ASMA BRONKIALE
Disusun oleh :
Stevani
1461050058
Pembimbing :
dr. Catharina Dian, Sp.A
Penyakit asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari Bahasa Yunani
yang berarti “sukar bernapas”. Definisi dari asma bronkiale sendirimenurut Kemenkes
RI adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya
mengi, batuk dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam
atau menjelang pagi akitbat penyumbatan saluran pernapasan. Selain itu, WHO
mengatakan bahwa asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme
rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus
yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang. Definisi yang
dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004
menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain
pada pasien dan/atau keluarganya.
Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab
biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-
kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasite.
c. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan
dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
d. Iritan
Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat,
SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.
Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Udara kering
mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani
e. Kegiatan Jasmani
Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik
dapat mempermudah terjadinya asma pada anak. Rinitis alergi dapat memperberat
asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
III. Faktor Risiko Asma Bronkiale
Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetic dan
non-genetik. Beberapa faktor risiko non-genetik, yaitu: polusi udara, asap rokok,
makanan cepat saji, berat badan lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi
rumah yang tidak memadai, merokok di dalam rumah dan tidak adanya ventilasi. Selain
itu, faktor-faktor yang lebih bermakna untuk memengaruhi timbulnya asma adalah
atopi ayah dan ibu, faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat
parasetamol.
IV. Klasifikasi Asma Bronkiale
Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma
menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut:
Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
Derajat Gejala
Gejala Faal paru
asma malam
Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis
bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan
juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
V. Patofisiologi Asma Bronkiale
a. Obrtruksi Saluran Respiratorik
b. Pemeriksaan Fisik
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisik pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang
terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi dan dapat pula dijumpai tanda alergi
seperti allegic shiners atau geographic tongue.
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukan variabilitas gangguan aliran naaps
akibat obstruksi, hiperreaktivitas dan inflamasi saluran respiratori atau adanya atopi
pada pasien.
Uji fungsi paru dengan spirometry sekaligus uji reversibilitas dan
untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan peakflowmeter.
Skin prick test, eosinophil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional Exhaled Nitric
Oxide), eosinophil sputum.
Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin atau larutan salin
hipertonik
Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari
kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberculin, foto sinus paranasalis,
foto thoraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji gerakan silia, ujia defisiensi
imun, CT-scan toraks.
Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma unutk memulai
pengobatan jangka Panjang. Sebelum memutuskan untuk turun jenjang atau naik
jenjang dalam tata laksana jangka Panjang asma, dokter harus menilai kepatuhan pasien
terhadap pengobatan, teknik inhalasi, dosis obat inhalasi, dan mengndalikan factor
pencetus asma. Untuk menentukan derajat kendali asma dapat menggunakan penilaian
seperti pada table berikut:
Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang
gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah, setidaknya
dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk:
Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik
Serangan ringan: Serangan sedang: Serangan berat:
(nebulisasi 1x, respon baik) (nebulisasi 2x, respon (nebulisasi 3x, respon
parsial) buruk)
o Observasi 1 jam
o Efek bertahan, boleh o Berikan oksigen o Sejak awal berikan
pulang o Nilai kembali O2 saat/di luar
o Gejala timbul lagi, derajat serangan, nebulisasi
perlakukan sebagai jika sesuai dengan o Pasang jalur
serangan sedang serangan sedang, parenteral
observasi di Ruang o Steriod intravena
Rawat Sehari o Nilai ulang
o Steroid oral klinisnya, jika sesuai
o Pasang jalur dengan serangan
parenteral berat, rawat di
Ruang Rawat Inap
o Foto rontgen toraks
Catatan:
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali,
maksimal 0,3 ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
• MR No. : 00.07.68.64
• Nama : An. A
• Umur : 7 tahun 2 bulan
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Alamat : Jalan SMEA VI 01/09, Cawang, Jakarta Timur
III. Anamnesa
Keluhan Utama :
Sesak napas
Keluhan tambahan :
Pilek dan batuk
Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya yang pertama. Sakit selama hamil (-), demam (-),
kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing
manis (-), dan darah tinggi (-).
Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : Spontan
Tempat lahir : Rumah sakit
Ditolong oleh : Dokter
Masa gestasi : Cukup bulan
Berat lahir : 3100 gram
Panjang lahir : 46 cm
Lahir normal, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-)
Kelainan bawaan :
(-)
Riwayat imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap, imunisasi anjuran tidak dilakukan
Vaksin Umur
BCG 2 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 & 18 bulan 5 tahun
(ulangan)
Polio 0 bulan 2 bulan 4 & 6 bulan 3 tahun 6 tahun
Campak 9 bulan
Hepatitis B Saat lahir 2 bulan 6 bulan
MMR 15 bulan
• Tengkurap : 4 bulan
• Duduk : 5 bulan
• Berdiri : 9 bulan
• Berjalan : 12 bulan
• Berbicara : 12 bulan
• Membaca/menulis : 5 tahun
Riwayat makanan :
0 - 6 bulan : ASI Ekskulsif tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di
payudara kanan dan kiri bergantian
6 - 12 bulan : ASI tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di payudara
kanan dan kiri bergantian, susu formula 5 botol (120 cc)/hari, habis dalam 3x/hari,
nasi tim berisi wortel : 2x/hari ukuran piring anak
12 bulan – sekarang : susu kedelai 3 botol (120 cc) dalam sehari sebanyak 3x, nasi
dengan sayur + daging/ayam/ikan 3x/hari ukuran piring anak
Kesimpulan : kualitas dan kuantitas makanan cukup sesuai usia.
Data Perumahan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah tembok,
kamar mandi di dalam rumah. Terdapat 10 jendela pada 3 kamar dan 1 ruang tamu.
Keadaan lingkungan berupa kompleks perumahan dan terdapat tempat pembuangn
sampah.
Toraks
• Dinding thoraks : Diameter laterolateral > anteroposterior
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat, limpa
dan hepar tidak teraba membesar
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : lengkap, deformitas (-), Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik
Pemeriksaan Naurologis
Nervus Cranialis
I : Penciuman baik
II : Visus kasar baik
III : Refleks cahaya langsung +/+
IV : Refleks cahaya tidak langsung +/+
V : Rasa raba simetris kanan dan kiri
VI : Normal ke segala arah
VII : Wajah simeris
VIII : Nistagmus (-), pendengaran baik
IX : Disfonia (-), disfagia (-)
X : Tidak dilakukan
XI : Menoleh dan angkat bahu normal
XII : Tremor (-), fasikulasi (-), deviasi (-)
Pemeriksaan Refleks
Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++, refleks APR ++/++
Refleks patologis
Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim -/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-
V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan
sesak napas yang dirasakan sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus dan mulai setiap kali sedang beraktivitas dan terpapar debu. Pasien
mengatakan bahwa keluhan yang timbul menggangu aktivitasnya. Sebelumnya pasien
memang memiliki riwayat asma sejak pasien berumur 3 tahun dan biasanya muncul ketika
sedang beraktivitas dan terpapar debu. Pasien rutin meminum obat salbutamol 3x2mg
sehari dan ambroxol syrup 3x/5ml sehari. Pada bulan maret pasien pernah dirawat karena
keluhan sesaknya dan mulai membaik, tetapi tiba-tiba menjadi sering sesak lagi dalam 1
bulan belakangan ini.
Pada pemeriksaan ditemukan wheezing dan pada pemeriksaan lain dalam batas
normal. Pada pemeriksaan penunjang lab ditemukan leukositosis.
VIII. Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : Biasa
• IVFD : D5% ½ NS 20 tpm (makro) + Aminofilin 5ml
• MM :
• Ceftriaxone 1 x 750 mg (IV)
• Dexamethasone 4 x 4,5 mg (IV)
• Combivent inhalasi 1 ½ resp / 6jam
I : pergerakan
dinding dada
simetris, retraksi sela
iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki -/-, wheezing
+/+
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 5x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 1,15”,
edema (-)
02/08/2018 Pagi ini pasien KU : Tampak sakit Asma Bronkiale • Diet : Biasa
masih sedang persisten derajat • IVFD : D5% ½ NS 20
PH : 2
mengeluhkan berat terkontrol tpm (makro) +
Kes : Composmentis
PP : 6 adanya sesak Aminofilin 5ml
nafas, sudah TD : 100/70 mmHg • MM :
berkurang • Ceftriaxone 1 x
Nadi : 96 x/menit
disbanding saat 750 mg (IV)
awal masuk. RR : 24x/menit • Dexamethasone
Sesak terutama 4 x 4,5 mg (IV)
Suhu: 36,4ºC
dirasakan pada • Combivent
malam hari. Kepala : inhalasi 1 ½
Sesak disertai Normocephali resp / 6jam
dengan batuk
Mata : Cekung -/-,
berdahak yang
skela ikterik -/-,
sulit
konjungtiva anemis -
dikeluarkan.
/-, pupil isokor
Ibu pasien
mengatakan Telinga : Liang
anak kesulitan telinga lapang, sekret
untuk -/-, serumen -/-
membuang
Hidung : cavum nasi
dahaknya.
lapang, sekret -/-,
Nafsu makan
deviasi septum (-)
baik. Pasien
belum BAB Thoraks :
selama 2 hari,
I : pergerakan
BAK tidak ada
dinding dada
keluhan.
simetris, retraksi sela
iga (-)
P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor
A : BND vesikuler,
ronki -/-, wheezing -
/+
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 5x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani
Ekstremitas : akral
hangat, CRT 1,15”,
edema (-)
ANALISIS KASUS
PEMBAHASAN DISKUSI
Diagnosis Asma bronkiale persisten derajat berat terkontrol pada kasus ini berdasarkan:
a. Anamnesis
- Sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
- Batuk berulang
- Adanya sputum
- Riwayat asma sejak umur 3 tahun dan riwayat asma pada keluarga
- Keluhan bertambah jika terkena debu (allergen)
- Keluhan lebih dirasakan saat malam hari
- Pasien rutin mengonsumsi Salbutamol dan Ambroxol
- Keluhan membatasi aktivitas pasien
b. Pemeriksaan Fisik
- Terdapat wheezing pada auskultasi thoraks
Menurut The Global Initiative for Asthma, seseorang dikatakan derajat asthma persisten
berat jika keluhan terjadi secara kontinu, terus menerus dan sering kambuh. Dan juga seseorang
dikatakan masuk dalam derajat asma persisten berat jika keluhan sering timbul pada malam hari.
Pada kasus ini, pasien memenuhi hamper semua kriteria, yaitu keluhan yang timbul terus-menerus,
sering kambuh dan keluhan sering timbul pada malam hari. Selain itu, pasien juga terkontrol
karena rutin meminum salbutamol.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FUI : Jakarta,
2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Cetakan
Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.
4. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi
bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
6. Global Initiative for Asthma (GINA)., Pocket Guide For Asthma Management and Prevention
(for Adult and Children Older than 5 Years). 2010