Anda di halaman 1dari 9

PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 11
“DISTRIBUSI PENDAPATAN”

KELOMPOK 4 :

KADEK AYU SUPRIATINI [1617051026]


LUH PUTU SURYANTINI [1617051041]
LUH AYU RENTINI [1617051109]
NI KETUT SITI ARDIANTI [1617051176]

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


JURUSAN EKONOMI DAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
TAHUN 2019
A. KEMISKINAN

Menurut Friedman dalam Mudrajad Kuncoro (1997), kemiskinan adalah ketisaksamaan


kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial
meliputi ; modal produktif, sumber keuangan, organisasi sosial dan politik, jaringan sosial,
pengetahuan dan keterampilan, dan informasi yang berguna untuk kemajuan hidup. Sharp, et.al
(1996) dalam Mudjarad Kuncoro (1997) mencoba mengidentifikasi penyebab kemiskinan
dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara mikro kemiskinan muncul karena adanya
ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan yang
timpang. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas SDM. Ketiga,
kemiskinan mucul akibat perbedaan akses dalam modal.

Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi


kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun
sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya
melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan, dll.

Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup :

1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-


hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan


ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini
termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak
dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi
daripada dua gambaran yang lainnya.
3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna
"memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di
seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di
luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang.
B. INDEK KEMISKINAN
Konsep :
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan
dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Modul
Konsumsi dan Pengeluaran.

Indeks Kedalaman Kemiskinan


Konsep :
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata
kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran pesuduk dari garis kemiskinan.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel
Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan :

Dimana :
α =1
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.

Indeks Keparahan Kemiskinan


Konsep :
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2) memberikan gambaran mengenai
penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin
tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.

Sumber Data :
Sumber data utama yang dipakai adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel
Modul Konsumsi dan Kor.
Rumus Penghitungan :

Dimana :
α =2
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
n = jumlah penduduk.

C. DISTRIBUSI FUNGSIONAL
Teori distribusi pendapatan fungsional ini pada dasarnya mempersoalkan persentase
pendapatan tenaga kerja secara keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor produksi
yang terpisah secara individual, dan membandingkannya dengan persentase pendapatan total
yang dibagikan dalam bentuk sewa, bunga, dan laba (masing-masing merupakan perolehan dari
tanah, modal uang, dan modal fisik).

Berikut adalah kurva distribusi pendapatan fungsional.


Jadi, analisis dari Kurva diatas yaitu kurva permintaan dan penawaran sebagai sesuatu yang
menentukan harga per satuan (unit) dari masing-masing faktor produksi. Apabila harga-harga
unit faktor produksi tersebut dikalikan dengan kuantitas faktor produksi yang digunakan
bersumber dari asumsi utilitas (pendayagunaan) faktor produksi secara efisien (sehingga
biayanya berada pada taraf minimum), maka kita bisa menghitung total pembayaran atau
pendapatan yang diterima oleh setiap faktor produksi tersebut. Sebagai contoh, penawaran dan
permintaan terhadap tenaga kerja dianggap akan menentukan tingkat upah. Kemudian, jika
upah ini dikalikan dengan seluruh tenaga kerja yang tersedia di pasar, maka akan didapat
jumlah keseluruhan pembayaran upah, yang terkadang disebut dengan total pengeluaran upah
(total wage bill).

D. KEBIJAKAN DISTRIBUSI PENDAPATAN


Distribusi pendapatan adalah konsep yang lebih luas dibandingkan kemiskinan karena
cakupannya tidak hanya menganalisa populasi yang berada dibawah garis kemiskinan.
Kebanyakan dari ukuran dan indikator yang mengukur tingkat distribusi pendapatan tidak
tergantung pada rata-rata distribusi, dan karenanya membuat ukuran distribusi pendapatan
dipertimbangkan lemah dalam menggambarkan tingkat kesejahteraan.
Distribusi pendapatan adalah suatu keadaan yang mencerminkan merata atau timpangnya
pembagian hasil suatu negara di kalangan penduduknya. Para ekonom pada umumnya
membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan. Keduanya digunakan untuk tujuan
analisis dan kuantitatif tentang keadilan distribusi pendapatan. Kedua ukuran tersebut adalah
distribusi pendapatan ukuran dan fungsional. Distribusi fungsional sudah dibahas pada no 2.
Distribusi pendapatan ukuran adalah besar atau kecilnya bagian pendapatan yang diterima
masing masing orang. Ukuran ini menghitung jumlah pendapatan yang diterima oleh setiap
individu tanpa melihat sumbernya.

Ada tiga alat ukur tingkat ketimpungan pendapatan dengan bantuan distribusi ukuran,
yakni Rasio Kuznets, Kurva Lorenz, dan Koefisien Gini.

A. Rasio Kuznets
Rasio ini sering dipakai sebagai ukuran tingkat ketimpangan antara dua kelompok ekstrem
(sangat miskin dan sangat kaya) di suatu negara.
B. Kurva Lorenz
Kurva Lorenz menunjukkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerimaan
pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar benar mereka terima.

Keterangan Kurva :

a. Sumbu Horizontal menunjukkan jumlah penerima pendapatan dalam presentase


kumulatif
b. Sumbu Vertikal menunjukkan pangsa pendapatan yang diterima oleh masing masing
presentase jumlah penduduk
c. Semakin jauh Kurva Lorenz dari garis diagonal (garis kemerataan), maka semakin
tinggi pula derajat ketidakmerataan yang ditunjukkan. Begitu juga sebaliknya.

C. Koefisien Gini
Koefisien Gini adalah suatu ukuran singkat mengenai ketidakmerataan distribusi
pendapatan dalam suatu negara. Gini diperoleh dari menghitung luas daerah antara garis
diagonal (kemerataan sempurna) dengan kurva Lorenz dibanding dengan luas total dari separuh
bujur sangkar dimana kurva lorenz itu berada.

G1 = Perkiraan nilai G

Xk = Kumulatif proporsi populasi

Yk* = Kumulatif proporsi income / pendapatan

*Yk diurutkan dari kecil ke besar

Koefisien Gini adalah persamaan ukuran ketimpangan dan bisa berbeda-beda dari nol
yang mengindikasikan suatu kemerataan sempurna (perfect equality) sampai satu yang berarti
suatu ketimpangan total (perfect inequality) dalam distribusi pendapatan dan pengeluaran.
Adapun kriteria ketimpangan pendapatan berdasarkan Koefisien Gini adalah :
1. Lebih dari 0,5 adalah berat.
2. Antara 0,35 dan 0,5 adalah sedang.
3. Kurang dari 0,35 adalah ringan.
Untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan perlu pula membagi penduduk dalam
kelompok-kelompok sebagai berikut :
1) Kelompok penduduk dengan pendapatan tinggi yang merupakan 20% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
2) Kelompok penduduk dengan pendapatan menengah yang merupakan 40% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
3) Kelompok penduduk dengan pendapatan rendah yang merupakan 40% dari jumlah
penduduk yang menerima pendapatan nasional/regional/PDRB.
Tingkat kepincangan pembagian pendapatan lazimnya diukur menurut besarnya bagian
pendapatan nasional atau regional yang dinikmati oleh kelompok penduduk dengan pendaptan
rendah yang merupakan 40% dari jumlah penduduk yang dikenal dengan kelompok rendah
40%. Apabila kelompok rendah 40% menerima pendapatan nasional atau regional sebesar 17%
atau lebih maka tingkat kepincangan pembagian pendapatan tergolong bisa dibilang rendah.
Apabila terletak antara 12% sampai dengan 17% maka digolongkan dalam tingkat kepincangan
pembagian pendapatan yang tinggi (Emil Salim, 1984 : 21).

Kriteria Bank Dunia.


Bank dunia mengklasifikasikan ketidakmerataan berdasarkan tiga lapisan:
 40 % penduduk berpendapatan terendah  Penduduk termiskin
 40 % penduduk berpendapatan menengah
 20 % penduduk berpendapatan tinggi

KLASIFIKASI DISTRIBUSI PENDAPATAN


Ketimpangan Parah 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati < 12 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Sedang 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati 12 - 17 %
pendapatan nasional
Ketimpangan Lunak 40 % penduduk berpendapatan rendah menikmati > 17 %
(Distribusi Merata) pendapatan nasional
Pertengahan tahun 1997 Pendapatan per kapita Indonesia $ US 1,000 dengan 10 %
penduduk saja yang menikmati 90% pendapatan nasional dan 90 % penduduk yang menikmati
10% pendapatan nasional berarti pemerataan pendapatan pendapatan masih kurang.
Daftar Pustaka
https://www.scribd.com/doc/48781808/Distribusi-Pendapatan
https://www.bps.go.id/subject/23/kemiskinan-dan-ketimpangan.html
https://akhmadsyahroni17.wordpress.com/2015/03/20/tugas-perekonomian-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai