Sibuk`?
Kesibukan mencari nafkah seringkali menjadi kambing hitam yang`sangat ampuh bagi seorang
ayah untuk lepas tangan dari pendidikan anak dan menyerahkan tanggung jawab ini seutuhnya
kepada ibu. Sesibuk apakah ayah dibandingkan ibu ? Apakah kesibukan itu termasuk main
games menjelang pulang kantor, bercengkrama atau menbaca`koran ketika tak banyak kerjaan,
atau nongkrong di kafe menunggu kemacetan reda ? Ketika seorang ayah begitu dikepung oleh
berbagai kemudahan teknologi informasi dan komunikasi (HP, Blackberry, internet dsb.), apakah
masih ada cukup alasan di hadapan Allah untuk tidak turut mendidik anak ?
Tentunya seorang ayah tak dituntut untuk secara teknis dan rutin mengurusi pendidikan anak. Ia
dapat berperan menjadi pengarah (director) kebijakan pendidikan anak, sedangkan pengelola
(manager) dan pelaksana (executor) tetap dapat dilakukan ibu. Sudahkan ayah merumuskan visi,
misi dan strategi pendidikan anak di rumah, sesuatu yang dengan terampilnya dia lakukan di
kantor ? Betapa zalimnya seorang ayah jika hal itupun jika ia bebankan kepada istrinya.
Ayah juga dapat berperan sebagai konsultan pendidikan anak bagi istrinya. Dalam keletihan,
kepusingan dan kebosanan dalam menghadapi perilaku anak setiap hari, bukankah seorang istri
butuh second opinion dari seseorang suami yang mampu melihat persoalan dari ”jauh” dari
”luar” dan dari ”atas” ? Justru jarang dan terbatasnya interaksi rutin dan langsung seorang ayah
dengan anak-anaknya, membuatnya lebih mampu untuk menawarkan solusi yang lebih brilyan,
jernih, obyektif dan efektif kepada istrinya.
Wallahu ’alam bishshawab