STBM
1. Latar Belakang Terbentuknya STBM
Program sanitasi total berbasis masyarakat, diantaranya berangkat dari latar
belakang kegagalan berbagai program pembangunan sanitasi selama ini. Jika boleh
mengutip, ini mungkin beberapa diantaranya:
a. Indonesia kehilangan lebih dari Rp 58 triliun, atau setara dengan Rp 265.000 per
orang per tahun karena sanitasi yang buruk. Lebih dari 94 juta penduduk
Indonesia (43% dari populasi) tidak memiliki jamban sehat dan hanya 2%
memiliki akses pada saluran air limbah perkotaan. Sebagai akibat dari sanitasi
yang buruk ini, diperkirakan menyebabkan angka kejadian diare sebanyak
121.100 kejadian dan mengakibatkan lebih dari 50.000 kematian setiap tahunnya.
Dampak kesehatan tahunan dari sanitasi yang buruk adalah sebesar Rp 139.000
per orang atau Rp 31 triliun secara nasional (WSP, 2007).
b. Dan lebih dari tiga puluh tahun, akses terhadap sanitasi di pedesaan tidak
berubah. Berdasarkan Joint Monitoring Program WHO-UNICEF, akses terhadap
sanitasi di pedesaan tetap pada angka 38 %. Dengan laju perkembangan seperti
ini, Indonesia akan gagal untuk mencapai target Millenium Development
Goals (MDG) untuk Sanitasi (WSP, 2008).
Sementara kenyataan dilapangan sendiri, misalnya masih banyak sarana yang
dibangun tidak digunakan dan dipelihara oleh masyarakat. Juga cakupan akses pada
sanitasi yang tidak kunjung merangkak naik dalam sekian kurun waktu. Beberapa
faktor dapat menjadi penyebab kegagalan tersebut, diantaranya adalah kurangnya
keterlibatan masyarakat dalam segala proses pelaksanaannya, serta kurangnya
demand atau kebutuhan masyarakat.
Belajar dari pengalaman-pengalaman tersebut, kemudian dikenalkan
metode Community Led Total Sanitation (CLTS). Metode ini melakukan pendekatan
dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek, dan dilakukan stimulasi kepada
mereka untuk melakukan self assesment terhadap kondisi sanitasi pada komunitas
mereka. Tahap selanjutnya adalah memicu mereka untuk berubah pada kondisi
sanitasi yang lebih baik.
Metode CLTS merupakan pendekatan perubahan perilaku hygiene dan sanitasi
secara kolektif melalui pemberdayaan masyarakat dengan metoda pemicuan. Langkah
awal perubahan perilaku dengan pemicuan untuk meningkatkan akses terhadap sarana
sanitasi yang difasilitasi oleh pihak diluar komunitas sehingga masyarakat dapat
mengambil keputusan untuk meningkatkan akses terhadap sarana jamban berdasarkan
analisa kondisi lingkungan tempat tinggal dan resiko yang dihadapinya. (Manual
pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), 2008).
Pendekatan Community Led Total Sanitasi (CLTS), diperkenalkan di Indonesia
pada tahun 2005. Fokus pembangunan adalah pencapaian outcome perubahan
perilaku secara kolektip masyarakat dibantu dengan pendekatan yang tepat-guna
untuk memicu perubahan. Hal ini selaras dengan keyakinan masyarakat mencapai
tujuan outcome adalah lingkungan yang bebas dari buang air disembarang tempat.
(Manual pelaksanaan Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), 2008).
Adapun Bentuk Gerakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), yaitu :
Metode CLTS merupakan pendekatan perubahan perilaku hygiene dan sanitasi secara
kolekktif melalui pemberdayaan masyarakat dengan pemicuan beserta ciri khususnya
yaitu tanpa subsidi fisik, memanfaatkan potensi lokal, mendorong masyarakat untuk
menentukan jamban pilihanya, dan dilakukan secara total oleh masyarakat. Fokus
pembangunan adalah pencapaian outcome perubahan perilaku secara kolektif
masyarakat dibantu dengan pendekatan yang tepat guna untuk memicu perubahan.
Hal ini selaras dengan keyakinan masyarakat mencapai tujuan outcome adalah
lingkungan yang bebas dari buang air besar disembarang tempat.
Sedangkan dasar pelaksanaan STBM adalah Keputusan Menteri Kesehatan nomor
852/MENKES/SK/IX/2008 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat. Sejarah lahirnya pedoman ini antara lain didahului dengan adanya
kerjasaman antara pemerintah dengan Bank Dunia berupa implementasi proyek Total
Sanitation and Sanitation Marketing (TSSM) atau Sanitasi Total dan pemasaran
sanitasi (SToPS). Kemudian pada tahun 2008 lahir sanitasi total berbasis masyarakat
(STBM) sebagai strategi nasional. Strategi ini pada dasarnya dilaksanakan dalam
rangka memperkuat upaya pembudayaan hidup bersih dan sehat, mencegah
penyebaran penyakit berbasis lingkungan, meningkatkan kemampuan masyarakat,
serta mengimplementasikan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar yang berkesinambungan dalam pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015. (Depkes RI, 2008)
2. Pengetian
STBM (Sanitasi Total Berbasis Masyarakat) adalah pendekatan dengan proses
fasilitasi yang sederhana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi
tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman
dan sehat adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM
menyerang/menimbulkan rasa ngeri dan malu kepada masyarakat tentang kondisi
lingkungannya. Melalui pendekatan ini kesadaran akan kondisi yang sangat tidak
bersih dan tidak nyaman di timbulkan. Dari pendekatan ini juga ditimbulkan
kesadaran bahwa sanitasi (kebisaan BAB di sembarang tempat) adalah masalah
bersama karena dapat berimplikasi kepada semua masyarakat sehingga
pemecahannya juga harus dilakukan dan dipecahkan secara bersama.
Berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia, STBM adalah
pendekatan untuk merubah perilaku hygiene dan sanitasi melalui pemberdayaan
masyarakat dengan metode pemicuan.
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah suatu strategi/program yang menitik
beratkan pada pencapai kondisi sanitasi total masyarakat melalui perubahan perilaku
higeinis, dengan melibatkan (memberdayakan) seluruh komponen di dalam
masyarakat.
Sanitasi Total yang dipimpin oleh Masyarakat (STBM/Community Lead Total
Sanitation) melibatkan fasilitasi atas suatu proses untuk menyemangati serta
memberdayakan masyarakat setempat untuk menghentikan buang air besar di tempat
terbuka dan membangun serta menggunakan jamban.
3. Maksud dan Tujuan
Strategi Total Berbasis masyarakat ini merupakan acuan dalam penyusunan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, serta evaluasi yang terkait dengan sanitasi
total berbasis masyarakat.
Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat mengandung strategi
nasional yang menginduk dan menjadi kelengkapan bagian dari pada Kebijakan
Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL-BM).
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene
dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development
Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku
buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.
Untuk itu maksud dan tujuan dari STBM tersebut untuk meningkatkan kesadaran
akan kondisi yang sangat tidak bersih dan tidak nyaman di timbulkan.
Metode pemberdayaan masyarakat (dengan metode CLTS) sebagai inti gerakan
STBM ini, bertujuan untuk memicu masyarakat untuk memperbaiki sarana sanitasi,
dengan adanya pemicuan ini target utama dapat tercapai yaitu: merubah perilaku
sanitasi dari masyarakat yang masih melakukan kebiasaan BAB di sembarang tempat.
Faktor-faktor yang harus dipicu beserta metode yang digunakan dalam kegiatan
STBM untuk menumbuhkan perubahan perilaku sanitasi dalam suatu komunitas
(Depke RI, 2008).
Berbagai faktor yang harus dipicu beserta cara pelaksanaannya antara adalah
rasa jijik, rasa malu, membangkitkan rasa takut sakit, serta sentuhan pada aspek
agama terkait dogma dan dalil buang air besar sembarangan. Sedangkan metode yang
dipakai untuk membangkitkan kondisi komunitas ini antara lain dengan transect walk
dengan sasaran tempat BAB terbuka yang masih dilakukan oleh masyarakat, demo air
dengan kandungan tinja, perhitungan bersama terhadap jumlah tinja yang berada di
sekitar masyarakat, pemetaan rumah warga yang belum akses jamban, belajar
bersama proses dan alur kontaminasi oleh tinja. Berbagai tool tersebut dilakukan
dengan teknik focus group discussion (FGD).
STBM juga memiliki tujuan pemicu pada anak-anak, diantaranya :
1. Anak-anak tidak lagi bab sembarangan;
2. Anak-anak mengetahui akibat dari bab sembarangan;
3. Anak-anak mengetahui jenis penyakit yang diakibatkan oleh bab
sembarangan;
4. Anak-anak berpartsisipasi dalam rangka membangun sanitasi di
lingkungannya;
5. Anak-anak bisa melindungi diri dari :
a. penyakit ( diare, malaria, penyakit kulit);
b. pelecehan seksual dari terlihatnya aurat ketika bab ditempat terbuka;
c. bahaya binatang buas seperti ular;
d. terinjaknya harga diri (terutama anak perempuan).
B. INDIKATOR KEMISKINAN
Kemiskinan pada dasarnya di definisikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang
atau sekelompok orang, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Indikator utama kemiskinan menurut BAPPENAS dapat dilihat dari :
1. kurangnya pangan, sandang dan perumahan yang tidak layak;
2. terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif;
3. kuranya kemampuan membaca dan menulis;
4. kurangnya jaminan dan kesejahteraan hidup;
5. kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi;
6. ketakberdayaan atau daya tawar yang rendah;
7. akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas.
Salah satu program kesehatan yang mendukung MDG’s adalah Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM).
Pemerintah telah memberikan perhatian di bidang hygiene dan sanitasi dengan
menetapkan Open Defecation Free dan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat pada
tahun 2009 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun
2004 - 2009. Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam mencapai
target Millennium Development Goals (MDGs) tahun 2015, yaitu meningkatkan akses air
minum dan sanitasi dasar secara berkesinambungan kepada separuh dari proporsi
penduduk yang belum mendapatkan akses. Menyadari hal tersebut di atas, pemerintah
telah melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain melakukan uji coba
implementasi Community Led Total Sanitation (CLTS) di 6 Kabupaten pada tahun 2005,
dilanjutkan dengan pencanangan gerakan sanitasi total oleh Menteri Kesehatan pada
tahun 2006 di Sumatera Barat serta pencanangan kampanye cuci tangan secara nasional
oleh Menko Kesra bersama Mendiknas dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tahun
2007.
Sebagai tindak lanjut, dilakukan replikasi CLTS di berbagai lokasi oleh berbagai
lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah, yang menghasilkan perubahan
perilaku buang air besar di sembarang tempat, sehingga pada tahun 2006 sebanyak 160
desa telah ODF dan tahun 2007 mencapai 500 desa. (Depkes, 2007).