Anda di halaman 1dari 9

UAS

MATA KULIAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PENDIDIKAN DASAR


“TEORI-TEORI BELAJAR”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Tri Joko Raharjo, M.Pd.
Dr. Kustiono, M.Pd

Oleh :
Wulan Aulia Azizah (0103518091)
Rombel 3

PROGRAM PASCASARJANA
PROGAM STUDI PENDIDIKAN DASAR
KONSENTRASI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2019
1. Jelaskan perbedaan pandangan teori belajar Piaget dan teori belajar Neo-Piaget. Kemudian
deskripsikan implementasinya dalam proses pembelajaran!
Jawab:
Teori belajar kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain, sehingga
menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu:
1) kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf, dimana Kematangan
membuka kemungkinan untuk perkembangan sedangkan kalau kurang hal itu akan
membatasi secara luas prestasi secara kognitif
2) pengalaman, yaitu hubungan timbal balik antara orgnisme dengan dunianya. Tetapi
kontak dengan dunia fisik itu tidak cukup untuk mengembangkan pengetahuan kecuali jika
intelegensi individu dapat memanfaatkan pengalaman tersebut.
3) interaksi sosial, yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan
lingkungan sosial.
4) ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan atau sistem mengatur dalam diri organisme agar
dia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
Berdasarkan empat aspek perkembangan kognitif menurut Piaget ini, maka Piaget
membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode utama serta berkembang
semakin canggih seiring pertambahan usia. 4 periode utama tersebut meliputi: periode
sensorimotor (usia 0-2 tahun), dimana pengalaman diperoleh melalui fisik (gerakan
anggota tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra), periode praoperasional (usia 2-7
tahun), dimana masa permulaan bagi anak untuk membangaun kemampuanya dalam
menyusun pikirannya. Dalam tahap perkembangan ini dibagi menjadi 3 fase yaitu; (1)
simbolik (2-4 tahun) misalnya anak mampu menggambar menggunakan simbol-simbol,
anak dapat melakukan percakapan, (2) egosentris (2-4tahun) misalnya anak belum mampu
memahami cara berpikir orang lain, baik benar atau salah, anak masih menentukan sendiri
cara pandangnya, (3) intuitif (4-7 tahun) Pada tahap ini pemikiran anak lebih banyak
berdasarkan pada pengalaman konkrit daripada pemikiran logis, sehingga jika ia melihat
objek-ojek yang kelihatannya berbeda, maka ia mengatakanya berbeda pula. Sehingga
dapat dikatakan anak belum memiliki kemampuan untuk berpikir secara kritis tentang apa
yang ada di balik suatu kejadian, periode operasional konkrit (usia 7-11 tahun), pada
tahap ini anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika, tetapi hanya
objek fisik yang ada saat ini (karena itu disebut tahap operasional konkrit), dan periode
operasional formal (11 tahun sampai dewasa), Anak pada tahap ini sudah mampu
melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dan menggunakan logika.
Di lain pihak, menurut teori non-Piaget, gagasan tentang tahapan universal
perkembangan kognitif menurut teori Piaget tidak benar. Penelitian menunjukkan bahwa
fungsi seseorang pada usia tertentu mungkin sangat bervariasi dari domain ke domain
(seperti pemahaman konsep sosial matematika, atau spasial), bahwa tidak mungkin untuk
menempatkan orang tersebut dalam satu tahap.
Oleh karena itu, menurut tokoh-tokoh non-Piaget, teori Piaget tidak cukup
menjelaskan perbedaan individu dalam perkembangan kognitif. karena teori ini tidak
memperhitungkan fakta bahwa beberapa individu bergerak dari tahap ke tahap lebih cepat
daripada yang lain.
Menurut teori non-Piaget kemampuan anak untuk menjalankan pada tahap yang
detail tergantung pada persetujuan besar pada tugas khusus yang melibatkan. Hal ini telah
dibuktikan oleh penelitian yang menyatakan bahwa kemampuan dapat dijalankan melalui
pelatihan dan pengalaman, termasuk interaksi sosial, sehingga dapat mengakselerasi
perkembangan anak (Birney et a 2005; Case, 1998; Flavell, 2004; Siegler, 1998).
Berdasarkan teori Piaget dan non-Piaget yang telah dipaparkan, tentu kedua teori ini
memberikan pengaruh besar terhadap model konstruktif yang dapat digunakan dalam
pembelajaran, antara lain:
1.Fokus pada proses berfikir anak, tidak hanya hasil berfikimya
2.Mengenali peran yang paling penting dalam kompetisi privat anak, keterlibatan aktif
dalam aktivitas pembelajaran.
3.Tidak menitikberatkan pada praktis yang ditujukan untuk menjadikan anak-anak seperti
orang dewasa dalam cara berpikirnya
4.Penerimaan atas perbedaan individu dalam pertumbuhan dan perkembangan.

2. Jelaskan sumbang pikir teori Vygotsky dalam implementasi pembelajaran!


Jawab:
Teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal
dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori
Vigotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu
dalam konteks budaya. Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam
jangkauankemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal
development.
Vygotsky mengemukakan empat konsep yang berkaitan dengan pembelajaran,
yaitu:
1) Konsep Sosiokultural
Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak-anak lain
dalam memudahkan perkembangan si anak.
2) Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara
kemampuan siswa untuk melakukan tugas di bawah bimbingan orang dewasa dan atau dengan
kolaborasi teman sebaya dan pemecahan masalah secara mandiri sesuai kemampuan siswa.
Menurut Vygotsky proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan
mereka. Kunci utama dari teori ini adalah peran guru atau orang lain yang lebih
berpengalaman. Ide Vygotsky adalah peran penting guru dalam menyediakan
bimbingan kepada siswa, memberikan masukan dan saran serta menawarkan berbagai
macam strategi dalam memecahkan masalah.
Menurut Tharp & Gallimore (1988:35) yang dikutip oleh Yohanes (2010:131-
132) tingkat perkembangan ZPD (DPT) terdiri atas empat tahap, yaitu:
 More Dependence to Others Stage
Kinerja anak mendapat banyak bantuan dari pihak lain, seperti teman-teman
sebayanya, orang tua, guru, masyarakat, ahli, dan lain-lain.
 Less Dependence External Assistence Stage
Kinerja anak tidak lagi terlalu banyak mengharapkan bantuan dari pihak lain,
tetapi lebih kepada self assistance, lebih banyak anak membantu dirinya sendiri.
 Internalization and Automatization Stage
Kinerja anak sudah lebih terinternalisasi secara otomatis. Kasadaran akan
pentingnya pengembangan diri dapat muncul dengan sendirinya tanpa paksaan dan
arahan yang lebih besar dari pihak lain.
 De-automatization Stage
Kinerja anak telah mampu mengeluarkan perasaan dari kalbu, jiwa, dan
emosinya yang dilakukan secara berulang-ulang, bolak-balik, recursion.
3) Scaffolding
Scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang yang
lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan penggunaan fungsi
kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya kemampuan belajar.
Scaffolding memiliki keterkaitan yang erat dengan ZPD, dimana pada konsep ini
menekankan dukungan tahap demi tahap untuk belajar dan pemecahan masalah sebagai
suatu hal penting dalam pemikiran konstruktivitas modern. Setiap kali seorang anak
mencapai tahap perkembangan yang ditandai dengan terpenuhinya indikator dalam aspek
tertentu, maka anak membutuhkan scaffolding.
Menurut Vygotsky, siswa perlu belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa
dapat saling berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam kegiatan
pembelajaran.
4) Bahasa dan Pikiran
Menurut Vygotsky, anak-anak menggunakan percakapan (bahasa) tidak hanya
untuk komunikasi sosial, tetapi juga untuk membantu mereka memecahkan tugas.
Vygotsky mengemukakan bahwa bahasa berperan penting dalam proses perkembangan
kognitif anak karena ada hubungan yang jelas antara perkembangan bahasa dan
perkembangan kognitif.
Berdasarkan teori Vygotsky yang telah dipaparkan, tentu teori ini memberikan
pengaruh besar terhadap pengimplementasiannya di dalam pembelajaran. Adapun
implementasi dari teori Vygotsky menurut Oakley (2004) sebagai berikut.
 Proses pembelajaran yang diberikan oleh guru harus sesuai dengan tingkat
perkembangan potensial siswa. Siswa seharusnya diberikan tugas yang dapat
membantu mereka untuk mencapai tingkat perkembangan potensialnya.
 Vygotsky mempromosikan penggunaan pembelajaran kolaboratif dan kooperatif,
dimana siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi
pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing ZPD mereka.

3. Deskripsikan sumbang pikir teori Erikson dalam implementasi pembelajaran!


Jawab:
Teori Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori perkembangan
psiko-sosial, Erikson percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan.
Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia. Menariknya
bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya
walau ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson
berhubungan dengan kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani
dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik,
orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis
yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini
berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan
kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan
potensi kegagalan.
Salah satu elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah
perkembangan persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita
kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah
berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam berinteraksi dengan
orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan memotivasi sikap dan perbuatan
dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah alasan mengapa teori Erikson
disebut sebagai teori perkembangan psikososial.
Perkembangan ini berhubungan dengan perkembangan diri, penghargaan diri.
Perkembangan ini berhubungan dengan keluarga, teman sebaya, dan sekolah. Beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan rasa harga diri pada anak adalah dengan
menerapkan tiga kunci untuk meningkatkan rasa harga diri yaitu :
1. Mengidentifikasi penyebab rendah diri dan kompetensi penting bagi diri. Pada anak-
anak yang diabaikan keluarga dukungan dari teman dan sekolah untuk meningkatkan
kompetensinya akan meningkatkan harga diri anak.
2. Memberi dukungan emosional dan penerimaan sosial. Anak-anak yang berasal dari
keluarga yang banyak menyalahkan anak, menghina anak, penilaian negative dapat
dibantu dengan dukungan emosional ini
3. Membantu anak mencapai tujuannya dan berprestasi.
Berdasarkan teori Erikson, terdapat beberapa hal yang memberikan implikasi yang
besar terhadap pengimplementasiannya dalam pembelajaran, yakni :
1. Guru perlu mempunyai asas bimbingan konseling untuk berhadapan dengan murid
kerana murid terdiri daripada individu yang berbeda-beda. Teknik nasihat yang
diberikan juga berbeda-beda bagi memenuhi keperluan semua murid yang berada di
dalam peringkat perkembangan yang beragam. Murid hanya mempercayai guru yang
dirasakan dapat memahami dan melayaninya dengan baik. Guru harus mampu
menyelesaikan masalah pembelajaran murid.
2. Guru harus memiliki sikap penyayang dan penyabar dengan siswa-siswanya supaya
dapat memahami perasaan dan emosi mereka. Guru juga harus dapat membimbing dan
menunjukkan simpati kepada siswa karena sikap orang dewasa dapat mempengaruhi
perkembangan personaliti mereka.
3. Guru juga boleh memberi penguatan positif dan negatif kepada siswa. Guru boleh
memberikan pujian, hadiah, sentuhan atau senyuman kepada murid yang menunjukkan
tingkah laku yang positif. Sebaliknya, guru boleh memberikan penguatan negatif
seperti denda dan teguran apabila mereka menunjukkan tingkah laku yang negatif.
4. Guru hendaknya mengajar dengan berbagai media, metode, media, strategi yang
bermacam-macam disesuaikan dengan kondisi siswa, lingkungan siswa, gaya belajar
siswa dsb. Apabila guru melakukan hal tersebut maka proses pengajaran dan
pembelajaran akan dapat menarik minat murid-murid.
5. evaluasi belajar mengajar hendaknya memperhatikan tiga faktor, yaitu faktor
pembawaan, lingkungan, dan kematangan.

4. Deskripsikan sumbang pikir teori Kohlberg dalam implementasi pembelajaran!


Jawab:
Kohlberg mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu
dengan pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkembangan yang memiliki urutan
pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses
berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku
etis, mempunyai tiga tingkat perkembangan moral, yaitu tingkat Pra Konvensional,
Konvensional dan Post-Konvensional. Masing-masing tingkat terdiri dari dua tahap,
sehingga keseluruhan ada enam tahapan (stadium) yang berkembang secara bertingkat
dengan urutan yang tetap. Adapun tahapan tersebut adalah:
1) Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional)
Pada tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-Konvensional) perilaku anak
tunduk pada kendali eksternal. Misal anak-anak prasekolah, sebagian besar anak-anak
SD, sejumlah siswa SMP, dan segelintir siswa SMU.
 Tahap I, Orientasi pada kepatuhan dan hukuman
 Tahap 2, Relativistik Hedonism, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang
paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada
kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh
terhadap kebutuhannya sendiri
2) Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional)
Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional) fokusnya terletak pada
kebutuhan sosial(konformitas). Ditemukan pada segelintir siswa SD tingkat akhir,
sejumlah siswa SMP, dan banyak siswa SMU (Tahap 4 biasanya tidak muncul sebelum
masa SMU)
 Tahap 3, Orientasi Mengenai Anak Baik
 Tahap 4, Mempertahankan Norma Sosial dan Otoritas
3) Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional)
Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-konvensional) individu
mendasarkan penilaian moral pada prinsip benar secara inheren.Tingkat ini jarang
muncul sebelum masa kuliah.
 Tahap 5, Orientasi Terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan social
 Tahap 6, Prinsip Universal, Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan
komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi
hukum yang tidak adil.
Berdasarkan teori Kohlberg, maka terdapat beberapa hal yang memberikan
implikasi yang besar terhadap pengimplementasiannya dalam pembelajaran, yakni :
1. Pemahaman peserta didik, dengan memanfaatkan prinsip- prinsip kepribadian juga
merupakan komponen penting dalam upaya mewujudkan efektivitas proses pendidikan
dan pembelajaran. Asrori ( 2003: 6 ) mengemukakan bahwa perkembangan berbagai
karakteristik individu tampak dalam aspek- aspek yang ada pada setiap diri individu
yang meliputi perbedaan karakteristik individual: (a) aspek fisik, (b) aspek intelek, (c)
aspek emosi, (d) aspek sosial, (e) aspek bahasa, (f) aspek bakat, (g) aspek nilai, moral
dan sikap.
Tiap- tiap aspek diatas menunjukkan karakteristik individual yang berbeda sehingga
tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh
dalam keunikannya. Dalam keadaan itu, maka harus dapat memahami keunikan-
keunikan tersebut sehingga akan membantu memudahkan guru untuk memilih
pendekatan yang sesuai dalam mendorong perkembangan peserta didik secara optimal.
2. guru memegang peranan strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa
melalui perkembangan kepribadian dan nilai- nilai yang diinginkan. Dari dimensi
tersebut, peranan guru sulit digantikan oleh yang lain ( Gaffar dalam Supriadi: 1998,xv
). Karenanya dalam proses pembelajaran di kelas guru tidak cukup hanya berbekal
pengetahuan berkenaan dengan bidang studi yang diajarkan, akan tetapi harus
memperhatikan aspek –aspek pendidikan lainnya yang memiliki kedudukan sama
pentingnya untuk mendukung terwujudnya proses pembelajaran yang diharapkan.
3. Untuk membangun kerja sama, interaksi saling membantu, memecahkan masalah
bersama, pendidik harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan melakukan tanya jawab dan diskusi.
4. Siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman-pengalamannya maka
peranan guru yaitu menciptakan iklim yang dapat memberi rangsangan maksimal bagi
siswa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai