Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ANTARA INFEKSI KECACINGAN DENGAN STATUS GIZI PADA

MURID SEKOLAH DASAR NEGERI 27 MATARAM

Neneng Miratunisa, I Gede Yasa Asmara, Lale Maulin Prihatina

Abstrak
Latar Belakang: Infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan
yang masih menjadi masalah kesehatan dan kurang mendapat perhatian (neclected
disease). Penyakit kecacingan yang termasuk ke dalam neclected disease salah satunya
adalah jenis penyakit dari kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) yaitu cacing gelang
(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), dan cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus). Di Indonesia, tingkat infeksi STH
masih tinggi, salah satunya di Lombok. Anak prasekolah dan usia sekolah adalah
kelompok risiko tinggi terhadap infeksi STH. Infeksi cacing dapat menyebabkan
menurunnya zat gizi serta kehilangan darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara infeksi kecacingan dengan status gizi pada murid SD Negeri 27 Mataram.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan di SD Negeri 27 Mataram. Terdapat 86
sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Data kecacingan diperoleh dengan
pemeriksaan langsung di laboratorium dan data status gizi di peroleh dari pengukuran
antropometri. Teknik analisis statistik yang digunakan adalah uji Fisher dengan taraf
signifikansi p<0.05.
Hasil: Dari 86 sampel yang dilakukan pemeriksaan feses, didapatkan sebanyak 7 murid
positif terinfeksi cacing dan 79 murid tidak terinfeksi. Status gizi dari 7 murid yang positif
terinfeksi cacing adalah normal, sedangkan status gizi dari 79 murid yang tidak terinfeksi
adalah 8 murid kurus, 53 murid normal, 9 murid gemuk dan 9 murid obesitas. Oleh karena
itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara infeksi kecacingan dengan status gizi pada
murid sekolah dasar (p=1.000).
Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) dengan
status gizi pada murid SD Negeri 27 Mataram.

Kata kunci
Infeksi cacing STH, status gizi
PENDAHULUAN global prevalensi tertinggi dari ketiga
Penyakit infeksi merupakan spesies STH terjadi pada usia rata-rata 5
penyakit yang masih menjadi sampai 15 tahun. Kisaran usia tersebut
permasalahan di dunia kesehatan, salah menginjak pada usia anak-anak sekolah
satunya yaitu infeksi kecacingan. Infeksi dasar (SD).4 Prevalensi infeksi STH di
kecacingan merupakan salah satu penyakit Indonesia masih sangat tinggi serta
berbasis lingkungan yang kurang terdistribusi secara luas di daerah pedesaan
mendapat perhatian (neclected disease). dan perkotaan, khususnya di daerah
Penyakit ini merupakan penyakit yang pedesaan. Tingginya prevalensi ini
tidak menyebabkan wabah yang muncul disebabkan oleh karena lingkungan yang
secara tiba-tiba ataupun menyebabkan sesuai untuk perkembangan cacing yaitu
banyak korban, akan tetapi merupakan iklim tropis dan kelembaban udara yang
penyakit yang secara perlahan dapat tinggi di Indonesia, serta sanitasi
menyebabkan kecacatan menetap, lingkungan dan kebersihan masyarakatnya
penurunan intelegensia anak, dan dapat yang masih buruk.5
pula menyebabkan kematian.2 Berdasarkan laporan hasil
Infeksi Soil Transmitted Helminths pelaksanaan kegiatan pemeriksaan
(STH) adalah penyakit infeksi cacing usus kecacingan di sekolah-sekolah di wilayah
yang paling umum terjadi di seluruh dunia, puskesmas Se-Kota Mataram pada tahun
terutama pada masyarakat miskin yang 2015, menunjukkan bahwa total prevalensi
tinggal di daerah dengan sanitasi yang infeksi STH pada semester pertama yaitu
buruk. Menurut data yang didapatkan dari 4,0% dengan prevalensi tertinggi terjadi
World Health Organization (2013) pada SDN 37 Mataram yaitu 19,6%.
menunjukkan lebih dari 1,5 miliar orang Sedangkan pada semester kedua total
atau 24% populasi dunia terinfeksi dengan prevalensi infeksi STH yaitu 1,9% dengan
STH. Spesies utama STH yang prevalensi tertinggi terjadi pada SDN 47
menginfeksi manusia adalah cacing gelang Ampenan yaitu 14,3%. Pada SDN 27
(Ascaris lumbricoides), cacing cambuk Mataram, prevalensi infeksi STH
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang menunjukkan data yang cukup tinggi pada
(Ancylostoma duodenale dan Necator semester pertama dan kedua, dimana pada
americanus).1,3,17 semester pertama prevalensinya yaitu
Infeksi STH merupakan infeksi 13,0% dan pada semester kedua
kecacingan yang populasinya paling prevalensinya yaitu 10,5%. Hal ini
banyak terjadi pada anak-anak. Secara menunjukkan bahwa SDN 27 Mataram
merupakan sekolah yang masih tetap Prevalensi kekurusan di perkotaan sedikit
ditemui dengan kejadian infeksi STH yang lebih rendah daripada anak di pedesaan
cukup tinggi.6 yaitu berturut-turut sebesar 11,9% dan
Cacing sebagai hewan parasit 12,5%.10
tidak saja mengambil zat-zat gizi dalam Berdasarkan data dari profil dinas
usus anak, tetapi juga merusak dinding kesehatan Provinsi NTB tahun 2012,
usus sehingga mengganggu penyerapan prevalensi gizi buruk di Provinsi NTB
zat-zat gizi tersebut. Meskipun penyakit tahun 2012 yaitu sebesar 3,53%.
cacing usus tidak mematikan, tetapi Presentase gizi buruk terbesar ada di
menggerogoti kesehatan tubuh manusia Kabupaten Bima dan Kota Bima yaitu
sehingga berakibat menurunnya kondisi berturut-turut 5,19% dan 5,16%,
gizi dan kesehatan masyarakat. Dalam sedangkan presentase gizi buruk di Kota
jangka waktu yang panjang, hal ini akan Mataram sendiri yaitu sebesar 2,03%. Pada
berakibat menurunnya kualitas sumber tahun 2013, data profil dinas kesehatan
3,7
daya manusia. Kota Mataram memperlihatkan bahwa
Gizi merupakan salah satu faktor prevalensi gizi buruk tahun 2013
penentu utama kualitas sumber daya mengalami peningkatan dibandingkan
manusia (SDM), apabila terjadi gangguan dengan prevalensi gizi buruk tahun 2012
gizi pada awal kehidupan maka akan yaitu sebesar 3,75%. Prevalensi gizi
mempengaruhi kualitas kehidupan kurang pada tahun 2013 juga mengalami
8
berikutnya. Status Gizi Penduduk Umur peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu
6-14 tahun (Usia Sekolah) secara nasional, menjadi 14,52% dari sebesar 14,11% di
prevalensi kurus adalah 13,3% pada laki- tahun 2012. Prevalensi gizi kurang di Kota
laki dan 10,9% pada perempuan.9 Menurut Mataran sendiri pada tahun 2013
data riskesdas tahun 2010, status gizi umur menunjukkan presentase yang cukup tinggi
6-12 tahun berdasarkan indikator IMT/U dari daerah-lainnya, yaitu 13,77%. Hal ini
di Indonesia, prevalensi sangat kurus yaitu diperburuk lagi dengan dijumpainya
sebesar 4,6%, kurus sebesar 7,6%, gemuk gangguan infeksi kecacingan yaitu sebesar
sebesar 9,2% dan normal sebesar 78,6%. 40–70% merupakan angka yang cukup
NTB merupakan salah satu provinsi yang tinggi. Apabila keadaan ini berlangsung
mempunyai angka wasting tertinggi yaitu lama akan memberi dampak terhadap
17,7%, dimana prevalensi kekurusan pada status gizi anak.10,11,12
anak laki-laki lebih tinggi yaitu 13,2%
daripada anak perempuan yaitu 11,2%.
METODE PENELITIAN cara pengambilan sampel dengan
Penelitian ini merupakan penelitian menetapkan ciri yang sesuai dengan
observasional deskriptif-analitik yang tujuan.13 Variabel bebas dalam penelitian
dilakukan dengan pendekatan cross ini adalah infeksi cacing usus STH dan
sectional. Pengambilan data berupa variabel terikat adalah status gizi.
pengukuran antropometri dan sampel feses Analisis data dilakukan dengan
untuk penelitian ini dilakukan di SD bantuan komputer menggunakan program
Negeri 27 Mataram. Selanjutnya SPSS versi 16,0. Dalam penelitian ini
pemeriksaan sampel feses dilakukan di dilakukan analisis data menggunakan uji
Laboratorium Fakultas Kedokteran Fisher dengan taraf signifikansi p<0,05.15
Universitas Mataram. Populasi dalam Penelitian ini telah mendapatkan
penelitian ini adalah semua murid SD persetujuan dari Komisi Etik Penelitian
Negeri 27 Mataram. Populasi terjangkau Kesehatan Universitas Mataram.
pada penelitian ini adalah murid - murid
dari kelas 3, 4, 5 dan 6 SD Negeri 27 HASIL PENELITIAN
Mataram. Tabel 1. Distribusi umur, jenis kelamin,
status gizi, infeksi kecacingan, dan
Sampel yang digunakan pada
jenis spesies infeksi kecacingan.
penelitian ini adalah populasi terjangkau
Jumlah
yang memenuhi kriteria inklusi dan Responden P
N (%)
kriteria eksklusi. Kriteria inklusi yaitu Umur
9 32 37,2
murid-murid SD Negeri 27 Mataram kelas
10 24 27,9
3, 4, 5, dan 6 yang mendapat surat 11 11 12,8
12 17 19,8
informed consent untuk diberikan kepada 13 2 2,3
Jenis Kelamin
orang tua/wali murid mereka masing- Laki-Laki 46 53,5
Perempuan 40 46,5
masing mengenai kesediaan ikut serta Status Gizi 1,000
dalam penelitian dan bersedia ikut dalam Sangat kurus 0 0
Kurus 8 9,3
penelitian. Normal 60 69,8
Gemuk 9 10,5
Besar sampel dalam penelitian ini Obesitas 9 10,5
Infeksi kecacingan 1,000
dihitung dengan menggunakan rumus Tidak terinfeksi 79 91,9
Terinfeksi 7 8,1
Slovin, dimana besar sampel minimal yang Jenis infeksi
T. Trichiura 5 71,4
dibutuhkan dari hasil perhitungan yaitu
H. Nana 2 28,6
73.14 Pengambilan sampel pada penelitian A. Lumbricoides 0 0
Hookworm 0 0
ini menggunakan teknik non probability
sampling secara porposive sampling yaitu
Jumlah responden yang dapat mengalami infeksi cacing. Dari 7 murid
dianalisis dalam penelitian ini adalah 86 yang terinfeksi, diketahui 5 murid (71,4%)
murid, yang keseluruhannya telah terinfeksi spesies cacing Trichuris
mendapat surat informed consent dan lolos trichiura, 2 murid (28,6%) terinfeksi
dari kriteria ekslusi. Distribusi frekuensi spesies cacing Hymenolepis nana,
responden berdasarkan umur dari 86 sedangkan untuk cacing gelang dan cacing
responden yang dianalisis, responden yang tambang tidak ditemukan. Hasil analisis
berumur 9 tahun berjumlah 32 murid hubungan infeksi kecacingan dengan status
(37,2%), berumur 10 tahun berjumlah 24 gizi, menunjukkan bahwa 7 murid (8,1%)
murid (27,9%), berumur 11 tahun dengan status gizi normal terinfeksi oleh
berjumlah 11 murid (12,8%), berumur 12 cacing, sedangkan 79 murid (91,9%)
tahun berjumlah 17 murid (19,8%), dan sisanya dengan status gizi sangat kurus,
berumur 13 tahun berjumlah 2 murid kurus, gemuk, dan obesitas tidak terinfeksi
(2,3%). Jumlah responden laki-laki lebih oleh cacing.
dominan dibandingkan responden Berdasarkan analisis hubungan
perempuan yaitu sebanyak 46 orang laki- infeksi kecacingan dengan status gizi, hasil
laki (53,5%) dan 40 orang perempuan uji statistik dengan Fisher didapatkan taraf
(46,5%). signifikansi atau nilai P sebesar 1,000 yang
Berdasarkan hasil analisis data lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa
yang dapat dilihat pada tabel 1, murid yang H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan
dianalisis dari 86 responden, sebanyak 60 tidak ada hubungan antara infeksi
murid (69,8%) berstatus gizi normal, kecacingan dengan status gizi pada anak.
sedangkan murid dengan status gizi kurus PEMBAHASAN
berjumlah 8 murid (9,30%), murid dengan Hasil penelitian pada murid SD
status gizi gemuk berjumlah 9 murid Negeri 27 Mataram menunjukkan bahwa
(10,5%), murid dengan status gizi obesitas dari 86 responden yang dilakukan
berjumlah 9 murid (10,5%), dan tidak pemeriksaan feses secara laboratorium
ditemukan murid dengan status gizi sangat didapatkan sebanyak 7 murid (8,1%)
kurus. positif terinfeksi cacing dan 79 murid
Distribusi frekuensi responden (91,9%) tidak terinfeksi cacing. Usia
berdasarkan jumlah infeksi kecacingan, murid yang terinfeksi yaitu berada diantara
sebanyak 79 murid (91,9%) tidak 9-12 tahun dari usia 9-13 tahun yang
mengalami infeksi kecacingan, sedangkan diteliti. Jenis kelamin yang terinfeksi
sisanya sebanyak 7 murid (8,1%) antara laki–laki dan perempuan tidak
terdapat perbedaan nyata. Berdasarkan kelompok non STH, tingginya infeksi
karakteristik jenis cacingnya hasil cacing erat hubungannya juga dengan
penelitian menunjukkan bahwa dari 7 personal higiene dan buruknya kondisi
murid yang terinfeksi, sebagian besar sanitasi lingkungan.16
murid atau sebanyak 5 murid terinfeksi Pola penyebaran infeksi Ascaris
jenis cacing kelompok Soil Transmitted lumbricoides dan Trichuris trichiura
Helminths (STH) yaitu Trichuris trichiura hampir sama. Penyebaran Trichuris
(71,4%) dan sisanya sebanyak 2 murid trichiura bersifat kosmopolit, terutama di
(28,6%) lainnya terinfeksi jenis cacing dari daerah panas dan lembab, sanitasi
kelompok non Soil Transmitted Helminths lingkungan, dan personal hygiene yang
(STH) yaitu Hymenolepis nana. Pada buruk dengan prevalensi tertinggi
penelitian ini tidak ditemukan adanya menginfeksi anak-anak usia sekolah.
infeksi cacing gelang dan cacing tambang. Sedangkan cacing tambang, penyebaran
Berbeda dengan laporan hasil cacing ini di seluruh daerah khatulistiwa
pelaksanaan kegiatan pemeriksaan dan di tempat lain dengan keadaan yang
kecacingan di sekolah-sekolah di wilayah sesuai, misalnya di daerah pertambangan
puskesmas Se-Kota Mataram pada tahun dan perkebunan sehingga seringkali
2015, prevalensi infeksi kecacingan SD menginfeksi kelompok pekerja atau
Negeri 27 Ampenan Mataram pada kelompok usia lebih tua yang langsung
semester pertama yaitu 13,0%, dimana 27 berhubungan dengan tanah.1 Masih
murid terinfeksi Ascaris lumbricoides, 7 tingginya infeksi Trichuris trichiura pada
murid terinfeksi Trichuris trichiura, dan penelitian ini erat hubungannya dengan
tidak ditemukan yang terinfeksi cacing sanitasi lingkungan dan personal hygiene
tambang. Pada semester kedua, prevalensi yang masih buruk. Selain itu, program
infeksi kecacingan yaitu 10,5% dimana 22 penanggulangan penyakit kecacingan
murid terinfeksi Ascaris lumbricoides, 3 masih kurang tepat dikarenakan pemberian
murid terinfeksi Trichuris trichiura, dan dosis obat hanya berupa albendazole 400
tidak ditemukan yang terinfeksi cacing mg dosis tunggal. Pemberian obat yang
tambang.6 Perbedaan angka infeksi tepat adalah albendazole 400 mg dosis
kecacingan pada masing – masing hasil tunggal dan mebendazole 100 mg dua kali
penelitian ini kemungkinan disebabkan sehari selama tiga hari berturut-turut.1,3,25
oleh berbagai faktor seperti kondisi Di Indonesia kejadian
sanitasi lingkungan dan kondisi alam atau hymenolepiasis relatif rendah dibanding
geografi. Sedangkan pada jenis cacing dengan kejadian infeksi oleh cacing pita
lainnya. Cacing kelompok ini lebih banyak orang murid atau 9,3% berstatus gizi
ditemukan pada anak laki-laki dan pada kurus, 60 murid atau 69,8% murid bersatus
kelompok umur 6-10 tahun. Penyebaran gizi normal, 9 murid atau 10,5% berstatus
cacing ini yaitu bersifat kosmopolit, lebih gizi gemuk, dan 9 murid atau 10,5%
banyak di daerah dengan iklim panas. berstatus gizi obesitas. Pada penelitian ini,
Infeksi pada manusia disebabkan oleh telur berdasarkan hasil uji statistik dengan
yang tertelan dari benda-benda yang menggunakan Fisher Exact Test
terkontaminasi. Hospes cacing ini adalah didapatkan taraf signifikansi atau nilai P
manusia dan tikus.1,18 Tingginya infeksi sebesar 1,000 yang berarti lebih besar dari
Hymenolepis Nana pada penelitian ini erat 0,05 (P>0,05). Hal ini berarti bahwa H0
hubungannya dengan personal hygiene dan diterima sehingga tidak terdapat hubungan
buruknya kondisi sanitasi lingkungan yang yang bermakna antara infeksi kecacingan
ditandai oleh terbatasnya ketersediaan air dengan status gizi pada anak usia sekolah
bersih dan sarana pembuangan kotoran dasar di SD Negeri 27 Mataram.
manusia serta sampah, dan kondisi Hal ini sesuai dengan penelitian
lingkungan pemukiman yang memudahkan yang dilakukan oleh Pipit Festi tahun 2012
tikus bersarang.16 dimana tidak terdapat hubungan yang
Gizi merupakan kebutuhan yang bermakna antara penyakit cacingan dengan
sangat penting dalam tubuh. Manfaat gizi status gizi pada anak usia sekolah dasar
dalam tubuh dapat membantu proses (SD) di sekolah dasar Al Mustofa
pertumbuhan dan perkembangan pada bayi Surabaya. Hal ini bisa terjadi oleh karena
dan anak, serta mencegah terjadinya beberapa faktor seperti tingginya
berbagai penyakit akibat kurang gizi dalam pengetahuan orang tua tentang penyakit
tubuh. Status gizi baik atau gizi optimal infeksi kecacingan sehingga orang tua
terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat- rutin untuk memberikan obat cacing
zat gizi yang digunakan secara efisien, terhadap sang anak, tempat tinggal
sehingga memungkinkan pertumbuhan individu yang sudah memadai, dan
fisik, perkembangan otak, kemampuan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat
kerja dan kesehatan secara umum pada pada anak yang sudah diterapkan sedini
tingkat setinggi mungkin.19 mungkin oleh orang tuanya. Penelitian lain
Hasil penelitian mengenai status yang juga sesuai dengan penelitian ini
gizi pada murid SD Negeri 27 Mataram adalah penelitian yang dilakukan oleh
menunjukkan bahwa tidak didapatkan Glend dkk tahun 2013 yang menunjukkan
murid dengan status gizi sangat kurus, 8 hasil analisis uji statistik ditemukan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara seperti infeksi cacingan, hygiene yang
kecacingan dengan status gizi anak kurang, dan juga letak demografi atau
berdasarkan IMT/U (p=1,000). tempat tinggal. Cacing sebagai hewan
Menurutnya hal ini disebabkan banyak parasit tidak saja mengambil zat-zat gizi
faktor yang juga memberikan pengaruh dalam usus anak, tetapi juga merusak
terhadap status gizi anak seperti, tingkat dinding usus sehingga mengganggu
sosial ekonomi, perilaku gizi ibu, penyerapan zat-zat gizi tersebut.7,19
pengetahuan ibu tentang gizi, pola makan Beberapa penelitian tentang infeksi cacing
anak, dan pendapatan keluarga.20,21 ternyata menunjukkan bahwa anak usia
Hasil penelitian ini bertentangan sekolah merupakan golongan yang sering
dengan penelitian yang dilakukan oleh terkena infeksi cacing karena sering
Lourdes dkk tahun 2013 yang berkontak dengan tanah.24
menunjukkan terdapat hubungan yang KESIMPULAN
bermakna antara infeksi kecacingan Berdasarkan penelitian yang
dengan status gizi. Penelitian lain yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
juga bertentangan dengan penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna
adalah penelitian oleh Opara dkk tahun antara antara infeksi Soil Transmitted
2012, menunjukkan hasil yang bermakna Helminths (STH) dengan status gizi pada
antara infeksi kecacingan dengan status murid SD Negeri 27 Mataram.
gizi. Perbedaan ini kemungkinan
disebabkan karena lokasi penelitian yang DAFTAR PUSTAKA
berbeda yang meyebabkan perbedaan
1. Gandahusada, S., Ilahude, H.D.,
iklim dan kondisi alam yang pada akhirnya Pribadi, W. Parasitologi Kedokteran.
Edisi 4. Balai Penerbit Fakultas
mempengaruhi prevalensi kecacingan,
Kedokteran Universitas Indonesia:
sehingga sampel penelitian yang positif Jakarta. 2008.
2. Sudomo, M. Penyakit Parasitik yang
juga jauh lebih banyak. Selain itu,
Kurang Diperhatikan di Indonesia.
perbedaan budaya, kebiasaan, dan Jakarta: Orasi Pengukuhan Profesor
Riset Bidang Entomologi dan
pengetahuan tentang gizi juga membuat
Moluska. 2008.
hasil penelitian ini berbeda.22,23 3. Fatimah, F., Sumarni, S. & Juffrie, M.
Derajat keparahan infeksi Soil
Di negara yang sedang
Transmitted Helminths terhadap
berkembang seperti Indonesia, ada status gizi dan anemia pada anak
sekolah dasar. 2012;pp.80–86.
beberapa hal yang dapat mempengaruhi
Available at: http://i-
status gizi anak yaitu konsumsi makanan lib.ugm.ac.id/jurnal/detail.php?dataId
=12486.
yang kurang, penyakit infeksi pada anak
4. Pullan, R.L., Smith, J.L., Jasrasaria, Kedokteran Dan Kesehatan Seri 3.
R., dkk. Global numbers of infection Edisi 2. CV Sagung Seto: Jakarta.
and disease burden of soil transmitted 2010.
helminth infections in 2010. Parasites 16. Anorital. Kajian Penyakit Kecacingan
& Vectors. 2014;7(1), pp. 1–19. Hymenolepis Nana. Pusat Biomedis
5. Damanik, dkk. Sanitation of house dan Teknologi Dasar Kesehatan
and school, personal hygiene and Balitbangkes, Kemenkes RI: Jakarta.
infection of Soil Transmitted 2014.
Helminths (STH) among elementary 17. World Health Organization (WHO).
school students. International Journal Soil-Transmitted Helminth Infections.
of Public Health Science (IJPHS). 2013. Available from :
2014;3(1), pp. 43-50. <http://www.who.int/mediacentre/fact
6. Dinas Kesehatan Kota Mataram. sheets/fs366/en/> [Accessed: 2014,
Laporan Hasil Pelaksanaan Kegiatan March 11].
Pemeriksaan Kecacingan Di Sekolah- 18. Barbabosa, I.M. et al. The prevalence
sekolah Di Wilayah Puskesmas Se- of Hymenolepis nana in
Kota Mataram Pada Tahun 2015. schoolchildren in a bicultural
Dinas Kesehatan Kota Mataram. 2016. Community. Rev Biomed. 2013; 21:21-
7. Chadijah, S., dkk. Hubungan 27.
pengetahuan, perilaku, dan sanitasi 19. Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
lingkungan dengan angka kecacingan Edisi 7. PT Gramedia Pustaka Utama:
pada anak sekolah dasar di kota palu. Jakarta. 2009.
2014;24(1), pp.50–56. Available at: 20. Festi, P. Hubungan antara penyakit
ejournal.litbang.depkes.go.id. cacingan dengan status gizi pada anak
8. Khomsan. Ekologi Masalah Gizi, sekolah dasar di Sekolah Dasar Al-
Pangan, dan Kemiskinan. Bandung: Mustofa Surabaya. 2013.
Alfabeta. 2012. 21. Hehy G.A., Basuki A., Purba R.B.
9. Departemen Kesehatan RI. Profil Hubungan antara kecacingan dengan
Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes status gizi pada anak sekolah dasar di
RI; 2008. Kelurahan Bunaken Kecamatan
10. Kementrian Kesehatan RI. Riset Bunaken Kota Manado. Jurnal
Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Universitas Sam Ratulangi Manado.
Kemenkes RI; 2010. 2013;1-6.
11. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa 22. Sanchez, A.L., Gabrie, J.A.,
Tenggara Barat. Profil Dinas Usuanlele, M-T., Rueda, M.M.,
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Canales, M., Gyorkos, W. Soil-
Barat Tahun 2012. Dikes Provinsi Transmitted Helminth Infections and
NTB; 2012. Nutritional Status in School-age
12. Dinas Kesehatan Kota Mataram. Children from Rural Communities in
Profil Dinas Kesehatan Kota Honduras. PLOS Neglected Tropical
Mataram 2013. Dikes Kota Mataram; Diseases. 2013;7(8): e2378.
2013. doi:10.1371/journal.pntd.0002378
13. Notoatmodjo, S. Metodologi 23. Opara, K.N., Udoidung, N.I., Opara,
Penelitian Kesehatan. Edisi 3. Rineka D.C., Okon, O.E., Edosomwan, E.U.,
Cipta: Jakarta. 2012. Udoh, A.J. The impact of intestinal
14. Notoatmodjo, S. Metodologi parasitic infections on the nutritional
Penelitian Kesehatan. Edisi 3. Rineka status of rural and urban schoolaged
Cipta: Jakarta. 2005. chlidreen in Nigeria. International
15. Dahlan, M.S. Langkah – Langkah Journal of MCH and AIDS. 2012;1(1),
Membuat Proposal Penelitian Bidang pp. 73-82.
24. Renanti M, R., Rusjdi, S.R. & Sy, E.,
Hubungan Infeksi Soil Transmitted
Helminth dengan Status Gizi pada
Murid SDN 29 Purus Padang.
2015;4(2), pp.353–358. Available at:
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/j
ka/article/view/253.
25. Bethony, J., Brooker, S., Albonico,
M., dkk. Soil-transmitted helminth
infections : ascariasis, trichuriasis, and
hookworm. Lancet. 2006;pp. 1521–
32.

Anda mungkin juga menyukai