Anda di halaman 1dari 24

Kegiatan Belajar Pertama

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

1. Pengertian keuangan daerah


Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Permendagri 21
tahun 2011, Pasal 1 angka 6 menyatakan bahwa Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan
uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut.
Ruang lingkup keuangan daerah berdasarkan Permendagri nomor 13 tahun 2006 meliputi :
(a). hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman; (b)
kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan membayar tagihan
pihak ketiga; (c). penerimaan daerah; (d). pengeluaran daerah; (e). kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak hak lain yang
dapat dinilai uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan (f) kekayaan
pihak lain yang dikuasai pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
daerah dan atau kepentingan umum.

a. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah


Berdasarkan peraturan perundang-undangan, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah. Jenis Pajak
provinsi terdiri atas: (a) Pajak Kendaraan Bermotor; (b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; (c) Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; (d) Pajak Air Permukaan; dan (e) Pajak Rokok. Sementara itu
pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi : (a) Pajak Hotel; (b) Pajak Restoran; (c)
Pajak Hiburan; (d) Pajak Reklame; (e) Pajak Penerangan Jalan; (f) Pajak Mineral Bukan Logam dan
Batuan; (g) Pajak Parkir; (h) Pajak Air Tanah; (i) Pajak Sarang Burung Walet; (j) Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan; dan (k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Disamping memiliki kewenangan untuk memungut pajak, daerah juga dapat memungut
rertibusi. Retrebusi yang dipungut meliputi retribusi jasa umum, Retribusi jasa usaha dan Retribusi
Perijinan tertentu. Retribusi yang dikenakan atas jasa umum digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.
Retribusi yang dikenakan atas jasa usaha digolongkan sebagai Retribusi Jasa Usaha. Retribusi yang
dikenakan atas perizinan tertentu digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu.

1
Pasal 110 UU 28 / 2009, menetapkan jenis Retribusi Jasa Umum, adalah :
1) Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2) Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil;
4) Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5) Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6) Retribusi Pelayanan Pasar;
7) Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8) Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9) Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
10) Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
11) Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12) Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
13) Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14) Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.
Pasal 139 UU 28 tahun 2009 menetapkan Subjek Retribusi Jasa Usaha adalah orang
pribadi atau Badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha yang bersangkutan. Wajib
Retribusi Jasa Usaha adalah orang pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan
perundangundangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut atau
pemotong Retribusi Jasa Usaha.
Jenis retribusi daerah yang dipungut oleh pemerintah daerah tergantung pada jenis jasa usaha
yang dilayani oleh Pemerintah Daerah tertentu. Misalnya Pemerintah Daerah Kabupaten Gresik
memberikan 8 jenis jasa usaha sehingga memungut sebanyak 8 jenis retribusi jasa usaha yaitu : (1)
Retribusi pemakaian kekayaan daerah; (2) Retribusi Tempat Pelelangan Ikan; (3) Retribusi Terminal; (4)
Retribusi Tempat Parkir Khusus; (5) Retribusi tempat potong hewan; (6) Retribusi Jasa Kepelabuhanan;
(7) Retribusi Tempat Wisata; (8) Retribusi Tempat Pemnyeberangan di Air. Sementara itu provinsi
Kalimantan Timur sesuai dengan Perda nomor 2 tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Usaha, memungut 5
jenis retribusi jasa usaha yaitu: (1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah; (2) Retribusi Tempat Khusus
Parkir; (3) Retribusi Tempat Penginapan; (4) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah; (5) Retribusi
tempat rekreasi dan olahraga.
Untuk Retribusi Perizinan Tertentu, menurut Pasal 140 UU 28 / 2009, Objek Retribusi Perizinan
Tertentu adalah pelayanan perizinan tertentu oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau Badan

2
yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan
umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis Retribusi Perizinan Tertentu menurut UU 28 tahun
2009, Pasal 141 adalah :
1) Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
2) Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
3) Retribusi Izin Gangguan;
4) Retribusi Izin Trayek; dan
5) Retribusi Izin Usaha Perikanan.
Disamping memungut Pajak dan Retribusi Daerah, daerah juga dapat menerima pendapatan asli
daerah yang lain seperti bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah serta pendapatan asli daerah lainnya
yang syah. Daerah juga menerima dana dari pemerintah pusat berupa Dana alokasi umum. Dana alokasi
khusus, danmungkin juga dana otonomi khusus dan penyesuaian.

b. Kewajiban Daerah
Daerah memiliki kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga. Kewajiban daerah untuk melakukan urusan pemerintahan merupakan
bagian dari keuangan daerah. Disamping itu jika daerah mengadakan barang atau jasa, maka kegiatan
pengadaan barang dan atau jasa tersebut akan berakibat timbulnya kewajiban untuk membayar harga
dari barang dan atau jasa yang diperoleh tersebut.
c. Penerimaan Daerah
Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Permendagri nomor 21
tahun 2011 pasal 1 angka 48 menayatakan bahwa Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas
daerah. Uang masuk ke kas Negara dapat berasal dari pendapatan daerah sebagaimana telah dibahas
pada huruf a di atas atau berasal dari kegiatan pembiayaan misalkan menarik pinjaman. Mengalirnya
uang ke kas daerah juga dapat berasal dari potongan iuran pensiun pegawai negeri yang nantinya harus
disetorkan ke perusahaan pengelola pensiun pegawai negeri.

d. Pengeluaran Daerah
Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Permendagri nomor 21
tahun 2011 pasal 1 angka 48 menyatakan bahwa Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas
daerah. Pengeluaran dari Kas daerah dapat terjadi untuk pembayaran belanja, pengeluaran pembiayaan

3
misalkan untuk membayar angsuran pokok hutang, atau untuk membentuk cadangan. Uang juga dapat
keluar dari kas daerah untuk menyetorkan PPh pasal 21 yang telah dipotong dari pegawai negeri daerah,
pembayaran iuran tabungan pensiun ke perusahaan penyelenggara pensiun pegawai negeri daerah,
pembayaran iuran askes dan sebagainya.

e. Kekayaan Daerah yang dikelola sendiri dan dikelola oleh fihak lain
Aset Daerah dapat dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Tetapi dapat juga pengelolaan
sebagian dari asset daerah dilakukan oleh pihak lain. Misalkan Kabupaten Cilacap bersama dengan
Ditjen Dikti Depdiknas telah mendirikan Politeknik yang pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan. Maka
asset daerah yang tertanam dalam Politeknik tersebut merupakan bagian dari keuangan daerah.
f. Kekayaan fihak lain yang dikuasai daerah.
Potongan iuran askes, iuran pension pegawai negeri yang sementara ada di kas daerah
merupakan bagian dari keuangan daerah.

2. Azas dan Kekuasaan Pengelolaan keuangan daerah


a. Azas umum pengelolaan keuangan daerah
Sesuai dengan Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diubah dengan
Permendagri 21 tahun 2011 pasal 4, Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Keuangan daerah
dikelola secara tertib sebagaimana dimaksud di atas adalah bahwa keuangan daerah dikelola
secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti bukti administrasi yang dapat
dipertanggungjawabkan. Taat pada peraturan perundang-undangan berarti pengelolaan keuangan
daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Efektif berarti pengelolaan
keuangan daerah diarahkan mencapai hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu
dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil. Efisien sebagaimana dimaksud di atas
merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan
masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Ekonomis dimaksudkan sebagai
pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
Transparan merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui
dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang keuangan daerah. Bertanggung jawab
sebagaimana dimaksud di atas merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk

4
mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Sementara itu keadilan sebagaimana dimaksud di atas adalah keseimbangan distribusi
kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan
pertimbangan yang obyektif. Kepatutan bermakna tindakan atau suatu sikap yang dilakukan
dengan wajar dan proporsional. Manfaat dimaksudkan bahwa keuangan daerah diutamakan untuk
pemenuhan kebutuhan masyarakat.
b. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan daerah dipegang oleh Kepala Daerah. Kepala daerah
selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan
mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sebagai
Pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mempunyai kewenangan:
a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;
b. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;
c. menetapkan kuasa pengguna anggaran/pengguna barang;
d. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;
e. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;
f. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;
g. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan
h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan
pembayaran.
Kepala daerah selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah melimpahkan
sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada:
a. Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku PPKD; dan
c. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
Pelimpahan sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan dengan keputusan kepala daerah
berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang
menerima atau mengeluarkan uang.
a. Sekretaris daerah selaku Koordinator pengelola keuangan daerah
Sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah mempunyai tugas
antara lain adalah koordinasi di bidang: (a). penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan

5
APBD; (b) penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah; (c). penyusunan
rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD; (d). penyusunan Raperda APBD, perubahan
APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; (e). tugas-tugas pejabat perencana daerah,
PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan (f). penyusunan laporan keuangan daerah
dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
b. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
(PPKD)
Kepala SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas: (a). menyusun dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan keuangan daerah; (b). menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
(c). melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan
Daerah; (d). melaksanakan fungsi BUD; (e). menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan (f). melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa
yang dilimpahkan oleh kepala daerah.
PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD berwenang: (a). menyusun kebijakan dan
pedoman pelaksanaan APBD; (b). mengesahkan DPA-SKPD/DPPA-SKPD; (c). melakukan
pengendalian pelaksanaan APBD; (d). memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan
dan pengeluaran kas daerah; (e). melaksanakan pemungutan pajak daerah; (f). menetapkan SPD;
(g). menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;(h).
melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah; (i). menyajikan informasi
keuangan daerah; dan (j). melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan
barang milik daerah.
PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di Iingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah
selaku kuasa BUD
c. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang mempunyai tugas: (a).
menyusun RKA-SKPD; (b). menyusun DPA-SKPD; (c). melakukan tindakan yang mengakibatkan
mengeluaran atas beban anggaran belanja; (d). melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;
(e). melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran; (f). melaksanakan
pemungutan penerimaan bukan pajak; (g). mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak
lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan; (h). menandatangani SPM; (i). mengelola utang
dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; (j). mengelola barang milik
daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; (k). menyusun dan

6
menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya; (l). mengawasi pelaksanaan anggaran
SKPD yang dipimpinnya; (m). melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang
lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah; dan (n). bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah.
Menurut Permendagri 21 tahun 2011, Dalam rangka pengadaan barang / jasa, Pengguna
Anggaran bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitmen sesuai peraturan perundang uandangan di
bidang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dalam melaksanakan tugas-tugas
sebagaimana dimaksud di atas dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala unit
kerja pada SKPD selaku kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Pelimpahan sebagian
kewenangan sebagaimana tersebut di atas didasarkan pada pertimbangan tingkatan daerah,
besaran SKPD, besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, kompetensi dan/atau
rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. Pelimpahan sebagian kewenangan ditetapkan
oleh kepala daerah atas usul kepala SKPD. Sesuai dengan Permendagri 13 pasal 11 ayat 3 A
(Perubahan dalam Permendagri 21 tahun 2011), pelimpahan sebagaian kewenangan tersebut
meliputi : (a) melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;
(b) melaksanakan anggaran nyang dipimpinnya; (c) melaksanakan pengujian atas tagihan dan
memerintahkan pembayaran; (d) mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan fihak lain dalam
batas anggaran yang ditetapkan; (e) Menandatangani SPM-LS dan SPM-TU; (f) mengawasi
pelaksanaan anggaran unit kerja yang dipimpinnya dan (g) melaksanakan tugas-tugas kuasa
pengguna anggaran lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh pejabat pengguna anggaran.
Selanjutnya dijelaskan pada ayat 5 bahwa dalam pengadaan barang dan jasa, kuasa pengguna
anggaran sekaligus bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitment.
Kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang sebagaimana dimaksud di atas
bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada pengguna anggaran/pengguna barang.
Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada unit kerja
SKPD selaku PPTK. berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja,
lokasi, dan/atau rentang kendali dan pertimbangan objektif lainnya. PPTK yang ditunjuk oleh
pejabat pengguna anggaran/pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
kepada pengguna anggaran/pengguna barang. PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna
anggaran/kuasa pengguna barang bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada kuasa

7
pengguna anggaran/kuasa pengguna barang. Tugas PPTK mencakup: (a). mengendalikan
pelaksanaan kegiatan; (b). melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan (c). menyiapkan
dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan. Dokumen anggaran tersebut
mencakup dokumen administrasi kegiatan maupun dokumen administrasi yang terkait dengan
persyaratan pembayaran yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Untuk melaksanakan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan
pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai PPK-SKPD. PPK-SKPD
mempunyai tugas: (a). meneliti kelengkapan SPP-LS pengadaan barang dan jasa yang disampaikan
oleh bendahara pengeluaran dan diketahui/ disetujui oleh PPTK; (b). meneliti kelengkapan SPP-UP,
SPP-GU, SPP-TU dan SPP-LS gaji dan tunjangan PNS serta penghasilan lainnya yang ditetapkan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; (c).
melakukan verifikasi SPP; (d). menyiapkan SPM; (e). melakukan verifikasi harian atas penerimaan;
(f). melaksanakan akuntansi SKPD; dan (g). menyiapkan laporan keuangan SKPD.
PPK-SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan
penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK.
Disamping terdapat PPTK dan PPK, di Satuan Kerja Perangkat daerah juga terdapat
bendaharan penerimaan dan bendahara pengeluaran. Bendahara Penerimaan dan Bendahara
pengeluaran merupakan pejabat fungsional yang diangkat oleh Kepala Daerah atas usul PPKD.
Bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran secara fungsional bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya kepada PPKD selaku BUD.

3. Struktur APBD
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Struktur APBD merupakan satu
kesatuan terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah serta pembiayaan daerah.
Struktur APBD sebagaimana dimaksud di atas diklasifikasikan menurut urusan
pemerintahan daerah dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan
tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan. Jika kita perhatikan beberapa APBD
klasifikasi anggaran ini dapat dilihat di lampiran dari Peraturan Daerah tentang APBD.

8
Klasifikasi APBD menurut urusan pemerintahan dan organisasi tersebut dapat disesuaikan
dengan kebutuhan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dengan peraturan perundang-
undangan.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah,
yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu
dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran
dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah meliputi
semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Pendapatan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok,
jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan.
Belanja daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program,
kegiatan, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek belanja.
Pembiayaan daerah dirinci menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok,
jenis, obyek dan rincian obyek pembiayaan.
a. Pendapatan Daerah
Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dikelompokan
atas: (a). pendapatan asli daerah; (b). dana perimbangan; dan (c). lain-lain pendapatan daerah yang
sah.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas:
1). pajak daerah;
2). retribusi daerah;
3). hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4). lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan
undang undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah dibahas pada bagian
sebelumnya.. Sementara itu hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana
dimaksud dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal
pada perusahaan milik daerah/BUMD, BUMN maupun perusahaan milik swasta atau kelompok
usaha masyarakat.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada huruf a angka
4) di atas, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis

9
pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan dirinci
menurut obyek pendapatan yang mencakup: (a) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan (b) jasa giro; (c) pendapatan bunga(d) penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
(e) penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; (f) penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing; (g). pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan; (h). pendapatan denda pajak; (i). pendapatan denda retribusi; (j). pendapatan hasil
eksekusi atas jaminan; (k). pendapatan dari pengembalian; (I). fasilitas sosial dan fasilitas umum;
(m). pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta pendapatan dari Badan
Layanan Umum Daerah.
Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri
atas: (a). dana bagi hasil (dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak); (b). dana alokasi
umum; dan (c). dana alokasi khusus.
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah dibagi menurut jenis pendapatan yang
mencakup: (a). hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya, badan/lembaga/
organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/perorangan, dan lembaga luar negeri yang
tidak mengikat; (b). dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan
akibat bencana alam; (c). dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota; (d). dana
penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah; dan (e). bantuan
keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.Hibah sebagaimana dimaksud adalah
penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing,
badan/lembaga internasional, pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perorangan, balk
dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan
yang tidak perlu dibayar kembali.
Pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah yang ditransfer langsung ke kas daerah, dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah dianggarkan pada SKPKD.
Retribusi daerah, komisi, potongan, keuntungan selisih nilai tukar rupiah, pendapatan dari
penyelanggaraan pendidikan dan pelatihan, hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan
dan hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dibawah
penguasaan pengguna anggaran/pengguna barang dianggarkan pada SKPD.

10
b. Belanja Daerah
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan
pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat
dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah
yang ditetapkan dengan ketentuan perundangundangan.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud terdiri atas belanja
urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: (a).
pendidikan; (b) kesehatan; (c) pekerjaan umum; (d) perumahan rakyat; (e). penataan
ruang; (f) perencanaan pembangunan; (g) perhubungan; (h).lingkungan hidup; (i). pertanahan; (j)
kependudukan dan catatan sipil; (k). pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; (l)
keluarga berencana dan keluarga sejahtera; (m). sosial; (n) ketenagakerjaan; (o) koperasi dan
usaha kecil dan menengah; (p) penanaman modal; (q) kebudayaan; (r)kepemudaan dan olah
raga; (s).kesatuan bangsa dan politik dalam negeri; (t) otonomi daerah, pemerintahan umum,
administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian; (u) ketahanan
pangan; (v) pemberdayaan masyarakat dan desa; (w).statistik; (x) kearsipan; (y). komunikasi dan
informatika;dan (z). perpustakaan.

Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan sebagaimana dimaksud di atas mencakup: (a)
pertanian; (b).kehutanan; (c) energi dan sumber daya mineral; (d) pariwisata; (e) kelautan dan
perikanan; (f) perdagangan; (g) industri; dan (h) ketransmigrasian.

Belanja juga diklasifikasikan menurut fungsi. Fungsi merupakan perwujudan tugas


kepemerintahan di bidang tertentu yang dilaksanakan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan
nasional. Klasifikasi belanja menurut fungsi yang digunakan untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari: (a) pelayanan umum; (b) ketertiban dan
ketentraman; (c) ekonomi; (d) lingkungan hidup; (e) perumahan dan fasilitas umum; (f) kesehatan;
(g) pariwisata dan budaya; (h) pendidikan; dan (i) perlindungan sosial.
Belanja juga diklasifikasikan menurut organisasi. Klasifikasi belanja menurut organisasi
tersebut disesuaikan dengan susunan organisasi pada masing-masing pemerintah daerah.
Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud di atas
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang bersangkutan.

11
Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari: (a). belanja tidak langsung; dan (b). belanja
langsung. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung merupakan
belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang
meliputi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal.
Kelompok belanja tidak langsung sebagaimana dimaksud di atas dibagi menurut jenis
belanja yang terdiri dari: (a) belanja pegawai; (b) bunga; (c) subsidi; (d) hibah; (e) bantuan sosial; (f)
belanja bagi basil; (g) bantuan keuangan; dan (h) belanja tidak terduga.

c. Surplus/Defisit
Selisih antara anggaran pendapatan daerah dengan anggaran belanja daerah
mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus APBD terjadi apabila anggaran
pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari anggaran belanja daerah. Dalam hal APBD
diperkirakan surplus, diutamakan untuk pembayaran pokok utang, penyertaan modal (investasi)
daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah lain dan/atau
pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial
sebagaimana dimaksud di atas diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan pelayanan dasar
masyarakat yang dianggarkan pada SKPD yang secara fungsional terkait dengan tugasnya
melaksanakan program dan kegiatan tersebut.
Defisit anggaran sebagaimana di atas terjadi apabila anggaran pendapatan daerah
diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah. Batas maksimal defisit APBD untuk setiap
tahun anggaran berpedoman pada penetapan batas maksimal defisit APBD oleh Menteri Keuangan.
Dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang
diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya,
pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman,
dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan piutang
d. Pembiayaan Daerah
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran
pembiayaan.Penerimaan pembiayaan mencakup: (a). sisa lebih perhitungan anggaran tahun
anggaran sebelumnya (SiLPA); (b). pencairan dana cadangan; (c). hasil penjualan kekayaan daerah
yang dipisahkan; (d). penerimaan pinjaman daerah; (e). penerimaan kembali pemberian pinjaman;
dan (f). penerimaan piutang daerah.

12
Pengeluaran pembiayaan mencakup: (a). pembentukan dana cadangan; (b). penerimaan
modal (investasi) pemerintah daerah; (c). pembayaran pokok utang; dan (d). pemberian pinjaman
daerah.
Pembiayaan neto merupakan selisih antara penerimaan pembiayaan dengan pengeluaran
pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.

1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya (SiLPA)


Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA) mencakup pelampauan
penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain
pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja,
kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana
kegiatan lanjutan.
2) Dana Cadangan
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna mendanai kegiatan yang
penyediaan dananya tidak dapat sekaligus/sepenuhnya dibebankan dalam satu tahun anggaran.
Pembentukan dana cadangan tersebut ditetapkan dengan peraturan daerah. Peraturan daerah
mencakup penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program dan kegiatan yang akan
dibiayai dari dana cadangan, besaran dan rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan
dan ditransfer ke rekening dana cadangan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran
pelaksanaan dana cadangan. Rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan
sebagaimana dimaksud di atas dibahas bersamaan dengan pembahasan rancangan peraturan
daerah tentang APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan sebagaimana ditetapkan oleh kepala daerah bersamaan dengan penetapan rancangan
peraturan daerah tentang APBD.
Dana cadangan dapat bersumber dari penyisihan atas penerimaan daerah, kecuali dari dana
alokasi khusus, pinjaman daerah dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk
pengeluaran tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dana cadangan ditempatkan
pada rekening tersendiri. Penerimaan hasil bunga/deviden rekening dana cadangan dan
penempatan dalam portofolio dicantumkan sebagai penambah dana cadangan berkenaan dalam
daftar dana cadangan pada lampiran rancangan peraturan daerah tentang APBD. Pembentukan
dana cadangan dianggarkan pada pengeluaran pembiayaan dalam tahun anggaran yang berkenaan.

13
Pencairan dana cadangan merupakan sumber pembiayaan dan digunakan untuk
menganggarkan pencairan dana cadangan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum
daerah dalam tahun anggaran berkenaan. Jumlah yang dianggarkan tersebut sesuai dengan jumlah
yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan berkenaan.
Penggunaan atas dana cadangan yang dicairkan dari rekekning dana cadangan ke rekening
kas
umum daerah sebagaimana dimaksud di atas dianggarkan dalam belanja langsung SKPD pengguna
dana cadangan berkenaan, kecuali diatur tersendiri dalam peraturan perundangundangan.

3) Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan


Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud di atas digunakan
antara lain untuk menganggarkan hasil penjualan perusahaan milik daerah/BUMD dan hasil divestasi
penyertaan modal pemerintah daerah. (sudah sesuai dengan permendagri 21 tahun 2011)

4) Penerimaan Pinjaman Daerah dan penerimaan kembali pemberian pinjaman


Penerimaan pinjaman daerah sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk
menganggarkan penerimaan pinjaman daerah termasuk penerimaan atas penerbitan obligasi
daerah yang akan direalisasikan pada tahun anggaran berkenaan.
Pemberian Pinjaman daerah dan Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah
Pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk menganggarkan pinjaman
yang diberikan kepada pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah lainnya. Kegiatan ini adalah
kegiatan yang mengakibatkan pengeluaran pembiayaan.
5) Penerimaan kembali pemberian pinjaman
Penerimaan kembali pemberian pinjaman sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk
menganggarkan posisi penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada pemerintah pusat
dan/atau pemerintah daerah lainnya. Kegiatan ini mengakibatkan adanya penerimaan pembiayaan.
6) Investasi Pemerintah Daerah
Investasi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud di atas digunakan untuk mengelola
kekayaan pemerintah daerah yang diinvestasikan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera diperjualbelikan/dicairkan,
ditujukan dalam rangka manajemen kas dan beresiko rendah serta dimiliki selama kurang dari 12

14
(duabelas) bulan yang mencakup deposito berjangka waktu 3 (tiga) bulan sampai dengan 12
(duabelas) bulan yang dapat diperpanjang secara otomatis, pembelian Surat Utang Negara (SUN),
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN).
Investasi jangka panjang digunakan untuk menampung penganggaran investasi yang
dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (duabelas) bulan yang terdiri dari investasi permanen dan
non-permanen. Investasi jangka panjang tersebut mencakup antara lain surat berharga yang dibeli
pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat
berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha, surat berharga yang
dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri, surat
berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
Investasi permanen bertujuan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk
diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali, seperti penyertaan modal daerah pada BUMD dan/atau
badan usaha lainnya dan investasi permanen lainnya yang dimiliki pemerintah daerah untuk
menghasilkan pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Investasi non permanen bertujuan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat
untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali, seperti pembelian obligasi atau surat utang jangka
panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki sampai dengan tanggal jatuh tempo, dana yang disisihkan
pemerintah daerah dalam rangka pelayanan/pemberdayaan masyarakat seperti bantuan modal
kerja, pembentukan dana secara bergulir kepada kelompok masyarakat, pemberian fasilitas
pendanaan kepada usaha mikro dan menengah.
Investasi jangka panjang pemerintah daerah dapat dianggarkan apabila jumlah yang akan
disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
penyertaan modal dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal pemerintah daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah
penyertaan modal yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal, dilakukan
perubahan peraturan daerah tentang penyertaan modal berkenaan(Permendagri no 21/tahun
2011).
Investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan. Divestasi
pemerintah daerah dianggarkan dalam penerimaan pembiayaan pada jenis hasil penjualan kekayaan
daerah yang dipisahkan. Divestasi pemerintah daerah yang dialihkan untuk diinvestasikan kembali
dianggarkan dalam pengeluaran pembiayaan pada jenis penyertaan modal (investasi) pemerintah
daerah.

15
Penerimaan hasil atas investasi pemerintah daerah dianggarkan dalam kelompok
pendapatan asli daerah pada jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

7) Pembayaran Pokok Utang


Pembayaran pokok utang sebagaimana disebutkan di atas digunakan untuk menganggarkan
pembayaran kewajiban atas pokok utang yang dihitung berdasarkan perjanjian pinjaman jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang

4. Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah


Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun dan dilaksanakan serta
dipertanggungjawabkan untuk setiap tahun anggaran yang dimulai tanggal 1 Januari s.d. 31
Desember. Kegiatan ini akan berulang pada tahun berikutnya sehingga kegiatan pengelolaan
keuangan daerah yang wujudnya adalah APBD tersebut membentuk suatu siklus. Siklus APBD
tersebut adalah : (1) Penyusunan dan Penetapan APBD;(2) Pelaksanaan APBD; (3) Pengawasan APBD
dan (4) Pertanggungjawaban APBD.
a. Penyusunan dan Penetapan APBD
Jika kita merujuk pada UU 32 tahun 2004 pasal 1, dapat dikatakan bahwa unsur
penyelenggara pemerintahan daerah meliputi Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Pemerintah Daerah meliputi Gubernur/Bupati/Walikota dan perangkat Daerah
seperti berbagai dinas atau badan di tingkat propinsi, kabupaten atau Kota. Dinas atau badan
tersebut merupakan satuan kerja yang lazim disebut dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Sebagaimana telah dibicarakan dalam kegiatan belajar pertama, Rencana pembangunan
terdiri dari rencana pembangunan jangka panjang (20 tahun), rencana pembangunan jangka
menengah (5 tahun) dan rencana pembangunan tahunan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Kepala Daerah dilantik. Satuan Kerja sebagai perangkat daerah menyusun perencanaan jangka
menengah yang disebut Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). Renstra
SKPD ditetapkan dengan peraturan Kepala SKPD setelah disesuaikan dengan RPJPMD yang
ditetapkan oleh kepala daerah yang dilantik tersebut. Renstra-SKPD memuat visi, misi, tujuan,
strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan fungsinya,
berpedoman pada RPJM Daerah dan bersifat indikatif.

16
Untuk melakukan kegiatan pada suatu tahun, Kepala Bapeda menyiapkan rancangan awal
RKPD sebagai penjabaran dari RPJPMD (UU nomor 25 tahun 2004 pasal 20). Selanjutnya Kepala
SKPD menyiapkan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) dengan mengacu pada rancangan awal RKPD
dan berpedoman pada Renstra SKPD. Selanjutnya Kepala Bapeda mengkoordinir penyusunan RKPD
dengan menggunakan renja SKPD.
RKPD merupakan penjabaran dari RPJM daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang
memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah (UU 32
tahun 2004 pasal 150 huruf d ). Keterkaitan antara RKPD dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP)
dapat dilihat dari proses sinkronisasi antara RKPD dengan RKP sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri nomor 37 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran dan Belanja
Daerah tahun Anggaran 2013.
Baik UU no 25 tahun 2004 pasal 25 maupun UU nomor 17 tahun 2003 pasal 17 ayat 2
menyatakan bahwa RKPD merupakan pedoman penyusunan APBD.
Dalam proses penyusunan APBD, selambat-lambatnya pada bulan Juni Pemda mengajukan
kebijakan umum APBD tahun berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah sebagai
landasan penyusuan RAPBD. Setelah kebijakan umum disepakati oleh Pemda dan DPRD, dibahas
prioritas dan plafon anggaran sementara yang dijadikan acuan bagi SKPD. Dalam rangka
menyususun RAPBD, SKPD menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya. RKA-SKPD disusun berdasarkan
prestasi kerja yang akan dicapai. RKA-SKPD disampaikan ke DPRD untuk dibahas dan jika sudah
disepakati, hasil pembahasan tersebut disampaikan ke pejabat pengelola keuangan daerah sebagai
bahan rancangan APBD. Ada perda untuk menyusun RKA-SKPD. Rancangan APBD disampaikan ke
DPRD pada minggu pertama bulan Oktober. Setelah dibahas, pengambilan keputusan dilakukan
selambat-lambatnya dilakukan satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan. APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Sebelum APBD ditetapkan, Rancangan peraturan daerah provinsi tentang APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD disampaikan
terlebih dahulu kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan perda
tersebut disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD;

17
b. KUA dan PPAS yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan
pada sidang DPRD
Hasil evaluasi rancangan perda tersebut dituangkan dalam keputusan Menteri Dalam Negeri
dan disampaikan kepada gubernur paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya
rancangan dimaksud. Hasil evaluasi tersebut dapat menyatakan bahwa : (a) rancangan perda
tersebut sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi atau (b) rancangan perda tersebut bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
Apabila Menteri Dalam Negeri menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah
tentang APBD dan rancangan peraturan gubemur tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur menetapkan
rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan gubemur
Dalam hal Menteri Dalam Negeri menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD bertentangan
dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, gubernur
bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak
diterimanya hasil evaluasi.Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan
gubernur tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan
gubernur tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan gubernur, Menteri
Dalam Negeri membatalkan peraturan daerah dan peraturan gubernur dimaksud sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pembatalan peraturan daerah dan
peraturan gubernur serta pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan
peraturan Menteri Dalam Negeri.
Rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama
DPRD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
bupati/walikota paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan kepada gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian rancangan perda dan rancangan peraturan kepala daerah tersebut disertai dengan
dokumen :

18
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan
daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPAS yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada
sidang DPR
Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada
bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan
dimaksud. Apabila gubernur menetapkan pernyataan hasil evaluasi atas rancangan peraturan
daerah tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD sudah
sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,
bupati/walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota.
Dalam hal gubernur menyatakan hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD tidak sesuai dengan
kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, bupati/walikota bersama
DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil
evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh bupati/walikota dan DPRD, dan
bupati/walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan
peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan
bupati/walikota, gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dimaksud
sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pembatalan peraturan daerah dan
peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya tersebut
ditetapkan dengan peraturan gubernur.
Jika DPRD tidak menyetujui rancangan peraturan daerah atas APBD sampai batas waktu
yang telah ditetapkan, kepala daerah menyusun rencana pengeluaran yang dituangkan dalam
rancangan peraturan kepala daerah dan disampaikan ke Gubernur untuk kabupaten/kota dan ke
Menteri Dalam Negeri untuk propinsi. Jika dalam waktu 30 hari kerja pengesahan tidak ada, kepala
daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah tersebut menjadi peraturan kepala daerah.
Dokumen penganggaran ini merupakan dasar pelaksanaan pengeluaran anggaran.
b. Pelaksanaan APBD

19
Jika APBD telah ditetapkan, APBD tersebut dilaksanakan. Umumnya Perda APBD member
amanat kepada Kepala Daerah untuk menjabarkan APBD dengan peraturan kepala daerah. Pemda
menyusun laporan realisasi semesteran pertama paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran yang
bersangkutan untuk dibahas dengan DPRD. Pelaksanaan APBD di atur dalam UU no 1 tahun 2004,
pasal 28 ayat 1 s.d. 5 yang intinya sama dengan APBN yaitu ada kewajiban untuk menyusun laporan
realisasi anggaran semesteran serta APBD dapat disesuaiakan seperti halnya dengan APBN.
Tentunya pembahasan terjadi di tingkat daerah.
c. Pertanggungjawaban APBD
Gubernur, bupati, walikota menyampaikan rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD berupa Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh BPK selambat-lambatnya 6
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan yang disusun meliputi Neraca, Laporan Arus Kas,
dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan Negara/
daerah. Laporan keuangan tersebut disusun berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pertanggungjawaban APBD akan dibahas pada angka 5 berikut ini.
d. Pemeriksaan APBD
Laporan keuangan sebagaimana disinggung pada bagian sebelumnya diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan. Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara
tersebut diatur dalam undang-undang nomor 15 tahun 2004.
5. Pertanggung Jawaban APBD
UUD 1945 Pasal 23 ayat (1) menetapkan bahwa Anggaran dan Belanja Negara (APBN)
sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Berdasarkan UU no 17 tahun 2003 Pasal 31 Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, selambat-
lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan keuangan dimaksud setidak-
tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Bentuk dan isi laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Standar akuntansi pemerintahan
sebagaimana dimaksud tersebut disusun oleh suatu komite standar yang independen dan

20
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari
Badan Pemeriksa Keuangan
UU no 8 tahun 2008 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, pasal 2
mengatakan bahwa dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas
Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan: (a) Laporan Keuangan; dan (b) Laporan Kinerja.
Entitas pelaporan serta komponen laporan keuangan pemerintah daerah akan dibahas
dalam kegiatan belajar ketiga.

6. Penatausahaan keuangan SKPD


Permendagri 13 tahun 2006 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Permendagri no 21
tahun 2011, Pasal 184 menetapkan bahwa : (1) Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran,
bendahara penerimaan/pengeluaran dan orang atau badan yang menerima atau menguasai
uang/barang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; (2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang
berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan dan/atau pengeluaran atas
pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari
penggunaan surat bukti dimaksud.
Untuk pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan:
a. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;
b. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;
c. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan SPJ;
d. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;
e. bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran;
f. bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja
bantuan sosial, belanja bagi basil, belanja bantuan keuangan, belanja tidak terduga, dan
pengeluaran pembiayaan pada SKPKD;
g. bendahara penerimaan pembantu dan bendahara pengeluaran pembantu SKPD; dan
h. pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD
Penetapan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud di atas didelegasikan oleh kepala daerah
kepada kepala SKPD. Pejabat lainnya tersebut mencakup: (a). PPK-SKPD yang diberi wewenang
melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD; (b). PPTK yang diberi wewenang
melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari suatu program sesuai dengan bidang tugasnya; (c).

21
pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti pemungutan pendapatan daerah; (d).
pejabat yang diberi wewenang menandatangani bukti penerimaan kas dan bukti penerimaan lainnya
yang sah; dan (e). pembantu bendahara penerimaan dan/atau pembantu bendahara pengeluaran
(Permendagri 13 tahun 2006, pasal 185)
Penatausahaan Penerimaan daerah
Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum daerah pada bank pemerintah yang
ditunjuk dan dianggap sah setelah kuasa BUD menerima nota kredit. Penerimaan daerah yang
disetor ke rekening kas umum tersebut dilakukan-dengan cara: (a). disetor langsung ke bank oleh
pihak ketiga; (b). disetor melalui bank lain, badan, lembaga keuangan dan/atau kantor pos oleh pihak
ketiga; dan (c). disetor melalui bendahara penerimaan oleh pihak ketiga.
Bendahara penerimaan wajib menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh
penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya. Bendahara
penerimaan dalam melakukan penatausahaanmenggunakan dokumen :
a. surat ketetapan pajak daerah (SKP-Daerah);
b. surat ketetapan retribusi (SKR);
c. Surat tanda setoran (STS);
d. surat tanda bukti pembayaran; dan
e. bukti penerimaan lainnya yang sah.
Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara administratif
atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui
PPK-SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara fungsional atas
pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya. Format laporan pertanggungjawaban bendahara penerimaan tercantum dalam Lampiran
D.III permendagri 13 tahun 2006.
Dalam hal obyek pendapatan daerah tersebar atas pertimbangan kondisi geografis wajib
pajak dan/atau wajib retribusi tidak mungkin membayar kewajibannya langsung pada badan,
lembaga keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan sebagian tugas dan fungsi
bendahara penerimaan, dapat ditunjuk bendahara penerimaan pembantu. Bendahara penerimaan
pembantu wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada bendahara

22
penerimaan paling lambat tanggal 5 bulan berikutnya.Selanjutnya Bendahara penerimaan melakukan
verifikasi, evaluasi dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan.
Dalam hal bendahara penerimaan berhalangan, maka:
a. apabila melebihi 3 (tiga) hari sampai selama-lamanya 1 (satu) bulan, bendahara penerimaan
tersebut wajib memberikan surat kuasa kepada pejabat yang ditunjuk untuk melakukan
penyetoran dan tugas-tugas bendahara penerimaan atas tanggung jawab bendahara penerimaan
yang bersangkutan dengan diketahui kepala SKPD;
b. apabila melebihi 1 (satu) bulan sampai selama-lamanya 3 _(tiga) bulan, harus ditunjuk pejabat
bendahara penerimaan dan diadakan berita acara serah terima;
c. apabila bendahara penerimaan sesudah 3 (tiga ) bulan belum juga dapat melaksanakan tugas,
maka dianggap yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau berhenti dari jabatan sebagai
bendahara penerimaan dan oleh karena itu segera diusulkan penggantinya.
Penatausahaan Pengeluaran daerah
Setelah penetapan anggaran kas, PPKD dalam rangka manajemen kas menerbitkan Surat
Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD. SPD tersebut disiapkan oleh kuasa BUD untuk
ditandatangani oleh PPKD.Pengeluaran kas atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPD atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya
dana untuk melaksanakan kegiatan sebagai dasar penerbitan SPP.
Berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD bendahara
pengeluaran mengajukan SPP kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-
SKPD. SPP yang dapat diajukan dapat berupa SPP Uang Persediaan, SPP Ganti Uang, SPP Tambahan
Uang Persediaan, SPP Langsung. Masing masing SPP tersebut desertai dengan dokumen pendukung.
Jika pengajuan SPP tersebut disetujui maka diterbitkan Surat Perintah Membayar (SPM).
Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang
digunakan/diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran untuk penerbitan SP2D
atas beban pengeluaran DPA-SKPD.
Pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran meneliti kelengkapan dokumen SPP-UP,
SPPGU, SPP-TU, dan SPP-LS yang diajukan oleh bendahara pengeluaran. Penelitian kelengkapan
dokumen SPP tersebut dilaksanakan oleh PPK-SKPD.
Dalam hal dokumen SPP dinyatakan lengkap dan sah, pengguna anggaran/kuasa pengguna
anggaran menerbitkan SPM. Penerbitan SPM tersebut paling lama 2 (dua) hari kerja terhitung sejak

23
diterimanya dokumen SPP. SPM tersebut dikirimkan ke Kuasa Bendahara Umum Daerah. SPM
tersebut dilakukan pengujian oleh Kuasa BUD sebagai dasar Surat Perintah Pencairan Dana.
Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang
digunakan sebagai dasar pencairan dana yang diterbitkan oleh BUD berdasarkan SPM yang diajukan
oleh Pengguna Anggaran.
Kuasa BUD meneliti kelengkapan dokumen SPM yang diajukan oleh pengguna
anggaran/kuasa pengguna anggaran agar pengeluaran yang diajukan tidak melampaui pagu dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Kelengkapan dokumen SPM-UP untuk penerbitan SP2D adalah surat pernyataan tanggung
jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
Kelengkapan dokumen SPM-GU untuk penerbitan SP2D mencakup:
a. surat pernyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;
b. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap.
Kelengkapan dokumen SPM-TU untuk penerbitan SP2D adalah surat pernyataan tanggung
jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Sementara itu kelengkapan dokumen SPM-LS
untuk penerbitan SP2D mencakup:
a. surat pernyataan tanggung jawab pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; dan
b. bukti-bukti pengeluaran yang sah dan lengkap sesuai dengan kelengkapan persyaratan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan lengkap, kuasa
BUD menerbitkan SP2D. Sebaliknya dalam hal dokumen SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak sah dan/atau pengeluaran tersebut melampaui pagu
anggaran, kuasa BUD menolak menerbitkan SP2D.

Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan uang persediaan/ganti uang
persediaan/tambahan uang persediaan kepada pengguna anggaran/kuasa penggguna anggaran.
Kuasa BUD menyerahkan SP2D yang diterbitkan untuk keperluan pembayaran langsung kepada pihak
ketiga.

24

Anda mungkin juga menyukai