraksinya tidak cukup kuat untuk mengosongkan kandung
kemih secara tuntas sehingga di dalamnya akan terdapat urine sisa (atau
urine yang tertinggal setelah eliminasi urine).
d. Kateterisasi
Kateterisasi yaitu pemasangan ureter melalui uretra ke dalam kandung
kemih dapat dilakukan untuk mengkaji fungsi kandung kemih dengan
mengukur volume urine sisa. Normalnya, urine sisa berjumlah tidak lebih
dari 50ml. Namun tindakan kateterisasi sedapat mungkin dihindari karena
tindakan ini akan meningkatkan resiko infeksi. Pemeriksaan lain untuk
memastikan disfungsi kandung kemih adalah dengan mengukur tekanan
dalam kandung kemih sesudah memasukkan larutan garam fisiologis
(saline) dengan jumlah yang bervariasi. Tindakan terakhir ini disebut
sistometrogram (Smeltzer & Bare, 2015).

26
2.5 PEMEKATAN URINE DAN MEKANISME COUNTER-CURRENT

2.5.1 Pemekatan Urine


Proses untuk pemekatan urina tidak sesederhana mengencerkannya.
Namun terkadang sangat penting untuk memekatkannya sehingga dapat
membuang solute yang kelebihan dengan kehilangan air sekecil mungkin dari
tubuh. Untungnya ginjal mempunyai mekanisme khusus untuk memekatkan
urina tersebut, yang disebut mekanisme ‘counter current’.
Mekanisme ‘counter current’ tergantung kepada suatu susunan
anatomis khusus
dari ansa Henle dan vasa rekta. Pada manusia, ansa Henle dari kira-kira
sepertiga sampai seperlima nefron jatuh turun ke dalam medulla kemudian
kembali ke korteks. Kelompok nefron ini dengan ansa Henle panjang dinamai
nefron juktameduler. Sejajar dengan ansa Henle panjang adalah gelung kapiler
peritubular yang dinamai vasa rekta, gelung ini turun ke bawah ke dalam
medulla dan kemudian kembali ke korteks. Empat mekanisme pemekatan
solute yang berbeda bertanggung jawab bagi hiperosmolalitas adalah sebagai
berikut :
a. Pertama, penyebab utama sangat meningkatnya osmolalitas cairan
interstisial medulla ini adalah transport aktif ion klorida (ditambah
absorpsi pasif elektronikion-ion natrium) keluar dari bagian tebal pars
asendens ansa Henle.
b. Kedua, ion-ion juga ditranspor ke dalam cairan interstisial medulla dari
duktus koligens, terutama sebagai hasil transport aktif ion natrium dan
absorpsi pasif elektrogenik ion-ion klorida bersama dengan ion-ion
natrium.
c. Ketiga, bila konsentrasi hormon antidiuretik tinggi di dalam darah, maka
sejumlah besar urea akan di absorpsi ke dalam cairan medulla dari duktus
koligens medulla dalam. Bila ada hormone antidiuretik, maka duktus
koligens di bagian dalam medulla menjadi permeable secara moderate
bagi urea. Akibatnya, konsentrasi urea dalam cairan interstisial medulla

27
meningkat sehingga hampir sama dengan konsentrasi di dalam duktus
koligens.
d. Keempat, kejadian terakhir yang menyebabkan peningkatan konsentrasi
osmolal cairan interstisial medulla adalah absorpsi ion-ion natrium dan
klorida ke dalam interstisium bagian dalam medulla dari bagian segmen
tipi sans Henle. Bila konsentrasi urea meningkat sangat tinggi di dalam
interstisium medulla karena absorpsi urea dari duktus koligens, ini segera
menggerakkan osmosis air keluar dari cabang tipis desendens ansa Henle.
Sehingga konsentrasi natrium klorida di dalamcabang tipis ansa Henle
meningkat hamper dua kali normal. Karena konsentrasi yang tinggi, ion-
ion natrium dan klorida berdifusi secara pasif keluar dari segmen tipis ke
dalam interstisium. Ringkasnya, ada empat faktor berbeda yang
menyokong peningkatan osmolalitas di dalam cairan interstisial medulla,
yaitu: transport aktif ion-ion ke dalam interstisium oleh bagian tebal
cabang asendens ansa Henle, transport aktif ion-ion dari duktus koligens
ke dalam interstisium, difusi pasif sejumlah besar urea dari duktus
koligens ke dalam interstisium, dan absorpsi tambahan natrium dan
klorida ke dalam interstisium dari segmen ansa Henle. Hasil bersihnya
adalah peningkatan osmolalitas cairan interstisial medulla (Smeltzer &
Bare, 2015).

2.5.2 Mekanisme Counter-Current


Aliran darah medulla mempunyai dua karakteristik, yang keduanya
sangat penting untuk mempertahankan konsentrasi solute yang tinggi di dalam
cairan interstisial medulla:
a. Pertama, aliran darah medulla sangat lambat, hanya berjumlah 1 sampai
2% aliran darah ginjal total. Karena aliran yang lambat ini, maka
pembuangan solute minimum.
b. Kedua, fungsi vasa rekta sebagai penukar ‘counter current’ yang
mencegah hanyutnya solute dari medulla.

28
Mekanisme pertukaran ‘counter current’ merupakan salah satu
mekanisme cairan mengalir melalui tabung U yang panjang, dengan dua
lengan U yang terletak dekat satu dengan yang lain sehingga cairan dan solute
dapat segera bertukar antara kedua lengan. Bila cairan dan solute ini di dalam
dua aliran sejajar berdampingan dapat segera bertukaran, maka konsentrasi
solute yang tinggi dapat dipertahankan pada puncak ansa dengan jumlah
solute yang hanyut yang relative dapat diabaikan. Jadi, ketika darah mengalir
menuruni pars desenden vasa rekta, natrium kloridadan urea berdifusi ke
dalam darah dan cairan interstisial, sementara air berdifusi keluar ke dalam
interstisium dan dua efek ini menyebabkan konsentraasi osmol dalam darah
meningkat secara progresif, mencapai suatu konsentrasi maksimum sebesar
1.200 milosmol/liter pada ujung vasa rekta tersebut. Kemudian ketika darah
mengalir kembali ke atas mendaki air asendens, sifat semua molekul yang
sangat udah berdifusi melalui membrane kapiler pada
dasarnya memungkinkan semua natrium klorida dan urea yang sama berdifusi
kembali keluar dari darah ke dalam cairan interstisial sementara air kembali
berdifusi ke dalam darah. Oleh karena itu, pada saat darah akhirnya
meninggalkan medulla, konsentrasi osmolnya hanya sedikit lebih tinggi
daripada konsentrasi osmol darah yang mula-mula masuk vasa rekta. Sebagai
akibatnya, darah yang mengalir melalui vasa rekta hanya mengangkut
sejumlah kecil solute interstisial medulla keluar dari medulla (Smeltzer &
Bare, 2015).

2.6 MEKANISME RENIN-ANGIOTENSIN


Renin Angiotensin Aldosteron System atau disebut juga RAAS adalah suatu
sistem/mekanisme hormon yang mengatur keseimbangan tekanan darah dan cairan
dalam tubuh. Dalam mekanisme ini ada beberapa hormon yang mempunyai peran
penting, diantaranya adalah :
1) Renin : suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun.

29
2) Angiotensin : merupakan enzim yang dibagi menjadi; angiotensin
1( enzim yang mempunyai sifat vasokonstriktor ringan tapi dapat
bertahan lama dalam darah); angiotensin II (enzim yang mempunyai
sifat vasokonstriktor kuat tapi hanya 1-2menit dalam darah karena
diinaktivasi angiotensinase)
3) Angiotensinogen : pengubah renin menjadi angiotensin 1
4) angiotensin converting enzim(ACE): enzim pengubah angiotensin 1
menjadi 2
5) Aldosteron : hormon steroid golongan mineralkortikoid yang
dihasilkan oleh korteks adrenal yang mempunyai fungsi untuk
meningkatkan absorpsi natrium dan meningkatkan sekresi kalium
oleh sel epitel ginjal terutama sel prinsipal di sel tubulus kolektivus .
Mekanisme kerja dari RAAS dapat dimulai dari 3 proses:
1) Penurunan volume darah yang menyebabkan terjadi penurunan
tekanan darah di glomerulus.(hipotensi/renal artery stenosis)
2) Stimulasi sel juxtaglomerular oleh saraf simpatis
3) Penurunan konsentrasi osmotic cairan tubular di macula densa.
(penurunan kadar sodium)
Tiga proses diatas dapat merangsang sel-sel jukstaglomerular di ginjal untuk
melepaskan enzim renin, kemudian renin ini akan bersirkulasi ke seluruh tubuh yang
kemudian akan bertemu dengan angiotensinogen yang diproduksi di hati untuk
melepaskan enzim angiotensin I. Angiotensin I akan berubah menjadi Angiotensin II
setelah diubah oleh Angiotensin Converting Enzim (ACE) yang dihasilkan oleh
endotelium pembuluh paru. Angiotensin II akan menyebabkan beberapa efek, yaitu :
1) Vasokontriksi di seluruh tubuh terutama di arteriol yang akan
meningkatkan tahanan perifer total sehingga terjadi peningkatan
tekanan arteri.
2) Menurunkan eksresi garam dan air sehingga meningkatkan volume
ekstra sel yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri juga.
3) Merangsang sekresi aldosteron di kalenjar adrenal yang kemudian
meningkatkan reabsorpsi garam dan air oleh tubulus ginjal.
4) Merangsang central nervous system untuk menjadi haus sehingga
kelenjar pituitary posterior mengeluarkan hormon vasopresin (ADH)

30
yang akan menstimulasi reabsorpsi air di ductus collectivus dan
peningkatan tonus simpatis, meningkatkan cardiac output.
Sistem ini juga dapat diaktifkan oleh mekanisme lain yaitu melalui enzim
natriuretic peptides (BNP dan ANP) yang dihasilkan oleh jantung (Smeltzer & Bare,
2015).

2.7 PERAN ERITROPOETIN DALAM PEMBENTUKKAN DARAH

2.7.1Pembentukan sel darah merah


Sel darah merah berasal dari sel yang dikenal sebagai
hemositoblast. Hemositoblast yang baru secara kontinyu dibentuk dari sel induk
primordial sumsum tulang.Hemositoblast mula-mula membentuk eritoblast
basofil yang mulai mensintesis hemoglobin. Eritoblast kemudian
menjadi eritoblast polikromatofilik, setelah ini inti selmenyusut,
sedangkan hemoglobin dibentuk dalam jumlah yang lebih banyak dan sel
menjadi normoblast. Setelah sitoplasma normoblast terisi dengan hemoglobin,
inti menjadi sangat kecil dan dibuang. Pada waktu yang sama, retikulum
endoplasma direabsopsi. Sel pada stadium ini dinamakan retikulosit karena
ia masih mengandung sejumlah kecil retikulum endoplasma basofilik yang
menyelingi diantara hemoglobin didalam sitoplasma. Sementara sel dalam
stadium retikulosit ini, mereka masuk kedalam kapiker darah dengan deapedesis
(menyelip melalui pori membran).

2.7.2 Peranan eritropoitin dalam pembentukan sel darah merah


Eritropoietin adalah hormon yang terutama diproduksi oleh ginjal
untuk meningkatkan produksi eritrosit. Eritropoietin adalah suatu hormon
glikoprotein yang terdapat dalam darah dalam keadaan hipoksia dan
selanjutnya bekerja pada sumsum tulang untuk meningkatkan kecepatan
pembentukan sel darah merah. Ginjal memegang peranan penting dalam
pembentukan eritropoitin sebagai berikut : bila ginjal mengalami hipoksia, ia
mengeluarkan enzim yang dinamakan faktor eritropoitin ginjal. Enzim ini

31
disekresi kedalam darah tempat enzim ini bekerja, dalam beberapa menit bekerja
pada salah satu globulin plasma, untuk memecahkan molekul glikoprotein
eritropoitin. Eritropoitin selanjutnya beredar dalam darah selama kira-kira satu
hari dan selama waktu ini ia bekerja pada sumsum tulang dengan menyebabkan
eritropoisis. Pada keadaan tidak ada ginjal sama sekali, eritropoitin dibentuk
dalam jumlah sedikit pada bagian tubuh lain. Oleh karena itu, tanpa adanya ginjal
biasanya orang menjadi sangat anemia karena kadar eritropoitin dalam darah
sangat rendah

2.8 PENGATURAN KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT, SERTA


SISTEM BUFFER
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal, yakni sebagai
pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah. pengatur keseimbangan asam-
basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 (dua) parameter
penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal
mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam
dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam
dan air dalam urin sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen
dan ion bikarbonat dalam urin sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan
dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresi ion hidrogen
dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh
Dalam aktifitas sel tubuh memerlukan keseimbangan asam basa, yang dapat
diukur dengan PH ( derajat keasaman ). Dalam keadaan normal PH cairan tubuh
(darah ) 7,35-7,45. Keseimbangan asam basa dapat dipertahankan melalui proses
metabolisme , dengan sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan oleh sistem
regulasi ( pengaturan di ginjal )

32
Pengaturan asam basa secara fisiologis melaui ginjal dapat beradptasi
dengan cepat terhadap ketidakseimbangan asam basa. ginjal membutuhkan beberapa
jam bahkan beberapa hari untuk pengaturan gangguan asam basa, karena ginjal
menggunakan tiga mekanisme dalam pengaturan konsentrasi ion hidrogen, yakni
mengabsorbsi bikarboanat selama terjadi kelebihan asam dan mengeluarkan apabila
terjadi kekurangan asam, menggunakan ion fosfat dalam membawa ion hidrogen
dengan mengekskresikan asam fosfat serta membentuk asam basa
Asidosis metabolik diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi ion hidrogen
( penurunan pH ) di dalam cairan ekstrasel, yang disebabkan oleh peningkatan ion
hidrogen atau penurunan kadar bikarbonat ( Price dan Wilson, 2006 ). Alkalosis
metabolik ditandai dengan banyaknya kehilangan asam dari tubuh dan meningkatnya
kadar bikarbonat. Muntah adalah penyebab yang paling umum.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar rongga
peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira 150 gram dan
kira-kira seukuran kepalan tangan. Sisi media setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf, dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, dimana urin disimpan hingga dikosongkan.
Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius.
Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam
basa cairan tubuh : mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah : dan
mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini
diangkut dari ginjal melalui ureter ke dalam kandung kemih tempat urine tersebut
disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung kemih berkontraksi
dan urine akan diekskresikan dari tubuh lewat uretra.
Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk ke dalam
ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma
darah. Ada tiga tahap pembentukan urine yaitu proses filtrasi, reabsorpsi, dan
sekresi.

3.2 Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mampu menjelaskan serta
memahami anatomi, fisiologi, kimia, fisika dan biokimia sistem perkemihan agar
nantinya dapat mengaplikasikannya dengan baik pada saat berada di rumah sakit
dan bertemu dengan pasien langsung.

34
DAFTAR PUSTAKA

Guyton, A., & Hall, J. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Edisi 9). Jakarta: EGC
Mansjoer, A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : Media
Aesculapius.
Price, Sylvia A. & Lorraine Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth, Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC

Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi : Kurikulum berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: EGC

35

Anda mungkin juga menyukai