Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

1. Anatomi Fisiologi

Paru-paru terletak pada rongga torak, berbentuk kerucut dengan apeks berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga
lobus, sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelma lobus ini merupakan lobus
yang terlihat, setiap paru-paru dapat dibagi lagi menjadi sub-bagian menjadi sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronkopulmonari segmen. (Setiadi, 2010).

Kedua paru-paru dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.


Jantung,aorta,vena kava,pembuluh paru-paru, esophagus, bagian dari trakea, bronkus, dan
kelenjar timus terdapat dalam mediastinum ini.

Proses respirasi dapat dibagi dalam tiga proses mekanis utama yaitu sebagai berikut :

a. Ventilasi pulmonal, yaitu keluar masuknya udara antara atmosfir dan alveoli paru-
paru.
b. Difusi oksigen dan karbon dioksida anatara alveoli dan darah.
c. Transportasi oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari
sel-sel. (Setiadi, 2010).

Proses fisiologi respirasi yang memindahkan oksigen dari udara ke dalam jaringan
dan karbon dioksida yang dikeluarkan ke udara dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu
sebagai berikut:
1. Difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru ( respirasi eksterna ) serta anatara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi udara
dalam alveolus-alveolus.
3. Reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah (Setiadi, 2010).
1. Proses Respirasi Eksternal
a) Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar dari paru-paru karena adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dan alveolus serta dibantu oleh kerja mekanik otot-otot
pernapasan. Selama insiprasi volume torak bertambah besar karena diafragma turun
dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot. Muskulus sternokleidomastoideus
mengangat sternum ke atas, sedangkan muskulus serratus , serta interkostalis
eksternus berperan mengangkat iga. (Setiadi,2007)
b) Difusi
Stadium kedua dari prose respirasi mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane anatara alveolus-kapiler yang tipis (< 0,5 µm). Kekuatan
pendorong unit pemindahan ini adalah perbedaan tekanan parsial antara darah dan
fase gas. Tekanan oksigen dalam atmosfer pada tekanan laut ±149 mmHg (21%
dari 760 mmHg) (Setiadi, 2007).

2. Proses pernafasan Internal


a. Ikatan O2 + Hb dari jantung di pompa e seluruh tubuh. Tiap sel mengambil O2
untuk proses metabolisme dan darah menerima hasil buangan CO2 darri jantung
dan paru ke luar.
b. Darah merah (Hemoglobin) yang banyak mengandung oksigen dari seluruh tubuh
masuk ke dalam jaringan akhirnya mencapai kapiler, darah mengeluarkan O2 ke
dalam jaringan, mengambil CO2 untuk di bawa ke paru-paru dan di paru-paru
terjadi pernafasan eksterna. (Setiadi, 2007).
Faktor-faktor yang menentukan kecepatan difusi gas memlalui membrane
paru-paru adalah sebagai berikut.
a. Makin besar perbedaan tekanan pada membrane makin cepat kecepatan difusi.
b. Makin besar area membran paru-paru makin besar kuantitas gas yang dapat
berdifusi melewati membrane dalam waktu tertentu.
c. Makin tipis membrane, makin cepat difusi gas melalui membrane tersebut ke
bagian yang berlawanan. (Setiadi,2007)
Koefisien difusi secara langsung berbanding proporsional terhadap
kemampuan teralarut dari gas dalam cairan membrane par-paru dan kebalikannya
terhadap ukuran molekul. Namun demikian, molekul kecil yang berdifusi tinggi lebih
cepat dari besarnya ukuran gas yang kurang dapat larut. (Setiadi,2007).
2. Definisi

Tubercolosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan mycobacterium


tubercolosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri
ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka
pada kulit. Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang
terinfeksi bakteri tersebut. (Amin Huda, 2015).

Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-


paru, disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke
bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Irman Somantri,
2009).

TBC paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru – paru dan
disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (somantri, 2009). Sementara itu, Junaidi
(2010) menyebutkan tuberculosis (TB) sebagai suatu infeksi akibat Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru – paru dengan gejala
yang sangat bervariasi (Muhammad Ardiansyah, 2012).

3. Etiologi

Penyebab tubercolosis adalah mycobacterium tubercolosis. Basil ini tidak


berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar
ultraviolet. Ada dua macam mikobacteria tubercolosis yaitu tipe human dan tipe bovin.
Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tubercolosis usus, basil
tipe human bisa berada dibercak ludah (droplet) dan di udara yang berasal dari penderita
TBC dan orang yang terkena retan terinfeksi bila menghirupnya. (Amin Huda, 2015)

Setelah organisme terinhalasi, dan masuk paru-paru bakteri dapat bertahan hidup
dan menyebar ke nodus limfatikus local. Penyebaran melalui aliran darah ini dapat
menyebabkan TB pada orang lain, dimana infeksi laten dapat bertahan sampai bertahun –
tahun. (Amin Huda, 2015)

Dalam penjelasan penyakit terdapat 4 fase :

1. Fase 1 (fase tubercolosis primer)


Masuk kedalam paru dan berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh.
2. Fase 2
3. Fase 3 (fase laten) : fase dengan kuman yang tidur (bertahun-tahun / seumur
hidup) dan reaktifitas jika terjadi perubahan keseimbangan daya tahan tubuh,
dan bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopi, otak kelenjar limf
hilus, leher dan ginjal.
4. Fase 4 : dapat sembuh tanpa cacat atau sebaliknya, juga dapat menyebar ke
organ yang lain dan yang ke dua ke ginjal setelah paru. (Amin Huda, 2015)
4. Klasifikasi
1. Tuberkulosis primer
Adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi
spesifik terhadap TB. Bila bakteri Tb terhirup dari udara melalui saluran pernapasan
dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan
ditangkap dan dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika ada proses
ini, bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan berkembang
biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan makrofag. Dari
proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit (makrofag) dari
aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T. ( Arif Muttaqin,
2014)
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada
makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan perangsang
limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase, kolagenase, serta
colony stimulating factor untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada
sumsum tulang. Bakteri TB menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah
bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami
nekrosis sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitifitas seluler (delayed
hipersensivity) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan
terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensivitas seluler terlihat sebagai akumulasi lokal
dari limfosit dan makrofag. ( Arif Muttaqin, 2014)
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk fokus lokal (fokus Ghon),
sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus
(kompleks primer Ranks) dan disebut juga TB primer. Fokus primer paru biasanya
bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau dibawah fisura interlobaris,
atau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran
limfe atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ . jadi, TB primer
merupakan infeksi yang bersifat sistemis. (Arif Muttaqin, 2014)
2. Tuberkulosis sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih
hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya
mengalami kekambuhan. Reaktifivasi penyakit TB (TB pascaprimer / TB sekunder)
terjadi bila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis, diabetes
melitus, dan AIDS. (Arif Muttaqin, 2014)
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan
organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis
terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB
primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa
(perkijauan) yang luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh
makrofag aktif akan menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat
dikatakan bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensivitas seluler
(delayed hipersensivity). (Arif Muttaqin, 2014)
TB paru pasca primer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber
eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi
bakteri TB. Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior lobus
superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikal lobus inferior, hal
ini mungkin disebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi didaerah ini sehingga
menguntungkan untuk pertumbuhan bakteri TB. ( Arif Muttaqin, 2014)
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan
oleh produksi sitokin, (tumor necroting factor) yang berlebihan, kavitas yang terjadi
diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal yang berisi pembulu darah pulmonal.
Kavitas yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya pada
kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan
mycetoma ( Arif Muttaqin, 2014)

5. Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak
sengaja keluarlah droplet muklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. akibat
terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat
bakteri tuberklosis yang terkandung dalam droplet nuclei terbang ke udara. Apabila
bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri
tuberculosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan istilah air-borne infection.
Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi dimana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan
menggandakan diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini disebut focus primer
atau lesi primer atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang
bersama dengan focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6
minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitive terhadap protein yang
dibuat bakteri tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberkolin atau tes Mantoux.
(Arif Muttaqin, 2014)

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh


melalui berbagai jalan, yaitu :

1. Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area paru atau
melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.
2. System saluran limfe
Penyebaran lewat saluran limfe meyebabkan adanya regional limfadenopati
atau akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui
duktus limfatikus dan menimbulkan tuberculosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau
mengangkut material yang mengandung bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat
mencapai berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal,
otak dan meningen.
4. Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang
lebih jauh dan bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi
dorman atau tidur. Ketika suatu saat nanti kondisi inang melemah akibat sakit
lama/keras atau memakan obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama. Maka
bakteri tuberculosis yang doman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi
infeksi primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan
oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi paru), bukan bakteri
dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-
primer terutama berada di daerah apeks paru. (Arif Muttaqin, 2014)
Sistem kekebalan tubuh berespons dengan melalukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik
terhadap tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal, reaksi
jaringan ini mengakibatkan terakumulsinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar. (Irman Somantri, 2009)
Masa jaringan baru disebut granuloma, yang berisi gumpalan basil yang hidup
dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding. Granuloma
berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi
nekrotik, membentuk perkijauan (necrotizing caseosa). Setelah itu akan terbentuk
klasifikasi, membentuk jaringan kolagen, bakteri menjadi non-aktif. (Irman Somantri,
2009)

7. Manifestasi Klinis
1. Demam 40-41°C, serta ada batuk / batuk darah
2. Sesak napas dan nyeri dada
3. Malaise, keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada. Bunyi dada
5. Peningkatan sel darah putih dengan demonasi limfosit. (Amin Huda 2015)
Gejala umum berupa demam dan malaise. Demam timbul pada petang dan
malam hari disertai dengan berkeringat. Demam ini mirip dengan demam yang
disebabkan oleh influenza namun kadang-kadang dapat mencapai suhu 40°c-41°c,
gejala demam ini bersifat hilang timbul. Malaise yang terjadi dalam jangka waktu
panjang berupa pegal-pegal, rasa lelah, anoreksia, nafsu makan berkurang,serta
penurunan berat badan.
Gejala respiratorik berupa batuk kering ataupun batuk produktif merupakan
gejala yang paling sering terjadi dan merupakan indicator yang sensitive untuk
penyakit TB paru aktif. Batuk ini sering bersifat persisten karna pengembangan
penyakitnya lambat. nyeri dada biasanya bersifat nyeri pleuritik karan terlibatnya
pleura dalam proses penyakit (Darmanto, 2009).

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut mansjoer, dkk (1999) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada klien
dengan tubercolosis paru, yaitu :

1. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis


2. Pemeriksaan sputum BTA
Untuk memastikan diagnostic TB paru, namum pemeriksaan ini tidak spesifik
karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
ini
3. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
4. Tes mantoux / tuberculin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
5. Tehnik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam specimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
6. Becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikrobacterium tuberculosis
7. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah
8. Pemeriksaan radiologi : rontgent thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang didiagnosis TB, yaitu:
a. Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apical lobus
bawah
b. Bayangan berwarna (pathcy) atau bercak (nodular)
c. Adanya kavitas, tunggal atau ganda
d. Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
e. Adanya klasifikasi
f. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
bayangan millie. (Amin Huda 2015)
9. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain mengobati, juga untuk


mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT, serta memutuskan mata rantai
penularan.untuk penatalaksanaan pengobatan terhadap tuberculosis paru, (Darmanto,
2009)

Penderita TB harus diobati, dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB


memakan waktu minimla 6 bulan. Dalam memberantas penyakit TB, Negara mempunyai
pedoman dalam pengobatan TB yang disebut Program Pemberantasan TB (National
Tuberculosis Programe ). Prinsip pengobatan Tb menggunakan multidrugs regimen ;hal
ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. Obat anti TB
dibagi dalam golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini ke dua. (Darmanto,
2009). Yang termasuk obat anti TB lini pertama adalah : isoniezid (H), etambutol (E),
sterptomisin (S), pirazinamid (Z), rifampisin (R), dan tioasetazon (T) : sedangkan yang
termasuk obat lini kedua adalah : etionamide, sikloserin, PAS, amikasin, kanamisin,
kapreomisin, siprofloksasin, ofloksasin, klofazimin, dan rifalbutin. (Darmanto, 2009)

Terdapat dua alternative terapi pada TB paru, yaitu :

1. Terapi jangka panjang (terapi tanpa rifampisin)


Terapi ini menggunakan isoniazid, etambutol, streptomisin, pirazinamid,
dalam jangka watu 24 bulan atau 2 tahun.
2. Terapi jangka pendek
Terapi ini menggunakan regimen refampisin, isoniazid, dan pirazinamid,
dalam jangka waktu minimal 6 bulan, dan terdapat kemungkinan bahwa terapi
dilanjutkan sampai 9 bulan. Terapi jangka pendek memerlukan biaya yang mahal
karna harga obat rifampisin yang tinggi sehingga tidak setiap orang mampu
membiayai pengobatannya. pada kondisi seperti ini, diberika terapi jangka panjang
yang tidak terlalu berat pembiayaannya dibandingkan dengan terapi jangka
pendek. (Darmanto, 2009)

10. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a. Pleuritis
Radang selaput dada terjadi akibat kedua lapisan pleura mengalami
peradangan akibat adanya infeksi yang terjadi di paru menyebar ke
daerah pleura.
b. Efusi pleura
Bertambahnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah meningkat
sehingga cairan dan protein yang melewati dinding itu meningkat maka
terbentuklah efusi pleura.
c. Empiema
Keadaan terkumpulnya nanah atau pus didalam rongga pleura yang
didapat dari infeksi yang berasal dari paru.
d. Laryngitis
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronchus dapat mengenai area
paru atau melalui sputum menyebar ke laring dan menyebabkan ulserasi
laring,
e. Tb usus
Penyakit tb usus diperkirakan disebabkan oleh serangan kuman Tbc.
Kuman ini bisa berasal dari penyakit Tbc yang aktif di paru-paru dan di
bawa oleh aliran darah yang mengandung kuman Tbc lalu masuk ke
dalam lambung hingga usus
2. Komplikasi Lanjut
a. Obstruksi jalan napas.
Secret yang berlebih di dalam paru dapat menyebabkan penyebitan jalan
napas
b. Kor pulmonale
Kondisi dimana paru menyebabkan kegagalan jantung. Ventrikel kanan
memompa darah ke paru dimana terjadi oksigenasi dan kembali ke
jantung sisi kiri. Namun apabila terjadi maslah dalam oksigenasi maka
jumlah pembuluh darah berkurang. Vetrikel kanan tidak lagi dapat
mendorong darah masuk ke dalam paru secara efektif dan beban yang
teralau berat sehingga menyebabkan kegagalan.
c. Karsinoma paru
Peradangan paru dan fibrosis yang dapat memicu kerusakan
genetic.melalui proses peradangan di paru yang mendorong
pengembangan kanker paru.
(Muhammad Ardianyah, 2012)

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. Pengkajian
1) Data Subjektif
Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertolongan
dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
1. Keluhan respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan merupakan gangguan yang
paling sering dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk
bersifat nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah. (Arif Muttaqin,
2014)
b. Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alas an
utama klien menimnta pertoongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut
klien pada darah yang keluar dari jalan napas. Perawat harus menanyakan
seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa blood streag, berupa
garis, atau bercak-bercak darah. (Arif Muttaqin, 2014)
c. Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,
anemia, dll. (Arif Muttaqin, 2014)
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pluritik ringan. Gejala ini
timbul apabila system persyarafan di pleura terkena TB. (Arif Muttaqin, 2014)
2. Keluhan sistemis, meliputi :
a. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan massa bebas serangan semakin pendek. (Arif
Muttaqin, 2014)
b. Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringet malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul
dalam beberapa minggu-bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk,
panas, dan sesak napas-walaupun jarang-dapat juga timbul menyerupai gejala
pneumonia (Arif Muttaqin, 2014).
3. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan
pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya
kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan mengangguk dan menggelengkan kepala.
Apabila keluhan utama adalah batuk, maka perawat harus menanyakan sudah
berapa lama keluhan batuk muncul. (Arif Muttaqin, 2014)
4. Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tubercolosis dari organ lain. (Arif Muttaqin, 2014)
Tanyakan mengenai obat – obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
yang lalu yang masih relevan, obat – obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Adanya alergi obat juga harus ditanyakan serta reaksi alergi yang timbul. Kaji
lebih dalam tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan
terakhir. (Arif Muttaqin, 2014)
5. Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu menyakan
apakah penyakit ini prnah di alami oleh anggota keluarga lainnya sebagai factor
predisposisi penularan di dalam. (Arif Muttaqin, 2014)
6. Pengkajian psiko – sosio – spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif, dan perilaku klien, perawat mengumpulkan data hasil
pemeriksaan awal klien, tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini
penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko – sosio – spiritual
yang seksama (Arif Muttaqin, 2014).
2) Data Obyektif
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dari observasi ke adaan umum, pemeriksaan tanda – tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel) dan B6 (Bone) serta
pemeriksaan yang focus pada B2 dengan pemeriksaan meyeluruh system pernapasan.
(Arif Muttaqin, 2014)
a. Keadaan umum dan tanda – tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pada klien dengan Tb paru biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas meningkat
apabila diserati sesak napas, denyut nadi baiasanya meningkat seirama dengan
peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan darah biasanya
sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi (Arif Muttaqin, 2014).
b. B1 (breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
focus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi.

1) Inspeksi
Batuk dada dan gerakan pernapasan. Sekilas pandang klien dengan TB paru
biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya penurunan proporsi diameter
bentu dada anterior – posterior di bandingkan proporsi diameter lateral, apabila
ada penyulit dari TB paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat
adanya ketidaksimetrisan rongga dada, pelebaran intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit, TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk dada
menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami penyempitan
intercostal space (ICS) pada sisi yang sakit. . (Arif Muttaqin, 2014)
2) Palpasi
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat meletakan
tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang di bangkitkan oleh
penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon bronchial untuk membuat
dinding dada dalam gerakan resonan, terutama pada bunyi konsonan. Kapasitas
untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil fremitus. Adanya
komplikasi efusi pleura masif , sehingga hantaran suara menurun karena tranmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga pleura. . (Arif
Muttaqin, 2014)
3) Perkusi
Pada klien dengan TB minimal tanpa komplikasi, biasanya akan didapatkan bunyi
resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak
pada sisi yang sakit sesuai banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura, apabila
disertai pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hipersonan terurama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat. . (Arif
Muttaqin, 2014)
4) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi) pada sisi
yang sakit. penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil
auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar
melalui stetoscop ketika klien berbicara disebut sebagai resonan vocal. Klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan dan
pneomothoraks akan didapatkan penurunan rosonan vokalpada sisi yang sakit.
(Arif Muttaqin, 2014)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektih bersihan jalan napas b.d penumpukan secret yang berlebih
2. Gangungan pertukaran gas b.d alveolis mengalami konsolidasi dan eksudasi
3. Hipertemia b.d reaksi inflamasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake
nutrisi,
5. Resiko infeksi b.d droplet infection. (Amin Huda 2015)
C. Rencana Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
bersihan jalan nafas klien kembali efektif

1 = deviasi berat dari kisaran normal

2 = deviasi yang cukup berat dari kisaran normal

3 = deviasi sedang dari kisaran normal

4 = deviasi ringan dari kisaran normal

5 = tidak ada deviasi dari kisaran normal

No Kriteria Hasil 1 2 3 4 5

1 Frekuensi pernapasan dalam batas normal

2 Irama pernapasan normal

3 Kedalaman pernapasan normal

4 Klien mampu mengeluarkan sputum secara


efektif
5 Tidak ada akumulasi sputum

Intervensi :

a. Manajemen Jalan Nafas


a) posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b) kebutuhan aktual/potensial pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
nafas
c) Motivasi pasien untuk bernafas pelan , dalam, berputar dan batuk
d) Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif
e) Posisikan untuk meringankan sesak napas
f) Monitori status pernapasan dan oksigenasi sebagaimana mestinya

2. Gangguan pertukaran gas


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam status
pernafasan: pertukaran gas baik yang ditunjukkan dengan skala, sebagai berikut:
1. Deviasi berat dari kisaran normal
2. Deviasi yang cukup besar dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran normal
4. Deviasi ringan dari kisaran normal
5. Tidak ada deviasi ringan dari kisaran normal

No Indikator 1 2 3 4 5

1. Saturasi oksigen

2. Hasil rontgen dada

3. Dyspnea saat istirahat

4. Dyspnea dengan aktivitas ringan

5. Mengantuk

Intervensi
1. Monitor pernafasan
a. Monitor suara nafas tambahan
b. Monitor saturasi oksigen
c. Auskultasi suara nafas
2. Menejemen jalan nafas
a. Bukak jalan nafas dengan teknik chin lift
b. Lakukan fisioterapi dada, sebagaimana mestinya
c. Posisikan untuk meringankan sesak nafas
3. Terapi oksigen
a. Bersihkan mulut, hidung dan sekresi trakea dengan tepat
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas
c. Konsultasi dengan tenaga kesehatan lain mengenai penggunaan oksigen
tambahan

3. Hipertermi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam termoregulasi
menjadi normal dengan skala sebagai berikut :
1. Berat
2. Cukup berat
3. Sedang
4. Ringan

5. Tidakada

No. Indikator 1 2 3 4 5

1 Peningkatan suhu kulit

2 Penurunan suhu kulit

3 Sakit kepala

4 Dehidrasi

5 Kram panas

6 Radang dingin
Intervensi :

1. Perawatan demam
a. Pantau suhu dan tanda – tanda vital lainnya
b. Monitor warna kulit dan suhu
c. Monitor asupan dan dan keluaran , sadari perubahan kehilangan
cairan yang tidak dirasakan
d. Beri obat atau cairan iv ( misalnya, antipiretik, agen anti bakteri,
dan agen anti menggigil )
e. Dorong komsumsi cairan
2. Pengaturan suhu
a. Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
b. Monitor tekanan darah , nadi dan respirasi, sesuai kebutuhan
c. Monitor dan laporkan adanya tanda dan gejala dari hipotermia
Dan hipertermia
d. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat

Anda mungkin juga menyukai