Anda di halaman 1dari 32

PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI TINGKAT

PELAYANAN KESEHATAN PRIMER DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Tasya Septianti Riyadi (030.12.268)
Alanggia Latona Sidarta (030.13.013)
Annisa Kartikasari (030.13.021)
Arif Muhammad (030.13.026)
Citra Permata (030.13.047)
Devi Prillianti (030.13.053)
Grace Hardiana Puspitasari (030.13.083)
Heike Esfandari (030.13.091)
Tiar Ilman Hernawan (030.13.188)
Puti Alimah (030.13.242)
Ghiyata Syadza Bahiriah (030.13.256)

Dibimbing oleh :
dr. Raditya W, Sp.OG (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


PERIODE 14 JANUARI – 23 MARET 2019
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS MAKALAH DENGAN JUDUL


“Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Primer di Indonesia”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat
Periode 14 Januari – 23 Maret 2019

Jakarta, Januari 2019

Pembimbing

dr. Raditya W, Sp.OG(K)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan ridha-Nya kami dapat menyelesaikan makalah berjudul
“Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja di Tingkat Pelayanan Kesehatan
Primer di Indonesia”. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat
kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat periode 14 Januari –
23 Maret 2019.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para staf
pengajar di Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat, dr. Raditya W,
Sp.OG (K) atas bimbingannya dalam materi Obsgyn Sosial dan makalah ini, serta
teman-teman yang turut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kami terbuka sekali bagi kritik dan saran yang membangun bagi
perbaikan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.

Jakarta, Januari 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
2.1. Definisi .............................................................................................. 7
2.1.1 Remaja ...................................................................................... 7
2.1.2 Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pentingnya Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Remaja di Fasilitas Kesehatan Tingkat I ...... 8
2.2. Prevalensi ........................................................................................... 9
2.2.1 Seks Pra Nikah pada Remaja .................................................... 9
2.2.2 Pernikahan Usia Muda .............................................................. 10
2.2.3 Kehamilan pada Remaja ........................................................... 12
2.3. Masalah Kesehatan Reproduksi Remaja ........................................... 14
2.3.1 Infeksi Menular Seksual ........................................................... 14
2.3.2 Aborsi ....................................................................................... 15
2.3.3 Kehamilan Muda ...................................................................... 16
2.4. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja......................................... 17
2.4.1 Rekomendasi Pelayanan Kesehatan Remaja ............................ 17
2.4.2 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) .......................... 17
2.4.3 Program Generasi Berencana BKKBN .................................... 19
2.5. Pengetahuan Dasar yang Perlu Diberikan pada Remaja.................... 24
BAB III KESIMPULAN ............................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Kesehatan reproduksi mendapat perhaan khusus secara global sejak


dikemukakannya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang
Kependudukan dan Pembangunan Internaonal Conference on Population and
Development (ICPD) di Cairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penng dalam
konferensi tersebut adalah disepakanya perubahan paradigma dalam pengelolaan
masalah kependudukan dan pembangunan, yaitu dari pendekatan pengendalian
populasi dan penurunan ferlitas/keluarga berencana menjadi pendekatan yang
terfokus pada kesehatan reproduksi.1
Dengan perubahan paradigma tersebut, pengendalian kependudukan
menjadi bergeser ke arah yang lebih luas, yang melipu pemenuhan kebutuhan
kesehatan reproduksi bagi laki-laki dan perempuan sepanjang siklus hidup,
termasuk hak reproduksi, kesetaraan gender, martabat dan pemberdayaan
perempuan. ICPD Cairo menekankan bahwa seap negara harus berusaha untuk
membuat pelayanan kesehatan reproduksi dapat terjangkau oleh semua orang
pada umur yang sesuai, melalui sistem pelayanan kesehatan dasar dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya sebelum tahun 2015 (Akses Universal Kesehatan
Reproduksi 2015).1,2
Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut menandatangani
kesepakatan ICPD, menindaklanju pertemuan tersebut dengan mengadakan
Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi tahun 1996 dan 2003 di Jakarta.
Kesepakatan yang dihasilkan diantaranya adalah: untuk dapat memenuhi hak-hak
reproduksi seap individu, maka pelayanan kesehatan reproduksi harus
dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh, yaitu dengan mengintegrasikan seap
komponen program terkait kesehatan reproduksi dengan menekankan penngnya
keadilan dan kesetaraan gender serta pencegahan dan penanganan kekerasan
terhadap perempuan.2

4
Keterpaduan dalam pelayanan kesehatan reproduksi, merupakan upaya
untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi kepada
setiap individu pada siklus hidupnya. Menjadi lebih penting lagi karena
keterpaduan dalam pelayanan kesehatan reproduksi ini akan menjamin efektivitas
dan efisiensi dalam pelayanan.1
Kesehatan reproduksi telah tercantum di dalam Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 yaitu pasal 71, yang menyebutkan bahwa
kesehatan reproduksi sebagai suatu keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial
secara utuh,tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan
dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada perempuan dan laki-laki.
Dengan pengertian tersebut, maka kesehatan reproduksi mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas yang mencakup keseluruhan siklus hidup manusia mulai
sejak lahir sampai lanjut usia. Selanjutnya untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan reproduksi yang terjangkau dan berkualitas ditetapkan Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Peraturan ini
bertujuan untuk menjamin pemenuhan hak Kesehatan setiap orang yang diperoleh
melalui pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat
dipertanggungjawabkan serta menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar
mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta mengurangi angka
kematian ibu.2
Setelah hampir 20 tahun sejak rekomendasi ICPD yang menekankan
pentingnya pemenuhan hak-hak reproduksi disepakati, namun belum semua
individu mendapatkan akses yang sama terhadap pelayanan kesehatan reproduksi.
Hal ini dapat dilihat dengan masih tingginya angka kematian ibu (AKI), tingginya
kehamilan usia remaja, rendahnya pemakaian kontrasepsi, dan lain sebagainya.
Melihat kenyataan tersebut, kunci rekomendasi agenda pasca tahun 2014, bahwa
setiap negara harus melakukan intensifikasi kebijakan politik yang mendorong
kesehatan reproduksi dapat diakses semua individu dengan fokus pada agenda
ICPD Cairo yang tertunda:

5
1. Menghargai, melindungi, memenuhi hak seksual dan reproduksi se-
individu melalui pendidikan masyarakat serta penyesuaian kebijakan
dan peraturan.
2. Pencapaian akses universal terkait dengan pelayanan kesehatan
reproduksi, pendidikan dan informasi kesehatan seksual dan
reproduksi yang berkualitas, komprehensif, dan terintegrasi.
3. Menjamin akses universal dalam pendidikan kesehatan reproduksi
yang komprehensif bagi kaum muda.
4. Penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menjamin
akses universal pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan bagi
semua penyintas kekerasan berbasis gender.

Dalam upaya memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang


terintegrasi kepada individu sesuai usia, sejak tahun 2002 Kementerian Kesehatan
telah mengembangkan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Terpadu (PKRT) di
pelayanan kesehatan dasar. Sampai tahun 2014 berdasarkan laporan dari Dinas
Kesehatan Provinsi, telah ada sebanyak 2.133 puskesmas PKRT dengan cakupan
kabupaten/ kota yang memiliki minimal 4 puskesmas PKRT sebesar 237
kabupaten/kota (45%) di seluruh Indonesia.1,2

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

2.1.1 Remaja

Remaja merupakan peralihan masa kanak-kanak menjadi dewasa yang


melibatkan perubahan berbagai aspek seperti biologis, psikologis, dan sosial-
budaya. WHO mendefinisikan remaja sebagai perkembangan dari saat
timbulnya tanda seks sekunder hingga tercapainya maturasi seksual dan
reproduksi, suatu proses pencapaian mental dan identitas dewasa, serta
peralihan dari ketergantungan sosioekonomi menjadi mandiri. Secara biologis,
saat seorang anak mengalami pubertas dianggap sebagai indikator awal masa
remaja. Namun karena tidak adanya petanda biologis yang berarti untuk
menandai berakhirnya masa remaja, maka faktor-faktor sosial, seperti
pernikahan, biasanya digunakan sebagai petanda untuk memasuki masa
dewasa.2 Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.
Sifat khas remaha mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai
petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas
perbuatannya tanpa didauhului oleh pertimbangan yang matang. Apabila
keputusan yang diambil dalam menghadapi konflik tidak tepat, mereka akn
jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus menanggung akibat jangka
pendek dan jangka panjang dalam berbagai masalah kesehatan fisik dan
psikososial. Sifat dan perilaku berisiko pada remaha tersebut memerlukan
ketersediaan pelayanan kesehatan peduli remaja yang dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan remaja termasuk pelayanan untuk ekesehatan reproduksi.3

Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia 10-19


tahun, menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 25 tahun 2014, remaja
adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun, dan menurut Badan

7
Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) rentang usia remaja adalah
10-24 tahun dan belum menikah. Jumlah kelompok usia 18-19 tahun di
Indonesia menurut Senss Penduduk 2010 sebanyak 43,5 juta atau sekitar 18%
dari jumlah penduduk. Di dunia diperkirakan kelompok remaja berjumlah 1,2
milyar atau 18% dari jumlah penduduk dunia.3

2.1.2 Kesehatan Reproduksi Remaja dan Pentingnya Pelayanan Kesehatan


Reproduksi Remaja di Fasilitas Kesehatan Tingkat Satu

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental dan sosial
secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi dan proses reproduksi.3 Suatu kondisi sehat
yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh
remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau
bebas dari kecacatan namun sehat secara mental serta sosial kultural.3

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja bertujuan untuk :3

1. Mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko lainnya


yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan reproduksi. perilaku seksual
berisiko antara lain seks pranikah yang dapat berakibat pada kehamilan
tidak diinginkan, perilaku seksual berganti-ganti pasangan, aborsi tidak
aman, dan perilaku berisiko tertular Infeksi Menular Seksual (IMS)
termasuk HIV. Perilaku berisiko lain yang dapat berpengaruh terhadap
kesehatan reproduksi antara lain penyalahgunaan narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif (napza) dan perilaku gizi buruk yang dapat menyebabkan
masalah gizi khususnya anemia
2. Mempersiapkan remaja untuk menjalani reproduksi yang sehat dan
bertanggung jawab yang meliputi persiapan fisik, psikis, dan sosial untuk
menikah dan menjadi orang tua pada usia yang matang.

8
2.2 Prevalensi

2.2.1 Seks Pra Nikah pada Remaja

Seks aktif pra nikah pada remaja beresiko terhadap kehamilan remaja
dan penularan penyakit menular seksual. Kehamilan yang tidak direncanakan
pada remaha perempuan dapat berlanjut pada aborsi dan pernikahan remaja.
Kejadian aborsi dan penikahan pada usia remaja akan berdampak pada masa
depan remaja tersebut, janin yang dikandung dan keluarganya.4

Gambar 1. Persentase Seks Pra Nikah Pada Remaja, Tahun 2007 dan
2012 (SDKI 2007 dan 2012 Kesehatan Reproduksi Remaja, Badan
Pusat Statistik)

Secara umum, remaja laki-laki lebih banyak menyatakan pernah


melakukan seks pra nikah dibanding remaja perempuan. Persentase remaja pria
tahun 2012 cenderung lebih meningkat dibandingkan tahun 2007. Dari survei
yang sama didapatkan alasan hubungan seksual pranikah sebagian besar karena
rasa penasaran dan ingin tahu (57,5% pria), terjadi begitu saja (38%
perempuan) dan dipaksa oeh pasangan (12,6% perempuan).

9
2.2.2 Pernikahan Usia Muda

Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs


(UNDESA,2010), Indonesia termasuk negara ke-37 dengan persentase
pernikahan usia muda yang tinggi dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN
setelah Kamboja. Pada tahun 2010, terdapat 158 negara dengan usia legal
minimal perempuan menikah adalah 18 tahun ke atas, namun di Indonesia
batas usia minimal untuk perempuan adalah 16 tahun.

Pernikahan usia muda beresiko karena belum cukupnya kesiapan dari


aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi dan
reproduksi. Pendewasaan usia perkawinan juga berkaitan dengan pengendalian
kelahiran karena lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya
anak yang akan dilahirkan.4

Gambar 2. Usia Menikah Pertama Usia 25-49 tahun, tahun 1991-2012


(SDKI 1991-2012, Badan Pusat Statistik)

Usia ideal pernikahan pertama bagi perempuan menurut sebagian besar


(37%) remaja perempuan usia 15-19 tahun adalah usia 24-25 tahu, sedangkan
menurut sebagian besar remaja laki-laki (33%) adalah usia 20-21 tahun. Usia

10
ideal pernikahan pertama bagi laki-laki menurut sebagian besar remaja laki-
laki (49%) maupun perempuan (41%) adalah usia 24-25 tahun.

Gambar 3. Usia Ideal Menikah Pertama untuk Wanita Menurut


Remaja 15-19 Tahun (SDKI 1991-2012, Badan Pusat Statistik.)

Gambar 4. Usia Ideal Menikah Pertama untuk Pria Menurut Remaja


15-19 tahun. (SDKI 1991-2012, Badan Pusat Statistik)

11
2.2.3 Kehamilan pada Remaja
Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya,
juga dapat berdampak sosial dan ekonomi. Kehamilan pada usia muda atau
remaja antara lain beresiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah,
perdarahan persalinan, yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi.
Kehamilan pada remaja juga terkait dengan kehamilan tidak dikehendaki dan
aborsi tidak aman. Persalinan pada ibu dibawah usia 20 tahun memiliki
kontribusi dalam tingginya angka kematian neonatal, bayi, dan balita. SDKI
2012 mendapatkan bahwa angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan
balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan
pada ibu usia 20-39 tahun.

Keterangan: NMR = Neonatal Mortality Rate, Angka Kematian Neonatal

PNMR = Post Neonatal Mortality Rate, Angka Kematian Post Neonatal

IMR = Infant Mortality Rate, Angka Kematian Bayi

USMR = Under Five Mortality Rate, Angka Kematian Balita

Gambar 5. Angka Kematian Neonatal, Postneonatal, Bayi dan Balita


Menurut Usia Ibu (SDKI 2012, Badan Pusat Statistik)

12
Angka fertilitas kelompok usia 15-19 tahun (Age Specific Fertility Rate,
ASFR 15-19) menunjukkan penurunan yang tidak signifikan dalam 5 tahun
terakhir, maish jauh dari target RPJMN 2014 yaitu 30 kelahiran per 1000
perempuan.

Gambar 6. Angka Fertilitas Usia 15-19 tahun di Indonesia Tahun


1991-1012 (SDKI 1991-2012, Badan Pusat Statistik)

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, yang mendata


perempuan usia 10-54 tahun yang sedang hamil, masih didapatkan kehamilan
pada usia sangat muda (<15tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat
kecil (0,02%), terutama di pedesaan (0,03%). Sedangkan proporsi kehamilan
pada usia 15-19 tahun adalah 1,97% di pedesaan lebih tinggi dibanding
perkotaan.

13
Gambar 7. Proporsi Kehamilan Remaja di Indonesia Tahun 2013
(RISKESDAS 2013 Kementerian Kesehatan)

2.2.4 Masalah Kesehatan Reproduksi pada Remaja

2.3.1 Infeksi Menular Seksual (IMS)

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah berbagai infeksi yang dapat


menular dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual, Infeksi
Menular Seksual (IMS) dulunya disebut Penyakit Menular Seksual (PMS)
tetapi diubah pada tahun 1998, istilah IMS dipergunakan agar dapat
menjangkau penderita asimtomatik. Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba
(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama penyakit yang
mengganggu5

Secara epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka


kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti
Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibia. Jutaan IMS yang
disebabkan oleh virus juga terjadi setiap tahunnya, diantaranya ialah HIV,
virus herpes, HPV, dan virus hepatitis B.5 Di Amerika, jumlah wanita
yang menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari
seluruh wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang
memberikan kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun.6 Di Indonesia

14
sendiri, telah ada laporan mengenai prevalensi infeksi menular seksual ini.
Di Indonesia sendiri, belum banyak laporan mengenai prevalensi infeksi
menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara
tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan
klamidia yang tinggi antara 20%-35%.7

Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan


remaja dan dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih
rendahnya pengetahuan masyarakat akan infeksi menular seksual. Wanita
dalam hal ini sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini
mungkin disebabkan masih kurangnya penyuluhan dan program yang
dilakukan oleh pemerintah dan badan kesehatan lainnya dalam
menanggulangi serta mencegah IMS

Cara pencegahan IMS-HIV/AIDS adalah dengan :8


1. Pencegahan penularan melalui hubungan seksual dengan berperilaku
seksual yang aman (dikenal dengan singkatan ”ABC”), yaitu :
a. Abstinenesia – Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
b. Be faithful – setia terhadap pasangan yang sah (suami-istri)
c. Condom – Menggunakan kondom (bila tidak dapat melakukan A
maupun B tersebut), termasuk menggunakan kondom sebelum PMSnya
disembuhkan.
2. Pencegahan penularan melalui darah :
a. Skrining darah donor dan produk darah
b. Menggunakan alat suntik dan alat lain yang steril.
c. Penerapan Kewaspadaan Universal atau Universal Infection Precaution.
3. Pencegahan penularan dari ibu ke anak
a. Testing dan konseling ibu hamil
b. Pemberian obat antiretroviral bagi ibu hamil yang mengidap infeksi
HIV

15
2.3.2 Aborsi.

Aborsi diartikan sebagai tindakan menghentikan kehamilan dengan


sengaja sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum kehamilan 20
minggu atau berat janin masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis
yang jelas. Pada remaja di kota besar yang mempunya tipe Early sexual
experience, late marriage, maka hal inilah yang menunjang terjadinya masalah
aborsi biasanya terjadi di kota besar. Disinyalir bahwa saat ini di Indonesia
terjadi 2,6 juta aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 700.000 diantaranya adalah
remaja. Dta mengenai aborsi di Indonesia seringkali tidak begitu pasti karena
dalam pelaksanaan kasus aborsi baik si pelaku yang diaborsi maupun yang
melakukantindakan aborsi tidak pernah melaporkan kejadian tersebut, bahkan
seringkali dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Pada pertemuan Konferensi
Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo tahun 1994,
telah dikemukakan mengenai hak hak wanita dalam mendapatkan pelayanan
Kesehatan Reproduksi yang baik, diantaranya bahwa mereka mempunya hak
mendapatkan pelayanan aborsi yang aman (safe abortion), hal ini dimaksudkan
untuk menurunkan angka kematian maternal yang hal inilah yang mungkin
merupakan salah satu hambatan dalam upaya menyelenggarakan pelayanan
aborsi yang aman.

Pencegahan aborsi adalah usaha yang harus diutamakan terlebih dahulu


dalam upaya penurunan angka kematian maternal. Jika sudah berhubungan
dianjurkan untuk memakai alat kontrasepsi terutama kondom (pencegahan
Infeksi Menular Seksual) atau alat kontrasepsi lain untuk mencegah kehamilan
yang tidak diinginkan, dan dianjurkan untuk mempunyai pasangan yang sehat.9

2.3.3 Kehamilan muda

Penyebab utama dari kematian pada perempuan usia 15-19 tahun secara
global adalah komplikasi dari kehamilan dan persalinan. Persalinan pada usia
ini mencakup 11% dari seluruh persalinan di dunia, dan sebagian besar dari
persalinan ini adalah pada negara dengan pemasukan rendah-menengah. PBB

16
menghitung kelahiran pada remaja pada tahun 2018 adalah 44 kelahiran per
1000 perempuan. Akses yang lebih baik ke informasi dan pelayanan
kontrasepsi dapat menurunkan jumlah perempuan yang hamil dan melakukan
persalinan pada usia muda. Undang-undang yang mengatur mengenai
ketentuan usia minimal untuk hamil juga dapat membantu.

Perempuan yang hamil membutuhkan akses ke pelayanan antenatal yang


berkualitas. Apabila diizinkan oleh konstitusi yang berlaku, remaja yang
memilih untuk melakukan terminasi kehamilan sebaiknya mendapatkan akses
ke aborsi yang aman.10

2.4 Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja

Dalam rangka menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat bagi remaja,


maka perlu kepedulian dalam bentuk pelayanan dan penyediaan informasi yang
benar serta kesepahaman akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja
sehingga dapat membantu mereka dalam menentukan pilihan masa depannya.11

2.4.1 Rekomendasi Pelayanan Remaja


Pelayanan kesehatan reproduksi yang direkomendasikan adalah:
 Konseling , informasi dan pelayanan Keluarga Berencana (KB)
 Pelayanan kehamilan dan persalinan (termasuk: pelayanan aborsi yang
aman, pelayanan bayi baru lahir/neonatal)

 Pengobatan infeksi saluran reproduksi (ISR) dan penyakit menular


seksual (PMS), termasuk pencegahan kemandulan

 Konseling dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja (KRR)

 Konseling, informasi dan edukasi (KIE) mengenai kesehatan


reproduksi

17
2.4.2 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua
golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Ciri
khas dari PKPR adalah pelayanan konseling dan peningkatan kemampuan
remaja dalam menerapkan Pendidikan dan Keterampilan Hidup Sehat
(PKHS).1 Manfaat Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja ( PKPR) adalah:

 Menambah wawasan dan teman melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan,


dialog interaktif, Focus Group Discussion (FGD), seminar, jambore, dll.

 Konseling/curhat masalah kesehatan dan berbagai masalah remaja lainnya


(dan kerahasiaannya dijamin).

 Remaja dapat menjadi peer counselor/kader kesehatan remaja agar dapat


ikut membantu teman yang sedang punya masalah.

Program PKPR meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif


yang harus diberikan secara komprehensif meliputi:
 Pelayanan kesehatan reproduksi remaja (meliputi infeksi menular
seksual/IMS, HIV & AIDS) termasuk seksualitas dan pubertas
 Pencegahan dan penanggulangan kehamilan pada remaja
 Pelayanan gizi (anemia, kekurangan dan kelebihan gizi) termasuk
konseling dan edukasi
 Tumbuh kembang remaja
 Skrining status TT pada remaja
 Pelayanan kesehatan jiwa remaja, meliputi: masalah psikososial, gangguan
jiwa, dan
 kualitas hidup
 Pencegahan dan penanggulangan NAPZA
 Deteksi dan penanganan kekerasan terhadap remaja
 Deteksi dan penanganan tuberkulosis
 Deteksi dan penanganan kecacingan4

18
Adapun kriteria Puskesmas mampu melaksanakan PKPR sebagai berikut :
a. Memberikan pelayanan konseling pada semua remaja yang memerlukan
konseling yang kontak dengan petugas PKPR.
b. Melakukan pembinaan pada minimal 1 (satu) sekolah dalam 1 (satu) tahun
di sekolah umum atau sekolah berbasis agama, dengan minimal
melaksanakan kegiatan KIE di sekolah binaan minimal 2 kali dalam setahun.
c. Melatih konselor sebaya di sekolah minimal sebanyak 10% dari jumlah
murid sekolah binaan.14

2.4.3 Program Generasi Berencana BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyebutkan


bahwa berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 diketahui bahwa 27,6% dari
jumlah penduduk Indonesia berada pada kelompok umur remaja 10-24 tahun
yaitu sekitar 64 juta jiwa. BKKBN menyatakan bahwa jumlah tersebut sangat
besar sehingga menjadikan remaja sebagai penerus bangsa perlu dipersiapkan
menjadi manusia yang sehat secara jasmani, rohani, mental dan spiritual.
Namun ternyata saat ini, BKKBN menyebutkan bahwa faktanya, berbagai
penelitian menunjukkan bahwa remaja mempunyai permasalahan yang sangat
kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Masalah yang
menonjol dikalangan remaja yaitu permasalahn seputar tiga hal yan berkaitan
dengan Kesehatan Reproduksi Remaja (TRIAD KRR) yakni seksualitas,
HIV/AIDS serta narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA), serta
rendahnya pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi remaja dan media
usia kawin pertama perempuan relatif masih rendah. Dalam usaha mengatasi
ledakan penduduk, pemerintah melalui BKKBN, memiliki program Generasi
Bencana (GenRe) yang mempromosikan program-program Keluarga
Berencana sejak dini bagi kaum remaja.15

19
BKKBN menyelenggarakan program Generasi Berencana (GenRe) yang
dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi yaitu pendekatan kepada remaja
itu sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja. Pendekatan
kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan
Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), sedangkan pendekatan kepada
keluarga dilakukan melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja
(BKR). Remaja sebagai sasaran program, adalah penduduk usia 10-24 tahun
yang belum menikah. Kegiatan yang pernah dilaksanakan antara lain
pemilihhan duta mahasiswa, seminar remaja, gelar seni buadaya, pentas
komedi, penyebaran poster, Junior Eagle Award, Genre Goes to School
Kampus/ Pesantren, jambore kreatifitas Remaja, dan temu kader BKR (Bina
Ketahanan Remaja).16
Tujuan dari program GenRe tersebut adalah untuk meningkatkan
pemahaman remaja mengenai Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
dalam penyiapan kehidupan dalam berkeluarga, melalui; pengembangan
kebijakan dan strategi yang komprehensif dan terpadu, antar sektor dan antara
pusat – daerah, tentang KIE dan konseling kesehatan reproduksi remaja dengan
melibatkan orang tua, teman sebaya, tokoh agama/ tokoh masyarakat/ tokoh
adat, sekolah dengan memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan
pemahaman nilai-nilai pernikahan, dan penanganan kehamilan yang tidak
diinginkan pada remaja untuk mengurangi aborsi; peningkatan pengetahuan
Kesehatan Reproduksi (Kespro) remaja dalam pendidikan, yaitu peningkatan
fungsi dan peran, serat kualitas dan kuantitas kegiatan kelompok remaja
tentang pengetahuan Kespro bagi remaja dan mahasiswa dengan mendorong
remaja untuk mempunyai kegiatan positif dalam meningkatkan status
kesehatan, pendidikan, jiwa kepemimpinan, serta dalam penyiapan kehidupan
berkeluarga.17

Tujuan-tujuan tersebut di atas dilakukan melalui strategi :


a) Peningkatan kebijakan dan strategi yang komprehensif dan terpadu, antar
sektor dan antara pusat – daerah, tentang KIE dan konseling kesehatan

20
reproduksi remaja dengan melibatkan orang tua, teman sebaya, toga/toma,
sekolah dengan memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan
pemahaman nilai-nilai pernikahan, dan penanganan kehamilan yang tidak
diinginkan pada remaja untuk mengurangi aborsi.
b) Peningkatan fungsi dan peran, serat kualitas dan kuantitas kegiatan
kelompok remaja tentang pengetahuan Kespro bagi remaja dan mahasiswa
dengan mendorong remaja untuk mempunyai kegiatan positif dengan
meningkatkan status kesehatan, pendidikan, jiwa kepemimpinan.
c) Pengembangan dan peningkatan fungsi dan peran kegiatan kelompok Bina
Keluarga Remaja (BKR) sebagai wahana untuk meningkatkan kepedulian
keluarga dan pengasuhan kepada anak-anak remaja mereka.
d) Peningkatan jumlah dan kompetensi/kapasitas SDM kader/penyuluh
dalam memberikan KIE dan konseling kepada remaja dan orang tua, serta
penguatan lembaga dengan mengembangkan intervensi bersifat lintas sektor
(forum koordinasi antara pemerintah dan LSM).17

 Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M)


PIK Remaja dan Mahasiswa adalah suatu wadah dalam program GenRe
yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja/ mahasiswa guna memberikan
pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta
kegiatan-kegiatan penunjang lainnya.18

a) PIK - Remaja
Tujuan umum dari PIK remaja adalah untuk memberikan infromasi
PKBR, pendewasaan usia perkawinan, keterampilan hidup, pelayanan
konseling dan rujukan PKBR. Disamping itu juga dikembangkan kegiatan-
kegiatan lain yang khas dan sesuai minat dan kebutuhan remaja untuk
mencapai Tegar Remaja dama rangka Tegar Keluarga guna mewujudkan
Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.
PIK remaja tidak mengikuti tingkatan wilayah administrasi seperti tingkat
desa, tingkat kecamatan/kabupaten/kota/provinsi. Artinya PIK remaja dapat

21
melayani remaja lainnya yang berada di luar lokasi wilayah administrasinya.
PIK remaja dalam penyebutannya bisa dikaitkan dengan tempat dan institusi
pembinanya seperti PIK Remaja Sekolah, PIK Remaja Masjid, PIK remaja
pesantren, dan lain-lain.
Pengelola PIK remaja adalah pemuda/remaja yang punya komitmen dan
mengelola langsung PIK remaja serta telah mengikuti pelatihan dengan
mempergunakan modul dan kurikulum standar yang telah disusun oleh
BKKBN atau yang sejenis. Pengelola PIK remaja terdiri dari Ketua, Bidang
Administrasi, Bidang Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan Konselor
Sebaya.
Pembina PIK remaja adalah seseorang yang mempunyai kepedulian yang
tinggi terhadap masalah-masalah remaja, memberikan dukungan dan aktif
membina PIK remaja, baik yang berasal dari pemerintah, LSM, atau
organisasi kepemudaan/remaja lainnya, seperti pemerintah (kepala desa/lurah,
camat, bupati, walikota, pimpinan SKPDKB), pimpinan LSM (pengurus
masid, pastor, pendeta, biksu, dan pimpinan organisasi), pimpinan media
massa (surat kabar, majalah, radio, dan TV), rektor/dekan, kepala SMP/SMA,
pimpinan pondok pesantren, komite sekolah, pimpinan kelompok sebaya
(karang taruna, pramuka, remaja masjid), orang tua (melalui BKR, majelis
ta’lim, program PKK).
PIK remaja dikembangkan melalui tiga tahap yaitu tahap tumbuh, tegak,
dan tegar. Prosesn pengembangan dan pengelolaan masing-masing tahapan
tersebut didsarakan pada 1) Materi dan isi pesan (asset yang diberikan); 2) Ciri
kegiatan yang dikalukan; 3) Dukungan dan jaringan yang dimiliki.18

b) PIK – Mahasiswa
Tujuan umum dari PIK mahasiswa adalah dalam ragka meningkatkan
akses dan kualitas pelayanan program penyiapan kehidupan berkeluarga bagi
mahasiswa. Sedangkan tujuan khususnya antara lain: 1) Membentuk PIK
mahasiswa di kampus; 2) Meningkatkan PIK mahasiswa dari tahap tumbuh

22
menjadi tahap tegak dan tegar; serta 3) Mengembangkan PIK mahasiswa
sebagai pusat unggulan.
Pengelola PIK mahasiswa adalah mahasiswa yang memiliki komitmen dan
mengelola langsung PIK serta telah telah mengikuti pelatihan dengan
mempergunakan modul dan kurikulum standar yang telah disusun oleh
BKKBN atau yang sejenis. Pengelola PIK mahasiswa terdiri dari Ketua,
Bidang Administrasi, Bidang Program dan Kegiatan, Pendidik Sebaya, dan
Konselor Sebaya.
Khalayak dari PIK mahasiswa ada tiga sasaran, terdiri dari: 1) Sasaran
utama yaitu seluruh mahasiswa kampus; 2) Sasaran antara yaitu dosen
pembina, aktivis mahasiswa, kelompok diskusi, kelompok perminatan,
pengurus BEM, dan lain-lain; 3) Sasaran penentu yaitu ketua jurusan,
pembantu dekan bidang kemahasiswaan, dekan, pembantu rekotr bidang
kemahasiwaan, rektor/pimpinan perguruan tinggi, koodinator kopetis wilayah,
Dirjen Dikti, Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama.
PIK mahasiswa dikembangkan melalui tiga tahap yaitu tahap tumbuh,
tegak, dan tegar. Proses pengembangan dan pengelolaan masing-masing
tahapan tersebut didasarkan pada 1) Materi dan isi pesan (asset yang
diberikan); 2) Ciri kegiatan yang dikalukan; 3) Dukungan dan jaringan yang
dimiliki.18

 Bina Keluarga Remaja (BKR)


Dari sisi pengembangan kelompok BKR, dinilai penting untuk
mengaktifkan kelompok ini, karena para orang tua yang tergabung dalam
kelompok BKR dapat berdiskusi tenatng teknik berkomunikasi dan cara
mendampingi anak remaja mereka. Berdasarkan Data Dalap Januari 2017,
jumlah kelompok BKR adalah 42.825.19
Tujuan umum BKR adalah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
kelompok BKR baik dari segi pengelolaan maupun pelaksanaan kegiatannya,
dan siap untuk menjadi model, tempat rujukan, tempat studi banding, dan

23
tempat magang bagi kelompok BKR yang lain. Sedangkan tujuan khusus BKR
adalah meningkatnya kemampuan kelompok BKR dalam mengembangkan
materi dan isi pesan program GenRe dalam rangka penyiapan kehidupan
berkeluarga bagi remaja, meningkatnya kemampuan kelompok BKR dalam
mengembangkan kegiatan yang lebih inovatif dan kreatif, meningkatnya
kemampuan kelompok BKR dalam memperluas dukungan dan jejaring kerja,
meningkatnya minat orang tua yang memiliki remaja dalam kegiatan dan
pengelolaan kelompok BKR.
Hasil yang diharapkan dengan adanya kelompok BKR adalah
meningkatnya dukungan pemangku kepentingan dan mitra kerja terhadap
program Genre khususnya dalam menumbuhkembangkan kelompok BKR,
meningkatnya jumlah keluarga yang mengakses kelompok BKR,
meningkatnya jumlah orang tua yang memiliki remaja aktif dalam kegiatan
BKR, dan meningkatnya keterampilan kader BKR.

Pokok-pokok kegiatan dalam pengelolaan BKR meliputi hal-hal sebagai


berikut :19
a) Penyelenggaraan kegiatan BKR :
- Pembentukan kelompok BKR
- Peningkatan kapasitas pengeolan dan pelaksana melalui Training of
Trainer (TOT) dan workshop/orientasi
- Pelayanan kegiatan kelompok BKR seperti pertemuan penyuluhan, tata
cara penyuluhan, kunjungan rumah, dan rujukan
b) Pengembangan kegiatan BKR
Pengembangan kegiatan kelompok BKR dilakukan berdasarkan stratifikasi :
- Stratifikasi dasar
- Stratifikasi berkembang
- Stratifikasi paripurna
c) Pendekatan dalam pengembangan kegiatan BKR :
- Promosi kegiatan kelompok BKR
- Pengembangan model keterpaduan kegiatan BKR

24
d) Pemantapan kegiatan BKR :
- Pemantapan jaringan kerja
- Pembinaan kelompok BKR
- Peningkatan kualitas kegiatan kelompok BKR
e) Langkah-langkah pelaksanaan
Langkah-langkah pelaksanaan dibagi setiap tingkatan, yaitu tingkat pusat,
tingkat propinsi, tingkat kabupaten/kota, tingkat kecamatan, tingkat
desa/kelurahan, pengelolaan kelompok, pengorgnisasian kelompok BKR.

2.4 Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja.15,16


 Pengenalan mengenai sistem, proses dan fungsi alat reproduksi (aspek
tumbuh kembang remaja) mengapa remaja perlu mendewasakan usia
kawin serta bagaimana merencanakan kehamilan agar sesuai dengan
keinginannya dan pasangannya
 Penyakit menular seksual dan HIV/AIDS serta dampaknya terhadap
kondisi kesehatan reproduksi.
 Bahaya penggunaan obat obatan/narkoba pada kesehatan reproduksi
 Pengaruh sosial dan media terhadap perilaku seksual
 Kekerasan seksual dan bagaimana menghindarinya
 Mengembangkan kemampuan berkomunikasi termasuk memperkuat
kepercayaan diri agar mampu menangkal hal-hal yang bersifat negatif
 Hak-hak reproduksi

25
BAB III

KESIMPULAN

Kesehatan reproduksi sebagai suatu keadaan sehat secara fisik, mental dan
sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang
berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada perempuan dan laki-
laki. Dengan pengertian tersebut, maka kesehatan reproduksi mempunyai ruang
lingkup yang sangat luas yang mencakup keseluruhan siklus hidup manusia mulai
sejak lahir sampai lanjut usia.Kesehatan reproduksi remaja adalah Suatu kondisi
sehat yang menyangkut sistem, fungsi dan proses reproduksi yang dimiliki oleh
remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit atau
bebas dari kecacatan namun sehat secara mental serta sosial kultural. Seks aktif
pra nikah pada remaja beresiko terhadap kehamilan remaja dan penularan
penyakit menular seksual. Dari survei yang sama didapatkan alasan hubungan
seksual pranikah sebagian besar karena rasa penasaran dan ingin tahu (57,5%
pria), terjadi begitu saja (38% perempuan) dan dipaksa oleh pasangan (12,6%
perempuan).

Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs


(UNDESA,2010), Indonesia termasuk negara ke-37 dengan persentase pernikahan
usia muda yang tinggi dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah
Kamboja. Usia ideal pernikahan pertama bagi perempuan menurut sebagian besar
(37%) remaja perempuan usia 15-19 tahun adalah usia 24-25 tahu, sedangkan
menurut sebagian besar remaja laki-laki (33%) adalah usia 20-21 tahun. Usia ideal
pernikahan pertama bagi laki-laki menurut sebagian besar remaja laki-laki (49%)
maupun perempuan (41%) adalah usia 24-25 tahun

Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya,


juga dapat berdampak sosial dan ekonomi. Kehamilan pada usia muda atau remaja
antara lain beresiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah, perdarahan
persalinan, yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi. Berdasarkan Riset

26
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, yang mendata perempuan usia 10-54 tahun
yang sedang hamil, masih didapatkan kehamilan pada usia sangat muda
(<15tahun), meskipun dengan proporsi yang sangat kecil (0,02%), terutama di
pedesaan (0,03%). Sedangkan proporsi kehamilan pada usia 15-19 tahun adalah
1,97% di pedesaan lebih tinggi dibanding perkotaan. Selain itu pada remaja belum
mengetahui mengenai Infeksi menular Seksual, maka dari itu pentingnya remaja
dalam mengetahui mengenai IMS.

Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah berbagai infeksi yang dapat


menular dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual, Infeksi
Menular Seksual (IMS) dulunya disebut Penyakit Menular Seksual (PMS)
tetapi diubah pada tahun 1998, istilah IMS dipergunakan agar dapat
menjangkau penderita asimtomatik. Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba
(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual.
IMS merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama penyakit yang
mengganggu

Di Indonesia sendiri, belum banyak laporan mengenai prevalensi infeksi


menular seksual ini. Beberapa laporan yang ada dari beberapa lokasi antara
tahun 1999 sampai 2001 menunjukkan prevalensi infeksi gonore dan
klamidia yang tinggi antara 20%-35%.

Tingginya angka kejadian infeksi menular seksual di kalangan remaja dan


dewasa muda, terutama wanita, merupakan bukti bahwa masih rendahnya
pengetahuan masyarakat akan infeksi menular seksual. Wanita dalam hal ini
sering menjadi korban dari infeksi menular seksual. Hal ini mungkin
disebabkan masih kurangnya penyuluhan dan program yang dilakukan oleh
pemerintah dan badan kesehatan lainnya dalam menanggulangi serta
mencegah IMS.

Aborsi diartikan sebagai tindakan menghentikan kehamilan dengan


sengaja sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (sebelum kehamilan 20
minggu atau berat janin masih kurang dari 500 gram) tanpa indikasi medis yang

27
jelas. Pada remaja di kota besar yang mempunya tipe Early sexual experience,
late marriage, maka hal inilah yang menunjang terjadinya masalah aborsi
biasanya terjadi di kota besar, Disinyalir bahwa saat ini di Indonesia terjadi 2,6
juta aborsi setiap tahunnya. Sebanyak 700.000 diantaranya adalah remaja.
Pencegahan aborsi adalah usaha yang harus diutamakan terlebih dahulu dalam
upaya penurunan angka kematian maternal. Jika sudah berhubungan dianjurkan
untuk memakai alat kontrasepsi terutama kondom (pencegahan Infeksi Menular
Seksual) atau alat kontrasepsi lain untuk mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan, dan dianjurkan untuk mempunyai pasangan yang sehat.

Penyebab utama dari kematian pada perempuan usia 15-19 tahun secara
global adalah komplikasi dari kehamilan dan persalinan. Persalinan pada usia ini
mencakup 11% dari seluruh persalinan di dunia, dan sebagian besar dari
persalinan ini adalah pada negara dengan pemasukan rendah-menengah.
Perempuan yang hamil membutuhkan akses ke pelayanan antenatal yang
berkualitas. Apabila diizinkan oleh konstitusi yang berlaku, remaja yang memilih
untuk melakukan terminasi kehamilan sebaiknya mendapatkan akses ke aborsi
yang aman. Dengan adanya pelayanan kesehatan reproduksi remaja, dalam rangka
menumbuh kembangkan perilaku hidup sehat bagi remaja, maka perlu kepedulian
dalam bentuk pelayanan dan penyediaan informasi yang benar serta kesepahaman
akan pentingnya kesehatan reproduksi remaja sehingga dapat membantu mereka
dalam menentukan pilihan masa depannya seperti Rekomendasi Pelayanan
Remaja, Pelayanan Remaja Berbasis Sekolah, Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja (PKPR), Pengetahuan dasar yang perlu diberikan kepada remaja,

PKPR adalah pelayanan kesehatan kepada remaja yang mengakses semua


golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Ciri
khas dari PKPR adalah pelayanan konseling dan peningkatan kemampuan remaja
dalam menerapkan Pendidikan dan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS). Program
PKPR meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang harus
diberikan secara komprehensif

28
BKKBN menyelenggarakan program Generasi Berencana (GenRe) yang
dilaksanakan melalui pendekatan dari dua sisi yaitu pendekatan kepada remaja itu
sendiri dan pendekatan kepada keluarga yang memiliki remaja. Pendekatan
kepada remaja dilakukan melalui pengembangan Pusat Informasi dan Konseling
Remaja/Mahasiswa (PIK R/M), sedangkan pendekatan kepada keluarga dilakukan
melalui pengembangan kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR). Remaja sebagai
sasaran program, adalah penduduk usia 10-24 tahun yang belum menikah.
Kegiatan yang pernah dilaksanakan antara lain pemilihhan duta mahasiswa,
seminar remaja, gelar seni buadaya, pentas komedi, penyebaran poster, Junior
Eagle Award, Genre Goes to School Kampus/ Pesantren, jambore kreatifitas
Remaja, dan temu kader BKR (Bina Ketahanan Remaja). Tujuan dari program
GenRe tersebut adalah untuk meningkatkan pemahaman remaja mengenai
Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi dalam penyiapan kehidupan
dalam berkeluarga, melalui; pengembangan kebijakan dan strategi yang
komprehensif dan terpadu, antar sektor dan antara pusat – daerah, tentang KIE
dan konseling kesehatan reproduksi remaja dengan melibatkan orang tua, teman
sebaya, tokoh agama/ tokoh masyarakat/ tokoh adat, sekolah dengan
memperhatikan perubahan paradigma masyarakat akan pemahaman nilai-nilai
pernikahan, dan penanganan kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja untuk
mengurangi aborsi; peningkatan pengetahuan Kesehatan Reproduksi (Kespro)
remaja dalam pendidikan, yaitu peningkatan fungsi dan peran, serat kualitas dan
kuantitas kegiatan kelompok remaja tentang pengetahuan Kespro bagi remaja dan
mahasiswa dengan mendorong remaja untuk mempunyai kegiatan positif dalam
meningkatkan status kesehatan, pendidikan, jiwa kepemimpinan, serta dalam
penyiapan kehidupan berkeluarga

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelayanan Kesehatan Reproduksi


Terpadu di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian
Kesehatan; 2015; p.1-3
2. Adjie SJM. Kesehatan Reproduksi Remaja dalam Aspek Sosial. 2009
[cited 2018 December 3rd]. Available:
http//www.idai.or.id/remaja/artikel.asp? q=20103211494.

3. Kemenkes RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Available at :


http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin
%20reproduksi%20remaja-ed.pdf. Accessed on January 26th, 2019.
4. Infodatin. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja 29 Juni- Dalam Rangka
Hari Keluarga Nasional. Kemenkes RI
5. World Health Organization. Sexually Transmitted Infections.
Geneva:WHO; 2011. Diunduh dari: https://www.who.int/news-room/fact-
sheets/detail/sexually-transmitted-infections-(stis) (diakses tanggal 25
Januari 2019)
6. Sexualy Transmitted Disease Surveillance
https://www.cdc.gov/std/stats16/CDC_2016_STDS_Report-
or508WebSep21_2017_1644.pdf. page 1 (diakses Tanggal 25 Januari
2019)
7. Perdoski.Infeksi menular seksual : suatu kondisi dan tantangan yang harus
dihadapi. https://www.perdoski.id/mdvi/972-infeksi-menular-seksual-
suatu-kondisi-dan-tantangan-yang-perlu-dihadapi-1. (diakses tanggal 25
Januari 2019)
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008; p. 17-8.

30
9. Kesehatan reproduksi remaja dalam aspek sosial. IDAI. 2013. Diakses
dari: http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/kesehatan-
reproduksi-remaja-dalam-aspek-sosial
10. Adolescents: health risks and solutions. WHO. 2018. Diakses dari:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/adolescents-health-
risks-and-solutions
11. The 2nd Adolescent Health National Symposia: Current Chalenges in
Management. Departemen IKA FKUI-RSCM, Jakarta 9-10 Agustus 2009
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan Reproduksi.
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008; p. 17-8.
13. Tim Revisi Field Lab. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) Kesehatan
Reproduksi. Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret; 2013.
14. KEMENKES RI. Pedoman Standar Nasional Pelayanan Kesehatan Peduli
Remaja. Jakarta:Kemenkes. 2014
15. Utami D. Penyuluhan Program BKKBN Mengenai Generasi Berencana
(GenRe) dan Sikap Remaja. Jurnal Simbolika. 2015;1(2):199-200.
16. Departemen Kesehatan RI. Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Pusat
Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. Jakarta: 2018;7.
17. BKKBN. Rencana Strategis Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional Tahun 2015-2019. Jakarta: 2015; 12-14.
18. BKKBN. PIK Remaja dan Mahasiswa. Jakarta: 2009.
19. BKKBN. Pedoman Pengelolaan Bina Keluarga Remaja (BKR). Direktorat
Bina Ketahanan Remaja. Jakarta: 2012

31

Anda mungkin juga menyukai