Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN


ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN ISOLASI SOSIAL
Makalah ini untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada mata kuliah
Keperawatan Jiwa I
Dosen Pembimbing :
Bapak Purnomo, S.Kep, Ners, M.Kep

Di susun oleh:
Kelompok 2 :

1. Aditya Sukma Hadi (A2R17002)


2. Aulin Mei Dayanti (A2R17006)
3. Lila Lailatus (A2R17011)
4. Malik Fahad (A2R17014)
5. Rizky Gusti Saleh (A2R17029)
6. Septi Handayani (A2R17033)
7. Via Gesti Ardiyanti (A2R17036)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN TINGKAT II A


STIKES HUTAMA ABDI HUSADA TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan kehilangan pada pasien isolasi
Makalah ini untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Jiwa I . Pembuatan
kami menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yth :
1. Bpk. H. Sukanto, S.Pd, S.Kep.Ners, M.Kes, sebagai ketua utama STIKes Hutama Abdi
Husada Tulungagung.

2. Bpk. Purnomo, S.Kep, Ners, M.Kep, sebagai dosen pengajar pada matakuliah
Keperawatan Jiwa I . Sekaligus pembimbing makalah yang berjudul lapoan
pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien isolasi sosial.

3. Pihak perpustakaan yang telah menyediakan buku penugasan Keperawatan Jiwa I

4. Teman-teman yang tidak bisa kami sebutkan satupersatu.

Makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki kurang. Oleh karena itu, saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
kritik ataupun masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini. Besar harapan kami, mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca pada umumnya, dan kelompok pada umumnya.

Tulungagung, 26 Mei 2019

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

3
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Definisi Isolasi Sosial


Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme
individu terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima


sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam
(Wilkinson, 2007).

Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau
suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya, pasien mungkin merasa
ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Anna
Kelliat, 2006 ). Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain ( Pawlin, 1993 dikutip
Budi Kelliat, 2001). Faktor perkembangan dan sosial budaya merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku isolasi sosial. (Budi Anna Kelliat,2006).

2.2 Etiologi

1. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
4
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu
dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan
menghambat masa perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang
memberikan pengalaman bagi individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada
bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya
rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah
laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari. Komunikasi yang
hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan sebagai
objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam
berhubungan terdiri dari:
1. Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan
biologis maupun psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan
menghasilkan rasa aman dan rasa percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting
karena akan mempengaruhi hubungannya dengan lingkungan di kemudian hari.
Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa percaya pada masa
ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada masa
berikutnya.
2. Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai
mengenal lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan
teman-temannya. Konflik terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu
dikontrol, hal ini dapat membuat anak frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan
yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam keluarga dapat
menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua
harus dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari
dirinya, maupun sistem nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat
ini anak mulai masuk sekolah dimana ia harus belajar cara berhubungan,
berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
3. Masa Praremaja dan Remaja

5
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan
teman sejenis, yang mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk
mengenal dan mempelajari perbedaan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan berkembang menjadi
hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu dengan
kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua.
Konflik akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan
keseimbangan hubungan tersebut, yang seringkali menimbulkan perasaan
tertekan maupun tergantung pada remaja.
4. Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan
interdependen antara teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai
dengan kemampuan mengekspresikan perasaan pada orang lain dan menerima
perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang lain. Individu siap
untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah
saling memberi dan menerima (mutuality).
5. Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak
terhadap dirinya menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk
mengembangkan aktivitas baru yang dapat meningkatkan pertumbuhan diri.
Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap mempertahankan hubungan
yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6. Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik,
kehilangan orang tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran.
Dengan adanya kehilangan tersebut ketergantungan pada orang lain akan
meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk
mengembangkan gangguan tingkah laku.
 Sikap bermusuhan/hostilitas
 Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak

6
 Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
 Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada
pembicaananak, hubungan yang kaku antara anggota keluarga, kurang tegur
sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam pemecahan masalah tidak
diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.
 Ekspresi emosi yang tinggi
 Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang
membuat bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena
norma-norma yang salah yang dianut oleh satu keluarga.seperti anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden
tertinggi skizofrenia ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang
menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian pada kembar monozigot
apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%, sedangkan bagi
kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur
limbik, diduga dapat menyebabkan skizofrenia.

2. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
eksternal, meliputi:
a. Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya
penurunan stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang
dicintai, kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh,
dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini dapat menimbulkan isolasi sosial.
b. Stressor Biokimia

7
1. Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta
tractus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.
2. Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan
dopamin dalam otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim
yang menurunkan dopamin, maka menurunnya MAO juga dapat merupakan
indikasi terjadinya skizofrenia.
3. Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien
skizofrenia. Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat
oleh dopamin. Hypertiroidisme, adanya peningkatan maupun penurunan
hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan tingkah laku psikotik.
4. Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik
diantaranya adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.
c. Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat
interaksi antara individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu
untuk berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan
memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah
akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego
tidak dapat menahan tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal
dari luar. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk
mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan
ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan psikologis individu
terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha
mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam
dirinya. Strategi koping yang sering digunakan pada masing-masing tingkah laku
adalah sebagai berikut:
a. Tingkah laku curiga: proyeksi
b. Dependency: reaksi formasi
c. Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi

8
d. Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial
e. Manipulatif: regrasi, represi, isolasi
f. Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan
regrasi.

2.3 Manifestasi klinis

Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan
dengan wawancara, adalah:
1. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
2. Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
3. Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
4. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
5. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
6. Pasien merasa tidak berguna
7. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

2.4 Patopsikologi
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya perilaku menarik diri atau

isolasi yang di sebabkan oleh perasaan tidak berharga yang bisa di alami klien dengan

latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan

kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam

mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau

mundur, mengalami penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap

penampilan dan kebersihan diri. Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan

tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi

halusinasi (Dalami, 2009).

2.5 Akibat yang Ditimbulkan

9
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi
sensori halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang
salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan
realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang
sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di
mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh
psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman
mempersepsikan yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima
perasaan (pengelihatan, pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi
yang paling umum adalah halusinasi pendengaran.

10
2.6 Penatalaksanaan

1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas, kesadaran diri terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri
terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental: faham, halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali, berdaya berat
dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial
dan melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi
(hypotensi) antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi,
hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama
jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia akut, akathsia sindrom parkinson).
Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee). Hematologik,
agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta
dalam fungsi kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan
miksi dan parasimpatik, defeksi, hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra
meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi terhadap penyakit hati,
penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
c. Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik,
sindrom Parkinson akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek
samping diantaranya mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi urine.
Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).
2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan
strategi pertemuan (SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi
pertemuan yang berbeda-beda. Pada SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab
isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai keuntungan dan kerugian apabila
berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara berkenalan,

11
dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan orang lain ke dalam
kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu
orang, dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain sebagai salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi
jadwal kegiatan harian pasien, memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua
orang atau lebih dan menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan
hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan
bersosialisasi secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. Activity Daily Living (ADL)
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-
hari yang meliputi:
 Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun
tidur.
 Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk
tingkah laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.
 Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi
dan sesudah mandi.
 Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan
berganti pakaian.
 Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang
dan setelah makan dan minum.
 Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan
kebutuhan kebersihan diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan
pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
 Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat
menjaga keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh
benda tajam sembarangan, tidak merokok sambil tiduran, memanjat
ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
 Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi
tidur. Pada pasien gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu
diperhatikan karena sering merupakan gejala primer yang muncul

12
padagangguan jiwa. Dalam hal ini yang dinilai bukan gejala insomnia
(gangguan tidur) tetapi bagaimana pasien mau mengawali tidurnya.

b. Tingkah laku sosial


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam
kehidupan bermasyarakat yang meliputi:
 Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya,
berbicara dengan kawannya dan sebagainya.
 Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan
hubungan sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan
waktu ditanya, bertanya jika ada kesulitan dan sebagainya.
 Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan
orang lain seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya
kesungguhan dalam berkomunikasi.
 Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul
dengan orang lain secara kelompok (lebih dari dua orang).
 Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan
ketertiban yang harus dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.
 Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau
sopan santun terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.
 Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat
mengendalikan diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak
meludah sembarangan, tidak membuang puntung rokok sembarangan dan
sebagainya

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian.

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.

Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau

masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan

spiritual.

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang dilakukan pada klien dengan kerusakan interaksi

social menarik diri antara lain :

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan,

pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien dengan penanggung.

b. Alasan dirawat

Alasan dirawat meliputi : keluhan utama dan riwayat penyakit. Keluhan

utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang ke rumah sakit dan

keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat penyakit terdapat faktor

predisposisi dan presipitasi. Pada faktor predisposisi dikaji tentang faktor-faktor

pendukung klien untuk mengalami kerusakan interaksi sosial : menarik diri.

Faktor presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang membuat klien mengalami

kerusakan interaksi sosial : menarik diri.

14
c. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang

menyangkut tanda vital, ukuran-ukuran seperti : berat badan, tinggi

badan, dan pemeriksaan fisik sesuai keluhan klien.

d. Psikososial

Da1am psikososial dicantumkan genogram yang

menggambarkan tentang pola interaksi, faktor genetik dalam keluarga

berhubungan dengan gangguan jiwa. Selain itu juga dikaji tentang

konsep diri, hubungan sosial serta spiritual. Dalam konsep diri data

yang umumnya didapat pada klien dengan kerusakan interaksi sosial:

menanik diri yaitu gangguan pada harga diri.

e. Status mental

Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu :

motorik menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya

perubahan sensori/ persepsi : halusinasi.

f. Kebutuhan persiapan pulang

Mencakup hal-hal tentang kesiapan klien untuk pulang atau

untuk menjalani perawatan di rumah yaitu makan, bab / bak, mandi,

berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan

kesehatan, aktivitas di dalam rumah, dan aktivitas di luar rumah.

g. Mekanisme koping

Merupakan mekanisme yang diarahkan pada penatalaksanaan

stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme

yang digunakan untuk melindungi diri mekanisme yang sering

digunakan oleh individu untuk mengatasi kecemasan yang berkaitan

dengan menarik diri

15
h. Pengetahuan

Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang penyakit

jiwa, faktor presipitasi, sistem pendukung, koping dan lain-lain.

i. Aspek medik

Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi

medik yang dijalani klien.

2. Pohon Masalah

Akibat : Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

Core problem : Isolasi sosial : MD

Penyebab : Harga Diri Rendah

(Budi Anna Keliat, 1999)

3.2 Analisa Data


No Analisa Data Maslah Keperawatan
.
1. DS :
a) Klien mengatakan saya tidak
mampu.
b) Klien mengatakan tidak bisa.
c) Klien mengatakan tidak tahu apa-apa. Isolasi Sosial
d) Klien mengatakan dirinya bodoh.
e) Klien mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
DO :
a) Klien tampak lebih suka sendiri.
b) Klien tampak bingung.
c) Klien berkeinginan mencederai diri/ ingin

16
mengakhiri hidup.
d) Klien terlihat apatis.
e) Ekspresi wajah klien sedih.
f) Klien sering melamun.
g) Afek klien tumpul.
h) Klien tampak banyak diam.
i) Komunikasi klien kurang atau tidak ada.
j) Kontak mata klien kurang.

2. DS :
a) Mengungkapkan mendengar bunyi yang
tidak berhubungan dengan stimulus
nyata. Halusinasi
b) Mengungkapkan melihat gambaran tanpa
stimulus nyata
c) Mengatakan mencium bau tanpa stimulus
nyata
d) Merasa makan sesuatu
e) Merasa ada sesuatu dikulitnya
f) Merasa takut pada suara/ bunyi/gambar
Ingin memukul atau melempar
DO :
a) Berbicara dan tertawa sendiri
b) Bersikap seperti mendengar atau melihat
sesuatu
c) Berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
d) Disorientasi
3. DS :
a) Mengungkapkan tidak mampu dan tidak
bisa, tidak tau apa – apa Harga Diri Rendah
b) Mengkritik diri sendiri
c) Mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri

17
DO :
a) Tampak lebih suka sendiri
b) Bingung bila diminta memilih alternatif
tindakan
c) Ingin mencederai diri atau mengakhiri
diri

D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
2. Gangguan Isolasi Sosial : Menarik Diri
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

18
E. Intervensi Keperawatan

19

Anda mungkin juga menyukai