Anda di halaman 1dari 15

Kata Pengantar

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih
diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas ini. Dimana makalah ini merupakan salah satu dari tugas
mata kuliah ,yaitu “keperawatan medikal bedah” . Tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada dosen
pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan tugas ini. Kami
menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...

Padang, 16 juni 2019

Penyusun
Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................................2

1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi.............................................................................................................3

2.2 Etiologi.............................................................................................................3

2.3 Patofisiologi.....................................................................................................4

2.4 Manifestasi Klinis..........................................................................................4

2.5 Pemeriksaan Penunjang.................................................................................5

2.6 Laboraturium.................................................................................................5

2.7 Penatalaksanan..............................................................................................6

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Asuhan Keperawatan Apendiksitis...............................................................8

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1 Penyebab dan faktor resiko............................................................................10

4.2 Gejala usus buntu...........................................................................................10

4.3 Pengobatan usus buntu..................................................................................11

BAB 5 PENUTUP

5.1 Kesimpulan.....................................................................................................12

5.2 Saran.................... ..........................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran3-15cm),dan


berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun
demikian, pada bayi, apendiks berbentuk berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke
arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Apendisitis adalah suatu radang yang timbul secara mendadak pada apendiks dan merupakan salah satu
kasus akut abdomen yang paling sering ditemui. Apendiks disebut juga umbai cacing. Apendisitis sering
disalah artikan dengan istilah usus buntu, karena usus buntu sebenarnya adalah caecum. Apendisitis
akut merupakan radang bakteri yang dicetuskan berbagai faktor. Diantaranya hyperplasia jaringan limfe,
fekalith, tumor apendiks dan cacing ascaris dapat juga menimbulkan penyumbatan. Apendisitis kronik
disebabkan fibrosis menyeluruh dinding apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan
infiltrasi sel inflamasi kronik.

Insiden apendisitis akut lebih tinggi pada negara maju daripada Negara berkembang. Namun dalam tiga
sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi
menjadi 52 tiap 100.000 populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
berkembang berubah menjadi makanan kurang serat. Menurut data epidemologi apendisitis akut jarang
terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-
an, sedangkan angka ini menurun pada menjelang dewasa. Insiden apendisitis sama banyaknya antara
wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan dewasa muda rationya
menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun pada pria.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari penyakit apendistis?

2. Bagaimana cara membuat asuhan keperawatan apendistis?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

1
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara teoritis dalam
merawat pasien dengan apendisitis.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu menguasai konsep teori penyakit apendisitis.

b. Mampu mengidentifikasi data-data yang perlu dikaji pada klien dengan apendisitis.

c. Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan apendisitis.

d. Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan klien dengan apendisitis.

e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan apendisitis.

f. Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan apendisitis.

g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan klien dengan apendisitis.

1.4 Manfaat Penulisan

1. Bagi Mahasiswa

Sebagai informasi dasar untuk mengenal penyakit apendistis.

2. Bagi Masyarakat

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit apendistis.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Apendiksitis

Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah
katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).

Appendisitis adalah suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing, yang berlokasi dekat
katup ileocecal (Long, Barbara C,1996).

Apendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering (Arif Mansjoer dkk,2000).

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh
tanpa perawatan,tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing
yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan
shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007).

2.2 Etiologi

Penyebab yang paling umum dari apendiksitis adalah abstruksi lumen oleh feses yang akhirnya
merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa yang menyebabkan inflamasi.

Selain itu appendiksitis juga disebabkan oleh penyumbatan lumen appendik oleh hiperplasia foliksi
limfoid, fekalit, benda asing, stiktor karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya dan neoplasma
(Arief Mansjoer, 2000 : 307).

2.3 Patofisiologi

Appendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen appendik oleh hyperplasia, folikel
limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya atau neoplasma.

Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabakan obstruksi dan akan mengalami
penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa atau sumbatan. Obstruksi yang
terjadi tersebut yang menyebabakan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin
lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.

Tekanan meningkat akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri,
dan ulserasi mukosa. Pada saat ini terjadi appendiksitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. sumbatan disebabkan oleh nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, dan suhu tubuh
mulai naik.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan
obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul

3
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah.
Keadaan ini yang kemudian disebut dengan appendiksitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan appendiksitis ganggrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu
pecah akan terjadi appendiksitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat aciecum dan
usus yang berdekatan akan bergerak kearah appendiks sehingga timbul suatu masa lokal yang
dsebut infiltrat appenduraris. Peradangan appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua atau dewasa perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah.

2.4 Manifestasi Klinis

Nyeri didaerah umbilicus atau periumbilikus

Muntah dalam 2-12 jam

Nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau
batuk

Anorexia

Malaise

Demam tinggi

Konstipasi

Kadang-kadang disertai diare, mual

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan darah : jumlah leukosit (biasanya akan terjadi leukositosis ringan 10.000 – 20.000/ml)
dengan peningkatan neutrofil.

Pemeriksaan urine untuk membedakan adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih.

Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrate apendikularis.

Foto abdomen : dapat menyatakan adanya penyumbatan material pada appendik

Appendikografi

2.6 Laboraturium

Pemeriksaan darah : leukosit ringan umumnya pada appendicitis sederhana lebih dari 13000/mm3
umumya pada appendicitis perforasi. Hitung jenis : terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan Urin :
sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila appendiks yang
meradang menempel pada ureter atau vesika.

4
2.7 Penatalaksanaan

· Observasi

ü 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, dalam tindakan ini diobservasi ketat perlu dilakukan,
pasien diminta tirah baring dan dipuasakan

ü Pemeriksaan abdomen dan rektal

ü Pemeriksaan darah (leukosit) diulang secara periodik

ü Foto abdomen

· Antibiotik

ü Operasi Appendik

ü Pasca Operasi

· Observasi TTV

· Baringkan klien dalam posisi semi fowler

· Puasakan klien selama 12 jam

· Berikan minum mulai 15ml/jam selama 4-5 jam

· Lalu naikkan menjadi 30 ml/jam

· Berikan makanan saring/cair pada keesokan harinya dan makanan berikutnya makanan lunak.

· Pada hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan klien diperbolehkan pulang.

5
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

b. Keluhan Utama

c. Riwayat Kesehatan

· Riwayat kesehatan dahulu : Kaji apakah klien pernah menderita dengan nyeri pada abdomen
seperti batu uretra

· Riwayat kesehatan sekarang : Kaji adanya nyeri di daerah umbilikus dan peri umbilicus,
muntah, anorexia, malaise, demam tinggi, konstipasi, bahkan kadang-kadang terjadi diare.

· Riwayat kesehatan keluarga

- Biasanya appendiksitis tidak merupakan penyakit keturunan ataupun menular.

- Kaji apakah ada anggota kelurga lain yang menderita penyakit hipertensi atau DM.

d. Pemeriksaan Fisik

· Keadaan umum klien benar-benar terlihat sakit.

· Suhu tubuh naik ringan pada appendiksitis ringan, suhu tubuh meninggi dan menetap atau
lebih bila terjadi perforasi

· Dehidrasi ringan sampai berat tergantung pada derajat sakitnya, dehidrasi berat pada klien
appendiksitis perforasi dengan peritonitis umum. Hal ini disebabkan kekurangan masukan, muntah,
kenaikan suhu.

· Abdomen : tanda-tanda rangsangan peritoneal kuadran kanan bawah, pada appendiksitis


perforasi lebih jelas, seperti nyeri tekan.

I : Perut tampak tegang

P : Penurunan bising usus

P : Adanya nyeri tekan sekitar umbilikus, distensi, abdomen dan kaku.

A : Tympani

· Dada thoraks

I : Simetris kiri dan kanan

P : Fremitus kiri dan kanan

P : Sonor

A : Vesikular

6
2. Diagnosa Keperawatan

· Gangguan rasa nyaman : nyeri (sedang/berat b.d terjadinya peradangan/ peningkatan asam
lambung.

· Resiko tinggi infeksi b.d perforasi/peradangan pada appendiks

· Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan
mual, muntah, dan anoreksia

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi

Dx :

Gangguan rasa nyaman : nyeri (sedang/berat) b.d terjadinya peradangan

Tujuan : Gangguan rasa nyaman dan nyeri hilang atau berkurang

KH : - Wajah klien tidak meringis

- TTV dalam batas normal

- Klien tidak gelisah

- Klien tidak mengeluh kesakitan

1. Kaji tingkat nyeri, catat lokasi dan karakteristik (skala 1-10)

2. Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

3. Alihkan perhatian klien

4. Kolaborasi

Rasional :

1. Dapat mengetahui tingkat nyeri dan dapat menentukan intervensi atau tindakan yang akan
dilakukan.

2. Menghilangkan ketegengan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang.

3. Dengan mengalihkan perhatian maka klien tidak terfokus dengan nyeri.

4. berikan analgetik sesuai dengan indikasi

Dx :

Resiko tinggi terhadap infeksi b.d perforasi reptur pada appendik

Tujuan : Infeksi tidak terjadi

KH : - TTV dalam batas normal

7
- Klien tidak demam

- Tidak terjadi leokositosis

- Luka Bersih

1. Awasi TTV

2. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka septic.

3. Lihat insisi dang anti balutan 2 x 24 jam.

4. Berikan informasi yang tepat dan jelas.

Rasional

1. Tanda-tanda vital yang meningkat merupakan cirri utama terjadinya infeksi.

2. Menurunkan resiko penyebaran infeksi.

3. Memberikan defokasi dini terjadinya proses infeksi.

4. Pengetahuan tentang kemajuan situasi, meberikan dukungan emosi dan membantu


menurunkan ansietas.

Dx :

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d pengeluaran yang berlebihan ditandai dengan mual,
muntah, dan anoreksia.

Tujuan:Mempertahankan keseimbangan cairan.

KH : - Kelembaban mukosa

- Turgor kulit baik

- Tanda vital stabil

1. Awasi tekanan darah dan nadi

2. Awasi masukan dan pengeluaran, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis

3. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus

4. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila peamsukan per oral dimulai dan lanjutkan dengan
diet sesuai toleransi

Rasional

1. Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler

2. Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga


dehidrasi/kebutahan peningkatan cairan

3. Indikator kembalinya peristaltik kesiapan untuk pemasukan per oral

4. Menurunkan iritasi gaster atau muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

8
4. Impelementasi

Setelah intervensi disusun, maka dilanjutkan dengan tindakan yaitu : melaksanakan secara langsung
atau mendelegasikan dengan tenaga kesehatan lainnya yang dapat dipercaya dalam memberikan
asuhan keperawatan klien yang dilihat secara utuk dan unik atau bio-psiko dan spiritual.

5. Evaluasi

Merupakan akhir dari suatu proses keperawatan, dan merupakan penilaian dari proses keerawatan
yang telah diberikan pada klien.

9
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penyebab dan faktor resiko usus buntu

Penyebab appendicitis dapat terjadi karena:

Penyumbatan. Sisa makanan atau kotoran yang mengeras dapat terjebak di dalam lubang pada
rongga perut yang mengisi appendix anda

Infeksi. Appendicitis dapat juga dikarenakan infeksi, seperti infeksi virus gastrointestinal, atau
mungkin karena jenis pembengkakan lainnya.

Pada kedua kasus, bakteri dapat menyerang dengan cepat, menyebabkan appendix meradang dan
terisi oleh nanah. Jika tidak diobati secara benar, appendix dapat pecah.

4.2 Gejala penyakit usus buntu

Tanda dan gejala usus buntu (appendicitis) antara lain:

Nyeri gatal yang dimulai dari sekitar perut dan sering manjalar ke perut bagian kanan bawah

Nyeri yang menjadi tajam dalam beberapa jam

Rasa kebal ketika anda menekan perut bagian kanan bawah

Nyeri yang tajam pada perut bagian kanan bawah yang terjadi ketika area di tekan dan kemudian
tekanan tersebut dilepas dengan capat

Nyeri yang memburuk ketika anda batuk, berjalan atau membuat gerakan bergetar

Mual

Muntah

Hilang nafsu makan

Demam ringan

Konstipasi

Sulit buang angin

Diare

Bengkak pada daerah perut

4.3 Pengobatan usus buntu

Ada cara tradisional untuk mengobati usus buntu tanpa operasi. Yang perlu anda persiapkan adalah:

Bahan:

10
- 3 ruas jari kunyit,

- 2 sendok makan air jeruk nipis,

- garam dan gula merah secukupnya.

Caranya:

1. Kunyit dicuci bersih, kemudian parut untuk diambil airnya.

2. Tambahkan 2 sendok makan air jeruk nipis, garam, dan gula merah secukupnya, lalu tambah air
putih 1 cangkir.

3. Minumlah ramuan ini selama seminggu berturut-turut,

4. Jangan lupa berdoa kepada Allah untuk kesembuhan penyakit usus buntu anda.

Usus buntu termasuk penyakit yang tak bisa dicegah, Hanya saja apabila ada Anda mengalami gejala-
gejala radang ini, jangan sekali-sekali minum obat pencahar. Karena tindakan ini justru bisa
menyebabkan robekan usus buntu. Cukup kompres saja daerah yang nyeri ini dengan es agar rasa
nyeri berkurang dan peradangan bisa diperlambat.

11
BAB V

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut pengertian diatas dapat simpulkan bahwa apendiks adalah termasuk ke dalam salah satu
organ sistem pencernaan yang terletak tepat dibawah dan melekat pada sekum yang berfungsi
sebagai imun. Apendisistis merupakan inflamasi akut pada apendiks yang disebabkan oleh fekalit
(massa keras dari feces), tumor atau benda asing di dalam tubuh, namun ulserasi mukosa oleh
parasit E.

Histolytica juga dapat menyebabkan apendisitis. Gaya hidup individu pun dapat menyebabkan
terjadinya apendisitis, kebiasaan individu mengkonsumsi makanan rendah serat dapat menyebabkan
konstipasi yang akan menyebabkan meningkatnya tekanan intraluminal yang berakibat timbulnya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa dan
terjadilah apendisitis.

3.2 Saran

Bagi mahasiwa keperawatan diharapkan dapat memahami konsep dasar penyakit apendisitis
yang berguna bagi profesi dan orang sekitar kita. Bagi masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan
makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang penyakit apendisitis.

12
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.

Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi, edisi 2. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Guyton, AC dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9 . Jakarta: EGC.

Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 6. Jakarta: EGC.

Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, volume 2. Jakarta: EGC.

Sylvia A Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4 buku.
Jakarta: EGC.

13

Anda mungkin juga menyukai