1. Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak pada rongga torak, berbentuk kerucut dengan apeks berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus, sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelma lobus ini merupakan lobus
yang terlihat, setiap paru-paru dapat dibagi lagi menjadi sub-bagian menjadi sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronkopulmonari segmen. (Setiadi, 2010).
Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu sebagai berikut :
a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru-
paru.
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida anatara alveoli dan darah.
c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
sel-sel. (Setiadi, 2010).
Proses fisiologi respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke dalam jaringan
dan karbon dioksida yang dikeluarkan ke udara dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut:
1. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru ( respirasi eksterna ) serta anatara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus-alveolus.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah (Setiadi, 2010).
1. Proses Respirasi Eksternal
a) Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dan alveolus serta dibantu oleh kerja mekanik otot-otot
pernapasan. Selama insiprasi volume torak bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Muskulus sternokleidomastoideus
mengangat sternum ke atas, sedangkan muskulus serratus , serta interkostalis
eksternus berperan mengangkat iga. (Setiadi,2007)
b) Difusi
Stadium kedua dari prose respirasi mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane anatara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 µm). Kekuatan
pendorong unit pemindahan ini adalah perbedaan tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan oksigen dalam atmosfer pada tekanan laut ±149 mmHg (21%
dari 760 mmHg) (Setiadi, 2007).
TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru – paru dan
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (somantri, 2009). Sementara itu, Junaidi
(2010) menyebutkan tuberculosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru – paru dengan gejala
yang sangat bervariasi (Muhammad Ardiansyah, 2012).
3. Etiologi
Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup
dan menyebar ke nodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun –
tahun. (Amin Huda, 2015)
5. Patofisiologi
Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet muklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberklosis yang terkandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri
tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air-borne infection.
Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer
atau lesi primer atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang
bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6
minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitive terhadap protein yang
dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkolin atau tes Mantoux.
(Arif Muttaqin, 2014)
1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau
melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.
2. System saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe meyebabkan adanya regional limfadenopati
atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui
duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat
mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal,
otak dan meningen.
4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur. Ketika suatu saat nanti kondisi inang melemah akibat sakit
lama/keras atau memakan obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama. Maka
bakteri tuberculosis yang doman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi
infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan
oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi paru), bukan bakteri
dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-
primer terutama berada di daerah apeks paru. (Arif Muttaqin, 2014)
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melalukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik
terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal, reaksi
jaringan ini mengakibatkan terakumulsinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar. (Irman Somantri, 2009)
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup
dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik, membentuk perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk
klasifikasi, membentuk jaringan kolagen, bakteri menjadi non-aktif. (Irman Somantri,
2009)
7. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41°C, serta ada batuk / batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada. Bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan demonasi limfosit. (Amin Huda 2015)
Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan
malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan demam yang
disebabkan oleh influenza namun kadang-kadang dapat mencapai suhu 40°c-41°c,
gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu
panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang,serta
penurunan berat badan.
Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif merupakan
gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indicator yang sensitive untuk
penyakit TB paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karna pengembangan
penyakitnya lambat. nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik karan terlibatnya
pleura dalam proses penyakit (Darmanto, 2009).
8. Pemeriksaan Penunjang
Menurut mansjoer, dkk (1999) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada klien
dengan tubercolosis paru, yaitu :
10. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis
Radang selaput dada terjadi akibat kedua lapisan pleura mengalami
peradangan akibat adanya infeksi yang terjadi di paru menyebar ke
daerah pleura.
b. Efusi pleura
Bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah meningkat
sehingga cairan dan protein yang melewati dinding itu meningkat maka
terbentuklah efusi pleura.
c. Empiema
Keadaan terkumpulnya nanah atau pus didalam rongga pleura yang
didapat dari infeksi yang berasal dari paru.
d. Laryngitis
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area
paru atau melalui sputum menyebar ke laring dan menyebabkan ulserasi
laring,
e. Tb usus
Penyakit tb usus diperkirakan disebabkan oleh serangan kuman Tbc.
Kuman ini bisa berasal dari penyakit Tbc yang aktif di paru-paru dan di
bawa oleh aliran darah yang mengandung kuman Tbc lalu masuk ke
dalam lambung hingga usus
2. Komplikasi Lanjut
a. Obstruksi jalan napas.
Secret yang berlebih di dalam paru dapat menyebabkan penyebitan jalan
napas
b. Kor pulmonale
Kondisi dimana paru menyebabkan kegagalan jantung. Ventrikel kanan
memompa darah ke paru dimana terjadi oksigenasi dan kembali ke
jantung sisi kiri. Namun apabila terjadi maslah dalam oksigenasi maka
jumlah pembuluh darah berkurang. Vetrikel kanan tidak lagi dapat
mendorong darah masuk ke dalam paru secara efektif dan beban yang
teralau berat sehingga menyebabkan kegagalan.
c. Karsinoma paru
Peradangan paru dan fibrosis yang dapat memicu kerusakan
genetic.melalui proses peradangan di paru yang mendorong
pengembangan kanker paru.
(Muhammad Ardianyah, 2012)
A. Pengkajian
1) Data Subjektif
Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Keluhan respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk
bersifat nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah. (Arif Muttaqin,
2014)
b. Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alas an
utama klien menimnta pertoongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streag, berupa
garis, atau bercak-bercak darah. (Arif Muttaqin, 2014)
c. Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,
anemia, dll. (Arif Muttaqin, 2014)
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pluritik ringan. Gejala ini
timbul apabila system persyarafan di pleura terkena TB. (Arif Muttaqin, 2014)
2. Keluhan sistemis, meliputi :
a. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan massa bebas serangan semakin pendek. (Arif
Muttaqin, 2014)
b. Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringet malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul
dalam beberapa minggu-bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, dan sesak napas-walaupun jarang-dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia (Arif Muttaqin, 2014).
3. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan mengangguk dan menggelengkan kepala.
Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama keluhan batuk muncul. (Arif Muttaqin, 2014)
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tubercolosis dari organ lain. (Arif Muttaqin, 2014)
Tanyakan mengenai obat – obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan, obat – obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Kaji
lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan
terakhir. (Arif Muttaqin, 2014)
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menyakan
apakah penyakit ini prnah di alami oleh anggota keluarga lainnya sebagai factor
predisposisi penularan di dalam. (Arif Muttaqin, 2014)
6. Pengkajian psiko – sosio – spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien, perawat mengumpulkan data hasil
pemeriksaan awal klien, tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini
penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko – sosio – spiritual
yang seksama (Arif Muttaqin, 2014).
2) Data Obyektif
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dari observasi ke adaan umum, pemeriksaan tanda – tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel) dan B6 (Bone) serta
pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan meyeluruh system pernapasan.
(Arif Muttaqin, 2014)
a. Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pada klien dengan Tb paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila diserati sesak napas, denyut nadi baiasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi (Arif Muttaqin, 2014).
b. B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
focus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.
1) Inspeksi
Batuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentu dada anterior – posterior di bandingkan proporsi diameter lateral, apabila
ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit, TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada
menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. . (Arif Muttaqin, 2014)
2) Palpasi
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang di bangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya
komplikasi efusi pleura masif , sehingga hantaran suara menurun karena tranmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura. . (Arif
Muttaqin, 2014)
3) Perkusi
Pada klien dengan TB minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura, apabila
disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hipersonan terurama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat. . (Arif
Muttaqin, 2014)
4) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoscop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vocal. Klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan dan
pneomothoraks akan didapatkan penurunan rosonan vokalpada sisi yang sakit.
(Arif Muttaqin, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektih bersihan jalan napas b.d penumpukan secret yang berlebih
2. Gangungan pertukaran gas b.d alveolis mengalami konsolidasi dan eksudasi
3. Hipertemia b.d reaksi inflamasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake
nutrisi,
5. Resiko infeksi b.d droplet infection. (Amin Huda 2015)
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas klien kembali efektif
No Kriteria Hasil 1 2 3 4 5
Intervensi :
No Indikator 1 2 3 4 5
1. Saturasi oksigen
5. Mengantuk
Intervensi
1. Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor saturasi oksigen
c. Auskultasi suara nafas
2. Menejemen jalan nafas
a. Bukak jalan nafas dengan teknik chin lift
b. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
c. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan
3. Hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam termoregulasi
menjadi normal dengan skala sebagai berikut :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidakada
No. Indikator 1 2 3 4 5
3 Sakit kepala
4 Dehidrasi
5 Kram panas
6 Radang dingin
Intervensi :
1. Perawatan demam
a. Pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya
b. Monitor warna kulit dan suhu
c. Monitor asupan dan dan keluaran , sadari perubahan kehilangan
cairan yang tidak dirasakan
d. Beri obat atau cairan iv ( misalnya, antipiretik, agen anti bakteri,
dan agen anti menggigil )
e. Dorong komsumsi cairan
2. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
b. Monitor tekanan darah , nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
c. Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia
Dan hipertermia
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat