harus memiliki hak untuk menentukan jumlah satuan perangkat (dinas, badan dan
47
48
pemerintah pusat namun sudah ada sejak berdirinya negara. Apabila ditelusuri
lebih jauh, konsep ini memiliki kemiripan dengan pola pada negara yang
seperti yang digunakan pada UU Nomor 22 Tahun 1999. Hal tersebut dapat
dilihat dari bunyi Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Pemerintahan
kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang- undang ini ditentukan menjadi
urusan Pemerintah”.
lampirannya, masih bersifat umum, berlaku untuk semua daerah otonom. Untuk
yang diberi mandat untuk menjalankan urusan pemerintahan tersebut dengan satu
tujuan yakni membuat masyarakat daerah maju, sejahtera lahir dan batin.
Sejak adanya gerakan reformasi tahun 1988 sampai saat ini, Indonesia
bidang pemerintahan yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota, serta kewenangan
raja-raja kecil di daerah. Tidak adanya hubungan hierarki antara propinsi dan
bertingkat (ada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II). Pada sisi lain, UU
hubungan antar susunan pemerintahan. Pada undang-undang ini urusan wajib dan
Kabupaten/Kota.
51
Nomor 32 Tahun 2004 dan PP 38 Tahun 2007 ini, ternyata memberikan dampak
kemampuan keuangan daerah. Hal ini sebagai akibat dari tidak adanya parameter
pemerintahan daerah.
urusan absolut, urusan konkuren serta adanya urusan pemerintahan umum. Urusan
2014 disebutkan bahwa kewenangan Daerah dibagi menjadi dua yaitu urusan
itu sendiri masih dibagi ke dalam dua kelompok yakni urusan pemerintahan wajib
yang berkaitan dengan pelayanan dasar, dan urusan pemerintahan wajib yang
energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
kabupaten/kota, sehingga praktis hanya ada lima urusan pilihan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota.
peran Pemerintah Pusat adalah menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria.
Hal ini dilakukan dengan berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang menjadi kewenangan daerah dalam sebuah regulasi daerah sebagai dasar dan
komitmen daerah untuk memfokuskan diri pada bidang pembangunan yang sesuai
dengan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan, serta potensi yang ada. Seiring
undang pemerintahan daerah yang baru ini maka setiap daerah perlu menegaskan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Urusan Pemerintahan
Jika dicermati lebih jauh mengenai Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 10
Jawa Barat.
daerah yang baru. Dalam hal ini perlu dilakukan penetapan kembali urusan yang
sebagian urusan dan sub urusan yang semula menjadi kewenangan daerah
pemerintah non-kementerian.
keseimbangan baru. Tujuannya agar tidak terjadi ketegangan yang tinggi antar
susunan pemerintahan yang dapat mengarah pada gejolak politik. Ada empat area
yang menjadi wilayah konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
yakni :
1. Kewenangan pemerintahan;
2. Sumber-sumber keuangan;
3. Kepegawaian; dan
4. Pengawasan.
55
dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Ada ajaran rumah tangga- baik
ajaran rumah tangga formil (UU Nomor 1 Tahun 1945), ajaran rumah tangga
materiil (UU Nomor 22 Tahun 1948), maupun ajaran rumah tangga riil (UU
Ajaran rumah tangga ini telah digunakan di Indonesia hampir satu abad yakni
sejak tahun 1903 sampai dengan tahun 1999. Ajaran rumah tangga tersebut
ternyata tidak mampu membawa daerah otonom mencapai kemajuan yang dicita-
citakan.
bergerak antara kutub yang sangat longgar dan sebaliknya ke kutub yang sangat
ketat.
sehingga dapat diberi nama sebagai “government function centered model”. Pada
dalam rangka menjalankan model ini adalah dengan terlebih dahulu menetapkan
bersangkutan. Hal ini merupakan wujud dari prinsip “Planning Follow Function”.
57
pengelolaan keuangan, baik dari sisi penerimaan maupun dari sisi pengeluaran,
bersangkutan. Langkah ini sesuai dengan prinsip “Money Follow Function”, yang
saat ini justru terbalik, yakni menetapkan dulu perda tentang SKPD baru
tentang ASN (Aparatur Sipil Negara) yang jumlah dan kualifikasinya sesuai
Birokrasi tahun 2025. Langkah kelima ini sesuai prinsip “ Personnel Follow
Function.”
khusus, dan lain sebagainya. Langkah ini sesuai dengan prinsip “Accountability
Follow Function,” dalam arti apa yang dikerjakan oleh pemerintahan daerah
berikut :
59
urusan pemerintahan hanya terdiri dari dua kategori yakni urusan pemerintahan
Tahun 2014 urusan konkuren juga dibagi dalam dua kategori yang sama dengan
lagi menjadi dua subkategori yakni urusan konkuren wajib berkaitan dengan
pelayanan dasar serta subkategori urusan konkuren wajib yang tidak berkaitan
Perbedaan lainnya adalah dalam jumlah dan jenis dari masing- masing
1. Pendidikan;
2. Kesehatan;
6. Sosial.
yang harus menjadi perhatian utama bagi pemerintah daerah, baik dilihat dari
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dapat dipenuhi sesuai target waktu yang
1. Tenaga Kerja;
3. Pangan;
4. Pertanahan;
5. Lingkungan Hidup;
9. Perhubungan;
14. Statistik;
15. Persandian;
16. Kebudayaan;
61
18. Kearsipan.
urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Parameternya adalah obyek yang
diurus, yakni masyarakat dan kegiatannya yang berkait, serta pembagian tugasnya
Urusan pilihan diharapkan dapat menjadi “prime mover” atau penggerak utama
tersebut terhadap PDRB, ketersediaan potensinya, serta jumlah tenaga kerja yang
bekerja di sektor tersebut. Ada delapan urusan pilihan yang dapat dipilih oleh
2. Pariwisata;
3. Pertanian;
4. Kehutanan;
6. Perdagangan;
62
7. Perindustrian; Dan
8. Transmigrasi.
pilihan ini harus selaras dengan RPJPD yang berjangka waktu duapuluh tahun
atas yakni urusan pemerintahan wajib (yang mencakup pelayanan dasar dan non-
khususnya ketentuan Pasal 24 ayat (1) sampai dengan ayat (7). Peraturan
satupun yang diterbitkan, tetapi yang justru keluar terlebih dahulu adalah
63
pelayanan kepada masyarakat. Sebab di daerah sudah ada OPD secara lengkap
yang selama ini sudah menjalankan fungsi dengan baik, meskipun belum optimal.
yang terbalik, karena disusun setelah Perda Provinsi Jawa Barat Tahun 2016
tentang Perangkat Daerah Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan terlebih
2016. Konsekuensi logisnya mungkin akan terjadi ketidak selarasan antara Perda
implementasi otonomi daerah. Hal ini dimulai dengan menyusun regulasi tentang
Penetapan urusan ini menjadi dasar utama untuk menetapkan kebijakan pada
aspek terkait lainnya. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi terhadap urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan
kementerian.
Pelayanan Dasar meliputi jumlah penduduk, besarnya APBD, dan luas wilayah.
daerah dibentuk untuk melayani masyarakat, bukan melayani dirinya sendiri. Oleh
karena itu, penetapan luasnya urusan yang nantinya akan berkaitan dengan
besaran organisasi, didasarkan pada obyek yang diurus yakni kuantitas dan
hubungan dengan itu maka sumber data diambil dari data kependudukan secara
nasional, kemudian dibagi ke dalam tiga klaster sesuai kategorisasi dinas atau
badan.
bahwa besaran urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar sangat
wajar ditentukan oleh besaran APBD, karena pelaksanaan urusan tersebut dibiayai
oleh APBD. Oleh karena itu dalam menetapkan urusan ini perlu memperhatikan
perhitungan dalam penetapan urusan tersebut maka sumber datanya diambil dari
tidak berkaitan dengan pelayanan dasar adalah luas wilayah. Pemahaman yang
dibangun adalah luas wilayah berkaitan dengan rentang kendali. Semakin luas dan
dilihat dari data dasar wilayah Indonesia yang ada di Badan Pusat Statistik.
pemetaan urusan yang dibangun disini bahwa urusan pilihan merupakan urusan
unggulan yang menjadi penggerak utama (prime mover) ekonomi daerah. Oleh
karena itu yang dilihat bukan pada kondisi nyatanya (existing conditions), tetapi
potensinya berarti akan semakin banyak aktivitas yang akan dilakukan oleh
berdasarkan data yang ada. Adapun sumber datanya diambil dari data tentang
sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, maupun sumber
daya budaya.
tenaga kerja tentunya berkaitan dengan investasi yang akan digunakan untuk
semakin besar aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah, dengan asumsi
lahan terutama untuk sektor primer dan sekunder. Untuk sektor tersier dan
Dalam kaitan dengan pemetaan urusan pilihan ini, catatan penting yang
urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan daerah. Agar lebih fokus pada
3 (tiga) atau 4 (empat) urusan pilihan. Urusan pilihan ini diharapkan menjadi
“prime mover” perekonomian daerah yang sekaligus menjadi kekuatan daya saing
pembangunan daerah. Hal ini mengacu pada urusan pemerintah yang menjadi
peraturan daerah Rancangan Program Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang perlu
berjangka waktu lima tahun. Urutan proses perencanaan pembangunan daerah ini
yang berkelanjutan dan pencapaiannya dapat dilihat dan diukur oleh masyarakat.
Dengan demikian berpedoman pada urusan yang telah ditetapkan melalui proses
daerah dan struktur organisasi dan tata kerja kelembagaan tersebut. Perlu
dipahami bahwa pelaksanaan urusan yang telah dipetakan tersebut harus diwadahi
Oleh karena itu penataan terhadap kelembagaan daerah merupakan bagian penting
daerah dibuat dengan mengacu pada pedoman yang terukur dan kajian
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, serta sebagai unsur
identifikasi berdasarkan sumber data yang ada, akan menentukan besaran urusan
yang dilaksanakan daerah sebagai kewenangannya. Hal ini inilah yang menjadi
70
urusan yang telah ditetapkan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan
dapat memprediksi dan menetapkan target keberhasilan dan potensi lainnya yang
pelaksanaan urusan pemerintahan membawa pada fokus pencapaian visi dan misi
daerah.
1. Landasan Filosofis
50
Ibid. hlm. 50-56.
71
sebagai berikut :
hidup.
2014, yang dapat dilihat dari konsiderans butir b dan c. sebagai berikut :
b. Perda yang disusun harus dapat menjadi sarana untuk meningkatkan daya
luar negeri.
dan fokus pada urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan
2. Landasan Sosiologis
kelompok minoritas dari suku-suku lain yang sudah tinggal dan hidup di Jawa
Barat, antara lain yang cukup besar adalah etnis Cirebon dengan karakteristik
tanpa harus terjebak menjadi daerah berbasis agama. Sebab urusan agama
Provinsi Jawa Barat perlu menjaga agar urusan pemerintahan yang dijalankan
3. Landasan Yuridis
berdasarkan UU tentang pemerintahan daerah yang baru, maka akan ada dua
Barat, dan
a. UUD 1945, khususnya Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B, dengan
Negara Tahun 1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Nomor 15)
4438);
4700);
4585);
78
Nomor 4593);
Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389). Padahal
Undang-Undang ini sudah dicabut dan diganti dengan Undang- Undang Nomor 12
Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5243).
diterbitkan, maka Perda tersebut masih digunakan sebagai dasar hukum sepanjang
Tahun 2011).
1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara tanggal 4 Juli
1950). Sejak pembentukannya sampai saat sekarang, Provinsi Jawa Barat dan
juga provinsi lainnya di Indonesia telah mengalami pasang naik dan pasang surut
model atau ajaran yang digunakan pada masa penjajahan Hindia Belanda yakni
otonomi daerah seperti menjalankan rumah tangga. Ada tiga macam ajaran
pengertian rumah tangga secara materiil, yang dinamakan juga ajaran rumah
sesuatu pemerintah daerah ada pembagian tugas diperinci dengan tegas di dalam
kepada daerah otonom secara formil telah diberikan urusan otonomi tanpa batas
perwujudan sistem otonomi riil yang seluas- luasnya dengan merujuk pada
ajaran rumah tangga riil atau nyata, dalam pembagian isi urusan pemerintahan
yang didesentralisasikan.
Pemerintahan Di Daerah digunakan model ajaran rumah tangga riil yang nyata
dan bertanggung jawab. Intinya pada setiap daerah pada saat pembentukan
51
Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistim Pemerintahan Daerah di Indonesia,
Bandung, Bina Cipta, 1979, hlm. 16.
82
Kewenangan Kabupaten dan Kota, dan Daftar Kewenangan Kabupaten dan Kota
oleh Pemerintah Pusat. Isi rincian tersebut kemudian menjadi embrio model
Hal tersebut dapat dilihat dari bunyi Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa:
Nomor 38 Tahun 2007. Ketentuan Pasal 1 butir nomor (5) PP Nomor 38 Tahun
pemerintahan yang menjadi hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan
menyejahterakan masyarakat”.
Indonesia,” karena digagas dan dirumuskan oleh ahli-ahli Indonesia. Pada masa
rumah tangga yang diambil dari Belanda yang mengcopy model tersebut dari
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yakni urusan pemerintahan absolut, dan urusan
pemerintahan konkuren yang terdiri dari urusan pemerintahan wajib, serta urusan
Tahun 1999 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 masih sama yakni
ada enam buah meliputi : urusan pertahanan, urusan keamanan, urusan politik
luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan
urusan agama.
pilihan adalah urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
pemerintahan yang diyakini telah dan akan menjadi penggerak utama (prime
untuk mengukur potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumberdaya
Selain dilihat dari PDRBnya, urusan pilihan suatu daerah juga dapat
perhitungan LQ akan diperoleh sektor yang memiliki angka tertinggi yang dapat
Selain PDRB dan LQ, perlu juga dilihat mata pencaharian mayoritas
diputuskan secara politik sektor unggulan yang akan dimunculkan dalam RPJPD
maupun RPJMD.
2004 dan diterjemahkan lebih lanjut melalui PP Nomor 38 Tahun 2007 dapat
Jawa Barat Nomor 10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa
Barat. Perda ini merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.
Apabila dicermati isi Perda Nomor 10 Tahun 2008, isinya merupakan copy paste
visi dan misi yang termuat dalam RPJPD yang tertuang dalam Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 24 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan
menu urusan pemerintahan seperti dalam sebuah cafe, kemudian daerah otonom
memilih sesuka hatinya. Melalui model cafetaria ini, daerah- baik provinsi,
kabupaten, maupun kota – diberi kebebasan untuk memilih sendiri urusan wajib
dan urusan pilihan tanpa ada parameter yang jelas dari pemerintah pusat.
87
yakni “semakin banyak urusan yang diambil, akan semakin banyak dana yang
diterima”. Kenyataan yang terjadi yaitu “semakin banyak urusan yang diambil,
daerah tidak tergarap secara optimal. Daerah hanya berkembang seadanya, atau
birokrasi daerah. Pemda yang membuat kebijakan seperti itu artinya hanya
peradilan, luar negeri, moneter dan fiskal nasional, serta urusan agama.
adanya subkategori urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar (ada 6
jenis urusan), dan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar
2004, ada tiga urusan pilihan yang menjadi kewenangan daerah provinsi yaitu
kabupaten/kota tidak dapat lagi mengambil ketiga urusan tersebut sebagai urusan
Adapun prioritas urusan pilihan yang dapat dipilih sesuai paradigma yang
Berdasarkan data LQ Provinsi Jawa Barat tahun 2014 dan 2015 menurut
sektor unggulan kedua adalah perdagangan (2014 : 1.13; 2015 : 1.14). Sektor
unggulan yaitu PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Data mengenai PDRB
Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 atas dasar harga
konstan menurut lapangan usaha dapat dilihat pada tabel berikut ini.
91
Data PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2014 berdasarkan atas dasar
harga konstan menurut lapangan usaha serta dikaitkan dengan urusan pilihan,
bahwa tiga urusan pilihan yang menjadi unggulan Provinsi Jawa Barat adalah
yang terjadi pada sektor swasta yang menggerakkan lapangan usaha. Sedangkan
urusan pilihan bukan unggulan tetap dijalankan tanpa harus membentuk unit
tersendiri, digabung dengan urusan yang serumpun, atau dibentuk dengan bentuk
organisasi yang tidak besar. Bagi urusan pilihan yang tidak dipilih seperti
seperti urusan tenaga kerja atau ditangani oleh salah satu subunit di sekretariat
daerah sebagai urusan sisa. Demikian pula dengan urusan kehutanan, yang
sebagian besar hutan di Provinsi Jawa Barat dikelola oleh BUMN, sehingga
93
tidak langsung menjadi urusan dan kewenangan daerah Provinsi Jawa Barat.
Konsekuensi logisnya urusan kehutanan tidak perlu dibentuk unit sendiri tetapi
lingkungan hidup.
4. Pariwisata V
5. Energi dan Sumberdaya V
6. KelautanMineral
dan Perikanan V
7. Kehutanan V
8. Transmigrasi V
Tabel 1. Tiga Kategori Urusan Pilihan di Provinsi Jawa Barat
unggulan tersebut perlu didukung dengan organisasi yang kuat, ASN yang
nonpemerintah.
definisi yang berbeda dengan urusan pemerintahan umum pada masa UU Nomor
persatuan dan kesatuan bangsa; pembinaan kerukunan antar suku, agama, ras,
antar golongan; penangan konflik sosial; koordinasi tugas antar isntansi yang ada
yang bukan merupakan kewenangan daerah atau tidak dilaksanakan oleh instansi
berikut :
West Java
Urusan Yang Mengalami Pengalihan
Provincial
Goverment
Terminal A di Pusat
2 Pengelolaan terminal tipe a dan tipe b Terminal Pe A dan B di Kab/ Kota
Terminal B di Provinsi
Pelaksanaan rehabilitasi diluar kawasan
3 Provinsi dan Kab/Kota Provinsi
hutan negara
Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan
4 lindung dan hutan produksi Provinsi dan Kab/Kota Provinsi
Pemberdayaan masyarakat di bidang
5 Provinsi dan Kab/Kota Provinsi
kehutanan
6 Pelaksanaan penyuluhan kehutanan provinsi Provinsi dan Kab/Kota Provinsi
Pelaksanaan metrologi legal berupa tera, tera
7 ulang dan pengawasan Provinsi Kab/Kota
Pengelolaan tenaga penyuluh KB/petugas
8 lapangan KB (PKB/PLKB) Kab/Kota Pusat
Pengelolaan tenaga pengawas
9 Kab/Kota Provinsi
ketenagakerjaan
Penyelenggaraan penyuluhan perikanan
10 Pusat, Provinsi dan Kab/Kota Pusat
nasional
Penyediaan dana untuk kelompok
masyarakat dak mampu, pembangunan
11
sarana penyediaan tenaga listrik belum
Pusat dan Provinsi
berkembang, daerah terpencil dan pedesaan
Sumber : Paparan Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat di
Kota Tasikmalaya, Senin 21 November 2016 dengan judul “ Urusan Pemerintahan
Kabupaten/Kota Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014”.
masyarakat di Provinsi Jawa Barat saat ini merujuk pada Peraturan Gubernur
96
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Peraturan Gubernur ini sudah merujuk pada
Pemerintahan Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun
2008 Nomor 9 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor
49). Padahal Perda Nomor 10 Tahun 2008 ini masih merujuk pada Undang-
kewenangan daerah provinsi, yang tidak sejalan dengan semangat yang ada di
Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 72 Tahun 2015 didasarkan pada tiga
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang sudah dicabut. Hal ini dapat dipahami
khususnya Pasal 408 disebutkan bahwa : “Pada saat Undang-Undang ini mulai
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang, berarti tidak akan ada
Tahun 2007 dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 72 Tahun 2015
Tahun 2015 masih merujuk pada urusan pemerintahan wajib yang diatur
antara urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar (sebanyak 6 urusan
urusan pemerintahan). Dengan sendirinya, Pasal 6 ayat (1) menjadi tidak berlaku
diatur tentang urusan pemerintahan sisa yang nantinya akan diatur lebih lanjut
saat ini belum diterbitkan. Pengaturan tentang urusan pemerintahan sisa pada
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) masih mengatur tugas pembantuan kepada
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak ada lagi pemberian
diberikan kepada daerah otonom, padahal Desa bukanlah daerah otonom yang
Tahun 2014.
dari UU, tetapi rinciannya bersifat umum yang berlaku untuk semua daerah
mengatur secara lebih rinci urusan yang menjadi kewenangannya untuk menjadi
dasar bagi pembuatan berbagai kebijakan lainnya. Tanpa adanya perda urusan
urusan pemerintahan karena dikelola oleh lebih dari satu daerah otonom atau
daerah dengan masyarakat daerah. Langkah ini sejalan dengan prinsip perjanjian
100
social (du contract social) yang dikembangkan oleh J.J. Rousseau,52 yang intinya
pemerintah perlu membuat kontrak sosial mengenai apa yang akan mereka
52
Rousseau, Jean Jacques, Du Contract Social (Perjanjian Sosial), Visimedia, Jakarta,
2009, hlm. 46.