Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

KASUS KEMATIAN AKIBAT KEKERASAN DALAM RUMAH


TANGGA PADA ORANG DEWASA

Disusun oleh :

Antania Saraswati 1102014036


Nimas Ayu Azizah 1102014194
Gery Aldilatama 1102014115

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R SAID SUKANTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 8 APRIL 2019 - 12 MEI 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,
dilakukan secara aktif maupun dengan cara pasif (tidak berbuat), dikehendaki oleh
pelaku, dan ada akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak
dikendaki oleh korban. Kekerasan bisa berupa tindakan kekerasan fisik atau kekerasan
psikologi. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau biasa juga disebut sebagai kekerasan
domestic (domestic violence) merupakan suatu masalah yang sangat khas karena
kekerasan dalam rumah tangga terjadi pada semua lapisan masyarakat mulai dari
masyarakat berstatus sosiaal rendah sampai masyarakat berstatus sosial tinggi.
Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan, apakah istri atau anak perempuan
dan pelakunya biasanya ialah suami (walaupu ada juga korban justru sebaliknya) atau
orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu pola pemaksaan kehendak atas
seseorang terhadap pasangannya dengan menggunakan serangan dan ancaman
termasuk penyiksaan secara fisik, mental/ emosional dan juga penguasaan secara
ekonomis. Kekerasan terjadi karena ketidakseimbangan antara suami dan istri baik
secara fisik, dan ekonomi kepada yang lemah, antara yang dominan kepada yang
kurang dominan dan antara yang berkuasa dan yang tidak berdaya. 1

2.2 KDRT Di Berbagai Negara

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terjadi hampir diseluruh dunia. Di


Bangladesh pembunuhan terhadap istri mencapai 50% dari seluruh pembunuhan
yang terjadi. 20-50 % perempuan pernah mengalami KDRT. (15) Di Pakistan 99%
ibu rumah tangga dan 77 % pekerja wanita menjadi korban pemukulan suaminya.
Dari 95 % korban kekerasan wanita di Perancis, 51 % dari proporsi tersebut
dilakukan oleh suami korban sendiri.

13 Rodgers, 1994 menyatakan 21 % wanita di Kanada mendapatkan


kekerasan oleh pasangannya dan juga mengalami kekerasan pada saat kehamilan.
Di Indonesia, data dari seluruh kasus yang ditangani oleh LKBHIuWKJakarta pada
tahun 1997-1998 menyatakan bahwa 35 % dari perempuan yang meminta bantuan
konsultasi dan jasa hukum teridentifikasi mengalami kekerasan dari suami.

SIKAP (Solidaritas Aksi Korban Kekerasan terhadap Anak dan


Perempuan) sampai Mei tahun 2000 melaporkan, dari 35 wanita yang mengalami
kekerasan, 19 orang mengalami KDRT. Fakta kekerasan terhadap istri di Indonesia
diantaranya seperti suami membentak istri, main serong, tidak memberi uang
belanja, memukul dan lain sebagainya. 6

2.3 Dasar Hukum Menyangkut KDRT


Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga berdasarkan Pasal 1 angka 1
UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga –
“UU KDRT”.
UU KDRT juga telah memberikan larangan bagi setiap orang untuk melakukan
kekerasan baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual maupun
penelantaran rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya (Pasal
5 UU KDRT). Kekerasan fisik yang dimaksud pasal tersebut adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat (Pasal 6 UU KDRT) sehingga
termasuk pula perbuatan menampar, menendang dan menyulut dengan rokok
adalah dilarang.
Pasal 26 ayat (1) UU KDRT menentukan bahwa yang dapat melaporkan secara
langsung adanya KDRT kepada polisi adalah korban. Sebaliknya, keluarga atau
pihak lain tidak dapat melaporkan secara langsung adanya dugaan KDRT kecuali
telah mendapat kuasa dari korban (Pasal 26 ayat [2] UU KDRT).
Kewajiban masyarakat untuk turut serta dalam pencegahan KDRT ini diatur
dalam Pasal 15 UU KDRT yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas
kemampuannya untuk:
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.”

Selain itu, korban KDRT dilindungi haknya oleh UU KDRT yaitu untuk
mendapatkan (Pasal 10 UU KDRT):

a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,


lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat
proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
dan
e. pelayanan bimbingan rohani.

Ancaman pidana terhadap kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ini
adalah pidana penjara pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp15 juta (Pasal 44 ayat [1] UU KDRT). Dan khusus bagi KDRT yang
dilakukan oleh suami terhadap istri yang tidak menimbulkan penyakit atau
halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan
sehari-hari, ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan
atau denda paling banyak Rp5 juta (Pasal 44 ayat [4] UU KDRT).1,6,8

2.4 Kekerasan Terhadap Perempuan

Kekerasan berbasis gender adalah bentuk kekerasan karena adanya


keyakinan gender. Secara umum, perempuan lebih rentan karena posisinya yang
pincang di masyarakat baik secara ekonomi, sosial maupun politik. Karena pada
umumnya posisi perempuan dianggap lebih rendah dan laki-laki ditempatkan lebih
tinggi, maka kekerasan berbasis gender ini lebih banyak dialami oleh perempuan.
Keyakinan gender adalah keyakinan yang mempercayai bahwa laki-laki dan
perempuan berbeda peran, fungsi, sifat dan karakternya. Keyakinan ini adalah hasil
bentukan masyarakat (konstruksi sosial), oleh karena itu keyakinan tersebut bisa
berubah dari masa ke masa bahkan konsepnya dapat berbeda antara masyarakat
satu dengan lainnya. Keyakinan gender mempercayai bahwa: perempuan lebih
lemah, takluk, emosional, tidak mandiri dan sebagainya. Sementara laki-laki
dianggap kuat, berkuasa, rasional dan mandiri.

Atas dasar ini, kekerasan terhadap perempuan terjadi karena budaya


dominasi laki-laki terhadap perempuan. Kekerasan digunakan laki-laki untuk
memenangkan perbedaan pendapat, menyatakan perasaan tidak puas, dan sering
hanya untuk menunjukkan bahwa laki-laki lebih berkuasa terhadap perempuan 1

2.5 Karakteristik Korban dan Pelaku Dalam KDRT

Menurut Pasal 2 Undang-undang kekerasan dalam Rumah Tangga ( UU


No.23 tahun 2004 ) yang termasuk dalam lingkup, rumah tangga adalah :
1. (a). Suami, istri, dan anak ; (b) Orangorang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang
menetap dalam rumah tangga ; dan/atau ; (c) Orang yang bekerja membantu
rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.pasangan atau
mantan pasangan;
2. Orang-orang yang bekerja sebagai mana dimaksud huruf c dipandang sebagai
anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga
yang bersangkutan.

Sedangkan yang disebut korban pasal 1 Ayat (3) Undang-undang kekerasan


dalam rumah tangga menyebutkan , pelaku kekerasan dalam rumah tangga adalah
orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam rumah tangga. 8
Ada beberapa karakteristik baik korban maupun pelaku tindak kekerasan
dalam rumah tangga yaitu:

1. Wanita/ korban

a. Pengaruh-pengaruh dalam keluarga

Prilaku kasar dalam keluarga, kurangnya pengajaran agama dalam keluarga,


kemungkinan dengan status sosial ekonomi yang rendah, peran-peran sex bersifat
tradisional menerima dan pasif, terjadi disfungsi dalam sistem keluarga.

b. Pembawaan personal

Self esteem yang rendah, pernah mengalami kekecewaan, merasa bertanggung


jawab untuk disakiti, cepat merasa frustasi, merasa bersalah dan tidak berguna,
senang menyendiri dan senang mengisolasi diri, sering merasa tidak percaya
dengan orang lain, penakut, menolak prilaku kasar, marah dan takut.

c. Pengaruh gaya hidup

Penyalahgunaan konsumsi minuman alcohol, perselisihan verbal,


ketergantungan kebutuhan keuangan pada suami, dan terisolasi dari sumber-
sumber pendukung seperti keluarga, teman, dan kelompok.

2. Suami/ Pelaku

a. Pengaruh-pengaruh dalam keluarga

Prilaku kasar dalam keluarga, kurangnya pengajaran agama dalam keluarga,


kemungkinan dengan status sosial ekonomi yang rendah, peran-peran sex bersifat
tradisional dominan dan agresif untuk laki-laki, terjadi disfungsi dalam sistem
keluarga.
b. Pembawaan personal

Perasaan tidak ade kuat, sifat inferior, sering menyalahkan orang lain karena
tindakannya sendiri, cemburu berlebihan, ingin memiliki, cepat marah, tidak
menerima diri, agresif, emosi yang belum matang, tidak dapat mengontrol diri
sendiri, tidak menaruh hormat pada wanita.

c. Pengaruh gaya hidup

Penyalahgunaan konsumsi minuman alcohol, perselisihan verbal, sulit


mendapat pekerjaan, membatasi kebebasan perempuan, kurang aktif bergerak,
membatasi diri untuk berhubungan dengan orang lain. 1,6,8

2.6 Siklus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Siklus KDRT terdiri dari fase 1, fase 2, fase 3 dan kembali pada fase 1. Adapun
fase-fase itu adalah:

1. Fase 1

Munculnya ketegangan, berbagai konflik, pertengkaran mulut, tidak adanya


kesatuan pendapat. Wanita mengeluh, bertindak pasif, mengacuhkan kemarahan
pelaku. Laki-laki melihatnya sebagai satu kelemahan, marah dengan sikap wanita
yang mengacuhkan dirinya dan menyebabkan kemarahan memuncak.

2. Fase 2

Insiden penganiayaan akut terjadi dengan tindakan kekerasan secar verbal,


fisik dan seksual, berlangsung dalam beberapa jam sampai 24 jam atau lebih lama
lagi. Korban seringkali menunda untuk segera mencari pertolongan, meminimalkan
luka-luka yang terjadi pada dirinya, dalam keadaan syok dan mengingkari kejadian
yang dialami/ tidak mempercayai kejadian yang menimpa dirinya.
3. Fase 3

Keduanya merasa mereda/ hilang, pelaku sering kali mengungkapkan rasa


cinta, penyesalan yang mendalam, berprilaku baik, meminta maaf, mengungkapkan
janji tidak akan mengulangi perbuatan kasarnya lagi.1

2.7 Bentuk- Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Sesuai pasal 1 ayat 1 UU no 23 tahun 2004, Kekerasan Dalam Rumah Tangga


(KDRT) dapat berupa:

1. Kekerasan Fisik

Beberapa bentuk kekerasan fisik misalnya memukul, menampar, menjambak,


menginjak, mendorong, melempar barang dampai dengan melakukan pembunuhan
seperti menusuk atau membakar.

2. Kekerasan Psikologis

Merupakan kekerasan emosional berupa ucapan-ucapan yang menyakitkan,


kotor, membentak, menghina, menyudutkan ataupun ancaman. Pelaku sering
memutarbalikkan fakta. Istri selalu dilihat sebagai pihak yang bersalah, sementara
suami selalu berada dipihak yang benar.

3. Berdimensi ekonomi

Mengontrol prilaku istri, tidak memberikan nafkah untuk memenuhi kebutuhan


rumah tangga sementara melarang istri untuk bekerja, menghambur-hamburkan
uang sementara istri dan anak kekurangan, memperkerjakan istri atau menguasai
uang atau barang milik istri dan sebagainya.
4. Kekerasan seksual

Pemerkosaan/ pemaksaan hubungan seks, pemukulan dan kekerasan yang


dilakukan sebelum melakukan hubungan seks, pemaksaan katifitas sek tertentu,
pornografi, penghinaanseksualitas melalui bahasa verbal dan lain-lain. (5)

Menurut Ramdani, 2015. Bentuk KDRT yang dilakukan suami meliputi


kekerasan fisik ringan hingga berat, kekerasan psikologis ringan hingga berat,
kekerasan seksual ringan dan kekerasan ekonomi ringan (Tabel 1). 1,2,6,7,8,9

2.8 Faktor Resiko Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dari penelitian yang dilakukan oleh Hasan Al-Hawari dan Asmaa El-Banna
(2017), terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap kekerasan dalam
rumah tangga, seperti kondisi ekonomi keluarga dan hubungan keluarga yang kurang
harmonis. Faktor resiko dari sudut pandang korban misalnya, masalah mental dan
psikis, kesulitan dalam belajar, dan orang orang yang bekerja sebagai pembantu rumah
tangga. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa faktor resiko terbanyak adalah
kondisi ekonomi keluarga sebanyak 71,1%, diikuti oleh hubungan keluarga yang
kurang baik atau harmonis sebanyak 15,5 %.

Gambar 1. Faktor Resiko KDRT

Selain itu, Penggunaan alkohol juga berpengaeruh terhadap kejadian kekerasan


dalam rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Timothy Naimi (2017)
mengenai hubungan kebijakan penggunaan alkohol dan angka pembunuhan di
Amerika serikat, didapatkan bahwa lingkungan atau daerah tanpa kebijkan.

penggunaan alkohol mempunyai tingkat kejadian kekerasan dan pembunuhan 10


% lebih tinggi dibandingkan dengan derah dengan kebijakan penggunan alkohol,
termasuk kekerasan dalam rumah tangga. 5,23

2.9 Kasus kematian akibat kekerasan dalam rumah tangga


1. Kasus 1

Seorang wanita berusia 26 tahun diserang oleh suaminya karena masalah rumah
tangga. Korban Tidak sadarkan diri dalam waktu tiga menit setelah di pukul pada
daerah prekordium oleh lutut suaminya. Anak korban yang berusia 4 tahun menyadari
kejadian tersebut. Resusitasi tidak dilakukan di tempat kejadian. korban segera
dipindahkan ke rumah sakit setempat. Setibanya, dia dinyatakan meninggal. Otopsi
menunjukkan bahwa para wanita itu tampaknya cukup bergizi dan berkembang dengan
baik. Tubuh panjangnya 153cm dan beratnya 45 kg. Pada ujian kotor tubuh, tidak ada
temuan yang diidentifikasi, kecuali untuk pendarahan dan subkutan perdarahan di
anterior sisi dada. Pemeriksaan internal biasa-biasa saja. Tulang dada masih utuh, dan
tidak ada patah tulang ditemukan di tulang rusuk bilateral. Jantung itu dalam ukuran
normal, beratnya 250 g, dengan ketebalan 11mm di dinding ventrikel kiri dan 3mm di
dinding ventrikel kanan. Tidak ada kelainan yang terdeteksi di arteri koroner, katup
jantung atau perikardium. Tidak ada kelainan bawaan atau cedera miokard ditemukan
di hati. Analisis toksikologi post-mortem negatif untuk alkohol, obat-obatan dan racun
biasa. 4

2. Kasus 2

Seorang wanita berusia 50 tahun ditemukan tewas di rumah sewaan di mana


dia tinggal bersama suaminya. Korbannya mengalami kekerasan dalam rumah tangga
di tangan suaminya menurut untuk kesaksian dari anggota keluarga dan teman-
temannya. Dua hari setelah penemuan mayat, pemeriksaan eksternal forensik
dilakukan. Kematian dikaitkan dengan sesak napas mekanis konsisten dengan
pencekikan dan pencekikan manual oleh pekerja forensik. Tanda kuku terlihat di
permukaan bibir dan di sekitar mulut, terutama terlihat di sisi kanan. bengkak dan ungu
tua di sisi kanan wajah, ditemani oleh violet seukuran ujung jari memar di atas pipi
kanan. Beberapa violet linier dan seukuran ujung jari memar diamati di sisi kanan
submandibular dan daerah leher anterior

Secara internal, diseksi lapis demi lapis yang terpisah mengungkapkan


pendarahan kecil dalam jaringan dan otot subkutan leher kanan atas. terdapat
pendarahan di daerah perilaryngeal di sisi kiri tiroid perichondrium dan sisi kanan
kapsul bedah posterior. Tulang rawan laring dan tulang hyoid masih utuh, dan tidak
ada kerusakan yang terlihat di arteri karotis. Ada sedikit bukti cedera di dalam
chemoreceptor dan pressoreceptor. Pemeriksaan otak mengungkapkan perdarahan
subaraknoid basilar yang ditandai. Sayangnya, pengangkatan gumpalan darah di dasar
otak dengan hati-hati gagal mengkonfirmasi lokasi perdarahan. Serangkaian bagian
melalui belahan otak, batang otak, dan otak kecil menunjukkan darah di lateral, saluran
air, dan ventrikel keempat. Tidak ada tanda perdarahan ekstradural atau subdural, dan
tidak ada bukti fraktur tengkorak. 10

3. Kasus 3
Seorang wanita hamil berusia 32 tahun dirawat dalam keadaan darurat
kamar setelah suaminya memanggil ambulans, Namun, korban meninggal 5 jam
kemudian. Suaminya menuduh bahwa dia telah jatuh beberapa kali di dalam
ruangan dan kemudian menjadi tidak sadar. Almarhum tingginya 163 cm dan berat
56 kg. Besar memar yang baru diderita terlihat dari sisi kanan pipi ke leher dan
dari perut bagian bawah ke kedua daerah inguinal. Ada perdarahan mukosa yang
parah dan laserasi di mulut. Memar baru dan perubahan warna kekuningan juga
dicatat di seluruh tubuhnya. Beberapa fragmen plasenta menonjol dari vagina
dengan perdarahan genital juga diamati. Selain itu, ada pendarahan besar di bawah
kulit kepala dan pada otot temporal, hematoma subdural kecil, ringan perdarahan
subaraknoid, dan pendarahan kecil di pons. Formasi kalus ditemukan antara kiri
ke-5 dan ke-10 tulang rusuk dan antara tulang rusuk 7 dan 12 kanan. 7 dan 9 yang
tepat tulang rusuk dibiaskan di tempat penyembuhan. Pendarahan subkutan yang
parah juga terlihat di bagian bawah perut. Dua bekas luka fibrotik disajikan di
lobus kanan hati. Ada 1400 mL darah di rongga perut, bersama dengan hematoma
retroperitoneal seukuran telapak tangan. Ada sedikit perforasi mesenterium di
dekat daerah ileocecal. Itu uterus membesar, dan permukaannya menunjukkan
pembuluh melebar. Itu perimetrium (diameter 4,5 cm) ditanggalkan, dan
leiomioma pedunculatum 2 cm kedalam, terhubung hingga akhir perimetrium
yang hilang.Hati dan ginjal tampak anemia dan pucat. Secara histopatologis, tidak
ada fibrin trombus dan emboli ketuban atau lemak diamati di
mikrosirkulasi paru-paru, ginjal, dan otak. Di dalam rahim, janin betina
bersama dengan yang rusak parah plasenta ditemukan. Tinggi janin 32,5 cm dan
beratnya 680 g. Diperkirakan sekitar 7 bulan usia kehamilan. Otopsi janin
mengungkapkan tidak ada maserasi atau malformasi, tetapi menunjukkan
perdarahan subdural, laserasi paru-paru, laserasi dan avulsi hati, 15 mL perut
perdarahan, dan hematoma retroperitoneal. 3
Tabel 1. Bentuk Kekerasan dalam rumah tannga
2.10 Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Dampak KDRT secara fisik dapat menyebakan kecacatan yang tetap dan
juga kematian juga dapat berdampak pada psikologis dan sosial dari istri.
Kekerasan psikologis dapat merusak harga diri, menimbulkan kebingungan dan
dapat merusak kejiwaan istri.

Penganiayaan terhadap istri sering disertai pada penganiayaan pada anak.


Pengaruh-pengaruh jangka panjang dari kekerasan terhadap istri sering berlanjut
menjadi perlakuan kejam pada anak dan pola tersebut berlanjut dari kekerasan
dalam keluarga, menimbulkan masalah psikopatologis yang serius pada istri dan
masalah-masalah lainnya dalam keluarga.

Anak-anak yang sering melihat atau mengalami kekerasan cenderung


menjadi terlibat dalam lingkaran tersebut. Pola kekerasan ini dapat diturunkan dari
satu generasi ke generasi lainnya. Anak belajar bahwa dari kondisi yang mereka
saksikan memperbolehkan melakukan tindak kekerasan ketika merasakan emosi-
emosi yang kuat seperti dalam keadaan marah, frustasi dan stress. Mereka belajar
bahwa perlakuan kekerasan merupakan kondisi yang normal terjadi dalam
keluarga, mencintai dan menyakiti merupakan kondisi yang tidak kompatibel.
Pengaruh terhadap diri yaitu harga diri yang rendah, orang yang posesif dan
memiliki rasa cemburu yang kuat. 1,7
DAFTAR PUSTAKA

1. Dewi NR. Kekerasan dalam Rumah Tangga. Fakultas Kedokteran Universitas


Sriwijaya (Indonesia). 2015
2. Hawari HA, Banna AE. A Medicolegal Study of Domestic Violence in South
Region of Jordan. Egyptian Journal of Forensic Science. 2017
3. Kanawaku Y, Takahashi S, Kanatake J, Funayama M. Autopsy Case of A
Pregnant Woman With Severe Placental and Fetal Damage from Domestic
Violence. Am J Forensic Med Pathol. 2017. 36 : 125 – 126
4. Mu J, Zhang J, Liu L, Dong H. Homicidal Commotio Cordis Caused by
Domestic Violence : A Report of Two Cases. Medicine, Science, and Law.
Sage. 2015
5. Naimi TS, Xuan Z, Coleman S, Lira M, Hadland SE, Cooper SE, et al. Alcohol
Policies and Alcohol-Involved Homicide Victimization in The United States.
Journal of Studies on Alcohol and Drugs. 2017. 78 : 781 – 788
6. Ramadani M, Yuliani F. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Sebagai
Salah Satu Isu Kesehatan Masyarakat Secara Global, Jurnal Kesehatan
Masyarakat Andalas, Universitas Andalas (Indoensia). 2015
7. Salari S, Maxxwell C. Lethal Intimate Partner Violence in Later Life:
Understandeing Measurement Strengths and Limitations of research. Journal of
Elder Abuse and Neglect, 2016
8. Sutikno. Perlindungan Hukum Bagi Wanita Terhadap Kekerasan Dalam
Rumah Tangga Berdasarkan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004. Hukum
dan Dinamika Masyarakat. 2007. Vol 5. ISSN : 0854-2031
9. Ventura F, Caputo A, Molinelli A. Medico-legal Aspect of Death Related to
Neglect and Abandonment in Elderly. Springer International Publishing AG.
2018
10. Wu XM, Zhang XD, Yun LB, Liu M, Yi XF. Sudden Death From Ruptured
Intracranial Vascular Malformations During Mechanical Asphyxia. Am J
Forensic Med Pathol. 2017. 38 : 35 - 38

Anda mungkin juga menyukai