BAB I
KONSEP DASAR
A. ANATOMI FISIOLOGI
mengeluarkan cairan seperti susu yang mengandung berbagai enzim dan ion
yang bersifat asam karena motalitas sperma akan berkurang dalam lingkungan
B. DEFINISI
pembesaran progresif dari kelenjar prostate (secara umum pada usia lebih dari
kelenjar prostate.
C. ANGKA KEJADIAN
hanya 15 persen saja yang berakhir dengan pembedahan. BPH sering terjadi
D. PENYEBAB
diketahui tetapi tampak berkaitan dengan perubahan usia lanjut yang lazim
terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan perubahan derajat hormon yang
dialami oleh pria pada proses usia lanjut. Pada usia lanjut adanya
dekat ke uretral. Adanya perubahan usia lanjut pada pria yang usianya lebih
kuat sehingga menyebabkan mikturisi yang tidak efisien sehingga urin yang
dikeluarkan menjadi sedikit dan menyebabkan urin sisa karena urin stasis
sehingga menyebabkan refluks urin ke ginjal dan bisa terjadi hidronefrosis dan
(Dehidros Testosteron) kompleks, oleh karena itu mempengaruhi RNA dan inti
Teori yang dianut untuk menjelaskan proses BPH ini adalah teori
hormon dihydrosteron (DHT). Kadar DHT pada usia lanjut meningkat karena
F. PATHWAY
Bertambahnya usia Testosteron Meningkat
Takut dioperasi
Wajah tegang Pre operasi
Mendesak jar.prostat ke perifer Prostatektomi
Tekanan di bawah VU
Urin meningkat
Refluk MK:
urin ke Obstruksi Nyeri
ginjal eliminasi urin Perubahan
eliminasi urin
MK:gagal ginjal
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik yang mencakup pemeriksaan rectal digital dan
serangkaian uji diagnostic mungkin dilakukan untuk menentukan tingkat
pembesaran prostate, adanya segala perubahan pada dinding kandung kemih,
dan efisiensi fungsi ginjal. Pemeriksaan ini dapat mencakup urinalisis dan
urodinamis untuk mengkaji segala obstruksi dalam pola aliran urin.
Pemeriksaan darah lengkap dilakukan. Karena hemoraghi merupakan
komplikasi utama pasca oeratif, semua defek pembekuan harus diatasi. Karena
presentasi klien dengan BPH yang mengalami komplikasi jantung dan
pernafasan, atau keduanya, karena usia mereka sangat tinggi; maka, fungsi
jantung dan pernafasan juga harus dikaji, Penyakit lain yang juga
menimbulkan gejala serupa mencakup striktur uretra, kanker prostate,
kandung kemih neurogenik, dan atau batu kandung kemih (Brunner &
Suddarth, 2002).
Mekanisme kerja obat ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga kuat
menghambat aktivitas enzim 5 alfa reduktase dan memblokir reseptor
androgen, serta bersifat antiinflamasi dan anti-udem dengan cara
menghambat aktivitas enzim cycloxygenase dan 5 lipoxigenase.
J. KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat terjadi karena keadaan umum yang buruk,
arteriosklerosis, infark jantung dan sebagainya. Komplikasi ini dapat berupa
impotensi karena kerusakan N. pudendus karena tindakan operasi, hemoragi
pasca bedah, fistula, striktur pasca bedah dan inkontinensia urin (Junadi,
1982)(kapita selekta kedokteran ed 2 Media aesculapius FKUI Jakarta).
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung pada jenis
pembedahan dan mencakup hemoraghi, pembentukan bekuan, obstruksi
kateter, dan disfungsi seksual. Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan
impotensi. Pada kebanyakan kasus aktivitas seksual dapat dilakukan kembali
dalam 6 sampai 8 minggu, karena saat tersebut fossa prostatik telah sembuh.
Untuk mencegah komplikasi berupa penyebaran infeksi dari uretra prostatik
melalui vas deferens ke dalam epididimis maka perlu dilakukan vasektomi.
Setelah prostatektomi total (biasanya untuk kanker), hamper selalu terjadi
impotensi. Bagi klien yang tidak ingin untuk kehilangan aktivitas seksualnya,
implant prostetik penis mungkin perlu dilakukan untuk membuat penis
menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual (Brunner & Suddarth, 2002).
Komplikasi yang dapat muncul dari Benigna Prostat Hiperplasi adalah :
a. Retensi urin akut
b. Urinary blockage
c. Hydronephrosis
d. Urinary Tract Infections
e. Cystitis
f. Bladder damage
g. Kidney damage
h. Pyelonephritis
i. Bladder diverticula
j. Bladder stones
k. Urinary stones
l. Urinary incontinence
K. PROGNOSIS
Prognosis dari Benigna Prostate Hyperplasia biasanya merujuk pada
efek / komplikasi dari BPH sendiri. Termauk prognosis Benign Prostate
Hyperplasia antara lain durasi dari Benigna Prostate Hyperplasia, perubahan
komplikasi Benign Prostate Hyperplasia, proses recovery yang kurang baik,
lamanya recovery.
L. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan klien dengan BPH menurut Doenges (2000)
adalah sebagai berikut.
1. Sirkulasi
Tanda : Peninggian tekanan darah (efek pembesaran ginjal).
2. Eliminasi
Gejala : Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine; tetesan.
Keragu-raguan pada berkemih awal.
Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih
dengan lengkap; dorongan dan frekuensi berkemih.
Nokturia, disuria, hematuria.
Duduk untuk berkemih.
ISK berulang, riwayat batu (stasis urinaria).
Konstipasi (protrusi prostate ke dalam rectum).
Tanda : Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung
kemih), nyeri tekan kandung kemih.
Hernia inguinalis; hemoroid (mengakibatkan peningkatan
tekanan abdominal yang memerlukan pengosongan kandung
kemih mengatasi tahanan).
3. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia; mual, muntah.
Penurunan berat badan.
4. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri suprapubis, panggul, ataupunggung; tajam, kuat (pada
prostatitis akut).
Nyeripunggung bawah.
5. Keamanan
Gejala : Demam.
6. Seksualitas
Gejala : Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksual.
Takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim.
Penurunan kekuatankontraksi ejakulasi.
Tanda : Pembesaran, nyeri tekan prostate.
7. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit ginjal.
Penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik
urinaria atau agen antibiotik, obat yang dijual bebas untuk
flu/alergi obat mengandung simpatomimetik.
Pertimbangan Rencana Pemulangan
DRG mennunjukkan rerata lama dirawat 2,2 hari, memerlukan
bantuan dengan manajemen terapi, contoh kateter.
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan NANDA yang mungkin muncul pada BPH:
1. Retensi urine (akut/kronik) b.d. obstruksi mekanik; pembesaran prostate,
dekompensasi otot destrusor, ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
NOC
a. Urinary continence
b. Urinary elimination
NIC
a. Dorong klien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
b. Tanyakan klien tentang inkontinensia stress.
c. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran dan kekuatan.
d. Awasi kemudian catat waktu dan jumlah tiap berkemih. Perhatikan
penurunan haluaran urine dan perubahan berat jenis.
e. Perkusi/palpasi area suprapubik.
f. Dorong masukkan cairan sampai 3000 ml sehari, dalam toleransi
jantung, bila diindikasikan.
g. Awasi tanda vital dengan ketat. Observasi hipertensi, edema
perifer/dependen, perubahan mental. Timbang tiap hari. Pertahankan
pemasukkan dan pengeluaran akurat.
h. Berikan/dorong kateter lain dan perawatan perineal.
j. Berikan privasi untuk eliminasi.
2. Nyeri (akut) b.d. iritasi mukosa; distensi kandung kemih, kolik ginjal;
infeksi urinaria; terapi radiasi.
NOC :
a. Comfort level.
b. Pain control.
c. Pain : disruptive effect
d. Pain level
NIC :
a. Kaji tentang nyeri mengenai lokasi, karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau nyeri hebat, dan faktor pencetus
nyeri.
b. Observasi penyebab perasaan tidak nyaman, khususnya pada klien
dengan gangguan komunikasi.
c. Pastikan klien mendapatkan analgesik yang tepat.
d. Gunakan strategi komunikasi teraputik untuk mengetahui pengalaman
nyeri dan terima respon nyeri dari klien.
e. Pertimbangkan pengaruh budaya pada respon nyeri.
f. Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung; membantu
klien melakukan posisi yang nyaman; mendorong penggunaan
relaksasi /latihan nafas dalam; aktifitas teraputik.
3. Kurang volume cairan, resiko tinggi b.d. kehilangan volume cairan ecara
aktif pasca obstruksi diuresis dari drainase cepat kandung kemih yang
terlalu distensi secara kronis.
NOC :
a. Keseimbangan cairan
NIC :
Manajemen cairan
a. Monitor berat badan / hari.
b. Pertahankan intake dan out put yang akurat.
c. Monitor tatu hidrasi.
d. Monitor hasil laboratorium berhubungan dengan retensi cairan
(peningkatan BUN, penurunan hematokrit dan peningkatan tingkat
osmolalita urin).
e. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP.
f. Monitor vital sign.
g. Monitor indikasi kelebihan cairan (edema, peningkatan JVP dan
asites).
h. Kaji lokasi edema.
i. Monitor status nutrisi.
j. Monitor intake dan out put.
Perawatan luka :
a. Buka balutan dan lakukan debridemen.
b. Catat karakteristik luka.
c. Catat karakteristik drainase.
d. Bersihkan luka dengan NaCl.
e. Berikan perawatan daerah luka.
f. Masase area sekitar luka untuk meningkatkan sirkulasi.
g. Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka.
h. Inspeksi luka setiap melakukan dressing.
i. Laporkan adanya perubahan pada luka.
j. Atur poisisi untuk mencegah tekanan pada daerah luka.
k. Ajarkan klien dan keluarga tentang prosedur perawatan luka.
3. Kurang pengetahuan b.d. keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap
informasi yang salah, kurangya keinginan untuk mencari informasi, tidak
mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :
a. Pengetahuan tentang proses penyakit
Indikator :
a. Familiar dengan proses penyakit.
b. Mendeskripsikan proses penyakit, faktor penyebab, faktor resiko, efek
penyakit, tanda dan gejala, perjalanan penyakit, tindakan untuk
menurunkan progresifitas, komplikasi, tanda dan gejala dari
komplikasi, tindakan pencegahan untuk mencegah komplikasi.
NIC :
Mengajarkan proses penyakit :
a. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar (mental, kemampuan
untuk mendengar, nyeri, kesiapan emosional, bahasa dan budaya).
b. Menentukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya.
c. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala)
transmisi, dan efek jangka panjang.
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah
komplikasi atau mengontrol proses penyakit.
e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan.
f. Jelaskan secara rasional tentang pengelolaan terapi atau perawatan
yang dilakukan.
g. Berikan dorongan kepada klien untuk mengungkapkan pendapat.
PUSTAKA
Asmara, Iwan, 2007, Pembesaran prostat jinak : gangguan kesehatan lelaki usia
di atas 50, Sinar Harapan, Dilihat tanggal 23 Deember 2007 dari
http://www.sinarharapan.co.id/tajuk/index.html">Tajuk.
Syamoehidayat, R & Jong, W,D, 1997, Buku ajar ilmu bedah, EGC, Jakarta.