Anda di halaman 1dari 21

Laporan Kasus

Makroadenoma Hipofise

Oleh :
Mimin Kurniati
H1A 013 039

Supervisor
dr. Rohadi, Sp.BS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /RSUP NTB

2019

1
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS
Nama lengkap : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 33 tahun
Alamat : Jonggat, Lombok Tengah
Pekerjaan : IRT
Agama :Islam
Tanggal Pemeriksaan : 15 April 2019
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Penglihatan mata kanan gelap
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang pasien perempuan usia 33 tahun berasal dari Jonggat, Lombok
Tengah, datang ke poliklinik RSUP NTB dengan keluhan penglihatan mata sebelah
kanan gelap, dan di sertai nyeri kepala yang semakin memberat. Pada pemeriksaan
fisik di dapatkan penciuman hidung sebelah kanan berkurang dan sering tersumbat,
visus mata kanan (-). Pasien menyangkal mengalami mual muntah sebelumnya,
kejang disangkal, riwayat penggunaan KB suntik (Keluarga Berencana) 3 bulan ±
16 tahun yang lalu . Pasien juga sebelumnya 6 bulan yang lalu pernah berobat ke
dokter THT dengan keluhan hidung sebelah kanan sering terumbat namun
gejalanya membaik. Selain itu pasien juga pernah berobat ke dokter mata dengan
gejala mata perih, berair dan sulit fokus namun gejalanya tidak membaik dan
semakin kabur hingga penglihatan mata kanan menjadi gelap dalam 2 bulan
terakhir ini sehingga di anjurkan untuk melakukan CT Scan kepala, setelah keluar
hasil CT Scan kepala kemudian pasien disarankan ke poli bedah saraf untuk
ditangani lebih lanjut. Dari bagian bedah saraf, pasien di lakukan pemeriksaan MRI
untuk mendeteksi jaringan lunak lebih rinci.
Pemeriksaan fisik didapatkan hasil keadaan umum sedang, kesadaran compos
mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E4V5M6. Tanda vital dalam batas
normal, yaitu nadi 88 kali permenit, frekuensi pernapasan 22 kali permenit, dan

2
suhu aksila 37,2ºC. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan penciuman hidung sebelah
kanan berkurang dan sering tersumbat, visus mata kanan (-).
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa sebelumnya disangkal, Riwayat penyakit DM, hipertensi,
penyakit jantung, ginjal dan penyakit keganasan tidak ada.
4. Riwayat Pengobatan
Selama menderita penyakit ini pasien hanya datang berobat ke bagian poli
mata namun keluhannya tidak membaik.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Di keluarga tidak ada yang mengeluhkan hal sama
6. Riwayat Alergi
Tidak ada alergi makanan, obat-obatan.
7. Riwayat Sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital sign
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi : 84 kali per menit
 Respirasi : 19 kali per menit
 Suhu : 37,2oC

1. Pemeriksaan Generalisata
a. Kepala
 Bentuk : Normosefali
 Mata : Konjungtiva anesmis (-/-); Sklera ikterik (-/-); Pupil
bulat isokor; Reflek cahaya langsung (+/+), tidak
langsung (+/+)
 Hidung : Deviasi septum (-); Epistaksis (-/-); Sekret (-/-)

3
 Telinga : Aurikula normal
 Mulut : Sianosis (-)

b. Leher
 Trakea di tengah, tidak tampak pembesaran,
 JVP : Tidak tampak pembesaran
 KGB : Tidak teraba
 Tiroid : Tidak ada pembesaran
c. Thoraks
 Inspeksi : Bentuk normal; Gerak simetris; Jejas (-); Massa (-)
Retraksi intercostal (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-/-); Krepitasi (-/-); VF kanan = kiri
 Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), RBK (-/-), RBH (-/-), Wh (-/-)
S1 S2 tunggal, reguler, gallop (-), murmur (-)
d. Abdomen
 Inspeksi : Cembung; Jejas (-); Massa (-)
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : Soepel; NT (-), Hepar tt; Lien tt
 Perkusi : Timpani
e. Ekstremitas
 CRT < 2 detik
 Oedem pretibial (-/-)
 Sianosis (-/-)
2. Pemeriksaan Lokalis
 Pemeriksaan fisik mata : Tanda inflamasi (-), isokhor 3mm/3mm, RC +/+,
posisi bola mata : OD esotrophia
 Visus : 6/60 / LP (-)
 Lapang pandang : tidak dapat di evaluasi
 Gerak bola mata : OS/OD bisa ke segala arah

4
3. Pemeriksaan Neurologis
a. Rangsang meningeal
 Kaku kuduk : (-)
 Kernig sign : (-)
 Brudzinsky I : (-)
 Brudzinsky II : (-)
 Brudzinsky III : (-)
 Brudzinsky IV : (-)

b. Fungsi nervus kranial


NERVUS I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia + +
Anosmia - -
Parosmia - -
Hiposmia - -
NERVUS II Oculi Dextra Oculi Sinistra
Visus LP (-) 6/60 bed site
Lapang pandang Normal Normal
Hemianopsia - -
Fundus okuli Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS III, IV, VI Oculi Dextra Oculi Sinistra
Gerakan bola mata Baik Baik
Nistagmus - -
Pupil (bentuk & ukuran) Bulat uk.Ø 3mm Bulat uk.Ø 3mm
Reflek cahaya direct + +
Reflek cahaya indirect + +
Fenomena Doll’s eye - -
Strabismus - -
NERVUS V Dextra Sinistra
Motorik
 Membuka dan menutup mulut + +
 Palpasi otot masseter dan
temporalis + +
 Kekuatan gigitan + +
Sensorik
 Kulit Sedang Sedang
 Selaput Lendir Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Refleks Kornea
 Langsung + +
 Tidak Langsung + +
Refleks Masseter
Refleks Bersin Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Tidak diperiksa

5
NERVUS VII Dextra Sinistra
Motorik
 Mimik + +
 Kerut kening + +
 Menutup mata + +
 Memperlihatkan Gigi + +
 Tertawa + +

NERVUS VIII Dextra Sinistra


Auditorius
 Pendengaran Dalam batas normal Dalam batas normal
 Test Rinne Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Test Weber Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Test schwabach Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Vestibularis
 Nistagmus
 Reaksi Kalori Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Vertigo Tidak diperiksa Tidak diperiksa
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
 Tinnitus
Tidak diperiksa Tidak diperiksa
NERVUS IX, X
Pallatum Mole Medial
Uvula Medial
Disfagia -
Disatria -
Disfonia -
Refleks Muntah Tidak diperiksa
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah Tidak diperiksa
NERVUS XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu Baik Baik
Fungsi otot sternocleidomastoideus Baik Baik
NERVUS XII
Lidah
 Tremor -
 Atrofi -
 Fasikulasi -
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan Medial

c. Sistem motorik
 Atrofi : (-)
 Tonus Otot
o Hipotoni : (-/-)
o Hipertoni : (-/-)
 Kekuatan Otot : Ekstremitas superior 5/5

6
Ekstremitas inferior 5/5
d. Sistem sensorik
 Sensasi raba : Superior +/+ Inferior +/+
 Sensasi tekan : Superior +/+ Inferior +/+
 Sensasi nyeri : Superior +/+ Inferior +/+
e. Reflek fisiologis
 Biseps : (+/+)
 Triseps : (+/+)
 Patella : (+/+)
 Tendon Achilles : (+/+)
f. Reflek patologis
 Hoffman-Trommner : (-/-)
 Babbinski : (-/-)
 Chaddock : (-/-)
 Gordon : (-/-)
 Oppenheim : (-/-)
 Schaeffer : (-/-)
 Gonda : (-/-)
g. Koordinasi
Test Telunjuk – Telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk – Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Disdiadokinesis : Normal
Test tumit – lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. Resume
Laki laki usia 27 tahun datang ke RSUD Provinsi NTB dengan keluhan nyeri pada
pinggan kanan menjalar hingga ke kaki kanan sejak 2 tahun yang lalu, pekerjaan
sebagai tukang kayu, riwayat jatuh dari pohon. Riwayat kencing berdarah, susah
berkemih atau tidak dapat menahan kencing disangkal.
Pemeriksaaan fisik keadaan umum baik, GCS E4V5M6, Tekanan darah 120/70
mmHg, Nadi: 84 kali per menit , Respirasi 19 kali per menit, Suhu 37,2oC. Didapatkan

7
adanya kelainan pada pemeriksaan fisik yaitu visus LP (-) pada OD dan posisi bola
mata esotropia pada OD, pada pemeriksaan neurologi tidak didapatkan kelainn. Refleks
fisiologis normal +/+, refleks patologis -/- kekuatan motorik normal, pemeriksaan
sensoris normal.

E. Assesment
Diganosis Klinis : Visus OD LP (-)
Diagnosis Topis : Hipofisis
Diagnosis etiologis : Makroadenoma Hipofisis
F. Diagnosis Banding
Craniofaringioma
Meningioma
G. Planning
 Diagnostik
Darah lengkap, Faal hemostasis, fungsi ginjal, fungsi hati, GDS, Elektrolit
CT-scan kepala
MRI Kepala
Histologi PA jaringan
 Terapi
Endoskopi Endonasal Transsphenoid Hipofisektomi (EETH)

8
H. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan Kepala:

Kesan CT Scan Kepala :


Di dapatkan masa hipofise / adenoma hipofise yang homogen dengan densitas
tinggi ukuran ± 2,8 cm x 2,6 cm, tepi berbatas tegas, nasofaring tampak normal dan
tulang – tulang intak.

9
MRI Kepala:

Kesan MRI Kepala:


Di dapatkan lesi ektraaxial dan suprasellar ukuran ± 2.6x2.4x2.8 cm dengan
karakteristik sinyal hipointense the white and grey matter pada T1W1, isointense pada
T2W1 dan FLAIR, non restricted on DW1 dengan localling mass erect pada chiasma
opticum, dan ACA serta cavernous sinus.temuan lesi diatas, kesan suatu pituitary

10
macroadenoma. Ditemukan juga sinusitis sphenoidalis dextra, maxilaris bilateral,
frontalis sinistra, dan ethmoidalis bilateral.

CT Scan Evaluasi Post Eksisi Tumor

Kesan CT Scan Evaluasi:


Tak tampak massa / kelainan intracranial, tak tampak SOL, dan system willis bilateral.

Prognosis :
Dubia ad bonam

11
BAB II
PEMBAHASAN

Tumor intrakranial terdiri dari tumor supratentorial dan infratentorial dimana


pembatasnya adalah tentorium. Yang termasuk ke dalam supratentorial adalah hemisfer
otak kiri dan kanan, ventrikel lateral dan ventrikel tiga. Salah satu jenis tumor
supratentorial adalah adenoma pituitary. 1,3
Adenoma hipofisis adalah pertumbuhan yang abnormal atau tumor pada kelenjar
hipofisis. Kelenjar hipofisis merupakan bagian basal dari diensefalon di bawah
hipotalamus dan terletak pada sela tursika tulang baji pada dasar tulang tengkorak.
Disebut sebagai master gland, yang berperan mengatur hormon pertumbuhan dan
beberapa hormon penting lainnya. Kebanyakan adenoma hipofisis bersifat benign dan
tidak menyebar ke organ lain. Adenoma hipofisis dapat menyebabkan gangguan dan
ketidak seimbangan dari metabolisme hormon.1,3
Prevalensi antara wanita dan pria tidak berbeda, akan tetapi sebagian besar
tumor hipofisis ditemukan pada orang dewasa, namun sekitar 10 % dapat ditemukan
pada usia anak maupun remaja. Sementara itu kepustakaan lain menuliskan bahwa
tumor hipofisis dapat ditemukan pada semua umur, namun insidennya meningkat
dengan semakin meningkatnya usia, dan puncaknya antara dekade ketiga dan kelima.
Hal ini sesuai dengan usia pasien yang berada pada decade ketiga dengan usianya 33
tahun. Dengan teknik yang spesifik didapatkan prevalensi mikroadenoma sekitar 20%,
setidaknya 1/3 dari tumor tersebut secara klinis penting karena menghasilkan satu atau
lebih hormon hipofisis anterior; makroadenoma ditemukan pada 1/555 penduduk
berusia diatas dekade keempat. Penyakit adenoma hipofisis ini bukan tergolong
penyakit herediter, kecuali pada beberapa kasus jarang dengan adenomatosis multiple
endokrin, autosomal dominant trait, dan penyakit tumor pada organ kelenjar lainnya,
kondisi ini akan meningkatkan prevalensi terjadinya adenoma hipofisis.1,2,6
Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi.
Tergantung dari jenis, besar, dan progresifitas tumor. Adenoma hipofisis seringkali
menunjukkan gangguan yang disebabkan oleh hipofungsi atau hiperfungsi dari hormon
yang dihasilkan oleh hipofisis anterior sebagai regulator diantaranya;
adrenocorticotropic hormone, growth hormone, luteinizing hormone, prolactin, follicle-

12
stimulating hormone, thyroid-stimulating hormone, antidiuretic hormone, melanocyte-
stimulating hormone, oxytocin. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan oleh pasien karena terdapat peningkatan hormone prolactin mencapai
angka 62,1 ng/mL. 4,6,7

Diagnosa pada adenoma hipofisis seringkali terlambat karena kurangnya


kewaspadaan, serta gejala dan tanda klinis yang minimal. Dalam dua dekade terakhir,
terjadi peningkatan insiden yang disebabkan kemajuan pada sarana diagnosis, seperti
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan berbagai macam
teknik radioimmunoassay baru untuk pemeriksaan hormon. Korelasi antara temuan
klinis, anatomis dan hormonal, review gambaran radiologi (terutama MRI) sangatlah
akurat digunakan dalam membuat diagnosis adenoma hipofisis. Hal ini sesuai dengan
pemeriksaan yang dilakukan oleh pasien tersebut dengan hasil CT dan mri
menunjukkan adanya massa atau kelainan pada hipofise dengan ukuran ± 2,8x 2,6 cm.
4,8,9

Pengobatan tumor hipofisis tergantung pada aktivitas hormonal tumor, ukuran


dan lokasi tumor, serta usia dan kesehatan keseluruhan dari penderita. Tujuan
pengobatan untuk menghilangkan tumor, untuk mengurangi atau mengontrol ukuran
tumor, dan / atau untuk mengatur keseimbangan kadar hormone.1 Pengobatan
medikamentosa seperti: Agonis dopamin, seperti bromocriptine atau cabergoline
digunakan untuk mengontrol produksi prolaktin. Obat ini dapat mengurangi ukuran
tumor, dan normalisasi jumlah prolaktin.1Analog somatostatin seperti octreotide
(Sandostatin atau Sandostatin LAR, atau Lanreotide) dapat mengurangi kadar Growth
hormon. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengontrol produksi thyroid stimulating
hormone pada tumor thyrotropic.1 Ketoconazole (Nizoral) digunakan untuk mengobati
tumor sekresi ACTH yang menimbulkan penyakit Cushing.
Adapun pemberian kortikosteroid (Deksamethason ) akan memberikan efek anti
edema, lebih bermakna pada tumor otak metastase dibandingkan dengan tumor otak
primer seperti adenoma hipofise, meningioma dan lainnya. Pada deksamethason ,
aktivitas mineralokortikoid minimal, risiko untuk terjadinya infeksi sangat rendah, dan
penurunan fungsi kognitif sangat kecil. Berikut mekanisme kerja dari deksamethason:10
Menurunkan permeabilitas kapiler tumor, Berdifusi melalui membran plasma dan
selanjutnya berikatan dengan reseptor sitoplasmik yang menyebabkan komplek steroid-

13
reseptor bergerak ke nukleus sehingga berefek langsung terhadap gen transkripsi dan
faktor transkripsi lain, Bekerja pada tight junction (TJ) dengan menyebabkan
deforforilasi okludin dan komponen TJ lain.10
Dosis pemberian dexamethason pada pasien yang belum mendapat steroid
sebelumnya: Dewasa (10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg peroral atau
intravena tiap 6 jam; pada kasus dengan edema vasogenik yang berat maka dosis dapat
ditingkatkan sampai 10 mg tiap 4 jam.) Anak (0,5 - 1 mg/kg loading intravena,
dilanjutkan dosis rumatan 0,25 – 0,5 mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi
tiap 6 jam, hindari pemberian jangka panjang karena efek menghambat pertumbuhan).
Selanjutnya pada pasien dengan terapi kortikosteroid sebelumnya : Pada kondisi
penurunan kesadaran akut, maka perlu dicoba diberikan dosis dua kali lipat dari dosis
yang biasa diberikan. Berikut obat kortikosteroid yang dapat digunakan:10

Kortikosteroid yang dapat digunakan dengan equivalen dosis sebagai berikut :

Nama obat Glucocorticoid Biologic Half Relative Mineralo


Approximate corticoid Activity
Equivalent Dose
Cortisone 25 mg 8-12 ++
Hydrocortisone 20 mg 8-12 ++
Prednisolone 5 mg 18-36 +
Prednisone 5 mg 18-36 +
Methylprednisolone 4 mg 18-36 0

Dosis Potensi
Nama obat Cara Pemberian Dosis
Equivalent Mineralocorticoid
2/3 Pagi
Cortisone 25 PO, IM 2
1/3 malam
2/3 pagi
Hydrocortisone 20 PO, IV, IM 2
1/3 malam
Terbagi
Prednisone 5 PO 2-3 kali 1
perhari
Methylprednisolone 4 PO, IV, IM Terbagi 2x 1
Terbagi 2x
Dexamethasone 0,75 PO, IV Atau 4x 0
perhari

Pemberian profilasis anti kejang pada Pasien dengan riwayat kejang yang
berhubungan dengan tumor otak, direkomendasikan pemberian obat anti kejang; Pasien

14
tumor otak tanpa riwayat kejang dan tidak ada riwayat pembedahan, tidak
direkomendasikan pemberian profilaksis anti; Pasien tumor otak tanpa riwayat kejang
dan dilakukan pembedahan, direkomendasikan pemberian profilaksis anti kejang.
Pemberian anti ulcer berupa H2 Blocker maupun PPI dan simtomatik anti nyeri kepala
bila diperlukan.
Teknik operasi EETH merupakan tindakan operasi melalui sinus sphenoid dan
merupakan teknik operasi yang paling umum dikerjakan untuk tumor hipofisis. Selama
operasi instrument ini, mikroskop dan endoskopi digunakan untuk mengangkat tumor
dari dalam hidung (endonasal).1 Prosedur Operasi Tran-sphenoidal Dokter bedah
menggunakan instrument mikro yang sangat kecil yang dirancang khusus untuk operasi
khusus ini dan sinar fibre optik untuk menerangi anatomi internal. Selain itu, mikroskop
memperbesar area bedah 12 kali ukuran aslinya. Dokter bedah kemudian menuntun
instrumen ke dalam rongga hidung dan tulang sphenoid dibuka. Setelah melalui sinus
sphenoid, dinding sela tursika dibuka untuk mengekspos kelenjar pituitari. Tumor dapat
dibedakan dari jaringan kelenjar hipofisis normal dan jaringan tumor diangkat
menyisakan kelenjar normal. Hal ini sesuai dengan tindakan yang dilakukan pada
pasien tumor hipofise tersebut4,5
Berikut tujuan dari pengobatan pasien dengan tumor hipofisis tergantung pada
apakah pasien mempunyai gejala gangguan endokrin atau masalah yang berkaitan
dengan kompresi struktur saraf yang berdekatan. Metode pengobatan yang digunakan
adalah: (1) Prosedur operatif: eksisi trans-sphenoidal dan eksisi transkranial; (2)
Radioterapi dan (3) Pengobatan medis dengan obat antisecretori.4,6,7

Eksisi bedah merupakan metode utama pengobatan untuk: tumor besar yang
menyebabkan kompresi struktur saraf yang berdekatan, terutama jalur visual; Tumor
pensekresi GH yang menyebabkan acromegaly; Tumor pensekresi ACTH yang
menyebabkan penyakit Cushing; pengobatan okasional adenoma pensekresiprolaktin,
baik mikroadenoma atau makroadenoma yang terletak dalam sella, ketika pengobatan
medis menggunakan bromocriptine tidak dapat ditolerir.4,6,7

Sebelum melakukan pembedahan berikut persiapan operasi yang dilakukan:


Pemberian stress dose steroid: diberikan pada semua pasien selama dan segera setelah
pembedahan; Hipotiroidisme: idealnya, pasien dengan hipotiroid seharusnya

15
mempunyai waktu 4 minggu untuk terapi pengganti guna membalikkan hipotiroidisme,
namun: Jangan mengganti hormon tiroid sampai aksis adrenal dapat diperkirakan.
Pemberian pengganti tiroid pada pasien dengan hipoadrenalisme dapat memicu
terjadinya krisis adrenal. Jika pasien hipoadrenal, mulai dengan pengganti kortisol dulu,
pengganti tiroid dapat dimulaidalam 24 jam setelah kortisol; Pembedahan dikerjakan
cukup sering pada pasien dengan hipotiroidisme dan nampaknya ditoleransi dengan
baik pada kebanyakan kasus.4,6,7

Beberapa tindakan Pendekatan pembedahan pada tumor hipofise:4,6,7

1. Transsphenoidal : approach ekstra arachnoid, membutuhkan tidak adanya retraksi


otak, tidak ada skar eksternal. Diindikasikan untuk mikroadenoma, makrodenoma
tanpa ekstensi signifikan ke lateral di atas batas sella tursika, pasien denga rinorea
CSF, dan tumor dengan ekstensi ke sinus sphenoid.
a. Sublabial
b. Trans-nares : alotomy dapat digunakan untuk memperlebar paparan melalui
nares jika diperlukan.
2. Transeithmoidal
3. Transcranial
a. Indikasi : Kebanyakan tumor hipofisis dioperasi dengan teknik transsphenoidal,
walaupun jika ada ekstensi suprasellar yang signifikan. Namun, craniotomy
dapat diindikasikan untuk:
1. Pembesaran minimal dari sella dengan massa supraselar besar, khususnya
jika diafragma sella mendesak tumor dengan kuat (menghasilkan “cottage
loaf” tumor) dan komponen supaselarmenyebabkan kompresi chiasma.
2. Ekstensi ekstra sellar pada fossa media yang lebih besar dari komponen
intrasellar.
3. Patologi yang tidak berhubungan dapat menyebabkan komplikasi
pendekatan transsphenoidal. Misalnya aneurysma parasellar.
4. Tumor fibrosa yang tidak umum yang tidak dapat diambil dengan sempurna
pada pendekatan transsphenoidal sebelumnya
5. Tumor rekuren setelah dilakukan reseksi transsphenoidal sebelumnya

16
b. Pilihan approach
1. Subfrontal : memungkinkan akses pada kedua nervus opticus. Dapat lebih
sulit pada pasien dengan chiasma prefixed.
2. Frontotemporal (pterional) : menempatkan nervus opticus dan terkadang
arteri karotis pada garis pandang tumor. Juga terdapat akses inkomplit pada
konten trasellar. Akses yang baik dari tumor dengan ekstensi ekstrasellar
lateral signifikan.
3. Subtemporal: biasanya bukan merupakan pilihan yang viable. Visualisasi
yang buruk terhadap nervus opticus/chiasma da karotis. Tidak
memungkinkan pengangkatan total dari komponen intrasellar.

Kebanyakan tumor dapat dipotong melalui pendekatan transsphenoidal ke fossa


hipofisis. Perkembangan mikroskop bedah dan radiografi fluoroscopic telah membuat
ini menjadi prosedur yang aman. Sinus sphenoid biasanya dimasuki dengan
menggunakan pendekatan trans-septal unilateral, dengan sayatan baik di mukosa hidung
atau sublabial. Mukosa ini tercermin dari septum dan lantai hidung dan sphenoid
terbuka. Dinding anterior sella akan diambil dan hipofisis fossa dimasuki.
Mikroadenoma (tumor kurang dari 10 mm diameter) mungkin terlihat pada permukaan
kelenjar atau dapat menjadi jelas hanya jika kelenjar diinsisi. Tumor ini dapat dieksisi
dengan komplit, mempertahankan fungsi hipofisis. Ekstensi suprasela tumor ke dalam
fossa hipofisis dengan sedikit meningkatkan tekanan intrakranial menggunakan
manuver Valsava atau oleh dokter anestesi dengan menyuntikkan sedikit demi sedikit
campuran nitrous oxide dan oksigen ke dalam teka lumbal sampai tekanan intrakranial
memaksa tumor suprasela ke dalam bidang operasi. Hal ini juga akan mendapatkan
manfaat tambahan bahwa gas intrakranial akan memungkinkan pneumoencephalogram,
menguraikan sisa perpanjangan suprasela dari tumor.1,4

17
Operasi transcranial kadang-kadang diperlukan, terutama di mana ada ekstensi
subfrontal atau retroclival tumor.

Manajemen pascaoperasi membutuhkan perhatian yang cermat terhadap


keseimbangan cairan dan status hormonal. Defisiensi endokrin pada periode pasca
operasi segera akan memerlukan penggantian dengan hidrokortison parenteral dan
kemungkinan penggunaan vasopressin untuk pengobatan diabetes insipidus, yang sering
terjadi setidaknya secara transien setelah eksisi tumor hipofisis besar. Pada periode
pasca operasi awal, aqueous vasopressin harus diberikan melalui suntikan
intramuskular atau subkutan dan, jika diabetes insipidus berlanjut, melalui rute
intranasal. Pengganti hormon jangka panjang lainnya mungkin termasuk asetat kortison

18
(12,5-25 mg dua kali sehari), tiroksin dan testosteron. Pembedahan pada wanita hamil
dengan adenoma hipofisis harus dilakukan dengan hati-hati mengingat efek hipersekresi
hormonal dan komplikasinya.4

Beberapa Indikasi pembedahan pada tumor otak adalah : Massa tumor yang
menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupun destruksi parenkim otak dan
asesibel untuk dilakukan pembedahan; Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan
tanda pertumbuhan tumor dan atau didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat
terkontrol dengan medikamentosa; Radioterapi; Terapi lain sifatnya suportif guna
meningkatkan ketahanan dan meningkatkan kualitas hidup.4,6,7

19
BAB III

KESIMPULAN

Telah diperiksa perempuan usia 33 tahun dengan keluhan penglihatan mata kanan
gelap, keluhan dirasakan sejak 6 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 bulan terakhir
dan disertai nyeri kepala dan hidung kanan sering tersumbat. Riwayat penggunaan
kontrasepsi suntik 3 bulan (+). Pada pasien ini di diagnosis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Oleh karena itu, diagnosis kerja pada pasien ini
adalah Adenoma hipofisis yaitu tumor jinak yang tumbuh dari sel – sel adenohipofisis
yang mengisi ruang sella dan suprasella. Tumor disebut fungsional bila menyebabkan
peningkatan produksi hormon hipofisis anterior, dan disebut nonfungsional bila tidak
terjadi peningkatan hormon hipofisis anterior atau bahkan terjadi penurunan produksi.
Wanita didiagnosa tumor hipofisis lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki.
Pengobatan tumor hipofisis tergantung pada aktivitas hormonal tumor, ukuran dan
lokasi tumor, serta usia dan kondisi umum dari penderita.

Pada hasil pemeriksaan CT Scan kepala di dapatkan masa hipofise / adenoma


hipofise yang homogen dengan densitas tinggi ukuran ± 2,8 cm x 2,6 cm, tepi berbatas
tegas, nasofaring tampak normal dan tulang – tulang intak. Pasien juga telah dilakukan
pemeriksaan MRI untuk hasil yang lebih rinci. Tatalaksana yang di berikan pada pasien
ini adalah eksisi tumor dengan teknik EETH (Endoscopy Endonasal Transpheinoidal
Hipofisektomi).
Tindakan operatif pada adenoma hipofise bertujuan untuk menghilangkan
tumor, mengurangi atau mengontrol ukuran tumor, dan / atau untuk mengatur
keseimbangan kadar hormon, mengembalikan volume intracranial pasien agar kembali
ke normal setelah tindakan operatif. Pada pasien ini telah dilakukan tindakan operatif
yaitu EETH (Endoscopy Endonasal Transpheinoidal Hipofisektomi).

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg MS. Adenoma hipofise. In: Hiscock T, Landis SE, Casey MJ,
Schwartz N, Scheihagen T, Schabert A, editors. Handbook of Neurosurgery.
8th Edition. New York: Thieme Medical Publishers; 2016
2. Kaye, A.H. Benign Brain Tumours. Essential Neurosurgery. 3th Edition.
Australia: Blackwell Publishing. 2005. p. 93-100
3. Winn Richard, H. Youmans Neurological Surgery. Vol 4. 6 th Edition.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011
4. Schwartz, T.H. American Association of Neurological Surgeon. Endoscopic
Pituitary Surgery. 2014
5. Cross, LJ.Australia Brain Tumor Information. 2010. Diunduh dari
http://www.btai.com.au/images/factsheetpdfs/Page%2010to11.pdf
6. R.Laws, Edward Jr., MD, FACS Department of Neurosurgery, Brigham &
Women’s Hospital and Sherry L. Iuliano, MSN, NP-C (Nurse Practitioner)
Pituitary/Neuroendocrine Center, Brigham & Women’s Hospital. Pituitary Tumors.
American Brain Tumor Association. 2015.Chicago. available in
http://www.abta.org/secure/pituitary-tumors-brochure
7. Arafah B M, Nasrallah M P. 2011. Pituitary tumors: pathophysiology,
clinical manifestations and management. Endocrine-related Cancer. 287-
305. Hart IR, Newton RW. The new medicine endocrinology. 2nd ed. Great
Britain: MTP Press Limited; 1983.p.4-13.
8. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Ilmu Bedah Saraf tahun 2016
9. Santosh K et. al. American Brain Tumor Association. About Brain Tumor.
2011. Diunduh dari www.abta.org/secure/about-brain-tumors-a-primer.pdf
10. Dietrich, J..2012.Corticosteroids In Brain Cancer Patients : Benefits And
Pitfalls. , 4(2), pp.233–242.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3109638

21

Anda mungkin juga menyukai