Modul A
Kelas Atas
A. Pengertian
Kognitif atau pemikiran ialah istilah yang digunakan oleh jago psikologi untuk menjelaskan
semua acara mental yang bekerjasama dengan persepsi , pikiran , ingatan dan pengolahan
berita yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan , memecahkan problem , dan
merencanakan masa depan , atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu
mempelajari , memperhatikan , mengamati , membayangkan , memperkirakan , menilai dan
memikirkan lingkungannya. (Desmita , 2009)
Guru harus mengetahui wacana faktor-faktor yang mensugesti akseptor didik. Yang sangat
sentral dalam factor-faktor yang mensugesti perkembangan kognitif ialah gaya pengasuhan
dan lingkungan. Biasanya gaya pengasuhan lebih diterapkan pada anak-anak. Pada
pengasuhan ini merupakan cika lbakal perkembangan kognitif tersebut , karena ketika anak
diasuh secara tidak sesuai dengan semestinya , ini akan berakibat pada perkembangan
kognitif anak , bahkan pada perkembangan mental anak tersebut. Lingkungan pun sangat
besar lengan berkuasa pada perkembangan kognitif , semakin buruk lingkungan maupun
pergaulan seseorang maka kemungkinan pengaruh lingkungan pada perkembangan kognitif
anak semakin besar. (Wibowo , 2016)
Empat tahap perkembangan kognitif siswa menurut Piaget ialah sebagai berikut.
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun) , seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera , sehingga ia belum bisa untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten
Pada tahap Operasional nyata (7-11 tahun) , umumnya anak sedang menempuh pendidikan di
sekolah dasar. Di tahap ini , seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata
atau dengan menggunakan benda nyata , dan bisa mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama (misalnya , antara bentuk dan ukuran).
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun) , kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif. (Doyin , 2015)
Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik individu meliputi empat
aspek , yaitu:
(b) Sistem syaraf yang sangat memengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi;
(c) Kelenjar Endokrin , yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku gres ,
menyerupai pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu kegiatan ,
yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis;
(d) Struktur fisik/tubuh , yang meliputi tinggi , berat , dan proporsi.
Selain perkembangan karakteristik fisik dan kognitif akseptor didik , yang tidak kalah penting
ialah perkembangan sosial-emosional akseptor didik. Sosio-emosional berasal dari kata sosial
dan emosi. Perkembangan sosial ialah pencapaian kematangan dalam relasi atau interaksi
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses berguru untuk mengikuti keadaan dengan norma-
norma kelompok , tradisi dan moral agama. Sedangkan emosi merupakan faktor secara umum
dikuasai yang mensugesti tingkah laku individu , dalam hal ini termasuk pula perilaku
belajar. Emosi dibedakan menjadi dua , yakni emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif
menyerupai perasaan senang , berangasan , bersemangat , atau rasa ingin tahu yang tinggi
akan mensugesti individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap acara belajar. Emosi
negatif sperti perasaan tidak senang , kecewa , tidak berangasan , individu tidak dapat
memusatkan perhatiannya untuk berguru , sehingga kemungkinan besar beliau akan
mengalami kegagalan dalam belajarnya. Selain itu , dari segi etimologi , emosi berasal dari
akar kata bahasa Latin ‘movere’ yang berarti ‘menggerakkan , bergerak’. Kemudian
ditambah dengan awalan ‘e-‘ untuk memberi arti ‘bergerak menjauh’. Makna ini menyiratkan
kesan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.
Faktor yang sangat memengaruhi perkembangan akseptor didik pada usia remaja yaitu
didikan orang renta , lingkungan sekitar daerah tinggal dan perlakuan guru di sekolah.
Pengaruh sosio-emosional yang baik pada remaja terhadap diri sendiri yaitu untuk
mengendalikan diri , memutuskan segala sesuatu dengan baik , serta bisa lebih merencanakan
segala hal yang akan diputuskannya , sedangkan terhadap orang lain , yaitu bisa menjalin
kerjasama yang baik , saling menghargai dan bisa memposisikan diri di lingkungan dengan
baik. Agar seorang akseptor didik dapat memiliki kecerdasan emosi dengan baik haruslah
dibentuk semenjak usia dini , karena pada ketika itu sangat menentukan pertumbuhan dan
perkembangan insan selanjutnya. Sebab pada usia ini dasar-dasar kepribadian anak telah
terbentuk. Jelaslah sudah betapa pentingnya seorang pendidik memahami perkembangan
sosio-emosional akseptor didik , semoga dalam proses pembelajaran perkembangan sosio-
emosional akseptor didik yang berbeda-beda dapat diatasi dengan baik.
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan wacana Robert Coles yang menggagas wacana kecerdasan
moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam
hidupnya. Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya
sendiri maupun diri orang lain , memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya ,
mengikuti aturan-aturan yang berlaku , semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan
bagi seorang anak di masa depan. Suasana hening dan penuh kasih sayang dalam keluarga ,
contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu sama lain , ketekunan dan keuletan
menghadapi kesulitan , sikap disiplin dan penuh semangat , tidak mudah putus asa , lebih
banyak tersenyum daripada cemberut , semua ini memungkinkan anak menyebarkan
kemampuan yang bekerjasama dengan kecerdasan kognitif , kecerdasan emosional maupun
kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
daypikir moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional ,
konvensional , dan pascakonvensional.
Penalaran prakonvensional ialah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini , anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral ,
daypikir moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau berguru kalau mendapatkan hadiah uang.
Penalaran konvensional ialah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu , tetapi mereka tidak
mentaati standar-standar (internal) orang lain , menyerupai orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau berguru dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi
tidak mau menaati perintah orang renta yang mengharuskan berguru dari pukul 19.00 hingga
dengan pukul 21.00
Penalaran pascakonvensional ialah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tingkat ini , moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-
standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif , menjajaki
Contoh : Anak dengan penuh kesadaran menaati tata tertib sekolah baik diawasi atau tidak ,
ada sanksi atau tidak.
Bekal asuh awal akseptor didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan yang yang telah diperoleh akseptor didik sebelum beliau memperoleh
kemampuan terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal menunjukkan status pengetahuan
dan keterampilan akseptor didik sekarang untuk menuju ke status yang akan datang yang
diinginkan guru semoga tercapai oleh akseptor didik. Dengan kemampuan ini dapat
ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.
1) Memperoleh berita yang lengkap dan akurat berkenaan dengan kemampuan awal akseptor
didik sebelum mengikuti agenda pembelajaran tertentu;
3) Menentukan desain agenda pembelajaran dan atau pelatihan tertentu yang perlu
dikembangkan sesuai dengan kemampuan awal akseptor didik.
untuk mengetahui kemampuan awal akseptor didik , seorang pendidik dapat melaksanakan
tes awal (pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi asuh sesuai dengan
panduan kurikulum. Selain itu pendidik dapat melaksanakan wawancara , observasi , dan
menunjukkan kuisioner kepada akseptor didik atau calon akseptor didik , serta guru yang
biasa mengampu pelajaran tersebut. Teknik yang paling sempurna untuk mengetahui bekal
asuh awal akseptor didik yaitu tes. Teknik tes ini menggunakan tes prasyarat dan tes awal.
Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat tes prasyarat dan tes awal. Tes
prasyarat ialah tes untuk mengetahui apakah akseptor didik telah memiliki pengetahuan
keterampilan yang diharapkan atau di syaratkan untuk mengikuti suatu pelajaran. Sedangkan
tes awal ialah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan atau
keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom melalui beberapa
eksperimen menunjukan bahwa “untuk berguru yang bersifat kognitif apabila pengetahuan
atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi , maka betapa pun kualitas pembelajaran tinggi ,
maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil berguru yang tinggi”. Hasil pretest juga
sangat berkhasiat untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai
perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Makara kemampuan
awal sangat diharapkan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan gres
karena kedua hal tersebut saling berhubung.
Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan berguru dapat diartikan sebagai keadaan di mana
akseptor didik tidak dapat berguru sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa
diabaikan oleh seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran.
Kesulitan berguru tidak hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah , akan tetapi
bisa disebabkan oleh faktor-faktor nonintelegensi. Oleh karena itu , IQ yang tinggi belum
tentu menjamin keberhasilan belajar. Wood (2007:33) menyatakan kesulitan berguru ialah
suatu kondisi dalam proses berguru yang ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu
untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang
berasal dari dalam diri akseptor didik maupun luar diri akseptor didik.
2. Gangguan simbolik , yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek
sekalipun ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
4. Ganguan sosial-emosional , yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi
dalam diri anak.
3. Faktor sosial ,seperti pengaruh sobat bermain , pergaulan dan lingkungan sekitar;
4. Faktor keluarga , menyerupai keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan
berguru dari orang tua.
Anak yang mengalami kesulitan telinga dan penglihatan hendaknya mengambil posisi daerah
duduk adegan depan.
2. Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya materi pelajaran dan dibimbing oleh orang renta dan keluarga lainnya.
3. Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran jawaban gangguan internal , perlu ditolong
dengan melaksanakan agenda remedial.
Penggunaan alat peraga pelajaran dan media berguru kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan mendapatkan materi pelajaran. Misalnya , karena materi pelajaran
bersifat abnormal sehingga sulit dipahami siswa.
Suasana berguru yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam mendapatkan materi pelajaran.
E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik
Rancangan mengatasi kesulitan berguru akseptor didik dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan berguru merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum , prosedur bimbingan berguru dapat ditempuh melalui
langkah-langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya
untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson
dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) menunjukkan beberapa pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2)
Call them approach; melaksanakan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain good relationship; menciptakan relasi yang
baik , penuh keakraban sehingga tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal
ini dapat dilaksanakan melalui banyak sekali cara yang tidak hanya terbatas pada relasi
kegiatan berguru mengajar saja , misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler , rekreasi dan
situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for counseling; menciptakan suasana
yang menjadikan ke arah penyadaran siswa akan problem yang dihadapinya. Misalnya
dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan wacana hasil dari suatu tes ,
menyerupai tes inteligensi , tes bakat , dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama
serta diupayakan banyak sekali tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil berguru
siswa , dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan berguru yang
dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa
yang diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis , karakteristik kesulitan atau problem
yang dihadapi siswa. Dalam konteks proses berguru mengajar , permasalahan siswa dapat
berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural – fungsional; (c)
behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi problem siswa , Prayitno dkk.
telah menyebarkan suatu instrumen untuk melacak problem siswa , dengan apa yang disebut
Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi
kesulitan yang dihadapi siswa , seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c)
relasi sosial; (d) ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan
pelajaran; (g) agama , nilai dan moral; (h) relasi muda-mudi; (i) keadaan dan relasi keluarga;
dan (j) waktu senggang.
A. Kegiatan Pembelajaran 1:
Hakikat, Fungsi, Kedudukan, danRagam Bahasa Indonesia
Hakikat Bahasa
Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka) yang digunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri.
Kedudukan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu, hal ini bila dilihat dari
sudut pandang linguistik.
Fungsi Bahasa Indonesia
Melihat kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia mempunyai fungsi
sebagai berikut.
a. Lambang jati diri (identitas).
b. Lambang kebanggaan bangsa.
c. Alat pemersatu berbagai masyarakat yang mempunyai latar belakang etnis dan sosial-
budaya, serta bahasa daerah yang berbeda.
d. Alat penghubung antarbudaya dan antardaerah.
Ragam Bahasa Ragam Bahasa
Ragam Bahasa Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda
menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Seiring dengan perkembangan zaman yang
sekarang ini banyak masyarakat yang mengalami perubahan.
B. Kegiatan Pembelajaran 2:
Pemerolehan Bahasa Anak
Indikator Pencapaian Kompetensi:
1. Menjelaskan pemerolehan bahasa anak.
2. Menjelaskan pembelajaran bahasa anak
3. Membedakan pemerolehan dan pembelajaran bahasa
4. Menjelaskan tahapan pemerolehan bahasa
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pemerolehan bahasa.
C. Kegiatan Pembelajaran 3:
Linguistik Bahasa Indonesia
E. Kegiatan Pembelajaran 5:
Keterampilan Berbahasa Indonesia
Indikator Pencapaian Kompetensi:
1. Menerapkan prinsip dan prosedur berbahasa secara lisan reseptif (menyimak) dalam
pembelajaran SD kelas tinggi.
2. Menerapkan prinsip dan prosedur berbahasa secara lisan produktif (berbicara) dalam
pembelajaran SD kelas tinggi.
3. Menerapkan prinsip dan prosedur berbahasa secara tertulis reseptif (membaca) dalam
pembelajaran SD kelas tinggi.
4. Menerapkan prinsip dan prosedur berbahasa secara tertulis produktif (menulis) dalam
pembelajaran SD kelas tinggi.
F. Kegiatan Pembelajaran 6:
Sastra Indonesia
Indikator Pencapaian Kompetensi:
1. Membedakan sastra lama dan sastra baru.
2. Mengidentifikasi genre sastra Indonesia.
3. Membedakan prosa dan puisi.
4. Membedakan prosa lama dan prosa baru.
5. Mengidentifikasi unsur instrinsik puisi.
6. Mengidentifikasi unsur intrinsik prosa.