Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIK BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK

BERKEBUTUHAN KHUSUS
Dosen Pengampu Dr. Edi Purwanto, M.Pd

DISUSUN OLEH:
HERLIN UMAYAH
11103241064
PLB VIB

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
LAPORAN PRAKTIK BIMBINGAN DAN KONSELING ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Dosen Pengampu Dr. Edi Purwanto, M.Pd

DISUSUN OLEH:
HERLIN UMAYAH
11103241064
PLB VIB

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

ii
HALAMAN PENGESAHAN

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan
praktik bimbingan dan konsling pada anak berkebutuhan khsus ini. Laporan ini
disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Anak Berkebutuhan Khusus dan merupakan syarat untuk mengikuti Ujian Akhir
Semester. Atas terselesainya laporan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Edi Purwanto, M.Pd selaku pembimbing serta semua pihak yang telah
membantu saya.
Semoga laporan ini dapat memberikan informasi mengenai prosedur
bimbingan dan konseling pada anak berkebutuhan khusus dan bermanfaat bagi
penulis serta semua pihak yang membaca laporan ini. Amin.

Yogyakarta, 10 Juni 2014

Penyusun

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i
HALAMAN IDENTITAS ............................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
BAB I. Orientasi Sekolah dan Permasalahan
A. Orientasi Sekolah ............................................................................................. 1
B. Orientasi Kasus ................................................................................................ 1
C. Hasil Asesmen ................................................................................................. 1
D. Permasalahan ................................................................................................... 5
BAB II. Rancangan Bimbingan dan Konseling
A. Strategi Bimbingan dan Konseling .................................................................. 7
B. Media Bimbingan dan Konseling .................................................................... 9
C. Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling ...................................................... 9
BAB III. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
A. Bimbingan Belajar ......................................................................................... 10
B. Bimbingan Karir ............................................................................................ 14
BAB IV. Evaluasi dan Tindak Lanjut
A. Hasil Bimbingan dan Konseling .................................................................... 16
B. Rancangan Tindak Lanjut.............................................................................. 16
C. Pengalaman Belajar yang Diperoleh .............................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... vi
LAMPIRAN

v
BAB I
ORIENTASI SEKOLAH DAN PERMASALAHAN

A. Orientasi Sekolah
Praktik bimbingan dan konseling ini dilakukan di SLB Yaketunis yang
beralamat di Jl Parangtritis Desa Danunegaran Kecamatan Mantrijeron
Yogyakarta. SLB Yaketunis merupakan bagian dari Yayasan Ketunanetraan
Islam (Yaketunis) yang terdiri dari jenjang SD dan MTs. Jenjang SD terdiri
dari sekitar 23 siswa dan 25 guru dan karyawan.
Bangunan SD terdiri dari kantor, ruang kelas, ruang komputer,
perpustakaan, ruang massage dan beberapa ruang lain seperti gudang, asrama,
kantin, mushola, ruang tamu, aula, dan dapur. Ruangan-ruangan tersebut ditata
sedemikian rupa sehingga anak tunanetra tidak kesulitan untuk mengakses
ruangan. Selain itu, bangunan sekolah didukung dengan aksesibilitas untuk
anak tunanetra seperti ubin bertekstur dan besi-besi pemandu jalan di tepi-tepi
tembok bangunan. Hal ini memungkinkan siswa untuk melakukan mobilitas di
lingkungan sekolah tanpa menggunakan tongkat panjang.
Lingkungan sekitar sekolah cukup kondusif untuk pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar karena posisi sekolah menjorok ke dalam dari jalan besar,
sehingga suasana sekolah cukup tenang. Kondisi sekolah juga tidak terlalu
panas karena adanya pepohonan di halaman sekolah.
B. Orientasi Kasus
1. Nama siswa : Anto (nama samaran)
2. Kelas : III G
3. Tanggal lahir/ usia : Banyumas, 10 Desember 1999
4. Jenis kelamin : Laki-laki
5. Agama : Islam
6. Status Anak : kandung
7. Anak ke : 1 dari 2 bersaudara
8. Jenis ketunaan : Tunanetra total (Blind) dan Anak Tunagrahita
Kategori Sedang

1
9. Tunanetra sejak : lahir
10. Alamat : Beji, RT 04/ RW 02 Kecamatan Kedung, Banteng
Banyumas
C. Hasil Asesmen
1. Kondisi Umum Anak
Informasi umum berkaitan dengan kemampuan anak yang diperoleh dari
ahli yakni hasil pemeriksaan psikologi (Assesment center: Sentra Pendidikan
Khusus – Layanan Khusus Yogyakarta, hasil pemeriksaan psikologi nomor
12/ AS/ SLB/ III/ 2013). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui potensi
akademik dan masalah yang dihadapi dalam proses belajar. Dari hasil tes
tersebut diperoleh hasil bahwa Intelegensi Umum (IQ) anak adalah 45.
2. Asesmen Akademik
a. Mata Pelajaran Bahasa indonesia
1) Membaca
Anak baru mampu mengidentifikasi huruf a, b, c, dan d. Anak belum
mampu untuk mengeja kata dan belum memahami konsep bahwa
dalam Braille “e” dan “é” merupakan huruf yang titiknya sama.
2) Menulis
Anak baru mampu menulis huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, k, dan o
dan tanda titik, namun anak sudah mampu menyebutkan huruf abjad a
sampai z tanpa bantuan dengan urut (tidak bisa secara acak). Anak
juga belum bisa memasang reglet dengan benar. Posisi reglet masih
miring, terlalu ke atas, atau ke bawah. Tulisan anak sering tumpang
tindih jika tidak dibantu oleh guru saat menulis, karena anak masih
kesulitan mengidentifikasi kertas yang sudah ada tulisan dan belum.
Pada saat menulis, biasanya guru membimbing anak dengan
mendikte huruf yang harus ditulis. Kemudian anak menyebutkan
kombinasi titik dari huruf tersebut. Apabila anak lupa kombinasi titik
dari huruf tersebut, anak sering mengurutkan titik sampai membentuk
kombinasi titik yang benar. Sebagai contoh adalah sebagai berikut.

2
Kombinasi titik huruf U : titik 1,3,dan 6
Kombinasi titik yag disebutkan oleh anak :
1) titik 1, 3,4 salah
2) titik 1,3,5 salah
3) titik 1,3,6 benar
Anak masih kesulitan untuk menganalogikan antara informasi
satu dengan yang lain. Misalnya anak diberi contoh cara penulisan
suku kata “ba” adalah huruf “b” diikuti huruf “a”. Ketika guru
bertanya, “Penulisan suku kata “ca” merupakan huruf “c” diikuti
dengan huruf apa?”, anak belum mampu menjawab pertanyaan
tersebut.
3) Mendengarkan
Konsentrasi anak mudah terpecah apabila mendengar suara yang
menarik perhatian, ada orang lain di dalam kelas, ataupun bau yang
tidak sedap. Dari hasil observasi, posisi kelas III G terletak di samping
toilet dan sisi belakang kelas langsung menuju ke arah toilet hanya
ditutup dengan papan triplek, sehingga bau yang berasal dari toilet
menyebar ke seluruh kelas.
4) Berbicara
Anak cenderung berbicara dengan cepat dan keras, namun sulit untuk
dipahami karena artikulasi yang kurang jelas. Apabila diberi
pertanyaan oleh guru, jawaban yang diberikan oleh anak biasanya
menirukan jawaban teman kelasnya.
b. Mata Pelajaran Matematika
Anak sudah mampu menyebutkan angka 1- 20, namun belum
memahami konsep bilangan. Anak kesulitan untuk mengorientasikan
dan mengaplikasikan huruf a-j ke dalam angka 1-10, tetapi anak sudah
memahami tanda angka serta penggunaannya. Anak belum mampu
menyelesaikan operasi hitung sederhana secara abstrak atau simbolik.
Tetapi apabila operasi hitung yang bersifat kongkrit sederhana, anak
sudah bisa. Sebagai contoh misalnya: anak diberi uang Rp 2.000 rupiah

3
untuk 2 orang, maka setiap orang akan mendapatkan uang Rp 1.000
rupiah.
c. Mata Pelajaran Keterampilan
Pelatihan keterampilan yang diajarkan meliputi pelatihan membuat
keset, sapu, kemoceng, dan pelatihan massage. Karena adanya gangguan
pada kemampuan motorik halus, anak mengalami kesulitan dalam
mengikuti pelatihan. Pada keterampilan membuat keset,guru
menggunakan bahan-bahan berupa “strimin” berukuran sedang dan
potongan perca kain katun. Anak kesulitan untuk menentukan lubang
pada “strimin”, memasukkan kain ke dalam lubang, membuat simpul,
dan melepas simpul.
Kecepatan anak dalam membuat keset sangat tertinggal
dibandingkan dengan temannya. Anak dapat memasang satu kain dengan
bantuan beberapa kali, sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama
untuk menyelesaikan satu buah keset. Berikut foto anak saat membuat
keset.

3. Asesmen non-akademik
a. Orientasi Mobilitas (OM)
Anak belum berani berjalan di luar kompleks sekolah sendirian tanpa
pendamping. Anak jarang keluar dari kompleks sekolah, sehingga
pengetahuannya tentang lingkungan di luar sekolah sangat terbatas. Apabila
anak sedang berlatih berjalan di luar sekolah, anak harus mendengar suara
guru atau temannya berbicara di dekatnya. Jika tidak, ia akan berhenti dan
tidak berani melanjutkan perjalanan.

4
b. Activity Daily Living (ADL)
Kemampuan anak dalam menolong diri sendiri seperti mencuci baju,
menjemur, sikat gigi, mandi, membuang sampah di tempat sampah ataupun
cuci piring sudah dapat dilakukan oleh anak. Anak termasuk anak yang
kurang disiplin, kadang-kadang anak tidak menggosok giginya selama 2
hari. Anak juga sering terlambat bangun, sehingga dia tidak memperoleh
makan pagi. Penampilan anak cukup rapi (tidak salah memilih baju), karena
adanya penataan kamar di asrama yang menempatkan anak usia rendah
dengan anak tunanetra yang sudah besar (mandiri). Anak sudah mampu
mengenalkan identitas diri seperti nama, alamat, usia, hobi, nama ayah, ibu,
dan adik.
c. Perilaku
Anak kurang sopan dalam berbicara dengan orang yang lebih tua dan
anak sering menyanggah saat diberi nasihat. Anak memiliki perilaku
seksual yakni sering memainkan alat vitalnya ketika dia sedang sendirian
dan tidak memiliki kegiatan. Anak terbiasa mendengarkan musik sampai
larut malam yang menyebabkan observee kurang tidur dan mengganggu
konsentrasi anak dalam belajar.
d. Sosial dan Kepribadian
Kemampuan sosial anak cukup bagus, anak mampu berkomunikasi
dan berinteraksi dengan orang lain, baik yang sudah dikenal maupun belum.
Berdasarkan hasil pengamatan, interaksi sosial anak banyak melibatkan
teman sekelasnya, karena kuantitas bertemu dengannya lebih banyak.
e. Emosional
Masalah emosi yang dihadapi oleh anak yakni kesulitan
mengekspresikan rasa sedih, bahagia, rasa sayang, takut ataupun sakit. Dia
belum mampu memahami makna senang, sedih, ataupun takut, tetapi anak
sudah mampu mengekspresikannya. Sebagai contoh misalnya, anak
mengalami fobia dengan bulu ayam. Apabila bulu ayam didekatkan atau
ditempelkan di kulit anak, anak akan berteriak ketakutan.

5
f. Bahasa
Anak mengalami gangguan dalam aspek artikulasi. Cara anak dalam
berbicara terlalu cepat, sehingga kalimat yang diucapkannya sulit untuk
dipahami. Susunan kalimat yang diucapkan anak belum beraturan dan
terkandang menimbulkan pemahaman makna yang berbeda dari pendengar.

D. Permasalahan
Fokus permasalahan yang diangkat dalam praktik bimbingan dan
konseling yakni kesulitan belajar Bahasa Indonesia dalam aspek menulis.
Seperti yang telah disampaikan pada hasil asesmen, klien mengalami kesulitan
dalam menghafal dan menulis huruf-huruf Barille. Hal ini dijadikan sebagai
fokus permasalahan bimbingan belajar, karena keterampilan menulis dan
membaca huruf Braille merupakan dasar utama untuk anak tunanetra agar
mereka mampu meningkatkan kemampuannya dalam bidang akademik.
Fokus permasalahan yang dijadikan sebagai materi bimbingan karir yakni
berkaitan dengan keterampilan klien dalam membuat kerajinan tangan.
Pelaksanaan bimbingan ini disesuaikan dengan materi keterampilan yang sudah
diajarkan oleh guru mata pelajaran keterampilan yakni membuat keset dari kain
perca.

6
BAB II
RANCANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Strategi Bimbingan dan Konseling


Strategi-strategi bimbingan dan konseling terdiri dari strategi
bimbingan dan konseling individu dan kelompok (Purwanto: 144-151).
1. Bimbingan Individu
Bimbingan individual hanya menghadapi seorang individu (konsele)
dalam sesi-sesinya. Strategi individual dapat digunakan apabila klien dalam
keadaan krisis, ada permintaan untuk menjaga keberhasilan klien,
dimaksudkan untuk menafsirkan hasil tes mengenai konsep diri, klien sangat
takut berbicara (interpersonal terganggu), kesadaran klien atas perasaan,
motivasi, dan tingkah lakunya sangat terbatas, serta masalahnya berupa
penyimpanan tingkah laku seks. Strategi individual terdiri atas dua tahap,
yaitu tahap membangun hubungan dan tahap aksi. Penerapan strategi
individual berdasarkan usia konsele terbagi menjadi tiga jenjang, yakni
Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar serta Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama. Pada jenjang taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar, konselor
biasanya lebih banyak bertanya dan memberikan dorongan. Mereka juga
lebih banyak melibatkan orang tua anak, berorientasi pada kepentingan masa
kini, pada tujuan yang dekat, dan pemberian penguatan. Pada jenjang
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, konselor tidak banyak melibatkan orang
tua, tetapi masih banyak menggunakan konsultasi, koordinasi, bimbingan
kelompok, dan konseling kelompok.
2. Bimbingan Kelompok
Strategi bimbingan kelompok merupakan strategi yang digunakan
dimana konselor menghadapi beberapa klien pada waktu yang sama. Strategi
ini memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dari strategi ini,
yakni memberikan kesempatan kepada konselor untuk: a) menangani
sejumlah klien dalam waktu yang relatif singkat, b) mengembangkan
hubungan antarpribadi, c) mempraktekkan langsung tingkah laku yang telah

7
dipelajari, d) menempatkan masalah pada perspektif yang lebih tepat, e)
memberikan dan menerima dukungan kepada dan dari orang lain, f)
mempelajari keterampilan berkomunikasi, g) memberikan bantuan dan
menerima bantuan.
Adapun kelemahan strategi kelompok di antaranya ialah: a) adanya
klien yang tidak dapat diikutsertakan karena memerlukan strategi individual,
b) kepentingan kelompok dapat menyita kepentingan perorangan, c) nilai,
sikap, dan tingkah laku yang tidak disenangi orang lain tidak terungkap, d)
menuntut peranan yang lebih kompleks pada pihak konselor.
3. Konseling Kelompok
Konseling kelompok dilakukan dengan menggunakan kelompok antara 5
sampai 10 siswa. Tujuan konseling kelompok yakni untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan: siapa saya, mampu dan pantaskan saya dicintai,
bagaimana sikap orang terhadap saya, bagaimana persamaan dan perbedaan
saya dengan orang lain.
Teori-teori konseling kelompok menurut Neely (1982: 266-75) terdiri
atas teori Adler (untuk pengembangan sosial, konsep diri, dan hubungan
interpersonal), teori behavior (menyesuaikan diri), client-centered (menghayati
perasaan), educational growth (mengakrabkan hubungan, mengklarifikasikan
nilai-nilai, mendapat informasi, belajar dari pengalaman, dan merencanakan
strategi yang akan datang), konseling developmental (eksplorasi, transisi, aksi,
dan terminasi), gestalt (integrasi diri), dan reality (membantu memecahkan
masalah pribadi). Mereka juga menambahkan transsactional analysis, dan
rational emotive.
Pelaksanaan konseling kelompok, dapat dibedakan atas konseling
kelompok untuk taman kanak-kanak dan sekolah dasar, untuk sekolah lanjutan
pertama, dan untuk sekolah lanjutan atas. Pada jenjang taman kanak-kanak dan
sekolah dasar, bersikap aktif, banyak memberikan dorongan, konfrontatif
dengan cara yang lembut, berorientasi pada apa yang terjadi sekarang, dan
sering memberikan pertanyaan. Pada jenjang sekolah lanjutan pertama,
konselor mengajar dan memberikan respon, atau ikut menjadi salah seorang

8
pemegang peranan. Pada jenjang sekolah lanjutan atas, konselor bertindak
sebagai pengawas dan penengah, karena pada usia ini, anak-anak lebih banyak
mengungkapakan isi hati dan perasaan dengan kata-kata. Kelompok terdiri atas
8 sampai 12 orang, terdiri atas pria dan wanita.

B. Media Bimbingan dan Konseling


Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan
pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar
terjadi (Arief S. Sadiman, 2006: 7). Media yang digunakan dalam bimbingan
belajar yakni reglet, pen, reken plank dan kertas Brailon, sedangkan media
yang digunakan dalam bimbingan karir yakni strimin dengan ukuran lubang 2
x 2 cm dan kain katun (bekas).

C. Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling


Dalam pelaksanaan bimbingan dapat menggunakan beberapa teknik,
seperti : wawancara, dialog, diskusi kelompok, bimbingan kelompok, simulasi,
bermain peran, demonstrasi, ceramah, karya wisata, mendatangkan nara
sumber, studi pustaka dan sebagainya. Bimbingan belajar dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik remidial, pengayaan, peningkatan motivasi
belajar, pengembangan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, peningkatan
keterampilan belajar, atau membantu klien dalam menyusun jadwal belajar di
rumah (Mamat, 2005: 12).
Pada bimbingan belajar yang dilakukan untuk anak berkebutuhan khusus
ini, konselor menggunakan teknik remidial, sedangkan teknik bimbingan karir
menggunakan wawancara, pemberian motivasi, dan pemberian pemahaman
tentang diri klien. Teknik pemahaman diri merupakan cara yang dilakukan
untuk membantu klien atau siswa agar dapat mengetahui dan dapat memahami
identitas diri klien. Dengan teknik ini klien juga diharapkan dapat mengetahui
dan memahami potensi, kemampuan, minat, bakat, dan cita-citanya.

9
BAB III
PELAKSANAAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A. Bimbingan Belajar
1. Pertemuan I
Pertemuan pertama dilaksanakan pada tanggal 22 april 2014. Pada
pertemuan ini, konselor melakukan observasi, asesmen dan diagnosis
terhadap klien untuk menentukan program yang tepat untuk klien. Observasi
dilakukan dengan mengamati klien dalam pembelajaran, perilaku, serta
sikap klien. Asesmen dilakukan dengan melakukan tes menulis dan
wawancara terhadap guru berkaitan dengan kemampuan klien dalam bidang
akademik maupun non-akademik. Dari hasil observasi dan asesmen
dilakukan diagnosis kemampuan dan ketidakmampuan klien sebagai dasar
untuk menentukan program bimbingan belajar.
2. Pertemuan II
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 26 April 2014. Pada
pertemuan ini dilakukan bimbingan belajar yang pertama. Konselor
memberikan bimbingan secara individual dengan teknik remidial berkaitan
dengan kemampuan menghafal dan menulis huruf Braille.
Berdasarkan hasil asesmen, anak baru mampu menulis huruf a, b, c, d, e,
f, g, h, i, k, dan o. Untuk meningkatkan kemampuan tersebut, konselor
menggunakan beberapa media yang dapat mendukung motivasi dan minat
klien untuk menghafalkan titik-titik Braille. Media-media tersebut di
antaranya yakni: pen, kertas Brailon atau kertas Buffalo, reken plank dan
reglet.
Berikut ini merupakan susunan pelaksanaan program bimbingan belajar
tahap I.
a. Tahap Awal
1) Klien diminta untuk berdoa terlebih dahulu sebelum pelaksanaan
bimbingan.

10
2) Konselor memberikan penjelasan kepada klien tentang kegiatan yang
akan dilakukan pada pertemuan tersebut.
3) Konselor meminta klien untuk mempersiapkan peralatan yang
digunakan dalam bimbingan belajar remidial.
b. Tahap Inti
1) Konselor meminta klien menuliskan huruf-furuf Baraille yang sudah
diketahui oleh anak
2) Konselor meneliti hasil tulisan anak
3) Konselor membagi huruf-huruf Braille sesuai dengan huruf-huruf
yang memiliki kemiripan yakni sebagai berikut.

Kelompok I Kelompok II
Huruf H dan J: h dan j Huruf U dan V : u dan v
Huruf K dan L : kdan l Huruf O, R dan W : o, r, dan w
Huruf F dan P : f dan p Huruf N dan Y : n dan y
Huruf P dan Q : p dan q Huruf T dan J : t dan j
Huruf P dan S : p dan s Huruf Z dan Y : z dan y
Huruf P dan M : p dan m Huruf X : x

4) Kelompok huruf tersebut dikelompokkan menjadi 2 kelompok.


Kelompok pertama akan diajarkan pada bimbingan belajar tahap I,
sedangkan kelompok dua akan diajarkan pada bimbingan belajar
tahap II.
5) Huruf H dan J: h dan j
Kedua huruf tersebut memiliki kesamaan bentuk, karena anak sudah
mengetahui susunan 6 titik pada Braille. Anak sudah mengetahui
huruf H dalam Braille dan sudah mampu menuliskannya. Konselor
menggunakan reken plank untuk mempermudah penjelasan dan anak
dapat meraba konstruksi huruf H dan J dengan jelas. Pertama,
konselor meminta anak untuk membuat huruf H di reken plank, dan
konselor menambahkan huruf J di sebelah huruf H. Setelah itu,

11
konselor meminta klien untuk meraba dan membedakan titik huruf H
dan J. Apabila klien tidak mengetahui perbedaan tersebut, konselor
memberikan pengarahan. Setelah anak mampu mebedakan kedua
huruf tersebut, konselor meminta anak untuk menyebutkan titik-titik
Braille pada huruf H(titik 1, 2, 5) dan huruf J(titik 2, 4, 5) dan
menuliskannya di lembar kertas Braille. Begitu pula dengan huruf K
dan L , huruf F dan P, huruf P dan Q, huruf P dan S, serta huruf P
dan M. Persamaan huruf-huruf tersebut dilakukan secara berulang-
ulang sampai anak memahami dan mampu menuliskannya dengan
benar. Apabila persamaan huruf H dan J belum mampu dihafalkan
oleh anak, maka pembelajaran remidial tidak boleh dilanjutkan ke
persamaan huruf berikutnya (K dan L).

c. Tahap Penutup
Tahap penutup diisi dengan kegiatan pengulangan dan pembuatan
kesimpulan antara klien dengan konselor berkaitan dengan kegiatan
bimbingan remidial yang telah dilaksanakan. Konselor bertugas untuk
membantu dan memberikan dorongan kepada klien untuk mengingat
kembali huruf-huruf Braille yang sudah dipelajari selama proses
bimbingan. Setelah itu, kegiatan diakhiri dengan doa.
3. Pertemuan III
Pertemuan III dilaksanakan pada tanggal 3 Mei 2014. Pada pertemuan ini
dilakukan bimbingan belajar tahap II dengan materi kelompok huruf yang
ke-2.
Kelompok II
Huruf U dan V : u dan v
Huruf O, R dan W : o, r, dan w
Huruf N dan Y : n dan y
Huruf T dan J : t dan j
Huruf Z dan Y : z dan y
Huruf X : x

12
Berikut ini merupakan susunan pelaksanaan program bimbingan belajar
tahap II.
a. Tahap Awal
1) Klien diminta untuk berdoa terlebih dahulu sebelum pelaksanaan
bimbingan.
2) Konselor memberikan penjelasan kepada klien tentang kegiatan yang
akan dilakukan pada pertemuan tersebut.
3) Konselor meminta klien untuk mempersiapkan peralatan yang
digunakan dalam bimbingan belajar remidial.
b. Tahap Inti
1) Konselor meminta klien menuliskan huruf-furuf Braille yang sudah
diketahui oleh anak.
2) Konselor meneliti hasil tulisan anak.
3) Apabila anak sudah menghafal dan mampu menuliskan huruf yang
sudah diketahui anak sebelum pelaksanaan bimbingan (huruf A, B, C,
D, E, F, G, H, I, K, dan O) dan huruf-huruf yang diajarkan pada
bimbingan belajar tahap I (huruf J, L, M, N, P, Q, R, S, T, U, V, W, X,
Y, dan Z) konselor dapat melanjutkan ke persamaan huruf kelompok
II, jika belum konselor dapat mengulang kembali huruf-huruf pada
bimbingan belajar I.
4) Huruf U dan V : u dan v
Seperti pelaksanaan bimbingan belajar tahap I, konselor menggunakan
reken plank untuk mempermudah penjelasan dan anak dapat meraba
titik huruf U dan V dengan jelas. Pertama, Konselor meminta anak
untuk membuat huruf U di reken plank, dan konselor menambahkan
huruf V. Setelah itu, konselor meminta klien untuk meraba dan
membedakan titik huruf U dan V. Apabila klien tidak mengetahui
perbedaan tersebut, konselor memberikan pengarahan. Setelah anak
mampu mebedakan kedua huruf tersebut, konselor meminta anak
untuk menyebutkan titik-titik Braille pada huruf U(titik 1, 3, 6) dan
huruf V(titik 1, 2, 3, 6) dan menuliskannya di lembar kertas Braille.

13
Begitu pula dengan huruf O, R dan W, huruf N dan Y, huruf T dan J,
serta huruf Z dan Y. Untuk penjelasan huruf X, konselor dapat
memberikan penjelasan kepada klien bahwa huruf X dalam Braille
dibentuk dari enam titik Braille. Konselor memberikan contoh kepada
anak dengan menggunakan reken plank dan meminta anak
menuliskannya di kertas. Persamaan huruf-huruf tersebut dilakukan
secara berulang-ulang sampai anak memahami dan mampu
menuliskannya dengan benar. Apabila persamaan huruf U dan V
belum mampu dihafalkan oleh anak, maka pembelajaran remidial
tidak boleh dilanjutkan ke persamaan huruf berikutnya.
5) Tahap Penutup
Tahap penutup diisi dengan kegiatan pengulangan dan pembuatan
kesimpulan antara klien dengan konselor berkaitan dengan kegiatan
bimbingan remidial yang telah dilaksanakan. Konselor bertugas untuk
membantu dan memberikan dorongan kepda klien untuk mengingat
kembali huruf-huruf Braille yang sudah dipelajari selama proses
bimbingan. Setelah itu, kegiatan diakhiri dengan doa.

B. Bimbingan Karir
1. Pertemuan I
Pertemuan I program bimbingan karir dilaksanakan pada tanggal 6 Mei
2014 dan merupakan tahap pelaksanaan observasi, asesmen dan diagnosis.
Tahap observasi, asesmen dan diagnosis dilakukan dengan melakukan
wawancara terhadap guru mata pelajaran dan observasi langsung dalam
mata pelajaran Keterampilan. Hasil dari observasi tersebut digunakan
sebagai acuan dasar dalam perancangan program bimbingan karir untuk
klien.
2. Pertemuan II
Pertemuan II merupakan tahap bimbingan karir yang pertama dan
dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2014. Pada dasarnya bimbingan terdiri
dari beberapa paket yakni paket pemahaman diri, nilai-nilai, pemahaman

14
lingkungan, hambatan dan cara mengatasi hambatan, dan paket untuk
merencanakan masa depan (Walgito, 2005: 200). Bimbingan yang
dilakukan pada praktik bimbingan karir ini merupakan paket bimbingan
pemahaman diri. Paket ini merupakan suatu paket bimbingan karir yang
dimaksudkan untuk membantu klien agar dapat mengetahui dan memahami
identitas dirinya sendiri. Dengan bimbingan ini klien juga diharapkan
mengetahui dan memahami potensi, kemampuan, minat, bakat, dan cita-
citanya.
Bimbingan dilakukan dengan teknik pemberian ceramah dan motivasi
serta tugas langsung berkaitan dengan pembuatan keset. Pada tahap awal,
konselor memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada klien berkaitan dengan
kemampuan dan ketidakmampuan klien berdasarkan pandangan klien.
Kemudian, konselor memberikan motivasi dan penjelasan kepada klien
tentang kemampuan klien yang dapat dikembangkan.
Konselor juga memberikan contoh-contoh orang yang mempunyai
hambatan tetapi masih mampu meraih cita-citanya. Dengan penjelasan-
penjelasan tersebut diharapkan klien termotivasi untuk terus belajar dan
mengembangkan kemampuannya.
3. Pertemuan III
Pertemuan III bimbingan karir dilaksanakan pada tanggal 17 Mei 2014.
Pada pertemuan ini, konselor mengulang kembali hasil dari bimbingan karir
pada pertemuan II berkaitan dengan cita-cita, bakat, dan kemampuan klien.
Kemudian, dilanjutkan dengan bimbingan pembuatan keset menggunakan
strimin ukuran lubang 2 x 2 cm dan kain perca. Pada saat klien membuat
keset, konselor memberikan bantuan sekaligus bimbingan berkaitan dengan
tindak lanjut dari hasil pembuatan keset. Konselor bertanya tentang
penjualan keset, dimana klien akan menjual kesetnya, berapa harga yang
akan diberikan untuk satu keset, dan berapa jumlah hari keset yang dapat
dihasilkan oleh klien selam satu minggu. Meskipun jawaban klien hanya
ungkapan dan klien belum mempunyai konsep tentang praktik jual beli,
paling tidak hal tersebut dapat menjadi motivasi bagi klien. Konselor juga
lebih mendekatkan diri kepada klien dengan memesan keset pertama yang
dibuat oleh anak.

15
BAB IV
EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

A. Hasil Bimbingan dan Konseling


1. Hasil Bimbingan belajar
Hasil dari bimbingan belajar belum sesuai dengan tujuan awal yang dari
bimbingan belajar yakni klien mampu menghafal dan menulis semua huruf
abjad Braille. Berdasarkan bimbingan belajar yang telah dilakukan, klien
belum mampu menghafal semua huruf Braille secara permanen. Ada
beberapa huruf yang masih kesulitan dihafal oleh anak seperti huruf N, S,
T, X, dan Z. Huruf yang lain mampu diingat oleh anak dengan bantuan
guru atau konselor.
2. Hasil Bimbingan Karir
Hasil bimbingan karir yang telah dilakukan yakni klien lebih termotivasi
untuk belajar lebih rajin dan memiliki tujuan untuk menyelesaikan
tugasnya.

B. Rancangan Tindak Lanjut


Tindak lanjut yang dapat diberikan kepada klien untuk hasil bimbingan
belajar yakni dapat berupa drill (latihan) yang dilakukan berulang-ulang untuk
penguatan sehingga klien dapat menghafal secara permanen dan mempu
menulis semua huruf Braille tanpa bantuan dari guru.

C. Pengalaman Belajar yang Diperoleh


Dari hasil pelaksanaan bimbingan dan konseling tersebut, penulis
memperoleh pengalaman belajar sebagai berikut.
1. Untuk memperoleh hasil yang maksimal, kita perlu mencoba berkali-kali
sampai hasil yang kita peroleh sesuai dengan tujuan awal.
2. Kekurangan merupakan salah satu kelebihan yang belum tentu dimiliki
oleh orang lain

16
3. Semua orang diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan masing-
masing. Apabila kita memiliki kekurangan, pasti kita memiliki kelebihan
yang mampu kita kembangkan.
4. Dalam memberikan bimbingan kepada anak berkebutuhan khusus,
diperlukan ketelatenan dan kesabaran yang tinggi. Apabila kita
melakukannya dengan tergesa-gesa dan tidak ada keikhlasan, bimbingan
tersebut tidak akan menghasilkan sesuatu yang positif.

17
DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Edi. (Tahun tidak ada). Bimbingan Konseling Luar Biasa. Direktorat
Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pendidikan Tenaga Guru.

Sadiman, Arief S. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan


Pemanfaatannya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Supriatna, Mamat. 2005. Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling Berwawasan


Kebangsaan untuk Mengembangkan Sumberdaya Manusia Bermutu
dalam Masyarakat yang Majemuk. Diunduh dari http://file.upi.edu pada
tanggal 11 Juni 2014.

Walgito, Bimo. 2005. Bimbingan dan Konseling: Studi dan Karir. Yogyakarta:
Andi Offset.

vi

Anda mungkin juga menyukai