Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB II
sampai batas umur tertentu untuk membantunya dalam bertumbuh kembang baik
karena si anak bisa saja tumbuh dengan tidak terpelihara dan tidak terarah seperti
yang diharapkan.
manusia yang masih kecil. Selain itu, anak pada hakekatnya adalah seseorang yang
berada pada suatu masa tertentu dan mempuyai potensi untuk menjadi dewasa. 28 Oleh
karena itu anak masih banyak memerlukan bimbingan dari orang tua/keluarga baik
dalam pendidikan maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain anak
27
Aris Bintana, Hak dan Kedudukan Anak Dalam Keluarga Setelah Terjadinya
Perceraian,http://www.pdf-search-engine.com/html, diakses Mei 2012
28
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1998, hal.30
33
Pengertian anak dalam ilmu hukum terutama dalam hukum perdata tidak
diatur dalam Pasal 330 yaitu “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
umur genap dua puluh satu tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin”.29
Tentang Perlindungan Anak ialah “anak merupakan seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.30 Dengan kata
yang mengaturnya. Di dalam hukum Islam usia dewasa ditandai dengan suatu
peristiwa biologis. Untuk kaum pria, ditandai dengan sebuah mimpi, yang lazim
disebut dengan mimpi basah. Untuk kaum wanita ditandai dengan peristiwa
menstruasi. Pada umumnya peristiwa ini dapat dirasakan atau dialami oleh pria pada
usia 15 sampai dengan 20 tahun, sedangkan untuk wanita terjadi pada usia 11 sampai
dengan 19 tahun.31 Dalam Pasal 98 ayat (1), BAB XIV KHI tentang pemeliharaan
anak disebutkan bahwa, batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa
adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun mental atau belum
29
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta, 2001.
30
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak, Koperasi Praja Mukti
I, Jakarta, 2007.
31
Burhanuddin Rahmadi, Pengertian Dewasa Dan Aqil Baliqh Menurut Hukum Islam,
Lentera Nurani, Bandung, 2010, hal.18.
berusia 21 tahun atau suadah kawin, tidak cacat atau gila dan dapat bertanggung
1. Anak Kandung.
Anak kandung atau dapat juga dikatakan anak sah yang dilahirkan dari suatu
perkawinan yang sah menurut hukum. Dalam hukum perdata dinyatakan anak yang
sah ialah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. 32 Pada
dasarnya pengertian anak kandung atau anak sah sama menurut hukum Islam maupun
hukum perdata bahwa anak kandung ialah anak yang dilahirkan dari suatu
perkawinan yang sah. Dengan kata lain bahwa anak yang dilahirkan dalam suatu
ikatan perkawinan yang sah mempuyai status sebagai anak kandung dengan hak-hak
keperdataan yang melekat padanya serta berhak untuk memakai nama dibelakang
2. Anak Angkat.
Hukum Islam telah lama mengenal adanya istilah anak angkat (tabbani)
ataupun adopsi, yang di era modern ini banyak terjadi di lingkungan sekitar kita.
Pengangkatan anak atau adopsi adalah suatu perbuatan mengambil anak orang lain ke
32
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kesindo Utama, Surabaya,
2006.
33
Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata di Indonesia, Kencana Predana Media
Group, Jakarta, 2006, hal 78.
dalam keluarganya sendiri sehingga demikian antara orang yang mengambil anak
Hukum Islam (KHI) ialah anak yang dalam hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-
hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orangtua
sebagai perbuatan yang layak dilakukan oleh pasangan suami-isteri yang luasnya
rezekinya, namun belum dikaruniai anak. Namun anak angkat tersebut tidak memiliki
nasab (hubungan darah) dengan orang tua angkatnya, yang berarti pula bahwa anak
angkat tersebut tidak dapat menjadi ahli waris dari harta orang tua angkatnya, karena
dasar untuk mewarisi menurut hukum Islam adalah adanya hubungan darah (nasab).
yang berbeda-beda karena sesuai dengan adat masing-masing. Namun pada dasarnya
dalam hukum adat, kedudukan anak angkat tidak memutuskan hubungan hukum anak
3. Anak Tiri
Selain anak sah dan anak angkat ada juga anak tiri. Anak tiri terjadi dalam
keadaan apabila salah satu pihak atau keduanya membawa anak kandung masing-
masing kedalam suatu perkawinan. Apabila pihak ibu membawa anak yang masih
dibawah umur maka segala biaya hidup si anak masih menjadi tanggung jawab ayah
kandungnya sesuai dengan putusan pengadilan sampai batas umur yang ditentukan.
34
Iman Jauhari, Op.Cit, hal 7.
Anak luar nikah dalam pengertian Hukum Islam maupun Hukum Perdata
ialah anak yang hanya mempunyai hubungan nasab ataupun hubungan perdata
dengan keluarga ibunya seperti yang terdapat dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-
undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa anak
yang lahir diluar perkawinan hanya mempuyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya.
Dalam Hukum Islam yang dikategorikan sebagai anak luar nikah ialah anak
yang lahir karena perbuatan zina (diluar nikah) dari seorang perempuan dan seorang
laki-laki. Dalam Hukum Adat tidak terlalu diatur mengenai anak luar nikah. Namun
pada dasarnya pengertian anak luar nikah menurut hukum adat adalah anak yang lahir
Anak asuh ini biasanya anak yang kelangsungan hidupnya maupun kebutuhan
hidupnya ditanggung ataupun dibantu oleh orangtua asuh. Anak asuh ini juga dapat
tinggal bersama orangtua asuhnya ataupun bisa juga tetap tinggal dengan orangtua
hubungan hukum dengan orangtua asuhnya. Sehingga dalam hal pewarisan anak asuh
tidak mendapat warisan kecuali orangtua asuh memberikan hibah ataupun wasiat.
Hak pengasuhan anak dalam hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah,
yangartinya adalah hak dan kewajiban orangtua untuk memelihara dan mendidik anak
Pemeliharaan dan pengasuhan anak berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun
dalam hukumnya yaitu pengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh yang
disebut mahdhun. Keduanya harus memiliki dan memenuhi syarat wajib agar
1. Masih berada dalam usia anak-anak dan tidak dapat berdiri sendiri dalam
mengurus hidupnya.
2. Tidak dalam keadaan akal yang sempurna dan oleh karena itu tidak dapat
Anak juga tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang dapat diperlakukan
tidak pantas karena anak juga memiliki nilai kemanusiaan yang tidak dapat
perkembangan anak menunjukkan bahwa anak tersebut sedang dalam proses menuju
kepada anaknya yang membuat anak tersebut memiliki kemampuan dan kecakapan
35
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 1998, hal. 117.
36
Salman Hadawi Ahmad, Hadhonah dan Hadniah Dalam Hukum Islam, Pelita Ilmu,
Surabaya, 2007, hal.20.
37
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqih Munakahat dan
Undang-undang Perkawinan Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 328-329.
yang sesuai dengan karakteristik anak dan dapat mengembangkan bakat-bakat yang
Pendidikan juga berkaitan dengan cara dan fungsi dari pemeliharaaan dan perbaikan
taraf kehidupan dan menciptakan tanggung jawab didalam masyarakat. Ada beberapa
memberi pelayanan yang semestinya didapat oleh si anak dan juga mencukupi
dan pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut bersifat kontinu sampai anak
tersebut mencapai batas umur yang legal sebagai orang dewasa yang telah mampu
berdiri sendiri.39 Berdiri sendiri dalam hal ini dimaksudkan bahwa anak tersebut telah
hidupnya karena anak tidaklah sama dengan orang dewasa yang mempuyai
kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh
38
Ibid, hal. 240
39
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Zahir Trading, Medan, 1975, hal. 204.
bersifat memaksa.40
Dari uraian di atas maka jelaslah anak masih harus memerlukan bimbingan
dan pengawasan sampai ia dewasa. Anak yang dikategorikan dewasa ialah anak yang
telah mencapai usia delapan belas tahun dan belum pernah menikah. Akan tetapi anak
tersebut dapat juga dikatakan dewasa jika ia belum mencapai usia delapan belas tahun
anak adalah suatu kewajiban, akan tetapi terdapat juga perbedaan persepsi yang
mengatakan bahwa pengasuhan anak lebih diutamakan kepada ibunya dan menjadi
hak si ibu pula untuk menggugurkan haknya. Hal tersebut jarang terjadi karena pada
jika terjadi perceraian. Hak pengasuhan ibu akan berakhir dengan sendirinya apabila
istri). Untuk masalah biaya pemeliharaan dan pendidikan anak merupakan tanggung
jawab ayahnya (suami), sedangkan hak memelihara terletak di tangan istri seperti
halnya firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
40
Sumardi Suryabrata, Pengembangan Alat Ukur Psikologis, Yogyakarta, 2000, hal. 3.
41
Ali M. Daud, Asas-Asas Hukum Islam, Rajawali Press, Jakarta, 2006, hal.37.
anaknya. Jika istri bertugas menyusui, merawat dan mendidik anak-anaknya, maka
kewajiban suami, selain menjadi kepala keluarga / imam dalam rumah tangganya,
berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Dalam
hal pemeliharaan anak (hadhanah), nabi menunjuk ibulah yang paling berhak
“Dari Abdullah bin Umar r.a, bahwa seorang perempuan bertanya, “Ya
Rasulullah, sesungguhnya anakku ini adalah perutku yang mengandungnya
dan susuku yang menjadi minumannya, dan pengkuanku yang memeluknya,
sedang ayahnya telah menceraikan aku dan ia mau mengambilnya dariku”,
lalu Rasullah SAW bersabda kepadanya. “Engkau yang lebih banyak berhak
dengan anak itu, selama engkau belum menikah”. (HR. Ahmad, Abu Daud,
Baihaqi, Hakim dan dia mensahihkannya). 43
Kandungan dari hadist di atas adalah apabila terjadi perceraian antara suami
istri dan meninggalkan anak, selama ibunya belum menikah lagi, maka ibu
diutamakan untuk mengasuhnya, sebab ibu lebih mengetahui dan lebih mampu
mendidik anak-anaknya.
42
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Toha Putra, Semarang, 1995, hal. 57
43
Imam Ahmad, Musnad Imam Ahmad bin Hambal, Bairut, Dar Al Kutub Al Ilmiah, Juz 2,
1993, hal. 246
kepentingan anak kecil yang diasuhnya yaitu adanya kecukupan dan kecakapan yang
memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat tertentu ini tidak dipenuhi satu
1. Berakal sehat, jadi bagi orang yang kurang akal atau gila, keduanya tidak sah
dan tidak boleh menangani hadhinah. Karena mereka tidak boleh mengurusi
dirinya sendiri, sebab orang yang kurang akal dan gila tentulah ia tidak dapat
2. Dewasa (baligh), bagi anak kecil tidak ada hak untuk menjadi hadhinah
seperti wali dalam perkawinan maupun harta benda. Adapun untuk mengetahui
orang yang sudah sampai umur dewasa itu dapat diketahui dengan salah satu
b. Bermimpi bersetubuh
Perlindungan Anak yang disebut dengan anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Dari rumusan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa yang disebut
atas.
3. Mampu mendidik, tidak boleh menjadi pengasuh bagi orang yang buta atau
rabun, sakit menular atau sakit yang melemahkan jasmaninya untuk mengurus
kepentingannya (anak), tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri perlu diurus,
bukan orang yang mengabaikan urusan rumah tangga sehingga merugikan anak
kecil yang diasuh atau bukan orang yang ditinggal bersama orang yang sakit
menular atau bersama orang yang suka marah kepada anak-anak, sekalipun
kerabat anak kecil itu sendiri, sehingga akibat dari kemarahannya itu tidak bisa
tidak baik bahkan bisa-bisa sifat yang semacam itu tertanam dalam sifat anak. 44
pendidikannya terhadap anak yang dipelihara. Oleh sebab itu bagi hadhinah
(pengasuh) yang khianat tidak boleh diberi beban untuk memelihara anak. Sesuai
dengan firman Allah SWT: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
44
Imam Sudiyat, Hukum Adat, Liberti, Yogyakarta, 1981, hal. 142-143
Amanah ialah menahan diri dari melakukan sesuatu yang tidak halal dan tidak
terpuji. Dengan demikian jika seorang tidak memiliki jiwa amanah maka ia tidak
5. Menurut Hukum Islam, anak kecil muslim tidak boleh diasuh oleh pengasuh yang
Apabila hadhanah diberikan kepada orang kafir ditakutkan bahwa anak kecil
yang diasuhnya itu akan dibesarkan dengan agama pengasuhnya, dididik dengan
agamanya. Hal ini merupakan bahaya yang paling besar bagi anak tersebut.
Anha Nabi Muhammad SAW bersabda : Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci,
sehingga lisannya pandai berbicara, ibu ayahnya yang akan membentuk dan
menjadikannya yahudi, nasrani atau majusi” (H.R. Abu Ya’la Tabrani dan Baihaqi)46
“Dari rafi’ bin Sinan R.A bahwasanya ia masuk Islam akan tetapi istrinya
enggan masuk Islam, maka Rasulullah SAW mendudukkan ibu di satu pojok
dan ayah di satu pokok dan anak didudukkan diantara keduanya, lalu anak itu
condong kepada ibu, maka Nabi bersabda wahai Tuhan berilah Hidayah
45
Huzaimah Tahidu Yangga, Fiqih Anak, Al-Mawardi Prima,Cet. I Jakarta, 2004
46
Akhmad Al-Hasmi, Mukhtar Al-Hadist Annabawi, Beirut : Darul Alamiyah, tanpa tahun,
hal. 119
kepadanya, lalu anak itu condong kepada ayahnya, lalu ayah mengambil anak
itu”.47
hadhinah yang kafir tidak boleh memelihara anak Muslim, karena masalah agama di
Hadist ini berkenaan dengan si ibu tersebut apabila menikah dengan laki-laki
lain. Tetapi kalau kawin dengan laki-laki lain yang masih dekat kerabatnya dengan si
anak kecil tersebut, seperti paman dari ayahnya, maka hadhanahnya tidak hilang,
sebab paman itu masih berhak atas masalah hadhanah. Dan juga karena hubungannya
dengan kekerabatannnya dengan anak kecil tersebut sehingga dengan begitu akan
hubungan yang sempurna di dalam menjaga si anak kecil itu, antara ibu dengan suami
yang baru.
47
Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam, Al Ikhlas, Surabaya, hal. 825
48
Muhammad Rifai, dkk, Terjemahan Bulughul Maram, Wicaksana, Semarang, 1994, hal.
690
terjadi adalah terlantarnya anak asuh karena bagaimanapun sang budak harus
sebagaimana mestinya
kegiatan mengasuh, memelihara dan mendidik anak hingga dewasa dan mampu
berdiri sendiri. Dari pengertian hadhanah tersebut telah dapat dipahami bahwa masa
atau batas umur hadhanah adalah bermula dari saat ia lahir, yaitu saat di mana atas
kemudian berakhir bila si anak tersebut telah dewasa dan dapat berdiri sendiri serta
Ketentuan yang jelas mengenai batas berakhirnya masa hadhanah tidak ada,
hanya saja ukuran yang dipakai adalah tamyiz dan kemampuan untuk berdiri sendiri.
Jika anak telah dapat membedakan mana sebaiknya yang perlu dilaksanakan dan
mana yang perlu ditinggalkan, tidak membutuhkan pelayanan perempuan dan dapat
memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri, maka masa hadhanah adalah sudah habis
atau selesai.
“Masa pemeliharaan anak (hadhanah) tidak ditentukan, akan tetapi anak kecil
tetap pada ibunya sampai tamyiz dan mampu memilih salah satu dari kedua
orangtuanya. Maka ketika ia sampai pada usia dapat memilih, ia disuruh
memilih antara ibu atau ayahnya, apabila anak laki-laki memilih ibu, maka ia
tinggal bersama ibunya di malam hari dan pada ayahnya di siang hari. Yang
demikian itu agar terjamin pendidikannya. Apabila anak perempuan memilih
ibunya maka baginya tinggal bersama ibunya di malam hari maupun siang
hari. Apabila anak kecil itu memilih tinggal bersama ayah ibunya, maka
diundi di antara mereka. Dan apabil ia diam, tidak memilih salah satu dari
mereka maka ia berada pada ibunya”.49
“Masa hadhanah itu tujuh tahun bagi anak laki-laki dan sembilan tahun bagi
anak perempuan
“Masa hadhanah itu mulai anak lahir sampai baligh dan bagi anak perempuan
sampai ia kawin”.
“Masa hadhanah itu tujuh tahun bagi anak laki-laki dan anak perempuan dan
sesudahnya anak itu di suruh memilih di antara kedua orang tuanya. Maka ia
Dari pendapat beberapa ulama’ di atas dapat dikatakan bahwa masa hadhanah
itu mulai sejak lahir dan berakhir apabila anak sudah dewasa dan mampu berdiri
sendiri serta mampu mengurusi sendiri kebutuhan pokoknya. Jadi dalam hal ini
sendiri) dan batasan usia tamyiz. Mereka berbeda pendapat mengenai hal ini karena
memang tingkat kedewasaan dan kemampuan berdiri sendiri serta usia tamyiz
semestinya tidak bisa ditentukan secara pasti dengan menggunakan standar usia,
49
Muhammad Jawad Mugniyyah, Al-Akhwal Al-Syahsiyyah, Dar Al-Ilmi Al-Malayiyyah,
Bairut, tanpa tahun, hal. 95
50
Rusnandar Maqmun, Ilmu Fiqih, Pustaka Al-Haura, Bandung, 2012, hal.25.
1. Sebelum tamyiz, dimana bagi seorang anak ibunyalah yang berhak untuk
lain. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Dari Abdullah bin Umar RA,
Rasul berkata kepada perempuan itu : engkau lebih berhak selagi engkau
belum menikah lagi (H.R Ahmad, Abu Dawud dan disahihkan oleh hakim).
2. Setelah anak tersebut tamyiz sampai ia dewasa, atau mampu berdiri sendiri.
Dalam usia tamyiz itulah bagi diri si anak mempunyai hak kebebasan untuk
memilih antara ikut ayah atau ibunya, karena dalam usia tersebut, anak sudah
tersebut berdasarkan apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW : “Dari
sumurnya Abi’ Inabah, maka datang suaminya. Nabi bersabda : hai anak…ini
ayahmu dan ini ibumu, maka peganglah dengan tangan mana yang kau maui,
maka pergilah ibu dengan anak tersebut” (H.R Ahmad dan Imam empat
(pemeliharaan anak) yang belum mumayyiz menjadi kewajiban bagi ibu. Apabila
anak tadi sudah mumayyiz, maka diberi kebebasan untuk memilih diantara keduanya
(ayah/ibu), siapa baginya yang merasa dapat memelihara, memberi keamanan, dan
Dalam penelitian ini kedua orangtua dari anak tersebut telah meninggal dunia,
dan permasalahannya adalah bahwa keluarga pihak perempuan (nenek) dan keluarga
pihak laki-laki (paman) saling berebut terhadap anak-anak yang telah menjadi yatim
piatu tersebut. Dalam hal ayah dan ibu dari anak-anak tersebut telah meninggal dunia
maka ada ketentuan yang harus diikuti siapa yang paling berhak untuk menjadi
hadhinah terhadap anak-anak yang telah ditinggal oleh karena kedua orangtuanya
telah meninggal dunia. Hadhinah dan hadhanah terhadap anak-anak yang telah
ditinggal oleh kedua orangtuanya karena telah meninggal dunia menjadi hak dari
keluarga kedua orangtua tersebut. Yang memiliki hak secara berurutan sesuai dengan
Pengasuhan disamping hak dari anak asuh juga merupakan hak dari pengasuh.
untuk menghadapi kehidupan terutama sebagai seorang muslim pada masa yang akan
datang. Demikian pula halnya pengasuh ia berhak atas pengasuhan anak asuhnya
anaknya pada masa yang akan datang. Sebagian ahli figh berpendapat bahwa
pengasuhan anak yang paling baik adalah apabila dilaksanakan oleh kedua
Tugas mengasuh lebih diutamakan pada ibunya sampai anak itu mumayyiz.53
Setelah anak mumayyiz maka anak tersebut diserahkan kepada pihak yang lebih
mampu, baik dari segi ekonomi maupun dari segi pendidikan diantara keduanya.
Jikalau keduanya mempunyai kemampuan yang sama maka anak itu diberi hak untuk
memilih yang mana diantara kedua, ayah dan ibunya yang ia sukai untuk tinggal
bersama. Atas dasar inilah, maka para ahli fiqh di atas memperlihatkan bahwa kerabat
ibu lebih didahulukan dari pada kerabat ayah dalam menangani masalah hadhanah.
Berikut ini pendapat beberapa ahli fiqh mengenai urutan orang-orang yang berhak
dalam hadhanah, dengan ketentuan apabila orang yang menempati urutan terdahulu
terdapat suatu halangan yang mencegahnya dari hak hadhanah, maka hak tersebut
berpindah kepada orang yang menempati urutan berikutnya. Dalam hal ini halangan
yang dimaksud adalah bahwa hak asuh (hadhanah) dari anak-anak tersebut tidak
52
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, Bulan Bintang, Cet I,
Jakarta : 1974, hal. 31
53
Muhammad Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, PT Hidakarya Agam, Jakarta, 1957,
hal. 146
dapat lagi dilaksanakan oleh kedua orangtuanya karena telah meninggal dunia. Oleh
karena itu apabila kedua orang tua dari anak tersebut telah meninggal dunia maka
hadhanah dari anak-anak tersebut secara berurutan dapat dialihkan / beralih kepada
orang yang menempati urutan berikutnya yang berhak atas hak asuh anak tersebut.
Adapun urutan dari hak asuh dan pengasuh atas anak-anak yang telah ditinggalkan
oleh kedua ayah ibunya karena meninggal dunia adalah sebagai berikut :
yang berhak dalam hadhanah (mengasuh anak). Sayyid Syabiq dalam bukunya Fiqh
Sunnah menambahkan mengenai anak yang tidak mempunyai kerabat satupun, yaitu :
“Maka apabila sudah tidak ada satupun kerabatnya, maka hakim bertanggung
jawab untuk menetapkan siapakah orang yang patut menangani hadhanah
ini”.
54
Ahmad Muhammad, Ulumul Hadits, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hal15.
(hak asuh anak) yang paling berhak diberikan kepada kedua orangtua yaitu ibu dan
ayah kandungnya. Apabila ibu kandung berhalangan karena sesuatu hal (dicabut hak
asuhnya) oleh pengadilan maka hak asuh anak tersebut jatuh kepada ayah
kandungnya. Apabila ayah kandungnya berhalangan karena dicabut hak asuhnya oleh
pengadilan maka hak asuh atas anak secara berurutan menurut Ulama’ Syafi’iyyah
diberikan kepada : 55
3. Paman (abang atau adik kandung dari ibu kandung anak tersebut)
4. Paman (abang atau adik kandung dari ayah kandung anak tersebut)
Dari uraian tersebut di atas maka apabila ayah atau ibu kandung dari anak
tersebut berhalangan tetap (dicabut hak asuhnya) oleh pengadilan atau telah
meninggal dunia maka yang paling berhak pertama sekali untuk memperoleh hak
asuh atas anak tersebut adalah nenek (ibu dari ibu kandung anak tersebut). Apabila
nenek (ibu dari ibu kandung anak tersebut) tidak ada, telah dicabut hak asuhnya oleh
pengadilan atau meninggal dunia maka hak asuh atas anak-anak tersebut beralih
kepada nenek (ibu dari ayah kandung anak tersebut). Apabila nenek (ibu dari ayah
kandung anak tersebut) tidak ada, dicabut hak asuhnya oleh pengadilan atau telah
55
Umar Syahdana, Hak Pengasuhan Anak Menurut Hukum Islam Ditinjau Dari Hukum
Islam, Cahaya Ilmu, Surabaya, 2006, hal. 21
meninggal dunia maka hak asuh atas anak tersebut beralih kepada paman (abang atau
adik kandung dari ibu kandung anak tersebut). Apabila paman (abang atau adik
kandung dari ibu kandung anak tersebut) tidak ada, dicabut hak asuhnya oleh
pengadilan atau telah meninggal dunia maka hak asuh atas anak tersebut beralih
kepada paman (abang atau adik kandung dari ayah kandung anak tersebut). Dalam
hal hak asuh atas anak tersebut telah dialihkan tidak berdasarkan urutan hak asuh atas
anak sebagaimana telah diuraikan di atas, maka pihak yang merasa lebih berhak dapat
mengajukan permohonan kepada pihak yang telah memperoleh hak asuh atas anak-
yang lain untuk dikembalikan kepada pihak keluarga yang lebih berhak atas anak-
anak tersebut dapat dilakukan terlebih dahulu dengan cara musyawarah mufakat
yang telah meninggal dunia tersebut. Sehingga kemungkinan besar dapat ditempuh
solusi yang lebih baik tanpa harus menempuh jalur tuntutan ke pengadilan (litigasi).
Dalam kasus yang terdapat dalam penelitian ini anak-anak tersebut telah
berada di dalam pengasuhan dari keluarga ayah kandung anak tersebut yaitu paman
(adik dari ayah kandung anak tersebut). Paman tersebut memperoleh hak asuh atas
dibawah pengasuhan Tuan BG yang merupakan paman (adik dari ayah kandung anak
tersebut) sampai dengan batas umur yang dianggap dewasa dan bertanggung jawab
atas segala biaya pendidikan dan semua kehidupan pokok si anak dan juga mengatur
dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Ulama’ Syafi’iyyah, dimana keluarga
yang paling berhak untuk memperoleh hak asuh atas anak-anak tersebut, selain dari
ayah dan ibu kadungnya adalah nenek (ibu kandung dari ibu anak-anak tersebut).
(abang kandung dari ayah anak-anak tersebut) yang memperoleh hak asuh dari anak-
anak tersebut. Selain bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
merupakan hak pengasuhan atas anak-anak dari orangtua yang telah meninggal dunia,
baik mumayyiz (di atas 12 tahun) maupun yang belum mumayyiz (masih belum
berumur 12 tahun), yang seharusnya pengasuh tersebut berada dekat dengan anak-
anak yang diasuhnya, memberikan perhatian dan pendidikan yang cukup kepada
Paman (abang kandung dari ayah anak-anak tersebut) tidak berada satu
Meulaboh sedangkan anak-anak yang diasuhnya berada di kota Medan. Jarak yang
dilaksanakannya prinsip hadhanah (hak asuh atas anak) yang baik dan benar
berdasarkan ketentuan / syariat yang terdapat dalam Islam. Paman (pengasuh anak
tersebut) dengan jarak tempat tinggal yang begitu jauh tidak mungkin dapat
diasuhnya karena tempat tinggal pengasuh berjarak cukup jauh dengan tempat tinggal
yang seutuhnya dari pengasuh kepada anak-anak yang diasuhnya. Oleh karena itu
Islam maka terbuka kemungkinan untuk dilakukannya pengalihan hak asuh atas anak
tersebut kepada pihak yang lebih berhak atas anak-anak tersebut. Nenek (ibu kandung
dari ibu anak-anak tersebut) sebagai keluarga yang paling berhak atas anak-anak
gugatan ke Pengadilan Agama Medan dalam upaya mengalihkan hak asuh atas anak
tersebut dari paman (abang dari ayah anak-anak tersebut) kepada nenek (ibu kandung
dari ibu anak-anak tersebut) dengan alasan bahwa paman (pengasuh) bertempat
tinggal tidak sama dengan tempat tinggal anak-anak yang diasuhnya tersebut
sehingga kemungkinan besar prinsip hadhanah tidak dapat dilaksanakan dengan baik
Penyebab pembatalan hadhanah (hak asuh atas anak dari ayah dan ibu yang
1. Hadhanah (hak asuh atas anak) tersebut tidak diberikan kepada keluarga yang
paling berhak berdasarkan urutan yang telah ditetapkan oleh ketentuan dan
syariat yang terdapat dalam Islam tetapi diberikan kepada pihak keluarga yang
waktu dan tidak cakap untuk melaksanakan hadhanah dengan baik dan benar
telah ditunjuk merasa tidak nyaman dalam pengasuhan dari pengasuh tersebut,
tersebut.
ditunjuk pengasuh yang lebih berhak atas hak asuh terhadap dirinya.
berumur 12 tahun ke atas) tersebut merupakan hak yang harus dipatuhi sesuai
anak dari ayah dan ibu yang telah meninggal dunia tersebut dapat saja
tersebut tidak cakap / tidak layak karena sifat dan karakternya sehingga