Anda di halaman 1dari 9

PATOFISIOLOGI

SEPSIS PEDIATRIK

Pembimbing :
dr. Mas Wishnuwardhana, Sp.A

Disusun oleh :
Deskin
1765050003

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD BEKASI
PERIODE 25 FEBRUARI 2019 – 4 MEI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVESITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
DEFINISI

Sepsis diartikan sebagai SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome) yang


disebabkan oleh infeksi yang dapat berdampak pada anak-anak dan dewasa. Sepsis saat ini juga
diartikan sebagai infeksi yang kompleks disertai dengan satu atau lebih disfungsi organ. Sepsis
didiagnosis bila pasien telah mengalami SIRS dan terdapat infeksi. Kriteria SIRS dinyatakan
bila ada 2 atau lebih ciri sebagai berikut.
1. Suhu tubuh < 36 ◦C atau > 38,5 ◦C
2. Nadi abnormal (takikardi, > 90 x/menit)
3. Frekuensi pernapasan meningkat (> 20 x / menit)
4. Leukosit meningkat > 12.000 mm3 atau <4.000 mm31

Gambar 1. Definisi sepsis pada anak2

ETIOLOGI
Sepsis disebabkan oleh respon imunitas yang dipicu oleh infeksi bakteri, jamur,
parasite atau virus. Infeksi dapat berasal dari dalam rumah sakit (nosokomial), atau
lingkungan (community acquired). Berdasarkan data yang ada, beberapa studi
memperlihatkan mikroorganisme penyebab infeksi tersering adalah Staphylococcus,
diikuti oleh Streptococcus dan infeksi jamur, terutama spesies Candida.3

1
PATOFISIOLOGI
Sepsis menggambarkan suatu sindrom klinis kompleks yang timbul saat
sistem imunitas pejamu teraktifasi terhadap infeksi. Molekul patogen mengaktifkan
sistem kekebalan tubuh, melepaskan mediator inflamasi dan memicu pelepasan
sitokin. Sitokin anti inflamasi berperan menghentikan proses inflamasi dengan
memodulasi, koordinasi, atau represi terhadap respon yang berlebihan (mekanisme
umpan balik).2
Jika mediator ini saling menyeimbangkan satu sama lain proses infeksi dapat
tertangani dengan baik. Mediator proinflamasi yang sangat tinggi, seperti TNF, nitrat
oksida, dan faktor pengaktif trombosit dapat menjadi destruktif, bahkan setelah
mikroorganisme pemicunya diberantas.4
Sepsis terjadi ketika pelepasan mediator proinflamasi sebagai respons
terhadap infeksi melebihi jumlah mediator antiinflamasi, sehingga akan
menimbulkan respon inflamasi yang berlebihan. Pada sepsis respon infeksi menjadi
umum dan melibatkan jaringan normal yang jauh dari tempat infeksi. Penyebabnya
multifaktorial dan mungkin termasuk efek langsung dari mikroorganisme infeksius
atau produk toksiknya, pelepasan mediator proinflamasi dalam jumlah besar, dan
aktivasi komplemen.1

Gambar 2. Patofisiologi sepsis1

2
Inisiasi respons dimulai dengan aktivasi sistem kekebalan tubuh bawaan oleh
reseptor pengenalan pola (Reseptor mirip tol [TLR]) yang berinteraksi dengan
molekul spesifik yang ada pada mikroorganisme seperti endotoksin yang dilepaskan
oleh mikroorganisme gram negatif, asam lipoteikoat dan peptidoglikan yang
dilepaskan oleh mikroorganisme gram positif, dan superantigen.4
Pengikatan TLR pada mikroorganisme pelepasan sejumlah mediator
proinflamasi dan antiinflamasi. Tubuh yang menghadapi ancaman akan mengenali
bahaya tersebut melalui pattern recognition receptors (PRR) yang selanjutnya
mengaktifkan sistem pertahanan awal yang dikenal sebagai innate immunity Patogen
mempunyai molekul unik yang dikenal sebagai pathogen associated molecular
patterns (PAMP). Molekul ini mengaktifkan innate immunity melalui PRR.4
Sel-sel proinflamasi yang dilepaskan termasuk leukosit polimorfonuklear,
makrofag, monosit, dan trombosit. Mediator proinflamasi yang dirilis termasuk
sitokin (I -1, IL-2, IL-6, IL-8, dan IL-15; tumor necrosis factor-alpha [TNF-α]; dan
sistem komplemen, kinin, metabolit asam arakidonat, faktor pengaktif trombosit,
neuropeptida vasoaktif, histamin, protein kemoatraktan, metabolit oksigen toksik
(mis. superoksida, radikal hidroksil, hidrogen peroksida, peroksinitrit) dan aktivasi
kaskade pembekuan. Mediator anti-inflamasi yang dirilis termasuk protein pengikat
lipopolisakarida; Antagonis reseptor IL-1; CD-14; reseptor IL-1 tipe 2; antagonis
reseptor leukotrien B4; IL-4, IL-10, dan IL-13; reseptor faktor nekrosis tumor dan
nitric oxide.6
TNF-α dan interleukin-1, terlibat dalam adhesi leukosit, peradangan lokal,
aktivasi neutrofil, penekanan eritropoiesis, pembentukan demam, takikardia, asidosis
laktat. Meskipun neutrofil yang diaktifkan dapat juga melukai endotelium dengan
melepaskan mediator yang meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu,
sel endotel yang teraktivasi melepaskan oksida nitrat, vasodilator kuat yang bertindak
sebagai mediator utama syok septik.4
Aspek penting lain dari sepsis adalah perubahan keseimbangan prokoagulasi-
antikoagulasi dengan peningkatan faktor prokoagulasi dan penurunan faktor
antikoagulasi. LPS pada permukaan mikroorganisme menstimulasi sel-sel endotel
yang melapisi pembuluh darah untuk meningkatkan produksi mereka dari faktor
jaringan, sehingga mengaktifkan koagulasi. Fibrinogen kemudian dikonversi menjadi
fibrin, yang mengarah pada pembentukan trombi mikrovaskuler yang selanjutnya
memperkuat cedera jaringan. Selain itu, sepsis menurunkan kadar protein C, protein
S, antitrombin III, dan penghambat jalur faktor jaringan, zat yang memodulasi dan
menghambat koagulasi serta mengganggu fibrinolisis.6
3
Mekanisme dari cedera sel dan diinduksi sepsis disfungsi organ diakibatkan
karena mengganggu distribusi aliran darah sistemik ke sistem organ melalui
vasodilatasi dan gangguan dalam sirkulasi mikro sehingga menyebabkan iskemia
jaringan, disfungsi mitokondria dapat menyebabkan kegagalan ekstraksi oksigen
jaringan meskipun pengiriman oksigen yang cukup disebut hipoksia sitopatik.7
Kaskade inflamasi yang tidak ditangani juga dapat berakibat terjadinya syok
septik. Permeabilitas kapiler yang meningkat menyebabkan suatu capillary leak
sehingga cairan intravaskular keluar dari pembuluh darah dan terjadi mediator
inflamasi juga menyebabkan kerja otot jantung berkurang sehingga terjadi penurunan
daripada cardiac output (CO) atau curah jantung.8

Gambar 3. Patofisiologi sepsis6

4
DIAGNOSIS
Pada umumnya, sepsis akan dicurigai dapat terjadi dimulai dari berbagai macam penyakit
akut atau pada neonates jika tidak ada perubahan sikap atau keadaan umumnya pada pasien
anak. Diagnosis sering ditegakkan melalui klinis pasien yang umumnya terjadi pada pasien
yang mengalami sepsis. Sepsis dapat didiagnosis bila pasien terbukti mengalami infeksi dan
setidaknya ada 2 ciri yang dimiliki oleh pasien, seperti :
1. Suhu tubuh < 36 ◦C atau > 38,5 ◦C
2. Terdapat takikardi
3. Gangguan status mental (seperti mengantuk cenderung sering tidur, letargi)
4. Perfusi perifer menurun
5. Capillary Refill Time memanjang
6. Frekuensi pernapasan meningkat
7. Mottled skin
8. Dapat muncul purpura atau petechiae
9. Saturasi oksigen < 94 %4

Gambar 4. Manifestasi Klinis Sepsis

TATALAKSANA
Early gold directed therapy berfokus pada optimalisasi pengiriman oksigen
jaringan yang diukur dengan saturasi oksigen vena, pH atau kadar laktat arteri.
Pendekatan ini telah menunjukkan peningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan
dengan resusitasi cairan dan pemeliharaan tekanan darah yang standar. Tujuan
fisiologis selama 6 jam pertama resusitasi sebagai berikut.
1. Tekanan vena sentral (CVP) 8-12 mmHg
2. Tekanan arterial rata-rata (MAP) lebih dari sama dengan 65 mmHg
3. Saturasi oksigen vena sentral lebih dari sama dengan 70 %

5
4. Urin output lebih dari sama dengan 0,5 ml/kg/jam (menggunakan transfusi,
agen inotropik dan oksigen tambahan dengan atau tanpa ventilasi mekanik)

Tatalaksana ditujukan pada dua hal yaitu terhadap infeksinya dan disfungsi organ.
Pada tatalaksana infeksi maka akan diberikan antibiotik. Apabila penyebab sepsis
belum jelas, antibiotic diberikan dalam 1 jam pertama sejak diduga sepsis, dengan
sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Upaya awal terapi sepsis adalah
dengan menggunakan antibiotic tunggal berspektrum luas. Setelah bakteri penyebab
diketa hui, terapi antibiotik definitive diberikan sesuai pola kepekaan kuman.

Tabel 1. Jenis-Jenis Antibiotik

Tatalaksana disfungsi organ meliputi penanganan pernapasannya. Tatalaksana


pernapasan terdiri dari pembebasan jalan napas (non invasif dan invasif) dan
pemberian suplemen oksigen. Langkah pertama resusitasi adalah pembebasan jalan
napas sesuai dengan tatalaksana bantuan hidup dasar. Selanjutnya pasien diberikan
suplemen oksigen, awalnya dengan aliran dan konsentrasi tinggi melalui masker.
Oksigen harus dititrasi sesuai dengan pulse oximetry dengan tujuan kebutuhan saturasi
oksigen > 92 %. Bila terdapat gagal napas, perlu dilakukan segera intubasi endotrakeal
dan selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif.
Yang kedua adalah resusitasi cairan dan tatalaksana hemodinamik. Tatalaksana
hemodinamik meliputi akses vaskular secara cepat, resusitasi cairan dan pemberian
obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus menghindari kelebihan cairan. Cairan
diberikan dengan bolus sebanyak 20 ml/kg selama 5-10 menit. Yang ketiga dilakukan
transfuse darah. Transfusi PRC diberikan berdasarkan saturasi vena cava superior <

6
70 % atau Hb < 7 g/dL. Transfusi trombosit pada pasien sepsis diterapkan sebagai
profilaksis atau terapi sebagai berikut.
1. Profilaksis diberikan pada kadar trombosit < 10.000/mm3 tanpa perdarahan aktif
atau kadar < 20.000/mm3 dengan risiko bermakna perdarahan aktif. Bila pasien
akan menjalani pembedahan atau prosedur invasif, kadar trombosit dianjurkan >
50.000/mm3.
2. Terapi diberikan pada kadar trombosit < 100.000/mm3 dengan perdarahan aktif.

Transfusi plasma beku segar diberikan pada pasien sepsis yang mengalami
gangguan purpura trombotik seperti DIC. Kemudian berikutnya dapat diberikan
kortikosteroid seperti hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk
pasien syok refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insufisiensi adrenal.
Glukosa darah dipertahankan 50-180 mg/dl. Bila glukosa darah > 180 mg/dL, glucose
infusion rate (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kg/menit. Bila glukosa darah > 180
mg/dl dengan GIR 5 mg/kg/menit maka GIR dipertahankan dan dititrasi rapic acting
insulin 0,05-0,1 IU/kg.6

Gambar 6. Pediatric Advanced Life Support (PALS) Algorithm for Septic Shock8
7
DAFTAR PUSTAKA

1. Vincent JL, Opal SM, Marshall JC, dkk. Sepsis definitions. Lancet, 2013, 381:774-
775.
2. Wendy J Pomerantz, MD, Scott L Weiss, MD. Systemic inflammatory response
syndrome (SIRS) and sepsis in children: Definitions, epidemiology, clinical
manifestations, and diagnosis. Uptodate: 2018. Accessed at:
www.uptodate.com/contents/systemic-inflammatory-response-syndrome-sirs-
and-sepsis-in-children-definitions-epidemiology-clinicalmanifestations-and-
diagnosis on 27 December 2018
3. Deborah J, Osuchowski MF, Valentine C, dkk. The Pathogenesis of Sepsis. US
National Institutes of Health, 2017, 6 (-), 19-48.
4. Anindita Wulandari dkk. Perkembangan Diagnosis Sepsis pada Anak. Sari
Pediatri;2017;19(4):237-44.
5. IDAI. Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis pada Anak. IDAI;2016.p.1-47
6. Sheila Grossman, Carol Porth. Porth’s Pathophysiology: Concept of Altered
Health States 9th Ed. New York: Wolters Kluwer;2014.p.888-889
7. Sudung O Pardede dkk. Tatalaksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada
Anak. Jakarta: Departemen IKA FKUI-RSCM;2014
8. Kathryn L McCance, Sue Huether. Pathophysiology: the biologic basis for
disease in adults and children 7th Ed. Toronto: Elsevier; 2014. p.1707-1708
9. Maurizio Cecconi et al. Sepsis and septic shock. The Lancet:2018
10. Enrione MA, Powell KR. Sepsis, Septic Shock, and Systemic Inflammatory

Response Syndrome. Nelson Textbook of Pediatrics. 20th ed. In: Kliegman RM,

Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF; editors. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2016. p.516-28.

Anda mungkin juga menyukai