Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI DAN TERAPI

“ETIKET DAN KEMASAN OBAT DOSIS SATUAN & MULTI DOSIS”

OLEH

KELOMPOK

RONI A. KAPIDA 1409010006

WINDA A. TOSI 1409010010

PUTRI F. LUDJI PAU 1409010048

YOVITA F BRIA SERAN 1409010044

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG
Illmu Farmasi Kedokteran (IFK) merrupakan ilmu yang mempelajari tentang peresepan
obat secara rasional yaitu meliputi pemberian obat yang tepat, pada pasien yang tepat, dengan
bentuk sediaan obat yang tepat, dosis obat yang tepat, waktu minum obat yang tepat dan jalur
pemberian obat yang meliputi oral, rektal, parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan
ditetapkan sebagai petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai
umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakainnya.
Bentuk sediaan dan cara pemeberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses
absorbs obat oleh tubuh karena keduannya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti
absorbs dan bioaviabilitas (total obat yang diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja
(onset of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat
untuk memberikan respons tertentu. Setiap cara pemberian obat memiliki keuntungan dan
kerugian masing-masing yang dimana tujuannya obat dapat mencapai reseptor kerja yang
diinginkan setelah diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman.
Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan dengan
penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu sebelum menggunakan obat, harus
diketahui sifat dan cara penggunaannya agar tepat, aman dan rasional. Informasi tentang obat,
dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai obat tersebut. Apabila isi informasi dalam
etiket atau brosur obat kurang dipahami, dianjurkan untuk menanyakan pada tenaga kesehatan.

1.2.TUJUAN PRAKTIKUM

1 Mahasiswa dapat mengetahui informasi yang terdapat pada etiket obat ?


2. Mahasiswa dapat mengetahui kemasan dosis satuan dan multi dosis ?
3. Mahasiswa dapat mengetsahui wadah untuk penggunaan oral, parental dan topica ?
BAB II
MATERI DAN METODE
2.1. Materi
1. Obat :
 Forumen
 Natrium Clordia
 Otru-Wi
 Ovalumont
 Reco
 Colme
 Griseofulvin
 Johnson’s Baby Oil
 Oxytosin
 Wormzoi-B
2. Buku
3. Belpoin

2.2. Metode Praktikum

 Mencari dan mengidentifikasi informasi yang terdapat pada etiket obat


 Mencari dan mengidentifikasi kemasan dosis satuan dan multi dosis
 Mencari dan mengidentifikasi wadah untuk penggunaan oral, parental dan topica
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Acara 2

Metode :

1. Agrixine.

 Pemberian : oral
 Cara penggunaan : 1 g untuk 2 liter air minum 10/KG BB selama 3 hari. Untuk
pengobatan salmonellosis harus diberikan selama 5 hari berturut-turut bila perlu
pengobatan diulang selama 1 minggu, waktu henti obat 5 hari.
 Bahan pembuatan : setiap kg mengndung Enroflosasine 100 g
 Ciri khusus dari kemasan : tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
2. Ampivet

 Pemberian : oral.
 Cara penggunaan : 0,5 g/L air minum diberikan 4-5 hari berturut-turut.
Babi,sapid an kambing : 1,25-2 g per 30 kg BB dimelalui air minum selama 4-5
hari berturut.
 Bahan pembuatan : setiap kg mengandung 240 g ampisilin aktif
 Ciri khusus dari kemasan : tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
3. Betamoxin.

 Pemberian : parental.
 Cara penggunaan : sapi, anjing dan kucing 1,0 ml/kg BB
 Bahan pembuatan : amoxicillin (trihidrat)
 Ciri khusus dari kemasan : tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam
4. Ambroxol.
Gambar :

 Pemberian : oral
 Cara penggunaan : Gunakanlah obat ini setelah makan dan dianjurkan untuk
banyak minum air putih. Selalu ikuti anjuran dokter atau petunjuk penggunaan
yang tertera pada kemasan sebelum mulai mengonsumsinya. Gunakanlah antara
satu dosis dengan dosis lainnya pada jarak jam yang sama, misalkan dua kali
sehari berarti per 12 jam, tiga kali sehari berarti per 8 jam. Oleh sebab itu, untuk
memudahkan usahakan untuk mengonsumsinya pada jam yang sama setiap hari.
Apabila ada dosis yang terlewat akibat lupa, maka begitu ingat dianjurkan untuk
segera meminumnya apabila dosis berikutnya masih lama sekitar 5 jam atau lebih.
Tidak boleh menggandakan dosis ambroxol pada jadwal minum berikutnya
sebagai ganti untuk dosis yang terlewat.
 Bahan pembuatan : ambroxol tablet dan sirup, setiap tablet mengandung
ambroxol 30 mg; pada kemasan sirup, setiap 5 ml sirup mengandung ambroxol 15
mg.
 Ciri khusus dari kemasan : tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
5. Ibuprofen.
Gambar :

 Pemberian : Oral, topikal, suntik (intravena)


 Cara penggunaan : Anak-anak di atas 2 tahun: Penggunaan dan dosis harus
ditentukan oleh dokter. Anak-anak usia 6 bulan – 2 tahun: Dosis didasarkan pada
berat badan dan suhu tubuh, dan harus ditentukan oleh dokter. Untuk demam
lebih rendah dari 102,5 ° F (39,2 ° C), dosis biasanya adalah 5 miligram (mg) per
kilogram (kg) (sekitar 2,2 mg per pon) dari berat badan. Untuk demam tinggi,
dosis biasanya adalah 10 mg per kg (sekitar 4,5 mg per pon) dari berat badan.
Obat dapat diberikan setiap enam sampai delapan jam, sesuai kebutuhan, sampai
40 mg per kg per hari. Bayi lebih dibawah usia 6 bulan: Penggunaan dan dosis
harus ditentukan oleh dokter
 Bahan pembuatan :
 Ciri khusus dari kemasan : tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K
dengan lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.
3.2. Acara 3

Metode :

1. Mengapa perlu diberlakukan pengawasan terhadap obat hewan, menurut Permentan NO


74/Tahun 2017 ?

Menurut Pasal 2, Peraturan ini dimaksudkan sebagai dasar pelaksanaan pengawasan bagi
petugas pengawas terhadap pelaku usaha dalam penyediaan, pembuatan, peredaran, dan
pemakaian obat hewan, dengan tujuan agar obat hewan yang beredar dalam masyarakat
terjaga khasiat, mutu, dan keamananya, terdaftar, dan tepat dalam pemakaiannya.

2. Ketentuan umum permentan dan siapa yang dilibatkan ?

Menurut Pasal 1.
a. Obat hewan adalah obat yang khusus dipakai untuk hewan.
b. Pembuatan adalah proses kegiatan pengolahan, pencampuran da pengubahan bentuk
bahan baku obat hewan menjadi obat hewan.
c. Penyediaan adalah proses kegiatan pengadaan dan/atau pemilikan dan/atau penguasaan
dan/atau penyimpanan obat hewan disuatu tempat atau ruangan dengan maksud untuk
diedarkan.
d. Peredaran adalah proses kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan, pengangkutan
dan penyerahan obat hewan.
e. Pengawas obat Hewan adalah Pegawai Negeri Sipil berijazah dokter hewan yang diberi
tugas dan kewenangan untuk melakukan pengawasan obat hewan.
f. Kepala Dinas adalah instansi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan.
3. Unit yang diperiksa dalam kegiatan pengawasan terhadap obat hewan ?

Produsen, Importir/Ekspotir, Distributor, Pengemas Ulang Obat Hewan (Repacking),


Pemakai atau Pencampur obat hewan dalam pakan ternak (Feed Mill), Depo Obat Hewan,
Toko Obat Hewan.

4. Persyaratan yang harus dipenuhi bila bertindak sebagai petugas pengawas obat hewan

Pengawas obat hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bertugas di lingkungan instansi yang membidangi
fungsi kesehatan hewan paling kurang 1 (satu) tahun;
b. Berijazah dokter hewan;
c. Telah mengikuti pelatihan pengawas obat hewan yang dibuktikan dengan sertifikat
pelatihan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;
d. Tidak berafiliasi atau konflik kepentingan dengan usaha di bidang obat hewan.

5. Dalam melaksanakan pengawasan obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19


pejabat pengawas obat hewan berwenang untuk ?
a. Melakukan pemeriksaan terhadap dipenuhinya ketentuan perizinan usaha pembuatan,
penyediaan dan peredaran obat hewan.
b. Melakukan pemeriksaan terhadap cara pembuatan obat hewan yang baik;
c. Melakukan pemeriksaan terhadap obat hewan, sarana dan tempat penyimpanannya
dalam penyediaan dan peredaran, termasuk alat serta cara pengangkutannya;
d. Melakukan pemeriksaan terhadap pemakaian obat hewan;
e. Mengambil contoh bahan baku dan obat hewan guna pengujian khasiat dan
keamanannya.
6. Bagaimana petugas pengawasan obat hewan melaporkan hasil terhadap tugas yang
dilakukan ?

Menurut Pasal 21

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, paling kurang memuat:

a. perizinan usaha dan nomor pendaftaran obat hewan;

b. jumlah, jenis dan mutu obat hewan yang beredar;

c. situasi peredaran obat hewan di wilayah, dampak penggunaan obat hewan dan
permasalahannya.

(2) Pengawas obat hewan kabupaten/kota, menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada
Bupati/Walikota melalui Kepaka Dinas kabupaten/kota.

(3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Kepala Dinas kabupaten/kota
menyampaikan laporan kepada Kepala Dinas provinsi

(4) Pengawas obat hewan provinsi menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Gubernur
melalui Kepala Dinas provinsi.

(5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kepala Dinas provinsi
menyampaikan laporan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Peternakan.

(6) Pengawas obat hewan pusat menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Menteri
Pertanian melalui Direktur Jenderal Peternakan.

7. Ketentuan dan sanksi yang diberikan kepada pembuat, pemasok atau distribusi obat
tersebut bila ditemukan adanya pelanggaran

Menurut pasal 22

1) Apabila hasil pengawasan yang dilakukan oleh petugas pengawas obat hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terjadi pelanggaran terhadap ketentuan dalam
peraturan ini, Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota berwenang mengambil tindakan
administratif;
2) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. larangan melakukan produksi dan/atau pemasukan dan/atau mengedarkan untuk
sementara waktu dan/atau perintah menarik obat hewan dari peredaran;
c. penghentian peredaran untuk sementara waktu;
d. perintah pemusnahan obat hewan jika terbukti tidak sesuai dengan persyaratan
administrasi dan persyaratan teknis yang ditetapkan;
e. rekomendasi pencabutan izin usaha;
f. pencabutan izin usaha;
g. pencabutan nomor pendaftaran.
3) Pengenaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan tingkat resiko yang diakibatkan oleh pelanggaran yang dilakukan.
4) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, c, f
dan g dilakukan oleh Menteri Pertanian
5) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, b, d, e,
dan f dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
6) Pelaksanaan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g
dilakukan oleh Gubernur.

8. Obat hewan menurut PP No 78 tahun 1992 dibagi menjadi 3 golongan yaitu:


a. Sediaan biologik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dihasilkan melalui
proses biologik pada hewan atau jaringan hewan untuk menimbulkan kekebalan,
mendiagnosa suatu penyakit atau menyembuhkan penyakit dengan proses
imunologik.
b. Sediaan farmasetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi antara lain
vitamin, hormon, antibiotika dan kemoterapetika lainnya, obat antihistaminika,
antipiretika, anestetika yang dipakai berdasarkan daya kerja farmakologi.
c. Sediaan premiks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) meliputi imbuhan
makanan hewan dan pelengkap makanan hewan yang dicampurkan pada makanan
hewan atau minuman hewan.
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Obat pada dasarnya merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan dengan
penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mendiagnosa, mencegah penyakit,
menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu sebelum menggunakan obat, harus
diketahui sifat dan cara penggunaannya agar tepat, aman dan rasional. Informasi tentang obat,
dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai obat tersebut. Apabila isi informasi dalam
etiket atau brosur obat kurang dipahami, dianjurkan untuk menanyakan pada tenaga kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 1992 Tentang Obat Hewan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 74/Permentan/Ot.140/12/2007 Tentang Pengawasan Obat

Hewan

Anda mungkin juga menyukai