Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN KOMUNITAS II

KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN

PENGORGANISASIAN MASYARAKAT

OLEH KELOMPOK 3 & 4


KELAS B 10.B:

1. DEWA AYU SETIA DEWI (173222796)


2. I GEDE JAYENDRA KANA (173222798)
3. I WAYAN ROSDIANA (173222801)
4. KADEK DWIPA DEWI (173222803)
5. NI LUH PUTU MULYAWATI (173222809)
6. NI MADE SUMARINI (173222814)
7. NI PUTU AYU INTAN RIANA DEWI (173222818)
8. NI PUTU RIKA ERVIANA UTAMI (173222819)
9. P. AYU SAGITA ASTARI (173222825)
10.SRI WAHYUNI (173222827)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA PPNI BALI


PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
NON REGULER
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkatNya-lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Konsep

Pemberdayaan dan Pengorganisasia Masyarakat” tepat pada waktunya.

Makalah ini dapat diselesaikan bukanlah semata-mata usaha penulis sendiri,

melainkan berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini

saya selaku penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang sudah

membantu baik bantuan secara fisik maupun batin yang tidak dapat penulis sebutkan

satu persatu

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan menjadi sumbangan

pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa. Penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun untuk kesempurnaan makalah ini ini. Akhir kata, semoga

makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Denpasar, 29 November 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ............................................................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I ................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 6
BAB II ............................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 8
2.1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat ....................................................................... 8
2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ....................................................................... 11
2.3 Ciri dan Strategi Pemerdayaan Masyarakat .......................................................... 11
2.4 Proses Pemberdayaan Masyarakat ........................................................................ 14
2.5 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat.......................................................... 16
2.6 Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat....................................................... 17
2.7 Peran Petugas Atau Sektor Kesehatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat ........ 19
2.8 Pengertian Pengorganisasian Masyarakat ............................................................. 19
2.9 Tujuan Pengorganisasian Masyarakat ................................................................... 20
2.10 Model Pengorganisasian Masyarakat .................................................................. 20
3.11 Tahapan dalam pengorganisasian masyarakat .................................................... 22
BAB III ........................................................................................................................... 28
PENUTUP ....................................................................................................................... 28
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 28
3.2 Saran ...................................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah pembangunan merupakan masalah yang kompleks. Kompleksitas

itu misalnya dari sisi manajemen berarti perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi. Dari sisi bidang yang yang harus dibangun juga memiliki

aspek kehidupan yang sangat luas. Aspek kehidupan itu mencakup kehidupan

politik, ekonomi, sosial dan budaya serta pertahanan dan keamanan. Dalam

manajemen pemerintahan yang otoriter yang sentralistis, dalam realitas masyarakat

lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan. Ketika kini pemerintahan yang

demokratis yang hendak dikembangkan, maka ada perubahan posisi masyarakat

yang semula lebih diposisikan sebagai obyek pembangunan menjadi subyek

pembangunan.

Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,

menswadayakan, memperkuat posisi tawarmenawar masyarakat lapisan bawah

terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sector kehidupan

(SutoroEko, 2002). Konsep pemberdayaan (masyarakatdesa) dapat dipahami juga

dengan dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks

menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek

penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar

seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agenataupartisipan

yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti

4
lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan,pendidikan,

perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas

(kewajiban) Negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan

berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol

lingkungan dans umberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan

ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi

dalam proses pembangunan dan pemerintahan (SutoroEko, 2002).

Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan

Masyarakat, dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi

yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan

kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara (Pasal 1 , ayat (8) ).

Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk

mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat. Makalah ini lebih

memfokuskan pada paparan tawaran berbagai strategi pemberdayaan masyarakat.

Pengorganisasian merupakan fungsi manajemen kedua yang penting

dilaksanakan oleh setiap unit kerja sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan

berdaya guna dan berhasil guna. Pengorganisasian merupakan pengelompokan yang

terdiri dari beberapa aktifitas dengan sasaran untuk mencapai tujuan yang telah

ditentukan masing-masing kelompoknya untuk melakukan koordinasi yang tepat

dengan unit lain secara horizontal dan vertikal untuk mencapai tujuan organisasi

sebagai organisasi yang komplek, maka pelayanan keperawatan harus

5
mengorganisasikan aktivitasnya melalui kelompok-kelompok sehingga tujuan

pelayanan keperawatan akan tercapai.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah sebagai


berikut:
1. 2.1 Bagaimanakah konsep dari pemberdayaan masyarakat ?

1.2.2 Apa sajakah tujuan dari pemberdayaan masyarakat ?

1.2.3 Bagaimanakah ciri dan strategi dari pemerdayaan masyarakat ?

1.2.4 Bagaimakah proses proses pemberdayaan masyarakat ?

1.2.5 Apa sajakah prinsip-prinsip dari pemberdayaan masyarakat ?

1.2.6 Bagaimakah langkah-langkah dari pemberdayaan masyarakat ?

1.2.7 Apa sajakah peran petugas atau sektor kesehatan dalam pemberdayaan

masyarakat ?

1.2.8 Apakah pengertian pengorganisasian masyarakat?

1.2.9 Apakah tujuan dari pengorganisasian masyarakat?

1.2.10 Apa sajakah model pengorganisasian masyarakat (locality

development, social planning, social action)?

1.2.11 Bagaimanakah tahapan dalam pengorganisasian masyarakat?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep

pemberdayaan dan pengorganisasian masyarakat dalam keperawatan komunitas.

6
1.3.2 Tujuan Khusus

1. 3.1 Agar mahasiswa mengetahui konsep dari pemberdayaan masyarakat.

1.3.2 Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari pemberdayaan masyarakat.

1.3.3 Agar mahasiswa mengetahui strategi dari pemerdayaan masyarakat.

1.3.4 Agar mahasiswa mengetahui proses proses pemberdayaan masyarakat.

1.3.5 Agar mahasiswa mengetahui prinsip-prinsip dari pemberdayaan

masyarakat.

1.3.6 Agar mahasiswa mengetahui langkah-langkah dari pemberdayaan

masyarakat.

1.3.7 Agar mahasiswa mengetahui peran petugas atau sektor kesehatan

dalam pemberdayaan masyarakat.

1.3.8 Agar mahasiswa mengetahui pengertian pengorganisasian masyarakat.

1.3.9 Agar mahasiswa mengetahui tujuan dari pengorganisasian masyarakat.

1.3.10 Agar mahasiswa mengetahui model pengorganisasian masyarakat

(locality development, social planning, social action).

1.3.11 Agar mahasiswa mengetahui tahapan dalam pengorganisasian

masyarakat.

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah


sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat
kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat
harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya. Konsep
empowerment mulai nampak sekitar dekade 70-an dan terus berkembang hingga
1990-an. (Pranarka & Vidhyandika,1996).
Pranarka dan Vidhyandika (Hikmat, 2004) menjelaskan bahwa konsep
pemberdayaan dapat dipandang sebagai bagian atau sejiwa sedarah dengan aliran
yang muncul pada paruh abad ke-20 yang lebih dikenal sebagai aliran
ostmodernisme. Aliran ini menitikberatkan pada sikap dan pendapat yang berorientasi
pada jargon antisistem, antistruktur, dan antideterminisme yang diaplikasikan pada
dunia kekuasaan. Pemahaman konsep pemberdayaan oleh masing-masing individu
secara selektif dan kritis dirasa penting, karena konsep ini mempunyai akar historis
dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat. Prijono Dan
Pranarka (1996) membagi dua fase penting untuk memahami akar konsep
pemberdayaan, yakni: pertama, lahirnya Eropa modern sebagai akibat dari dan reaksi
terhadap alam pemikiran, tata masyarakat dan tata budaya Abad Pertengahan Eropa
yang ditandai dengan gerakan pemikiran baru yang dikenal sebagai Aufklarung atau
Enlightenment, dan kedua, lahirnya aliran aliran pemikiran eksistensialisme,
phenomenologi, personalisme yang lebih dekat dengan gelombang Neo-Marxisme,
Freudianisme, strukturalisme dan sebagainya.
Perlu upaya mengakulturasikan konsep pemberdayaan tersebut sesuai dengan
alam pikiran dan kebudayaan Indonesia. Perkembangan alam pikiran masyarakat dan
kebudayaan Barat diawali dengan proses penghilangan harkat dan martabat manusia
(dehumanisasi). Proses penghilangan harkat dan martabat manusia ini salah satunya

8
banyak dipengaruhi oleh kemajuan ekonomi dan teknologi yang nantinya dipakai
sebagai basis dasar dari kekuasaan (power).
Power adalah kemampuan untuk mendapatkan atau mewujudkan tujuan.
Bachrach dan Baratz (1970) membuktikan bahwa power adalah konsep rasional
(rational concept). Dalam pandangan mereka, power yang dilakukan A hanya
dilakukan dalam hubungan individu atau kelompok B untuk memenuhi kebutuhan.
Pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh B yang rela melakukan pilihan atas sanksi
yang ada atau akan kehilangan sesuatu yang lebih tinggi (kekuasaan atau uang).
Ironisnya, kekuasaan itu kemudian membuat bangunanbangunan yang cenderung
manipulatif, termasuk sistem pengetahuan, politik, hukum, ideologi dan religi. Akibat
dari proses ini, manusia yang berkuasa menghadapi manusia yang dikuasai. Dari
sinilah muncul keinginan untuk membangun masyarakat yang lebih manusiawi dan
menghasilkan system alternatif yang menemukan proses pemberdayaan. Sistem
alternatif memerlukan proses “empowerwent of the powerless.” Namun empowerment
hanya akan mempunyai arti kalau proses pemberdayaan menjadi bagian dan fungsi
dari kebudayaan, yaitu aktualisasi dan koaktualisasi eksistensi manusia dan bukan
sebaliknya menjadi hal yang destruktif bagi proses aktualisasi dan koaktualisasi
eksistensi manusia (Prijono Dan Pranarka, 1996).
Pemberdayaan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan (Sutoro
Eko, 2002). Konsep pemberdayaan (masyarakat desa) dapat dipahami juga dengan
dua cara pandang. Pertama, pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan
posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat
(beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah,
melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang
berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari
tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan,
perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas
(kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti

9
terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol
lingkungan dan sumberdayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan
ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam
proses pembangunan dan pemerintahan (Sutoro Eko, 2002). Permendagri RI Nomor 7
Tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, dinyatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan
masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pasal 1 , ayat (8) ). Inti
pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan strategi untuk mewujudkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat.
Para ilmuwan sosial dalam memberikan pengertian pemberdayaan
mempunyai rumusan yang berbeda-beda dalam berbagai konteks dan bidang kajian,
artinya belum ada definisi yang tegas mengenai konsep tersebut. Namun demikian,
bila dilihat secara lebih luas, pemberdayaan sering disamakan dengan perolehan daya,
kemampuan dan akses terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh
karena itu, agar dapat memahami secara mendalam tentang pengertian pemberdayaan
maka perlu mengkaji beberapa pendapat para ilmuwan yang memiliki komitmen
terhadap pemberdayaan masyarakat.
Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis
pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan.
Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya,
kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang
atau belum berdaya. Berdasarkan beberapa pengertian pemberdayaan yang
dikemukakan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya
pemberdayaan adalah suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan
daya, kekuatan atau kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat
mengidentifikasi, menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah
yang dihadapi dan sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan
sumberdaya dan potensi yang dimiliki secara mandiri.

10
Pemberdayaan sebagai proses menunjuk pada serangkaian tindakan yang
dilakukan secara sistematis dan mencerminkan pentahapan kegiatan atau upaya
mengubah masyarakat yang kurang atau belum berdaya, berkekuatan, dan
berkemampuan menuju keberdayaan. Makna "memperoleh" daya, kekuatan atau
kemampuan menunjuk pada sumber inisiatif dalam rangka mendapatkan atau
meningkatkan daya, kekuatan atau kemampuan sehingga memiliki keberdayaan. Kata
"memperoleh" mengindikasikan bahwa yang menjadi sumber inisiatif untuk berdaya
berasal dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, masyarakat harus menyadari akan
perlunya memperoleh daya atau kemampuan. Makna kata "pemberian" menunjukkan
bahwa sumber inisiatif bukan dari masyarakat. Inisiatif untuk mengalihkan daya,
kemampuan atau kekuatan adalah pihak-pihak lain yang memiliki kekuatan dan
kemampuan, misalnya pemerintah atau agen-agen pembangunan lainnya.

2.2 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

1. Tumbuhnya kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman akan kesehatan bagi


individu, kelompok, atau masyarakat
2. Timbulnya kemauan dan kehendak ialah sebagai bentuk lanjutan dari
kesadaran dan pemahaman terhadap objek, dalam hal ini kesehatan
3. Timbulnya kemampuan masyarakat di bidang kesehatan yang berarti
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok telah mampu
mewujudkan kemauan atau niat kesehatan mereka dalam bentuk tindakan
atau perilaku sehat

2.3 Ciri dan Strategi Pemerdayaan Masyarakat

Berikut ini adalah ciri dari pemberdayaan masyarakat, antara lain:


1. Community leader: petugas kesehatan melakukan pendekatan kepada tokoh
masyarakat atau pemimpin terlebih dahulu. Misalnya Camat, lurah, kepala
adat, ustad, dan sebagainya.

11
2. Community organization: organisasi seperti PKK, karang taruna, majlis
taklim,dan lainnnya merupakan potensi yang dapat dijadikan mitra kerja
dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
3. Community Fund: Dana sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM) yang dikembangkan dengan prinsip gotong royong
sebagai salah satu prinsip pemberdayaan masyarakat.
4. Community material : setiap daerah memiliki potensi tersendiri yang dapat
digunakan untuk memfasilitasi pelayanan kesehatan. Misalnya, desa dekat
kali pengahsil pasir memiliki potensi untuk melakukan pengerasan jalan untuk
memudahkan akses ke puskesmas.
5. Community knowledge: pemberdayaan bertujuan meningkatkan pengetahuan
masyarakat dengan berbagai penyuluhan kesehatan yang menggunakan
pendekatan community based health education.
6. Community technology: teknologi sederhana di komunitas dapat digunakan
untuk pengembangan program kesehatan misalnya penyaringan air dengan
pasir atau arang.
Ada beberapa strategi yang dapat menjadi pertimbangan untuk dipilih dan
kemudian diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat.
a) Strategi 1 : Menciptakan iklim, memperkuat daya, dan melindungi. Dalam
upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi yaitu ;
1. pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan
potensi masyarakat
2. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka pemberdayaan ini, upaya yang amat
pokok adalah peningkatan taraf pendidikan, dan derajat kesehatan,
serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti
modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Masukan
berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana dan
sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial
seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat

12
dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta
ketersediaan lembagalembaga pendanaan, pelatihan, dan
pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus
bagi masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program
umum yang berlaku tidak selalu dapat menyentuh lapisan
masyarakat ini.
3. Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam
proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi
bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam
menghadapi yang kuat.
b) Strategi 2 : Program Pembangunan Pedesaan Pemerintah di Negara-negara
berkembang termasuk Indonesia telah mencanangkan berbagai macam
program pedesaan, yaitu
(1) pembangunan pertanian
(2) industrialisasi pedesaan
(3) pembangunan masyarakat desa terpadu
(4) strategi pusat pertumbuhan
c) Strategi gotong royong melihat masyarakat sebagai sistem sosial. Artinya
masyarakat terdiri dari atas bagian-bagian yang saling kerjasama untuk
mewujudkan tujuan bersama. Gotong royong dipercaya bahwa perubahan-
perubahan masyarakat, dapat diwujudkan melalui partisipasi luas dari segenap
komponen dalam masyarakat. Prosedur dalam gotong royong bersifat
demokratis, dilakukan diatas kekuatan sendiri dan kesukarelaan.
d) Strategi pembangunan Teknikal – Profesional, dalam memecahkan berbagai
masalah kelompok masyarakat dengan cara mengembangkan norma, peranan,
prosedur baru untuk menghadapi situasi baru yang selalu berubah. Dalam
strategi ini peranan agen – agen pembaharuan sangat penting. Peran yang
dilakukan agen pembaharuan terutama dalam menentukan program
pembangunan, menyediakan pelayanan yang diperlukan, dan menentukan

13
tindakan yang diperlukan dalam merealisasikan program pembangunan
tersebut. Agen pembaharuan merupakan kelompok kerja yang terdiri atas
beberapa warga masyarakat yang terpilih dan dipercaya untuk menemukan
cara –cara yang lebih kreatif sehingga hambatan –hambatan dalam
pelaksanaan program pembangunan dapat diminimalisir.
e) Strategi Konflik, melihat dalam kehidupan masyarakat dikuasasi oleh
segelintir orang atau sejumlah kecil kelompok kepentingan tertentu. Oleh
karena itu, strategi ini menganjurkan perlunya mengorganisir lapisan
penduduk miskin untuk menyalurkan permintaan mereka atas sumber daya
dan atas perlakuan yang lebih adil dan lebih demokratis. Strategi konflik
menaruh tekanan perhatian pada perubahan oraganisasi dan peraturan
(struktur) melalui distribusi kekuasaan, sumber daya dan keputusan
masyarakat.
f) Strategi pembelotan kultural, menekankan pada perubahan tingkat subyektif
individual, mulai dari perubahan nilai-nilai pribadi menuju gaya hidup baru
yang manusiawi. Yaitu gaya hidup cinta kasih terhadap sesame dan partisipasi
penuh komunitas orang lain. Dalam bahasa Pancasila adalah humanis-
relegius. Strategi ini merupakan reaksi (pembelotan) terhadap kehidupan
masyarakat modern industrial yang betrkembang berlawanan dengan
pengembangan potensi kemanusiaan.

2.4 Proses Pemberdayaan Masyarakat

Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan


mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan
pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama
tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada
proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai

14
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya
melalui proses dialog”.
Kartasasmita (1995) menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat
dilakukan melalui tiga proses yaitu: Pertama: Menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Titik tolaknya adalah
bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada
sumberdaya manusia atau masyarakat tanpa daya. Dalam konteks ini, pemberdayaan
adalah membangun daya, kekuatan atau kemampuan, dengan mendorong (encourage)
dan membangkitkan kesadaran (awareness) akan potensi yang dimiliki serta berupaya
mengembangkannya. Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh
masyarakat (empo-wering), sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain
dari iklim atau suasana. Ketiga, memberdayakan juga mengandung arti melindungi.
Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah,
oleh karena kekurangberdayaannya dalam menghadapi yang kuat.
Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan
masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkamampuan. Kaitannya
dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri warga
masyarakat berdaya yaitu:
1. mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
2. mampu mengarahkan dirinya sendiri
3. memiliki kekuatan untuk berunding
4. memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang
saling menguntungkan
5. bertanggungjawab atas tindakannya.
Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi,
berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu
berbagai alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu
mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan situasi.

15
Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat seperti yang
diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengoptimalkan
partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.
Adi (2003) menyatakan bahwa meskipun proses pemberdayaan suatu
masyarakat merupakan suatu proses yang berkesinambungan, namun dalam
implementasinya tidak semua yang direncanakan dapat berjalan dengan mulus dalam
pelaksanaannya. Tak jarang ada kelompok-kelompok dalam komunitas yang
melakukan penolakan terhadap ”pembaharuan” ataupun inovasi yang muncul.
Watson (Adi, 2003) menyatakan beberapa kendala (hambatan) dalam
pembangunan masyarakat, baik yang berasal dari kepribadian individu maupun
berasal dari sistem sosial:
a. Berasal dari Kepribadian Individu; kestabilan (Homeostatis), kebiasaan (Habit),
seleksi Ingatan dan Persepsi (Selective Perception and Retention), ketergantungan
(Depedence), Super-ego, yang terlalu kuat, cenderung membuat seseorang tidak
mau menerima pembaharuan, dan rasa tak percaya diri (self- Distrust)
b. Berasal dari Sistem Sosial; kesepakatan terhadap norma tertentu (Conformity to
Norms), yang”mengikat” sebagian anggota masyarakat pada suatu komunitas
tertentu, kesatuan dan kepaduan sistem dan budaya (Systemic and Cultural
Coherence), kelompok kepentingan (vested Interest), hal yang bersifat sacral (The
Sacrosanct), dan penolakan terhadap ”Orang Luar” (Rejection of Outsiders)

2.5 Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat

1. Menumbuhkembangkan potensi masyarakat


2. Mengembangkan gotong royong masyarakat
3. Menggali konstribusi masyarakat
4. Menjalin kemitraan
5. Desentralisasi

16
2.6 Langkah-langkah Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sebagai
proses dan sebagai hasil. Sebagai hasil, pemberdayaan masyarakat adalah suatu
perubahan yang signifikan dalam aspek sosial politik dalam aspek sosial politik yang
dialami oleh individu dan masyarakat, yang seringkali berlangsung dalam waktu
yang cukup panjang, bahkan seringkali lebih dari 7 tahun (Raeburn,1993).
Sebagai suatu proses, Jackson (1989), Labonte (1994), dan Rissel (1994)
mengatakan, pemberdayaan masyarakat melibatkan beberapa komponen berikut,
yaitu:
a. Pemberdayaan personal.
b. Pengembangan kelompok kecil.
c. Pengorganisasian masyarakat.
d. Kemitraan.
e. Aksi sosial dan politik.
Dengan demikian,pemberdayaan masyarakat mempunyai spektrum yang
cukup luas,meliputi jenjang sasaran yang diberdayakan (level of objects), kegiatan
internal masyarakat/komunitas maupun eksternal berbentuk kemitraan (partnership)
dan jejaring (networking) serta dukungan dari atas berbentuk kebijakan politik yang
mendukung kelestarian pemberdayaan.
Untuk itu maka pemberdayaan masyarakat dapat dilakasanakan dengan
mengikuti langkah-langkah:
1. Merancang keseluruhan program, termaksud didalamnya kerangka waktu
kegiatan,ukuran program,serta memberikan perhatian kepada kelompok
masyarakat yang terpinggirkan.Perancangan program dilakukan menggunakan
pendekatan partisipatoris, dimana antara agen perubahan (pemerintah dan
LSM) dan masyarakat bersama-sama menyusun perencanaan. Perencanaan
partisipatoris (participatory planning) ini dapat mengurangi terjadinya konflik
yang muncul antara dua pihak tersebut selama program berlangsung dan
setelah program dievaluasi.Sering terjadi apabila sutu kegiatan berhasil,
banyak pihak bahkan termaksud yang tidak berpartisipasi, berebut saling

17
claim tentang peran diri maupun kelompoknya. Sebaliknya jika program tidak
berhasil, individu maupun kelompok bahkan yang sebenarnya berkontribusi
atas kegagalan tersebut, saling menyalahkan.
2. Perencanaan program pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan
adanya kelompok masyarakat yang terpinggirkan (termarginalisasi).
Marginalisasi adalah sutu proses sejarah masyrakat yang kompleks,yang
membuat mereka tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi berbagai
kebutuhannya, tidak mempunyai akses yang memadai terhadap sumber daya.
Oleh karenanya, untuk menghindari agar ini tidak semakin terpinggirkan,
diperlukan perencanaan yang lebih komprehensif.
3. Menetapkan tujuan. Tujuan promosi kesehatan biasanya dikembangkan pada
tahap perencanaan dan bisanya berpusat pada mencegah penyakit,mengurangi
kesakitan dan kematian dan manajemen gaya hidup melalui upaya perubahan
perilaku yang secara spesifik berkaitan dengan kesehatan. Adapun tujuan
pemberdayaan biasanya berpusat bagaimana masyarakat dapat mengontrol
keputusannya yang berpengaruh pada kesehatan dan kehidupan
masyarakatnya.
4. Memilih strategi pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu
proses yang terdiri dari lima pendekatan, yaitu: pemberdayaan,
pengembangan kelompok kecil, pengembangan dan penguatan
pengorganisasian mayrakat, pengembangan dan penguatan jaringan
antarorganisasi, dan tindakan politik. Strategi pemberdayaan meliputi:
pendidikan masyarakat, mendorong tumbuhnya swadaya masyarakat sebagai
pra-syarat pokok tumbuhnya tanggung jawab sebagai anggota masyarakat
(community responsibility), fasilitasi upaya mengembangkan jejaring antar
masyarakat, serta advokasi kepada pengambil keputusan (decision maker).
5. Implementasi strategi dan manajemen.Implementasi strategi serta manajemen
program pemberdayaan dilakukan dengan cara: a.meningkatkan peran serta
pemercaya (stakeholder), b.menumbuhkan kemampuan pengenalan masalah,
c. mengembangkan kepemimpinan local, d.membangun keberdayaan struktur

18
organisasi, e. meningkatkan mobilisasi sumber daya, f. memperkuat
kemampuan stakeholder untuk “bertanya mengapa?”, g. meningkatkan control
stakeholder atas manajemen program, dan h. membuat hubungan yang
sepadan dengan pihak luar.
6. Evaluasi program.Pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung lambat dan
lama, bahkan boleh dikatakan tidak pernah berhenti dengan sempurna. Sering
terjadi, hal-hal tertentu yang menjadi bagian dari pemberdayaan baru tercapai
beberapa tahun sesudah kegiatan selesai.Oleh karenanya, akan lebih tepat jika
dievaluasi diarahkan pada proses pemberdayaannya daripada hasilnya.

2.7 Peran Petugas Atau Sektor Kesehatan Dalam Pemberdayaan Masyarakat

1. Memfasilitasi masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan atau program-program


pemberdayaan
2. Memotivasi masyarakat untuk bekerja sama atau bergotong-royong dalam
melaksanakan kegiatan-kegiatan atau program-program bersama untuk
kepentingan bersama dalam masyarakat tersebut
3. Mengalihkan pengetahuan, ketrampilan, dan teknologi kepada masyarakat

2.8 Pengertian Pengorganisasian Masyarakat

Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang, alat-

alat, tugas, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga

tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kegiatan kesatuan

yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam Juniati).

Sedangkan Szilagji (dalam Juniati) mengemukakan bahwa fungsi

pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi kegiatan

dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga kerja dan

komunikasi.

19
2.9 Tujuan Pengorganisasian Masyarakat

a. Meningkatkan peran-serta masyarakat dalam kegiatan sosial-ekonomi;

b. Membentuk dan memperkuat organisasi-organisasi masyarakat dalam

memanfaatkan dan mengelola sumberdaya alam;

c. Meningkatkan pendapatan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui

penyediaan peluang mata pencarian sampingan dan pengganti secara

berkelanjutan;

d. Mengembangkan keterampilan dan kemampuan swadaya masyarakat melalui

organisasi mereka;

e. Meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk melindungi dan

memulihkan sumberdaya alam; dan

f. Menggali dan mengembangkan teknologi terapan, tepatguna, murah, dan

menggunakan bahan yang dapat dengan mudah diperoleh dari daerah setempat.

2.10 Model Pengorganisasian Masyarakat

Ada tiga model yang dipergunakan dalam pengorganisasian komunitas, yaitu

sebagai berikut :

a. Locality Development

Model ini lebih menekankan pada peran serta seluruh masyarakat

untuk mandiri. Prinsipnya adalah keterlibatan langsung masyarakat, melayani

sendiri, membantu diri sendiri dalam penyelesaian masalah, dan

mengembangkan keterampilan individual/kelompok dalam proses pemecahan

20
masalah. Peran perawat komunitas dalam model ini adalah sebagai

pendukung, fasilitator, dan pendidik (guru).

b. Social Planning

Model ini lebih menekankan pada perencanaan para ahli dan

menggunakaan birokrasi. Kepuusan komunitas didasarkan pada fakta / data

yang dikumpulkan, dibuat keputusan secara rasional. Penekanan pada

penyelesaian masalah bukan proses – pengambilan keputusan harus cepat dan

berorientasi pada tujuan / hasil. Model ini menggunakan pendekatan

langsung (perintah) dalam rangka untuk megubah masyarakat, dengan

penekanan pada perencanaan. Peran perawat dalam model ini adalah sebagai

fasilitator, pengumpulan fakta/data, serta menganalisis dan melaksanakan

program implementasi.

c. Social Action

Model ini lebih focus pada korban. Fokus pada model ini adalah

mengubah komunitas pada polarisasi /pemusatan isu yang ada di komunitas

dengan menggunakan konflik/konfrontasi antara penduduk dan pengambilan

keputusan/kebijakan. Penekanan pada proses atau tujuan . fokus utamanya

mentransfer kekuatan pada tingkat kelompok. Peran perawat sebagai aktivis,

penggerak dan negosiator.

21
3.11 Tahapan dalam pengorganisasian masyarakat

Tahap – tahap pengorganisasian Masyarakat yaitu:

1. Persiapan sosial

Dalam praktik perawatan kesehatan, tujuan persiapan sosial adalah

meningkatkan partisipasi atau peran serta masyarakat sejak awal kegiatan

sampai dengan perencanaan program, pelaksanaan kegiatan, dan

pengembangan program keperawatan kesehatan masyarakat. Ada dua

pendekatan dalam partisipasi masyarakat, antara lain sebagaia berikut :

a. Pendidikan partisipasi

Dalam kegiatan ini komunitas dilibatkan dalam perencanan,

penyelesaian masalah, tetapi biasanya dengan pendekatan ini

proses perubahan lambat. Namaun keuntungannya,

kelompok/masyarakat merasa memiliki dan komunnitas berubah,

dalam jangka waktu yang panjang.

b. Pendidikan langsung (perintah)

Dalam pendekatan ini proses berubah ditentukan oleh kekuatan

luar, proses berubah berjalan cepat. Namun kerugiannya,

masyarakat merasa memiliki dan perubahan hanya berlangsung

dalam jangka pendek. Kegiatan – kegiatan dalam persiapan sosial

ini lebih ditingkatkan kepada persiapan – persiapan yang harus

dilakukan baik aspek teknis, administrative, dan program –

program kesehatan yang akan dilaksanakan.

22
Dalam tahap persiapan sosial ada tiga kegiatan yang harus dilakukan,

antara lain sebagai berikut.

a. Pengenalan masyarakat

Tahap ini dapat dilakukan melalui jalur formal – sebagai pihak

yang bertanggung jawab secara teknis, administrative dan

birokratif terhadap suatu wilayah yang akan dijadikan daerah

binaan. Pendekatan terhadap informal leader umumnya melalui

pemerintahan setempat yang bertanggung jawab terhadap wilayah

tersebut dan pusat kesehatan masyarakat atau instansi terkait yang

bertanggung jawab dalam bidang kesehatan masyarakat.

Pendekatan ini diawali dengan surat permintaan daerah binaan

yang akan dijadikan lahan praktik dan dilengkapi proposal rencana

pembinaan. Selanjutnya, mengadakan pendekatan dengan tokoh-

yokoh di wilayah tersebut.

b. Pengenalan masalah

Untuk dapat mengenal masalah kesehatan masyarakat secara

menyeluruh, dapat dilakukan survey kesehatan masyarakat dalam

ruang lingkup terbatas, sehingga masalah – masalah yang

dirumuskan benar – benar masalah yang menjadi kebutuhan

masyarakat setempat. Oleh karena itu, keterlibatan masyarakat

sangat diperlukan, sehingga mereka menyadari sepenuhnya

masalah yang mereka hadapi dan mereka sadar bagaimana cara

mengatasi masalah tersebut. Masalah yang ditemukan pada tahap

23
ini tentunya tidak hanya satu masalah, sehingga perlu disusun skala

prioritas penanggulangan masalah bersama – sama may=yarakat

formal dan informal.

c. Penyadaran masyarakat

Tujuan tahap ini adalah menyadarkan masyarakat agar mereka :

1) Menyadari masalah- masalah kesehatan dan keperawatan

yang mereka hadapi;

2) Secara sadar mereka ikut berpartisispasi dalam kegiatan

penanggualangan masalah kesehatan dan keperawatan yang

mereka hadapi;

3) Tahu cara memenuhi kebutuhan upaya pelayanan kesehatan

dan keperawatan sesuai denngan potensi dan sumber daya

yang ada pada mereka.

Agar masyarakat dapat menyadari masalah dan kebutuhan mereka

akan pelayanan kesehatan dan keperawatan diperlukan suatau mekanisme

yang terencana dan terorganisasi denga baik. Istilah yang sering digunakan

dalam keperawatan komunitas untuk menyadarkan masyarakat adalah

lokakarya mini kesehatan, musyawarah masyarakat desa atau rembuk desa.

Hal – hal yang perlu mendapat perhatian dalam penyadaran masalah

adalah ;

1) Libatkan masyarakat;

24
2) Dalam menyusun rencana penanggulangan masalah disesuaikan dengan

potensi dan sumber daya yang ada pada masyarakat;

3) Hindari konflik dari berbagai kepentingan dalam masyarakat;

4) Kesadaran dari kelompok- kelompok kecil masyarakat hendaknya

disebarkan kepada kelompok masyarakat yang lebih luas;

5) Adakan interaksi dan interelasi dengan tokoh – tokoh masyarakat secara

intensif dan akrab, sehingga mereka dapat di manfaatkan untuk usaha

motivasi, komunikasi-yang kemudian dapat menggugah kesadaran

masyarakat

6) Dalam mengatasi sifat-sifat masyarakat, perawat komunitas dapat

memanfaatkan jalur kepemimpinan masyarakat setempat untuk

mendapatkan legitimasi, sehingga kesadaran masyarakat dapat dipercepat.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat dipahami bahwa dalam

pembelajaran praktik di komunitas yang harus di lakukan adalah pertemuan

(temu kenal). Selanjutnya melakukan pengkajian pada masyarakat dan

melakukan mini lokakarya.

2. Pelaksanaan

Setelah rencana penanggulangan masalah disusun dalam mini lokakarya

atau musyawarah masyarakat desa, maka langkah selanjutnya adalah

melaksanakan kegiatan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun.

Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan kegiatan

penanggulangan masalah kesehatan masyarakat adalah :

1) Pilihlah kegiatan yang dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

25
2) Libatkan peran serta masyarakat secara aktif dalam upaya

penanggulangan masalah.

3) Kegiatan disesuaikan dengana kemampuan, waktu dan sumber daya yang

tersedia di masyarakat.

4) Tumbuhkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka mempunyai

kemampuan dalam penanggulangan masalah.

Dalam tahap ini, salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan

masalah adalah penyuluhan kesehatan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan

skala prioritas masalah. Agar penyuluhan tersebut mudah dipahami masyarakat, maka

petugas kesehatan atau mahasiswa keperawatan komunitas harus membuat Satuan

Acara Pembelajaran (SAP) disertai lampiran materi penyuluhan dan leaflet.

3. Evaluasi

Penillaian dapat dilakukan setelah pelaksanaan dijalankan dalam jangka waktu

tertentu. Penilaian dapat dilakukan dalam dua cara yaitu:

1) Selama kegiatan berlangsung (penilaian formatif), penilaian ini dilakukan

untuk melihat apakah pelaksanaan kegiatan yang dijalankan sesuai

perencanaan penanggulangan masalah yang disusun. Penilaian ini juga dapat

dikatakan monitoring, sehingga dapat diketahui perkembangan hasil yan g

akan dicapai.

2) Setelah program selesai dilaksanakan (penilaian sumatif), penilaian ini

dilakukan setelah melalui jangka waktu tertentu dari kegiatan yang dilakukan.

Penilaian ini disebut juga penilaian pada akhir program, sehingga dapat

26
diketahui apakah tujuan atau target dalam pelayanan kesehatan dan

keperawatan telah tercapai atau belum.

3) Perluasan

Perluasan merupakan pengembangan dari kegiatan yang akan dilakukan.

Perluasan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:

a) Perluasan kuantitatif, yaitu perluasan dengan menambah jumlah kegiatan

yang akan dilakukan, apakah pada wilayah setempat atau di wilayah

lainnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

b) Perluasan kualitatif, yaitu: perluasan dengan meningkatkan mutu atau

kualitas kegiatan yang telah dilaksanakan , sehingga dapat meningkatkan

kepuasan dari masyarakat yang dilayani.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Empowerment yang dalam bahasa Indonesia berarti “pemberdayaan”, adalah


sebuah konsep yang lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat
kebudayaan Barat, utamanya Eropa. Memahami konsep empowerment secara tepat
harus memahami latar belakang kontekstual yang melahirkannya.
Pranarka & Vidhyandika (1996) menjelaskan bahwa ”proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang mene-kankan
pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau
kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Kecenderungan pertama
tersebut dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder menekankan pada
proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai
kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya
melalui proses dialog”.
Pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi

kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga kerja dan

komunikasi. Adapun tiga model yang dipergunakan dalam pengorganisasian

komunitas, yaitu sebagai berikut : Locality Development yang lebih menekankan

pada peran serta seluruh masyarakat untuk mandiri, Social Planning model yang lebih

menekankan pada perencanaan para ahli dan menggunakaan birokras, dan Social

Action yaitu model ini lebih focus pada korban.

28
3.2 Saran

1. Bagi masyarakat, agar dapat berpartisipasi dalam mendukung program-


program kesehatan dalam sistem pemberdayaan masyarakat
2. Bagi pembaca, diharapkan agar makalah ini dapat menambah wawasan
tentang pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan

29
DAFTAR PUSTAKA

Chambers, Robert, 1995. Poverty and Livelihood:Whose Reality Counts, Discussion.


Brighton: Institute of Development Studies.
Chambers, R. 1995, Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan Ekonomi dan
Sosial, Pembangunan Desa Mulai dari Belakang, Jakarta.
Friedmann, John. (1992). Empowerment : The Politic Of Alternatives Development
Massachusetts: Blackwhell Publishers

Hikmat, 2001. Masyarakat dalam Kesehatan.Agung Sentosa. Jakarta.

Ife,Jim. (1995). Community Development: Creating Community Alternatives, Vision,


Analysis and Practice. Australia: Longman

Kartasasmita Ginanjar. 1996. Pembangunan untuk Rakyat Memadukan Pertum buhan


dan Pemerataan. PT. Pustaka Cidesindo ; Jakarta
Kutut Suwondo, 2005, Civil Society Di Aras Lokal: Perkembangan Hubungan Antara
Rakyat dan Negara di Pedesaan Jawa, Yogyakarta : Pustaka Pelajar &
Percik.

Nurbeti, M. 2009.Pemberdayaan masyarakat dalam konsep “kepemimpinan yang


mampu menjembatani”. Rineka Cipta, Jakarta.

Notoatmodjo, S. 2007, Promosi kesehatan & ilmu perilaku. Rineka Cipta, Jakarta.

Permendagri RI Nomor 7 Tahhun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat,


Bandung : Fokus Media.

Pembangunan/Pemberdayaan Masyarakat Pascasarjana Universitas Sebelas Maret


Surakarta, Bagian Gizi Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

Sunyoto Usman,2004, Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta :


Pustaka Pelajar.

Sutoro Eko, 2002, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Materi Diklat Pemberdayaan


Masyarakat Desa, yang diselenggarakan Badan Diklat Provinsi Kaltim,
Samarinda, Desember 2002.

30

Anda mungkin juga menyukai