Anda di halaman 1dari 6

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTITUBERKULOSIS PADA PASIEN

TUBERKULOSIS PARU DI INSTALASI RAWAT INAP


BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2010
Vethreeany Simamora1), Heedy M. Tjitrosantoso2), Weny I. Wiyono3)
1)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
2)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115
3)
Program Studi Farmasi FMIPA UNSRAT Manado, 95115

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola penggunaan obat antituberkulosis (OAT) dan
mengevaluasi kesesuaian penggunaan OAT berdasarkan Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
tahun 2009 dari Depkes RI pada pasien tuberkulosis paru di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou periode Januari – Desember 2010. Penelitian ini merupakan penelitian survei
deskriptif dan pengumpulan data dilakukan secara retrospektif.Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis deskriptif. Hasilnya menunjukkan pasien dengan kategori 1 tahap intensif diberikan paduan
HRZE atau 4FDC dan pasien tahap lanjutan diberikan paduan HR. Pasien kategori 2, pada tahap
intensif 2 bulan diberikan paduan HRZES dan untuk pasien kategori 2 pada tahap intensif 1 bulan
diberikan paduan HRZE. Sebanyak 97,7% pasien diresepkan OAT sediaan obat tunggal (generik) dan
2,3% pasien diresepkan OAT FDC. Berdasarkan kesesuaian pemilihan paduan OAT, pengobatan
kategori 1 telah memenuhi kesesuaian 94,7% dan kategori 2 telah memenuhi kesesuaian 66,7%
dengan standar Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis dari Depkes RI tahun 2009.
Kata kunci: OAT, tuberkulosis paru, instalasi rawat inap

EVALUATION OF THE USING OF ANTITUBERCULOSIS DRUGS IN HOSPITALIZED


PATIENTS WITH PULMONARY TUBERCULOSIS IN BLU RSUP PROF. DR. R. D.
KANDOU MANADO PERIOD JANUARY TO DECEMBER 2010

ABSTRACT

This study aims to examine the patterns of the use of antituberculosis drugs (OAT) and to evaluate the
suitability of the use of OAT based on the Guidelines for Tuberculosis Control 2009 by Ministry of
Health RI, in hospitalized patients with pulmonary tuberculosis in BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado period January to December 2010. This study is a descriptive survey research and data
collection carried out retrospectively. Data was analyzed with descriptive analysis. The results
showed patients with category 1 of an intensive phase is given the alloy HRZE or 4FDC and
continoum phase patients is given the alloy HR. Category 2 patients, the 2-month intensive phase is
given the alloy HRZES and for category 2 patients at 1-month intensive phase is given the alloy
HRZE. A total of 97.7% of patients prescribed a single drug dosage OAT (generic) and 2.3% of
patients prescribed OAT FDC. Based on the suitability of the selection of alloys OAT, for the
treatment of category 1 have met the suitability of 94.7% and category 2 is 66.7%, compliance with
the standards of the Guidelines for Tuberculosis Control 2009 by Ministry of Health RI.
Keywords: OAT, pulmonary tuberculosis, hospitalized patients

27
PENDAHULUAN menjalani rawat inap di BLU RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou periode Januari – Desember
Tuberkulosis adalah penyakit menular 2010.
yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Tujuan penelitian ialah mengkaji pola
tuberculosis.Sebagian besar kuman penggunaan obat antituberkulosis (OAT) pada
tuberkulosis menyerang paru, tetapi dapat juga pasien tuberkulosis paru, dan mengevaluasi
mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, kesesuaian penggunaan obat antituberkulosis
2009). Di Indonesia, penyakit tuberkulosis (OAT) yang meliputi pemilihan paduan OAT
merupakan penyakit infeksi yang masih di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr.
menjadi masalah utama kesehatan masyarakat. R. D. Kandou periode Januari – Desember
Secara nasional 7,5% angka kematian di 2010 dengan kategori pengobatan pasien
Indonesia disebabkan oleh penyakit tuberkulosis paru berdasarkan Pedoman
tuberkulosis (Dinkes Sulut, 2009). Menurut Penanggulangan Tuberkulosis tahun 2009 dari
Global Tuberculosis Control tahun 2011 Depkes RI.
jumlah pasien tuberkulosis di Indonesia
merupakan ke-4 terbanyak di dunia setelah METODOLOGI PENELITIAN
India, Cina dan Afrika Selatan (Siagian, 2011).
Tingginya angka kejadian tuberkulosis Penelitian dilakukan di BLU RSUP
di dunia disebabkan antara lain ketidakpatuhan Prof. Dr. R. D. Kandou Jalan Raya
terhadap program pengobatan maupun Tanawangko No. 56 Manado dari bulan
pengobatan yang tidak adekuat (Aditama, Oktober 2011 sampai Desember 2011.
2002). Sejak tahun 1995, WHO (World Health Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
Organization) mengembangkan strategi survei deskriptif dengan pengambilan data
penanggulangan tuberkulosis yang dikenal secara retrospektif.
sebagai strategi DOTS (Directly Observed Populasi dalam penelitian ini ialah
Treatment Shortcourse) (Tabrani, 2007). sekelompok atau sejumlah individu yang
Fokus utama DOTS ialah penemuan dan menderita tuberkulosis paru di Instalasi Rawat
penyembuhan pasien. Strategi ini akan Inap BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou
memutuskan penularan tuberkulosis dan Manado selama tahun 2010 dengan kriteria
dengan demikian menurunkan kejadian inklusi pasien didiagnosis tuberkulosis paru
tuberkulosis di masyarakat (Depkes RI, 2007). berumur diatas 14 tahun yang dirawat inap dan
Salah satu dari komponen DOTS ialah menerima OAT. Sebagai bahan penelitian
pengobatan dengan paduan obat utama ialah rekam medik pasien tuberkulosis
antituberkulosis (OAT) jangka pendek dengan paru yang mendapat perawatan di instalasi
pengawasan langsung Pengawas Menelan rawat inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Obat (PMO) (Depkes RI, 2005). Manado periode Januari – Desember
BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou 2010.Sampel dalam penelitian ini ialah bagian
Manado merupakan salah satu Unit Pelayanan dari populasi terpilih yang memenuhi syarat
Kesehatan di Sulawesi Utara yang penelitian.Pengambilan sampel secara
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara purposive dengan jumlah total 102 sampel dan
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat yang memenuhi kriteria penelitian sebanyak
inap, rawat jalan, dan gawat darurat serta 44 sampel.
menjadi rujukan Unit Pelayanan Kesehatan Data penelitian diperoleh dari berkas
lainnya. Data tahun 2010 di BLU RSUP Prof. catatan medik yang dikumpulkan secara
Dr. R. D. Kandou Manado, penyakit retrospektif kemudian dianalisis dengan
tuberkulosis masuk dalam 10 penyakit terbesar analisis univariat . Analisis univariat bertujuan
yang diderita oleh pasien yang menjalani untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
rawat inap. Berdasarkan uraian diatas, perlu karakteristik setiap variabel penelitian.Analisis
dilakukan penelitian mengenai evaluasi ini menghasilkan distribusi frekuensi dan
penggunaan obat antituberkulosis (OAT) pada persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo,
pasien penyakit tuberkulosis paru yang 2010).

28
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Data Karakteristik

Tabel 1. Karakteristik Pasien Tuberkulosis Paru di Instalasi Rawat Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado

Jumlah Persentase
Karakteristik Variasi Kelompok Total
Pasien (%)
Laki-laki 29 65,9 44
Jenis Kelamin
Perempuan 15 34,1 (100%)
15-24 5 11,4
Umur
(Tahun) 25-44 13 29,5 44
(Rustiyanto, 45-64 16 36,4 (100%)
2010) ≥65 10 22,7
Kasus baru 38 86,4
Kasus kambuh
2 4,5
(relaps)
44
Tipe Pasien Kasus setelah putus
3 6,8 (100%)
berobat (default)
Kasus setelah gagal
1 2,3
(failure)

Kategori Kategori 1 38 86,4 44


Pengobatan Kategori 2 6 13,6 (100%)

Data Penggunaan Jenis Obat Antituberkulosis (OAT)

Tabel 2. Data Pemberian Jenis OAT pada Pasien Tuberkulosis Paru di Instalasi Rawat Inap BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

Jumlah Persentase
No. Jenis OAT Total
Pasien (%)
OAT Sediaan Obat
1. 43 97,7 44
Tunggal (Generik)
(100%)
2. OAT FDC 1 2,3

Kesesuaian Paduan Obat Antituberkulosis (OAT)

Tabel 3. Kesesuaian Paduan OAT yang diberikan pada Pasien Tuberkulosis Paru di Instalasi Rawat
Inap BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari – Desember 2010

Variasi Jumlah Persentase


Karakteristik Total
Kelompok Pasien (%)
Sesuai 36 94,7 38
Kategori 1
Tidak sesuai 2 5,3 (100%)
6
Kategori 2 Sesuai 4 66,7
(100%)

29
Pembahasan merupakan penderita kambuh. Berdasarkan
Jumlah subjek dalam penelitian ini Laporan TB Triwulan 1 tahun 2010, Provinsi
sebanyak 44 pasien, terdiri atas pasien laki-laki Sulawesi Utara merupakan Provinsi dengan CDR
29 orang (65,9%) dan pasien perempuan 15 orang tertinggi (20,7%) dari seluruh Provinsi yang ada
(34,1%). Long et al. (1999) melaporkan di Indonesia. CDR atauCase Detection Rate
prevalensi tuberkulosis paru di negara adalah persentase jumlah pasien baru BTA positif
berkembang duapertiga pada laki-laki dan yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah
sepertiga pada perempuan.Syafrizal dkk.(2008) pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada
dalam penelitiannya terhadap pasien rawat inap di dalam suatu wilayah. Case Detection Rate
RS Dr. M. Djamil Padang memperoleh hasil menggambarkan cakupan penemuan pasien baru
sebagian besar pasien yang dirawat berjenis BTA positif pada wilayah tersebut (Anonim,
kelamin laki-laki (65%) dengan umur diatas 50 2010). Tingginya kejadian kasus baru penyakit
tahun (51%). MenurutYeung et al. (2002) tuberkulosis disebabkan antara lain adanya
prevalensi tuberkulosis paru pada laki-laki 69,1% kontak serumah dengan penderita tuberkulosis
lebih tinggi dibanding perempuan 30,9%. Holmes terutama dengan sputum BTA positif (Callahan,
et al. (1996) mengemukakan bahwa jumlah 1994 dalam Gusti, 2003). Dikatakan juga 90%
pasien laki-laki dan perempuan sama hingga TB paru pada orang dewasa berasal dari
umur remaja tetapi setelah remaja prevalens laki- reaktivasi basil dormant, dimana basil
laki lebih tinggi dari perempuan.Nakagawa et al. tuberkulosis yang telah ada pada paru aktif
(2001) mengemukakan bahwa pada perempuan kembali akibat menurunnya daya tahan tubuh dan
lebih banyak kurang terdiagnosis dan dilaporkan buruknya kondisi kesehatan (Gusti, 2003).
sehingga diagnosis tuberkulosis sering terlambat Berdasarkan kategori pengobatan pasien,
ditemukan pada perempuan karena kurang diperoleh hasil sebanyak 38 pasien (86,4%)
berminat pergi ke pelayanan kesehatan untuk termasuk dalam pengobatan kategori 1 dan 6
memeriksakan kesehatannya serta rasa malu dan pasien (13,6%) termasuk dalam pengobatan
takut dikucilkan masyarakat akibat stigma kategori 2. Pasien yang termasuk dalam
tuberkulosis. pengobatan kategori 1 ini ialah pasien dengan
Ditinjau dari umur, diperoleh penderita status pasien baru tuberkulosis baru BTA positif,
terbanyak terdapat pada kelompok umur 45-64 dan pasien tuberkulosis paru BTA negatif foto
tahun (36,4%) diikuti oleh kelompok umur toraks positif.Pasien yang termasuk dalam
terbanyak kedua 25-44 tahun (29,5%). Menurut pengobatan kategori 2 ialah pasien dengan status
Depkes RI (2007) dan WHO (2006), 75% pasien pasien kambuh (relaps), pasien gagal (failure),
tuberkulosis paru umumnya berusia pada rentang dan pasien dengan pengobatan setelah putus
usia produktif (15-54 tahun) yang membawa berobat (default). Pasien dengan kategori 1 tahap
dampak sosial ekonomi di masyarakat. Data dari intensif diberikan paduan pengobatan HRZE
WHO (2006) dalam Indonesian Strategic Plan to (Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol)
Stop TB juga menyatakan secara perlahan usia atau 4FDC (Fixed Dose Combination) selama 2
penderita tuberkulosis juga meningkat pada umur bulan dan untuk tahap lanjutan diberikan paduan
55-64 tahun. Menurut Yeung et al. (2002) laki- pengobatan HR (Isoniazid, Rifampisin) atau
laki berumur 60-79 tahun mempunyai prevalensi 2FDC (Fixed Dose Combination) 3 kali seminggu
4 kali lebih besar dibanding perempuan, hal ini selama 4 bulan. Untuk kategori 2, pasien dengan
disebabkan laki-laki yang berumur tua lebih pengobatan tahap intensif diberikan paduan
banyak mempunyai kecenderungan terjadi pengobatan HRZES (Isoniazid, Rifampisin,
perburukan penyakit karena faktor penyakit Pirazinamid, Ethambutol, Streptomycin) selama 2
penyerta seperti diabetes melitus. bulan dan untuk tahap lanjutan diberikan paduan
Ditinjau dari tipe pasien yang pengobatan HRE (Isoniazid, Rifampisin,
diklasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan Ethambutol) 3 kali seminggu selama 5 bulan.
sebelumnya, sebagian besar pasien tuberkulosis Pada paduan pengobatan kategori 2, disamping
paru yang rawat inap di BLU RSUP Prof. Dr. R. paduan untuk kedua tahap tersebut, disediakan
D. Kandou Manado ialah pasien dengan status paduan OAT sisipan, yaitu paduan OAT HRZE
kasus baru (86,4%). Hasil ini sejalan dengan hasil (Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol)
penelitian yang dilakukan oleh Syafrizal dkk. yang diberikan selama sebulan (Depkes RI,
(2008) pada pasien tuberkulosis yang rawat inap 2009).
di RS Dr. M. Djamil Padang, yaitu 92% pasien Berdasarkan jenis OAT yang diberikan
merupakan penderita baru dan 8% pasien pada pasien diperoleh hasil 43 pasien (97,7%)

30
diresepkan OAT sediaan obat tunggal (generik) (undertreatment) sehingga mencegah timbulnya
dan 1 pasien (2,3%) diresepkan OAT Fixed Dose resistensi, menghindari pengobatan yang tidak
Combination (FDC). Berdasarkan data dari BLU perlu (overtreatment) serta dapat mengurangi efek
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, samping (Depkes RI, 2009).
pelayanan resep dari resep Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) merupakan pelayanan
resep terbesar sepanjang tahun 2010 yaitu 66,18% KESIMPULAN
(Anonim1, 2012). Pelayanan obat dengan resep
Jamkesmas diatur menurut ketentuan dalam Berdasarkan pola penggunaan obat
Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas, dimana antituberkulosis (OAT) di instalasi rawat inap
pelayanan obat yang diberikan ialah pelayanan BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
obat generik yang mengacu pada formularium pasien dengan kategori 1 tahap intensif diberikan
obat di rumah sakit untuk Jamkesmas (Depkes RI, paduan HRZE (Isoniazid, Rifampisin,
2008).Pelayanan resep Jamkesmas yang tinggi Pirazinamid, Ethambutol) atau 4FDC (Fixed Dose
menyebabkan tingginya penggunaan obat Combination) dan untuk tahap lanjutan diberikan
generik, salah satunya dalam penggunaan obat paduan HR (Isoniazid, Rifampisin). Pasien
pada pasien tuberkulosis paru. kategori 2, pada tahap intensif 2 bulan diberikan
Dari data kesesuaian pemberian paduan paduan HRZES (Isoniazid, Rifampisin,
OAT, untuk pengobatan kategori 1 telah Pirazinamid, Ethambutol, Streptomycin) dan
memenuhi kesesuaian 94,7% dan untuk untuk pasien kategori 2 pada tahap intensif 1
pengobatan kategori 2 telah memenuhi bulan diberikan paduan OAT HRZE (Isoniazid,
kesesuaian 66,7% dengan standar Pedoman Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol). Jenis OAT
Penanggulangan Tuberkulosis dari Departemen yang diberikan pada pasien tuberkulosis paru
Kesehatan RI tahun 2009. Data dari hasil yang dirawat di instalasi rawat inap BLU RSUP
penelitian masih didapati ketidaksesuaian Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, sebanyak 97,7%
pemberian paduan obat antituberkulosis (OAT). pasien diresepkan OAT sediaan obat tunggal
Hal yang menyebabkan ketidaksesuaian adalah (generik) dan 2,3% pasien diresepkan OAT Fixed
faktor penyakit penyerta yang diderita oleh pasien Dose Combination (FDC).
dimana rata-rata pasien tuberkulosis paru yang Kesesuaian pemilihan paduan OAT pada
menjalani rawat inap telah mengalami pasien tuberkulosis paru di instalasi rawat inap
komplikasi. Salah satu bentuk ketidaksesuaian BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado,
pemberian OAT ialah pada pasien kategori 2 yang untuk pengobatan kategori 1 telah memenuhi
diberikan paduan OAT HRE (Isoniazid, kesesuaian 94,7% dan untuk pengobatan kategori
Rifampisin, Ethambutol) untuk tahap intensif. 2 telah memenuhi kesesuaian 66,7% dengan
Berdasarkan standar, pasien kategori 2 tahap standar Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
intensif diberikan paduan OAT HRZES dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009. Masih
(Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, Ethambutol, didapati ketidaksesuaian pemberian OAT, hal ini
Streptomycin), akan tetapi berdasarkan data disebabkan oleh faktor penyakit penyerta yang
penelitian selain menderita tuberkulosis paru, diderita oleh pasien dimana rata-rata pasien
pasien juga menderita penyakit penyerta seperti tuberkulosis paru yang menjalani rawat inap telah
hiperuricemia dan CKD (Chronic Kindney mengalami komplikasi.
Disease) atau penyakit ginjal kronik sehingga
pasien tidak diberikan Pirazinamid (Z) dan SARAN
Streptomycin (S). Pirazinamid dapat menghambat
ekskresi asam urat dari ginjal sehingga Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
menimbulkan hiperuricemia, pemberian mengenai kesesuaian pemilihan paduan obat
Pirazinamid akan menambah parah penyakit antituberkulosis (OAT) berdasarkan dosis dan
hiperuricemia pasien dan pemberian frekuensi OAT, serta selain pemberian OAT yang
Streptomycin pada pasien dengan gangguan tepat dan adekuat perlu diperhatikan beberapa hal
fungsi ginjal kronik dapat menyebabkan yang akan membantu penyembuhan dan
terjadinya ototoksisitas (Depkes RI, 2005; Syarif pencegahan tuberkulosis paru seperti pemahaman
dkk., 2007). tentang penyakit terhadap penderita maupun pada
Kesesuaian paduan pengobatan dengan keluarganya, terutama mengenai perbaikan gizi
kategori diagnostik sangat diperlukan untuk maupun melalui cara hidup sehat.
menghindari terapi yang tidak adekuat

31
DAFTAR PUSTAKA Long, N.H., Joansson, E., Lonnroth, K.,
Erikson, B., Winkvist, A., Diwan,
Anonim.2010. Laporan TB Triwulan 1 Tahun V.K. 1999.Longer Delays in
2010.Depkes RI, Jakarta. Tuberculosis Among Women in
Vietnam. Int. J. Tuberc. Lung Dis. 3:
Anonim1. 2012. Badan Layanan Umum RSUP 388-393.
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
http://rsupkandou.com/ Nakagawa, M.Y., Ozasa K., Yamada N.,
Osuga K., Shimouchi A., Ishikawa N.
[18 Februari 2012]. et al. 2001. Gender Difference in
Delays to Diagnosis and Health Care
Aditama, T.Y. 2002. Tuberkulosis Diagnosis,
Seeking Behavior in A Rural Area of
Terapi dan Masalahnya. Edisi ke-5.
Nepal. Int. J. Tuberc. Lung Dis. 5: 24-
Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter
31.
Indonesia, Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Tuberkulosis. Direktorat Rustiyanto, E. 2010.Statistik Rumah Sakit
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik untuk Pengambilan Keputusan. Graha
Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Ilmu, Yogyakarta.
Kesehatan, Jakarta.
Siagian, V. 2011. Program Nasional
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Penanggulangan Tuberkulosis.
2007. Pedoman Nasional Kongres Ilmiah dan Rakernas IAI,
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi Manado 28 Oktober 2011.
ke-2.Depkes RI, Jakarta.
Syafrizal, T. Hadianto, M. Hasanbasri. 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pengelolaan Penanganan Pengobatan
2008. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Tuberkulosis di RS Dr. M. Djamil
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Padang Periode 1 Mei s/d 1 Juli
Depkes RI, Jakarta. 2007.Working Paper Series 7: 1-20.
Departemen Kesehatan Republik Syarif, Amirdkk. (Edt). 2007. Farmakologi dan
Indonesia.2009. Keputusan Menteri Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Kesehatan RI Tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis.Depkes Tabrani, I. 2007. Konversi Sputum BTA pada
RI, Jakarta. Fase Intensif TB Paru Kategori I
antara Kombinasi Dosis Tetap (KDT)
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi dan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Utara.2009. Profil Kesehatan Provinsi Generik di RSUP H. Adam Malik
Sulawesi Utara 2008. Dinkes Sulut Medan [Tesis]. Departemen Ilmu
Balai Data, Surveilans dan Sistem Penyakit Paru FK-USU, Medan.
Informasi Kesehatan, Manado.
World Health Organization. 2006.
Gusti, A. 2003.Kekerapan Tuberkolosis Paru Tuberculosis Fact Sheet. Tuberculosis
pada Pasangan Suami-Isteri Penderita in South East
Tuberkolosis Paru yang Berobat di Asia.http://www.w3.whosea.org
Bagian Paru RSUP H. Adam
Malik.FK-USU, Medan. World Health Organization. 2006. Indonesian
Strategic Plan To Stop TB 2006-2010.
Holmes, C.B., Hausler, H., Nunn, P. 1996. A 2006: 2-11.
Review of Sex Differences in the
Epidemiology of Tuberculosis. Int. J. Yeung, M.C., Noertjojo K., Tan J., Tam M.
Tuberc. Lung Dis. 77: 2391-2400. 2002. Tuberculosis in the Elderly in
Hongkong. Int. J. Tuberc. Lung Dis.
6: 771-779

32

Anda mungkin juga menyukai