Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT

ASMA BRONKIALE

Disusun oleh :
Stevani
1461050058

Pembimbing :
dr. Catharina Dian, Sp.A

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak


Periode 23 Juli 2018 – 29 September 2018
Rumah Sakit Umum Universitas Kristen Indonesia
Universitas Kristen Indonesia
Jakarta
2018
TINJAUAN PUSTAKA
ASMA BRONKIALE

I. Definisi Asma Bronkiale

Asma merupakan penyakit yang banyak dijumpai di kalangan anak maupun


dewasa. Asma pada anak mempunyai perjalanan klinis yang bervariasi pada setiap anak
dan asma merupakan penyakit multifactorial.

Penyakit asma berasal dari kata “Ashtma” yang diambil dari Bahasa Yunani
yang berarti “sukar bernapas”. Definisi dari asma bronkiale sendirimenurut Kemenkes
RI adalah penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya
mengi, batuk dan rasa sesak di dada yang berulang dan timbul terutama pada malam
atau menjelang pagi akitbat penyumbatan saluran pernapasan. Selain itu, WHO
mengatakan bahwa asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme
rekuren akibat penyempitan lumen saluran napas sebagai respon terhadap stimulus
yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang. Definisi yang
dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004
menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan
karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam / dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain
pada pasien dan/atau keluarganya.

II. Etiologi Asma


a. Alergen

Faktor alergi dianggap mempunyai peranan penting pada sebagian besar


anak dengan asma. Disamping itu hiperreaktivitas saluran napas juga merupakan
factor yang penting. Sensitisasi tergantung pada lama dan intensitas hubungan
dengan bahan alergenik sehingga dengan berhubungan dengan umur. Pada bayi dan
anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah. Dengan bertambahnya
umur makin banyak jenis alergen pencetusnya. Asma karena makanan biasanya
terjadi pada bayi dan anak kecil.
b. Infeksi

Biasanya infeksi virus, terutama pada bayi dan anak kecil. Virus penyebab
biasanya respiratory syncytial virus (RSV) dan virus parainfluenza. Kadang-
kadang juga dapat disebabkan oleh bakteri, jamur dan parasite.
c. Cuaca
Perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban dihubungkan
dengan percepatan dan terjadinya serangan asma.
d. Iritan

Hairspray, minyak wangi, asap rokok, cerutu dan pipa, bau tajam dari cat,
SO2, dan polutan udara yang berbahaya lainnya, juga udara dingin dan air dingin.
Iritasi hidung dan batuk dapat menimbulkan refleks bronkokonstriksi. Udara kering
mungkin juga merupakan pencetus hiperventilasi dan kegiatan jasmani
e. Kegiatan Jasmani

Kegiatan jasmani yang berat dapat menimbulkan serangan pada anak


dengan asma. Tertawa dan menangis dapat merupakan pencetus. Pada anak dengan
faal paru di bawah normal sangat rentan terhadap kegiatan jasmani.
f. ISPA (Infeksi Saluran Napas Atas)

Disamping infeksi virus saluran napas bagian atas, sinusitis akut dan kronik
dapat mempermudah terjadinya asma pada anak. Rinitis alergi dapat memperberat
asma melalui mekanisme iritasi atau refleks.
III. Faktor Risiko Asma Bronkiale

Faktor risiko untuk penyakit asma dapat dikelompokan menjadi genetic dan
non-genetik. Beberapa faktor risiko non-genetik, yaitu: polusi udara, asap rokok,
makanan cepat saji, berat badan lahir, cooking fuel, rendahnya pendidikan ibu, ventilasi
rumah yang tidak memadai, merokok di dalam rumah dan tidak adanya ventilasi. Selain
itu, faktor-faktor yang lebih bermakna untuk memengaruhi timbulnya asma adalah
atopi ayah dan ibu, faktor berat lahir, kebiasaan merokok pada ibu serta pemberian obat
parasetamol.
IV. Klasifikasi Asma Bronkiale

Pembagian derajat penyakit asma yang dibuat oleh Phelan dkk, (dikutip dari
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998). Klasifikasi ini membagi derajat asma
menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut:

a. Asma episodik jarang (Asma ringan)


Golongan ini merupakan 70–75% dari populasi asma anak. Biasanya
terdapat pada anak umur 3–6 tahun. Serangan umumnya dicetuskan oleh infeksi
virus saluran napas atas. Banyaknya serangan 3–4 kali dalam satu tahun. Lamanya
serangan paling lama hanya beberapa hari saja dan jarang merupakan serangan
yang berat. Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari. Mengi
dapat berlangsung sekitar 3–4 hari dan batuknya dapat berlangsung 10–14 hari.
Waktu remisinya bermingu-minggu sampai berbulan-bulan. Manifestasi alergi
lainnya misalnya eksim jarang didapatkan. Tumbuh kembang anak biasanya baik.
Di luar serangan tidak ditemukan kelainan lain.

b. Asma episodik sering (Asma sedang)


Golongan ini merupakan 28% dari populasi asma anak. Pada dua pertiga
golongan ini serangan pertama terjadi pada umur sebelum 3 tahun. Pada permulaan,
serangan berhubungan dengan infeksi saluran pernapasan atas. Pada umur 5–6
tahun dapat terjadi serangan tanpa infeksi yang jelas. Biasanya orang tua
menghubungkannya dengan perubahan udara, adanya alergen, aktivitas fisik dan
stress. Banyaknya serangan 3−4 kali dalam satu tahun dan tiap kali serangan
beberapa hari sampai beberapa minggu. Frekuensi serangan paling banyak pada
umur 8−13 tahun. Pada golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan
golongan asma kronik atau persisten. Umumnya gejala paling buruk terjadi pada
malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur.
Pemeriksaan fisik di luar serangan tergantung pada frekuensi serangan. Jika
waktu serangan lebih dari 1−2 minggu, biasanya tidak ditemukan kelainan fisik.
Hay fever dan eksim dapat ditemukan pada golongan ini. Pada golongan ini jarang
ditemukan gangguan pertumbuhan.

c. Asma kronik atau persisten (Asma Berat)


Pada 25% anak serangan pertama terjadi sebelum umur 6 bulan, 75%
sebelum umur 3 tahun. Pada 50% anak terdapat mengi yang lama pada 2 tahun
pertama dan pada 50% sisanya serangan episodik. Pada umur 5−6 tahun akan lebih
jelas terjadinya obstruksi saluran napas yang persisten dan hampir selalu terdapat
mengi setiap hari. Dari waktu ke waktu terjadi serangan yang berat dan memerlukan
perawatan di rumah sakit. Obstruksi jalan napas mencapai puncaknya pada umur
8–14 tahun.
Pada umur dewasa muda 50% dari golongan ini tetap menderita asma
persisten atau sering. Jarang yang betul-betul bebas mengi pada umur dewasa
muda. Pada pemeriksaan fisik dapat terjadi perubahan bentuk toraks seperti dada
burung (pigeon chest), dada tong (barrel chest) dan terdapat sulkus Harrison. Pada
golongan ini dapat terjadi gangguan pertumbuhan, yaitu bertubuh kecil.
Kemampuan aktivitas fisiknya sangat berkurang, sering tidak dapat melakukan
kegiatan olahraga dan kegiatan biasa lainnya. Sebagian kecil ada juga yang
mengalami gangguan psikososial.

Selain itu juga pembagian asma menurut GINA adalah sebagai berikut :
Tabel klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis

Derajat Gejala
Gejala Faal paru
asma malam

Intermitten  Bulanan ≤ 2x/bulan APE ≥ 80%


 Gejala < 1x/minggu
VEP1 ≥ 80% nilai
 Tanpa gejala diluar prediksi APE ≥ 80% nilai
serangan terbaik
 Serangan singkat
Variabilitas APE < 20%

Persisten  Mingguan > 2x/bulan APE > 80%


ringan  Gejala > 1x/minggu
VEP1 ≥ 80% nilai
tetapi < 1x/hari
prediksi APE ≥ 80% nilai
 Serangan dpt terbaik
mengganggu aktivitas
dan tidur Variabilitas APE 20-
30%

Persisten  Harian > 1x/minggu APE 60-80%


sedang  Gejala setiap hari
VEP1 60-80% nilai
 Serangan mengganggu prediksi APE 60-80%
aktivitas dan tidur nilai terbaik
 membutuhkan
bronkodilator setiap Variabilitas APE > 30%
hari

Persisten  Kontinua Sering APE ≤ 60%


berat  Gejala terus menerus
VEp1 ≤ 60% nilai
 Sering kambuh prediksi ≤ 60% nilai
 Aktivitas fisik terbatas terbaik
Variabilitas APE > 30%

Pada umumnya penderita sudah dalam pengobatan, dan pengobatan yang telah
berlangsung seringkali tidak adekuat. Pengobatan akan mengubah gambaran klinis
bahkan faal paru, oleh karena itu penilaian berat asma pada penderita dalam pengobatan
juga harus mempertimbangkan pengobatan itu sendiri.
V. Patofisiologi Asma Bronkiale
a. Obrtruksi Saluran Respiratorik

Inflamasi saluran respiratorik yang ditemukan pada pasien asma diyakini


merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi : obstruksi saluran respiratorik
menyebabkan keterbatasan aliran udara yang dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Perubahan fungsional yang dihubungkan dengan gejala khas
pada asma : batuk, sesak, wheezing dan disertai hipereaktivitas saluran respiratorik
terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin disebabkan oleh stimulasi
saraf sensoris pada saluran respiratorik oleh mediator inflamasi dan terutama pada
anak, batuk berulang bisa jadi merupakan satu-satunya gejala asma yang
ditemukan.

Penyempitan saluran respiratorik pada asma dipengaruhi oleh banyak


faktor. Penyebab utama penyempitan saluran respiratorik adalah kontraksi otot
polos bronkus yang diprovokasi oleh pelepasan agonis dari sel-sel inflamasi. Yang
termasuk agonis adalah histamine, triptase, prostaglandin D2 dan leukotrien C4 dari
sel mast; neuropeptida dari saraf aferen setempat, dan asetilkolin dari saraf eferen
postganglionic. Kontraksi otot polos saluran respiratorik diperkuat oleh penebalan
dinding saluran napas akibat edema akut, inflamasi sel-sel inflamasi dan
remodeling, hiperplasia dan hipertrofi kronis otot polos, vaskuler, dan sel-sel
sekretori serta deposisi matriks pada dinding saluran respiratorik. Selain itu,
hambatan saluran respiratorik juga bertambah akibat produksi secret yang banyak,
kental, dan lengket oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, protein plasma yang
keluar melalui mikrovaskular bronkus dan debris selular.
Pada anak, sebagaimana pada orang dewasa, perubahan patologis pada
bronkus (airway remodeling) terjadi pada saluran respiratori. Inflasmasi dicetuskan
oleh berbagai factor, termasuk allergen, virus olahraga, dll. Factor tersebut juga
menimbulkan respons hiperreaktivitas pada saluran respiratori penderita asma.
Inflamasi dan hiperreaktivitas menyebabkan obstruksi saluran respiratori.
Meskipun perubahan patofisiologis yang berkaitan dengan asma pada umumnya
reversible, penyembuhan sebagian/parsial dapat terjadi.
b. Hiperreaktivitas Saluran Respiratorik

Penyempitan saluran respiratorik secara berlebihan merupakan


patofisiologis yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma. Mekanisme
yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang berlebihan atau hiperreaktivitas
ini belum diketahui tetapi mungkin berhubungan dengan perubahan otot polos
saluran napas (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder yang
menyerbabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding saluran
respiratorik terutama daerah peribronkial dapat memperberat penyempitan saluran
respiratorik selama kontraksi otot polos.

Hiperreaktivitas bronkus secara klinis sering diperiksa dengan memberikan


stimulus aerosol histamin atau metakolin yang dosisnya dinaikan secara progresif
kemudian dilakukan pengukuran perubahan fungsi paru (PFR atau FEV1).
Provokasi/stimulasi lain seperti latihan fisik, hiperventilasi, udara kering dan
aerosol garam hipertonik, adenosine tidak mempunyai efek langsung terhadap otot
polos (tidak seperti histamin dan metakolin), akan tetapi dapat merangsang
pelepasan mediatordari sel mast, ujung serabut saraf, atau sel-sel lain pada saluran
respiratorik. Dikatakan hipereaktif bila dengan cara histamin didapatkan penurunan
FEV1 20% pada kosentrasi histamine kurang dari 8mg%.
VI. Diagnosis Asma Bronkiale
a. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan manifestasi klinis
yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma. Gejala respiratori asma
berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan, dan
produksi sputum. Batuk kronik berulang dapat menjadi petunjuk awal membantu
diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang khas diperlukan untuk
menegakkan diagnosis asma. Karakteristik yang mengarah ke asma adalah :
 Gejala timbul secara episodic atau berulang,
 Timbul bila ada factor pencetus seperti, iritan, allergen, infeksi
respiratori akut dan aktivitas fisis
 Adanya riwayat alergi pada pasien atau keluarganya,
 Variabilitas, yaitu intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu,
bahkan dalam 24 jam. Biasanya gejala lebih berat pada malam hari
(nocturnal).
 Reversibilitas, yaitu gejala dapat membaik secara spontan atau
dengan pemberian obat pereda asma

b. Pemeriksaan Fisik

Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisik pasien biasanya
tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang bergejala batuk atau sesak, dapat
terdengar wheezing, baik yang terdengar langsung (audible wheeze) atau yang
terdengar dengan stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien
seperti dermatitis atopi atau rhinitis alergi dan dapat pula dijumpai tanda alergi
seperti allegic shiners atau geographic tongue.

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukan variabilitas gangguan aliran naaps
akibat obstruksi, hiperreaktivitas dan inflamasi saluran respiratori atau adanya atopi
pada pasien.
 Uji fungsi paru dengan spirometry sekaligus uji reversibilitas dan
untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat dilakukan
pemeriksaan dengan peakflowmeter.
 Skin prick test, eosinophil total darah, pemeriksaan IgE spesifik.
 Uji inflamasi saluran respiratori: FeNO (fractional Exhaled Nitric
Oxide), eosinophil sputum.
 Uji provokasi bronkus dengan exercise, metakolin atau larutan salin
hipertonik
Jika terindikasi dan fasilitas tersedia, lakukan pemeriksaan untuk mencari
kemungkinan diagnosis banding, misalnya uji tuberculin, foto sinus paranasalis,
foto thoraks, uji refluks gastroesofagus, uji keringat, uji gerakan silia, ujia defisiensi
imun, CT-scan toraks.

Kriteria Diagnosis Asma

VII. Tatalaksana Asma Bronkiale

Tujuan tatalaksana asma adalah untuk mencapai dan mempertahankan kendali


asma serta menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal. Obat asma
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu obat Pereda (reliever) dan obat
pengendali (controller). Ada yang menyebut obat oereda sebagai obat pelega atau obat
serangan. Obat ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma bila sedang
timbul, bila serangan sudah teratasi dan gejala tidak ada lagi, maka pemakaian obat ini
dihentikan.

Kelompok kedua adalah obat pengendali, yang digunakan untuk mencegah


serangan asma. Obat ini untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi.
Respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma yaitu inflamasi
respiratori kronik, sehingga tidak timbul serangan atau gejala asma. Pemakainan obat
ini secara terus menerus dalam jangka waktu yang relative lama, bergantung pada
kekerapan gejala asma dan responsnya terhadap pengobatan/penanggulangan. Obat
pengendali asma terdiri dari steroid anti-inflamasi inhalasi aau sistemik, antileukotrien,
kombinasi sterois-agonis β2 kerja Panjang, teofilin lepas lambat, dan anti-
imunoglobulin E.

Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma unutk memulai
pengobatan jangka Panjang. Sebelum memutuskan untuk turun jenjang atau naik
jenjang dalam tata laksana jangka Panjang asma, dokter harus menilai kepatuhan pasien
terhadap pengobatan, teknik inhalasi, dosis obat inhalasi, dan mengndalikan factor
pencetus asma. Untuk menentukan derajat kendali asma dapat menggunakan penilaian
seperti pada table berikut:

Serangan asma akut merupakan kegawatan medis yang lazim dijumpai di ruang
gawat darurat. Perlu ditekankan bahwa serangan asma berat dat dicegah, setidaknya
dapat dikurangi dengan pengenalan dini dan terapi intensif.
Pada serangan asma, tujuan tatalaksananya adalah untuk:

o Meredakan penyempitan saluran respiratorik secepat mungkin


o Mengurangi hipoksemia
o Mengembalikan fungsi paru ke keadaan normal secepatnya
o Rencana re-evaluasi tatalaksana jangka panjang untuk mencegah
kekambuhan.
Alur tatalaksana serangan asma terhadap anak

Nilai derajat serangan

Tatalaksana awal
Nebulisasi b-agonis 1-3x, selang 20 menit
Nebulisasi ketiga + antikolinergik
Jika serangan berat, nebulisasi b-agonis + antikolinergik
Serangan ringan: Serangan sedang: Serangan berat:
(nebulisasi 1x, respon baik) (nebulisasi 2x, respon (nebulisasi 3x, respon
parsial) buruk)
o Observasi 1 jam
o Efek bertahan, boleh o Berikan oksigen o Sejak awal berikan
pulang o Nilai kembali O2 saat/di luar
o Gejala timbul lagi, derajat serangan, nebulisasi
perlakukan sebagai jika sesuai dengan o Pasang jalur
serangan sedang serangan sedang, parenteral
observasi di Ruang o Steriod intravena
Rawat Sehari o Nilai ulang
o Steroid oral klinisnya, jika sesuai
o Pasang jalur dengan serangan
parenteral berat, rawat di
Ruang Rawat Inap
o Foto rontgen toraks

Boleh pulang: Ruang rawat sehari / Ruang Rawat Inap:


observasi
o Bekali obat-obat b- o Oksigen teruskan
agonis o Oksigen teruskan o Atasi dehidrasi dan
(hirupan/oral) o Steroid oral asidosis jika ada
o Jika sudah ada obat dilanjutkan o Steroid IV tiap 6-8
pengendali, teruskan o Nebulisasi tiap 2 jam
o Jika infeksi virus jam o Nebulisasi tiap 1-2
sebagai pencetus, o Bila dalam 12 jam jam
beri steroid oral (3-5 perbaikan klinis, o Aminofilin iv awal,
hari) stabil, boleh pulang, lanjutkan rumatan
o Dalam 24-48 jam tetapi jika klinis o Jika membaik dalam
kontrol ke klinik R. tetap belum 4-6x nebulisasi,
Jalan, untuk membaik/bahkan interval jadi 4-6 jam
reevaluasi memburuk, alih ke o Jika dalam 24 jam
Ruang Rawat Inap perbaikan klinis
stabil, boleh pulang
o Jika dengan steroid
dan aminofilin
parenteral tidak
membaik, bahkan
timbul ancaman
henti nafas, alih
rawat ke Ruang
Rawat Intensif

Catatan:

Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01 ml/kgBB/kali,
maksimal 0,3 ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 l/menit
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
• MR No. : 00.07.68.64
• Nama : An. A
• Umur : 7 tahun 2 bulan
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Agama : Islam
• Alamat : Jalan SMEA VI 01/09, Cawang, Jakarta Timur

II. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn.W Ny.Y
Umur 42 tahun 39 tahun
Pekerjaan Buruh Ibu Rumah Tangga
Agama Islam Islam
Perkawinan 1 1
Hubungan dengan orang tua : anak kandung

III. Anamnesa

Keluhan Utama :
Sesak napas

Keluhan tambahan :
Pilek dan batuk

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan
sesak napas yang dirasakan sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus dan mulai setiap kali sedang beraktivitas dan terpapar debu. Pasien
mengatakan bahwa keluhan yang timbul menggangu aktivitasnya. Pasien hanya dapat
menjawab pertanyaan dengan kalimat yang terpotong-potong, pasien mengaku lebih
mudah bernafas ketika dalam posisi berdiri. Sebelumnya pasien memang memiliki riwayat
asma sejak pasien berumur 3 tahun dan biasanya muncul ketika sedang beraktivitas dan
terpapar debu. Pasien rutin meminum obat salbutamol 3x2mg sehari dan ambroxol syrup
3x/5ml sehari. Pada bulan maret pasien pernah dirawat karena keluhan sesaknya dan mulai
membaik, tetapi tiba-tiba menjadi sering sesak lagi dalam 1 bulan belakangan ini.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien memiliki riwayat asma sejak berumur 3 tahun.

Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur


Alergi - Difteri - Peny. Jantung -

Cacingan - Diare - Peny. Ginjal -


Demam - Kejang - Peny. Darah -
berdarah demam
Demam tifoid - Kecelakaan - Radang Paru -
Otitis - Morbili - Tuberculosis -
Parotitis - Operasi - Asma Sejak umur
3 tahun

Riwayat Penyakit Keluarga


Ibu pasien memiliki riwayat asma tetapi tidak ingat sejak kapan. Riwayat dermatitis atopic,
rhinitis alergi pada keluarga disangkal.

Riwayat Kehamilan:
Ibu pasien memeriksakan kehamilannya yang pertama. Sakit selama hamil (-), demam (-),
kuning (-), keputihan (-), perut tegang (-), BAK sakit dan anyang-anyangan (-), kencing
manis (-), dan darah tinggi (-).

Riwayat Kelahiran :
Cara lahir : Spontan
Tempat lahir : Rumah sakit
Ditolong oleh : Dokter
Masa gestasi : Cukup bulan
Berat lahir : 3100 gram
Panjang lahir : 46 cm
Lahir normal, langsung menangis, sianosis (-), kejang (-)

Kelainan bawaan :
(-)

Riwayat imunisasi :
Imunisasi dasar lengkap, imunisasi anjuran tidak dilakukan
Vaksin Umur
BCG 2 bulan
DPT 2 bulan 4 bulan 6 & 18 bulan 5 tahun
(ulangan)
Polio 0 bulan 2 bulan 4 & 6 bulan 3 tahun 6 tahun
Campak 9 bulan
Hepatitis B Saat lahir 2 bulan 6 bulan
MMR 15 bulan

Riwayat tumbuh kembang:


• Pertumbuhan gigi pertama: 7 bulan
• Gangguan perkembangan mental : Tidak ada
• Psikomotor:

• Tengkurap : 4 bulan
• Duduk : 5 bulan
• Berdiri : 9 bulan
• Berjalan : 12 bulan
• Berbicara : 12 bulan
• Membaca/menulis : 5 tahun

Riwayat makanan :

 0 - 6 bulan : ASI Ekskulsif tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di
payudara kanan dan kiri bergantian
 6 - 12 bulan : ASI tiap 2-3 jam sekali, selama 10-15 menit, hisapan kuat, di payudara
kanan dan kiri bergantian, susu formula 5 botol (120 cc)/hari, habis dalam 3x/hari,
nasi tim berisi wortel : 2x/hari ukuran piring anak
 12 bulan – sekarang : susu kedelai 3 botol (120 cc) dalam sehari sebanyak 3x, nasi
dengan sayur + daging/ayam/ikan 3x/hari ukuran piring anak
Kesimpulan : kualitas dan kuantitas makanan cukup sesuai usia.

Data Perumahan
Kepemilikan rumah adalah rumah sendiri. Keadaan rumah adalah dinding rumah tembok,
kamar mandi di dalam rumah. Terdapat 10 jendela pada 3 kamar dan 1 ruang tamu.
Keadaan lingkungan berupa kompleks perumahan dan terdapat tempat pembuangn
sampah.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal : 31 Juli 2018
Pukul : 14.15 WIB

 Keadaan umum : Tampak sakit berat (VAS: 5)


 Kesadaran : kompos mentis
 Frekwensi Nadi : 105 x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup)
 Frekwensi Pernafasan : 33 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 37,0 °C
 Data Antropoemetri :
√ Berat Badan : 41 kg
√ Tinggi Badan : 131 cm
• Kepala : Normocephali (lingkar kepala 51 cm)
• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat,
sklera tidak ikterik, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+, edem palpebra -/-
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir tidak kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : Tidak ada kelainan
• Lidah : Lidah di tengah, coated tounge (-)
• Tonsil : T1 – T1, tidak hiperemis
• Faring : Tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar

Toraks
• Dinding thoraks : Diameter laterolateral > anteroposterior

• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris


Retraksi (-)
• Palpasi : Vokal fremitus kiri dan kanan simetris
• Perkusi : Perkusi perbandingan kiri dan kanan sama sonor
• Auskultasi : Bising napas dasar vesikuler
Ronki -/-, Wheezing +/+
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-), gallop (-)

Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 4x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali cepat, limpa
dan hepar tidak teraba membesar
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)
Ekstremitas : lengkap, deformitas (-), Akral hangat,
sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

Pemeriksaan Naurologis
Nervus Cranialis
 I : Penciuman baik
 II : Visus kasar baik
 III : Refleks cahaya langsung +/+
 IV : Refleks cahaya tidak langsung +/+
 V : Rasa raba simetris kanan dan kiri
 VI : Normal ke segala arah
 VII : Wajah simeris
 VIII : Nistagmus (-), pendengaran baik
 IX : Disfonia (-), disfagia (-)
 X : Tidak dilakukan
 XI : Menoleh dan angkat bahu normal
 XII : Tremor (-), fasikulasi (-), deviasi (-)

Pemeriksaan Refleks
Refleks biceps ++/++, refleks triceps ++/++, refleks KPR ++/++, refleks APR ++/++

Refleks patologis
Babinski -/-, chaddock -/-, gordon-/-, schaffer -/-, oppeinheim -/-, klonus lutut -/-, klonus kaki -/-

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium 31 Juli 2018
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
 Laju Endap Darah  32 mm/jam  <20 mm/jam
 Hemoglobin  14,3 g/dL  14-16 g/dl
 Leukosit  22,200/µL  5-10 ribu/ul
 Eritrosit  5,84 10^6/µL  4,5-5,5 juta/ml
 Hematokrit  45,6 %  40-48%
 Trombosit  433.000/µL  150-400 ribu/ul
 MCV  78,0 fL  82-92/fl
 MCH  24,5 pg  27-31 pg
 MCHC  31,4 g/dL  32-36 g/dl
 Basofil  0%  0-1%
 Eosinofil  4%  0-3%
 Neutrofil Batang  2%  2-5%
 Neutrofil Segmen  68 %  50-70%
 Limfosit  22 %  25-40%
 Monosit  4%  2-8%

V. RESUME
Pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke Poli Anak RSU UKI dengan keluhan
sesak napas yang dirasakan sudah 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan
terus-menerus dan mulai setiap kali sedang beraktivitas dan terpapar debu. Pasien
mengatakan bahwa keluhan yang timbul menggangu aktivitasnya. Sebelumnya pasien
memang memiliki riwayat asma sejak pasien berumur 3 tahun dan biasanya muncul ketika
sedang beraktivitas dan terpapar debu. Pasien rutin meminum obat salbutamol 3x2mg
sehari dan ambroxol syrup 3x/5ml sehari. Pada bulan maret pasien pernah dirawat karena
keluhan sesaknya dan mulai membaik, tetapi tiba-tiba menjadi sering sesak lagi dalam 1
bulan belakangan ini.
Pada pemeriksaan ditemukan wheezing dan pada pemeriksaan lain dalam batas
normal. Pada pemeriksaan penunjang lab ditemukan leukositosis.

VI. Diagnosa Kerja


• Asma bronkiale persisten derajat berat terkontrol

VII. Diagnosa Banding


• Bronkopneumonia

VIII. Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : Biasa
• IVFD : D5% ½ NS 20 tpm (makro) + Aminofilin 5ml
• MM :
• Ceftriaxone 1 x 750 mg (IV)
• Dexamethasone 4 x 4,5 mg (IV)
• Combivent inhalasi 1 ½ resp / 6jam

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN


 Uji fungsi paru

 Skin prick test


X. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad bonam
Follow Up
Tanggal Keluhan Status Diagnosa Terapi
01/08/2018 Pasien masih KU : Tampak sakit Asma Bronkiale • Diet : Biasa
merasa sesak. sedang persisten derajat • IVFD : D5% ½ NS 20
PH : 1
Sesak berat terkontrol tpm (makro) +
Kes : Composmentis
PP : 5 dirasakan Aminofilin 5ml
terus-menerus TD : 100/70 mmHg • MM :
dan memberat • Ceftriaxone 1 x
Nadi : 96 x/menit
pada malam 750 mg (IV)
hari. Sesak RR : 24x/menit • Dexamethasone
disertai dengan 4 x 4,5 mg (IV)
Suhu: 36,4ºC
batuk berdahak • Combivent
yang sulit Kepala : inhalasi 1 ½
dikeluarkan. Normocephali resp / 6jam
Ayah pasien
Mata : Cekung -/-,
mengatakan
skela ikterik -/-,
dahak
konjungtiva anemis -
berwarna putih
/-, pupil isokor
dan tidak
disertai darah. Telinga : Liang
Nafsu makan telinga lapang, sekret
baik, BAB dan -/-, serumen -/-
BAK tidak ada
Hidung : cavum nasi
keluhan.
lapang, sekret -/-,
deviasi septum (-)
Thoraks :

I : pergerakan
dinding dada
simetris, retraksi sela
iga (-)

P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor

A : BND vesikuler,
ronki -/-, wheezing
+/+
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 5x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani

Ekstremitas : akral
hangat, CRT 1,15”,
edema (-)

02/08/2018 Pagi ini pasien KU : Tampak sakit Asma Bronkiale • Diet : Biasa
masih sedang persisten derajat • IVFD : D5% ½ NS 20
PH : 2
mengeluhkan berat terkontrol tpm (makro) +
Kes : Composmentis
PP : 6 adanya sesak Aminofilin 5ml
nafas, sudah TD : 100/70 mmHg • MM :
berkurang • Ceftriaxone 1 x
Nadi : 96 x/menit
disbanding saat 750 mg (IV)
awal masuk. RR : 24x/menit • Dexamethasone
Sesak terutama 4 x 4,5 mg (IV)
Suhu: 36,4ºC
dirasakan pada • Combivent
malam hari. Kepala : inhalasi 1 ½
Sesak disertai Normocephali resp / 6jam
dengan batuk
Mata : Cekung -/-,
berdahak yang
skela ikterik -/-,
sulit
konjungtiva anemis -
dikeluarkan.
/-, pupil isokor
Ibu pasien
mengatakan Telinga : Liang
anak kesulitan telinga lapang, sekret
untuk -/-, serumen -/-
membuang
Hidung : cavum nasi
dahaknya.
lapang, sekret -/-,
Nafsu makan
deviasi septum (-)
baik. Pasien
belum BAB Thoraks :
selama 2 hari,
I : pergerakan
BAK tidak ada
dinding dada
keluhan.
simetris, retraksi sela
iga (-)

P : vokal fremitus
simetris
P : sonor/sonor

A : BND vesikuler,
ronki -/-, wheezing -
/+
Abdomen :
I : tampak datar
A : BU (+) 5x/mnt
P : NT (-) supel
P : NK (-) timpani

Ekstremitas : akral
hangat, CRT 1,15”,
edema (-)
ANALISIS KASUS
PEMBAHASAN DISKUSI

Diagnosis Asma bronkiale persisten derajat berat terkontrol pada kasus ini berdasarkan:

a. Anamnesis
- Sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
- Batuk berulang
- Adanya sputum
- Riwayat asma sejak umur 3 tahun dan riwayat asma pada keluarga
- Keluhan bertambah jika terkena debu (allergen)
- Keluhan lebih dirasakan saat malam hari
- Pasien rutin mengonsumsi Salbutamol dan Ambroxol
- Keluhan membatasi aktivitas pasien
b. Pemeriksaan Fisik
- Terdapat wheezing pada auskultasi thoraks

Berdasarkan Pedoman Nasional Asma Anak, dikatakan bahwa gejala-gejala respiratori


asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan dan produksi
sputum. Batuk kronik berulang dapat menjadi petunjuk awal untuk membantu diagnosis.
Karakteristik yang mengarah ke asma adalah gejala timbul secara atau berulang, timbul bila ada
factor pencetus, yaitu iritan (asap rokok, asap bakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu dingin,
udara kering, makanan minuman dingin, penyebab rasa, pengawet makanan, pewarna makanan),
allergen (debu, tungau debu rumah, rontokan hewan dan serbuk sari), infeksi respiratori akut
(karena virus, selesma, common cold, rinofaringitis), aktifitas fisik (berlarian, berteriak, menangis
atau tertawa berlebihan). Selain factor pencetus gejala yang timbul secara episodic atau berulang,
karakteristik lain yang mengarah ke asma adalah riwayat alergi pada pasien atau keluarga,
intensitas gejala yang bervariasi tetapi biasanya gejala lebih berat dirasakan pada malam hari dan
gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian obat pereda asma. Pada kasus ini
kriteria yang ditemukan adalah sesak napas, batuk yang berulang, produksi sputum, wheezing,
adanya allergen, keluhan lebih dirasakan pada malam hari.

Menurut The Global Initiative for Asthma, seseorang dikatakan derajat asthma persisten
berat jika keluhan terjadi secara kontinu, terus menerus dan sering kambuh. Dan juga seseorang
dikatakan masuk dalam derajat asma persisten berat jika keluhan sering timbul pada malam hari.
Pada kasus ini, pasien memenuhi hamper semua kriteria, yaitu keluhan yang timbul terus-menerus,
sering kambuh dan keluhan sering timbul pada malam hari. Selain itu, pasien juga terkontrol
karena rutin meminum salbutamol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma Anak . Balai Penerbit FUI : Jakarta,
2004.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak. Cetakan Ke 7. Percetakan Infomedika : Jakarta, 2002.
3. Adi Utomo Suardi,Dr, SpA (K), dkk, Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. Cetakan
Pertama : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit IDAI : Jakarta, 2008.
4. Isselbacher. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. Edisi 13. Volume 3. Editor Edisi
bahasa Indonesia : Ahmad H. Asdie. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta, 2000.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan di
Indonesia. Balai Penerbit FKUI : Jakarta, 2004.
6. Global Initiative for Asthma (GINA)., Pocket Guide For Asthma Management and Prevention
(for Adult and Children Older than 5 Years). 2010

Anda mungkin juga menyukai