Anda di halaman 1dari 11

PNEUMONIA

PPM IKA EDISI 1 2009

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis IDAI. Jakarta. IDAI

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan
interstisial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia merupakan suatu
keadaan inflamasi, namun sangat sulit untuk membuat suatu definisi tunggal yang universal.
Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis, serta perjalanan penyakitnya.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan penemuan
klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.

Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di


negra berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di Megara maju
adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/ 100 anak/tahun.
Pneumonia menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada anak balita di negara
berkembang.

Berbagai mikroorganisme dapat meneybabkan pneumonia, antara lain virus, jamur, dan
bakteri. S. penumoniae merupakan penyebab tersering pneumonia bakterial pada semua
kelompok umur. Virus lebih sering ditemukan pada anak kurang dari 5 tahun. Respiratory
Syncytial Virus (RSV) merupakan virus penyebab tersering pada anak kurang dari 3 tahun. Pada
umur yang lebih muda, adenovirus, parainfluenza virus, dan influenza virus juga ditemukan.
Mycoplasma pneumonia dan Chlamydia pneumonia, lebih sering ditemukan pada anak-anak, dan
biasanya merupakan penyebab tersering yang ditemukan pada anak lebih dari 10 tahun.
Penelitian di Bandung menunjukkan bahwa Streptococcus pneumoniae dan Streptococcus
epidermidis merupakan bakteri yang paling sering ditemukan pada apusan tenggorok pasien
pneumonia umur 2-59 bulan.

Beberapa faktor meningkatkan risiko kejadian dan derajat pneumonia, antara lain defek
anatomi bawaan, defisit imunologi, polusi, GER (gastroesophageal reflux), aspirasi, gizi buruk,
berat badan lahir rendah, tidak mendapatkan air susu ibu (ASI), imunisasi tidak lengkap, adanya
saudara serumah yang menderita batuk, dan kamar tidur yang terlalu padat penghuninya.

Diagnosis

Anamnesis

 Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan bisa
berdarah.
 Sesak nafas
 Demam
 Kesulitan makan/minum
 Tampak lemah
 Serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi imunokompromais,
kelainan anatomi bronkus, atau asma.

Pemeriksaan Fisik

 Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas, dan nadi harus dilakukan pada saat awal
pemeriksaan sebelum pemeriksaan lain yang apat menyebabkan anak gelisah atau rewel.
 Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan kemampuan makan/ minum.
 Gejala distress pernapasan seperti takipnea, retraksi subkostal, batuk, krepitasi, dan
penurunan suara paru.
 Demam dan diagnosis.
 Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala pneumonia yang klasik. Pada
anak yang demam dan sakit akut, terdapat gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen. Pada
bayi muda, terdapat gejala pernapasan tak teratur dan hypopnea.

Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi

 Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak dengan infeksi saluran
nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi.
 Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia yang dirawat inap atau
bila tanda klinis yang ditemukan membingungkan.
 Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan adanya kolaps lobus,
kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia berat, gejala yang menetap atau memburuk,
atau tidak respons terhadap antibiotik.
 Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.

Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung Janis leukosit perlu dilakukan untuk membantu
menentukan pemberian antibiotik.
 Pemeriksaan kultur dan pewarnaan Gram sputum dengan kualitas yang baik
direkomendasikan dalam tata laksana anak dengan pneumonia yang berat.
 Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat jalan, tetapi
direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi berat dan pada setiap anak yang
dicurigai menderita pneumonia bakterial.
 Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi antigen virus
dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas tersedia.
 Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan pemeriksaan
mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika fasilitas tersedia) untuk penegakkan
diagnosis dan menentukan mulainya pemberian antibiotik.
 Pemeriksaan C-reactive protein (CRP), LED, dan pemeriksaan fase akut lain tidak dapat
membedakan infeksi viral dan bakterial dan tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan
rutin.
 Pemeriksaan uji tuberculin selalu dipertimbangkan pada anak dengan riwayat kontak dengan
penderita TBC dewasa.

Pemeriksaan Lain

Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya dilakukan pemeriksaan pulse
oximetry.

Klasifikasi pneumonia

WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekuansi napas dan retraksi subkosta untuk
mengklasifikasikan pneumonia di negara berkembang. Namun demikian, kriteria tersebut
mempunyai sensitivitas yang buruk untuk anak malnutrisi dan sering overlapping dengan gejala
malaria.

Klasifikasi pneumonia (berdasarkan WHO):

Bayi kurang dari 2 bulan

 Pneumonia berat : napas cepat atau retraksi yang berat


 Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, demam atau
hipotermia, bradipnea atau pernapasan ireguler.

Anak umur 2 bulan – 5 tahun

 Pneumonia ringan : nepas cepat


 Pneumonia berat : retraksi
 Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi.

Tata laksana

Kriteria Rawat Inap

Bayi:

 Saturasi oksigen ≤92%, sianosis


 Frekuensi napas >60 x/menit
 Distress pernapasan, apnea intermiten, atau grunting
 Tidak mau minum/menetek
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Anak :

 Saturasi oksigen ≤92%, sianosis


 Frekuensi napas >50 x/menit
 Distress pernapasan
 Grunting
 Terdapat tanda dehidrasi
 Keluarga tidak bisa merawat di rumah

Tata laksana umum

Pasien dengan saturasi oksigen ≤92% pada saat +bernapas dengan udara kamar harus diberikan
terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk mempertahankan saturasi
oksigen >92%

 Pada pneumonia berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena dan dilakukan
balans cairan ketat.
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak dengan
pneumonia.
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien dan mengontrol
batuk.
 Nebulisasi dengan ß2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk memperbaiki mucocilliary
clearance.
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4 jam sekali,
termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

Pemberian Antibiotik

 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak <5 tahun karena
efektif melawan sebagian besar patogen yang menyebabkan pneumonia pada anak,
ditoleransi dengan baik, dan murah. Alternatifnya adalah co-amoxiclav, ceflacor, aritromisin,
claritromisin, dan azitromisin.
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka antibiotik golongan
makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada anak ≥5 tahun.
 Makrolid dinerikan jika M. pneumonia atau C. pneumonia dicurigai sebagai penyebab.
 Amoksisilin diberikan sebgai pilihan pertama jika S. pneumoniae sangat mungkin sebagai
penyebab.
 Jika S. aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi flucloxacillin
dengan amoksisilin.
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima obat per
oral (misal karena muntah) atau termasuk dalam derajat pneumonia berat
 Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah: ampisillin dan kloramfenikol, co-amoxiclav,
ceftriaxone, cefuroxime, dan cefotaxime
 Pemerian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah mendapat
antibiotik intravena.

Rekomendasi UKK Respirologi

Antibiotik untuk community acquired pneumoniae:

 Neonatus – 2 bulan: Ampisilin + gentamisin


 > 2 bulan:
- Lini pertama Ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat ditambahkan
kloramfenikol
- Lini kedua seftriakson

Bila klinis perbaikan antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan antibiotik golongan
yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

Nutrisi

 Pada anak dengan distress pernapasan berat, pemberian makanan per oral harus dihindari.
Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube (NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat
bahwa pemasangan NGT dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan
ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan ukuran yang
terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami overhidrasi
karena pada pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.

Kriteria pulang

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang


 Asupan per oral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan di rumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan di rumah
PNEUMONIA
PPK edisi 1
2. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter Di
Faslitan Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta. IDI

Pneumonia adalah peradangan/inflamasi parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis


yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan
paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Sebagian besar disebbakan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain (aspirasi, radiasi dll). Pneumonia yang
dimaksud disini tidak termasuk dengan pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.
Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah
lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang
2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika da
Asia Tenggara. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia.
Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi pneumonia tertinggi untuk semua umur
adalah Nusa Tenggara Timur (4,6% dan 10,3%), Papua (2,6% dan 8,2%), Sulawesi Tengah
(2,3% dan 5,7%), Sulawesi Barat (3,1% dan 6,1%), dan Sulawesi selatan (2,4% dan 4,8%)
berdasarkan RISKESDAS 2013.

Bronkopneumonia pada Pasien Anak

Hasil Anamnesis (Subjective)

Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan, dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.

Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah :

 Imaturitas anatomik dan imunologik


 Mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama
pada bayi
 Etiologi noninfeksi yang relatif lebih sering
 Faktor patogenesis
 Kelompok usia pada anak merupakan faktor penting yang menyebabkan karakteristik
penyakit berbeda-beda, sehingga perlu dipertimbangkan dalam tatalaksana pneumonia

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Gambaran pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat-ringannya infeksi, tetapi
secara umum adalah sebagai berikut:
 Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan,
keluhan gastrointestinal berupa mual, muntah atau diare; kadang-kadang ditemukan gejala
infeksi ekstrapulmoner.
 Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi dada, takipnea, napas cuping
hidung, air hunger, merintih, dan sianosis.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara napas
melemah, dan ronki. Akan tetapi pada neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda pneumonia lebih
beragam dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru umumnya tidak
ditemukan kelainan.

Pemeriksaan Penunjang

Pewarnaan gram, pemeriksaan leukosit, pemeriksaan foto thorax, kultur sputum serta
kultur darah (bila fasilitas tersedia)

Penegakan Diagnosis (Assesment)

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis sebagai


dasar terapi optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena itu, pneumonia pada anak
umumnya didiagnosis berdasarkan gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem
respiratori, serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam,
sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping
hidung, retraksi, ronki, dan suara napas melemah.

WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang sederhana. Pedoman ini
terutama ditujukan untuk Pelayanan Kesehatan tingkat pertama, dan sebagai pendidikan
kesehatan untuk masyarakat di negara berkembang. Gejala klinis sederhana tersebut meliputi
napas cepat, sesak napas, dan berbagai tanda bahaya agar anak segera dirujuk ke pelayanan
kesehatan. Napas cepat dinilai dengan menghitung frekuensi napas selama satu menit penuh
ketika bayi dalam keadaan tenang. Sesak napas dinilai dengan melihat adanya tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam ketika menarik napas (retraksi epigastrium). Tanda bahaya pada
anak berusia 2 bulan - 5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor,
dan gizi buruk; tanda bahaya untuk bayi berusia di bawah 2 bulan adalah malas minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman WHO adalah:

1. Bayi dan anak berusia 2 bulan-5 tahun


a. Pneumonia berat
 Ada sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Pneumonia
 Tidak ada sesak napas
 Ada napas cepat dengan laju napas: >50 x/menit untuk anak usia 2 bulan-1 tahun, >40
x/menit untuk anak >1-5 tahun
 Tidak perlu dirawat, diberikam antibiotik oral.
c. Bukan Pneumonia
 Tidak ada napas cepat dan sesak napas
 Tidak perlu dirawat dan tidak perlu antibiotik, hanya diberikan pengobatan
simptomatis seperti penurun panas.

2. Bayi berusia dibawah 2 bulan


a. Pneumonia
 Ada napas cepat (>60 x/menit) atau sesak napas
 Harus dirawat dan diberikan antibiotik
b. Bukan pneumonia
 Tidak ada napas cepat atau sesak napas
 Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis.

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat-ringannya, tidak mau makan/minum, atau ada penyakit dasar yang
lain, komplikasi, dan terutama mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan
kemungkinan klinis pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai dan pengobatan suportif yang meliputi:
1. Pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-
basa, elektrolit, dan gula darah
2. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
3. Suplementasi vitamin A tidak terbukti efektif
4. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat
5. Komplikasi yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi

Pneumonia Rawat Jalan

Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral,
misalnya amoksisilin atau kortimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan, dapat diberikan
antibiotik tunggal oral dengan efektifitas yang mencapai 90%. Penelitian multisenter di Pakistan
menemukan bahwa pada pneumonia rawat jalan, pemberian amoksisilin dan kotrimoksazol dua
kali sehari mempunyai efektifitas yang sama. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25
mg/kgBB, sedangkan kotrimoksazol adalah 4 mg/kgBB TMP – 20 mg/kgBB sulfametolsazol.
Pneumonia Rawat Inap

Pilihan antibiotik lini pertama dapat menggunakan antibiotik golngan beta-laktam atau
kloramfenikol. Pada pneumonia yang tidak responsive terhadap beta-laktam dan kloramfenikol,
dapat diberikan antibiotik lain seperti gentamisin, amikasin, atau sefalosporin, sesuai dengan
petunjuk etiologi yang ditemukan. Sebaiknya segera dirujuk jika tidak tersedia antibiotik yang
sesuai.

Kriteria Rujukan

1. Pneumonia berat
2. Pneumonia rawat inap

Pencegahan

1. Pemberian imunisasi
2. Pemberian vitamin A
3. Menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara
4. Membiasakan cuci tangan
5. Isolasi penderita
6. Menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum
7. Pemberian ASI
8. Menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA

Komplikasi

1. Empiema
2. Perikarditis purulenta
3. Pneumothoraks
4. Infeksi ekstrapulmoner, seperti meningitis purulenta

Peralatan

1. Termometer
2. Tensimeter
3. Pulse oxymetri
4. Pemeriksaan pewarnaan gram
5. Pemeriksaan darah rutin
6. Radiologi
7. Oksigen

Prognosis

Prognosis tergantung pada beratnya penyakit dan ketepatan penanganan.


Medscape
Prognosis

Prognosis secara keseluruhan baik. Pada kebanyakan kasus pneumonia akibat virus dapat
sembuh tanpa pengobatan; bakteri patogen dan organisme atipikal berespon baik terhadap terapi
antimikroba. Perubahan fungsi paru dalam waktu panjang jarang terjadi, bahkan pada pasien
anak dengan komplikasi empiema atau abses paru.
Pathogenesis Pneumonia IPD
Proses pathogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan imunitas inang,
mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain.
Interaksi ini akan menentukan klasifikasi dan bentuk manigestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosis empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari pasien.

Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet
sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh P. aeruginosa dan Enterobacter. Pada masa
kini terlihat perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA akibat adanya perubahan keadaan
pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan
antibiotik yang tidak tepat yang menimbulkan perubahan karakteristik kuman. Dijumpai
peningkatan patogenitas/jenis kuman akibat adanya berbagai mekanisme, terutama oleh S.
aureus, B. catarrhalis, H, influenza dan enterobacteriaceae.

Anda mungkin juga menyukai