Anda di halaman 1dari 65

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var.

ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

Oleh :
DICKA AR RAHIM.
F34104121

2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi Etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp.) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan,
adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan
belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2009

Dicka Ar Rahim
NRP. F34104121
Dicka Ar Rahim F34104121. Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus. dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Metode Aerasi
Penuh dan Aerasi Dihentikan. Di bawah bimbingan Khaswar Syamsu. 2009

RINGKASAN

Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia. Potensi sagu di


Indonesia cukup berlimpah. Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu
dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia. Sekitar 90% di
antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia, 2006). Besarnya potensi sagu
di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini baru sekitar 10%
dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan serta industri. Jika dibudidayakan, produktivitas pati sagu kering
mencapai 25 ton/ha/tahun, lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu
1.5 ton/ha/tahun, kentang 2.5 ton/ha/tahun, maupun jagung 5.5 ton/ha/tahun.
(Sumaryono, 2007)
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan
dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol, melihat potensi
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil
etanol, serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan
kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan. Selain itu penelitian
ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh
dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan.
Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan
perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18%, 24%, 30%, dan 36% serta
perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm. Dari beberapa perlakuan
tersebut terpilih konsentrasi 30% dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik
untuk pertumbuhan khamir. Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi
yaitu 2,98 g/l dengan nilai μmaks 0,29 jam-1. Pada jam ke-6 khamir tersebut masih
mengalami fase log, hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai
masuk ke fase stasioner. Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami
penurunan selama proses fermentasi. Penurunan kandungan total gula dalam
substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin.
Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi
NH4+, penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk
samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat.
Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian
aerasi pada jam ke-6. Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak
24,94±0,16 g/l. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi
penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 21,25±0,55 g/l. Pada jam ke-24,
rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 3,05, sedangkan rata-rata pH pada aerasi
yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 3,15. pH yang terlalu rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aerasi yang dihentikan pada jam ke-
6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob,
sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal.
Dicka Ar. Rahim F34104121. Ethanol Production by Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus. from Liquified Sago Starch (Metroxylon sp.) Using Full and
Stopped Aeration Method. Supervised by Khaswar Syamsu. 2009

SUMMARY

Indonesia is known as the largest owner land of sago, with the area around
1 million ha, or 50% of 2 million ha of world sago area (Marsudi and Aprilia,
2006). The great potential of sago in Indonesia has not been used optimally. Thus
far, only about 10% of the total national sago area that has been used to meet food
and industry requirements. When sago is cultivated properly, it’s dried starch
productivity would reach 25 ton/ha/year, much higher as compared to cassava 1,5
tons/ha/year, potatoes 2,5 tons/ha/year, and corn 5,5 tons/ha/year. (Sumaryono,
2007)
This research is aimed to find the possibility of using dextrin as substrate
for ethanol production, to see potentiality of Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus as the ethanol producer, also the selection of aeration rate and total
sugar concentration for fermentation. More over, this research also aims to
determine the influence of bioprocess engineering (full and stopped aeration) to
biomass and ethanol production.
In the first study conducted, fermentation was treated at different substrate
concentrations (18%, 24%, 30%, 36% w/v) and two regimes of aeration (1 vvm
and 2 vvm). It is found that the best treatment was obtained from fermentation at
30% substrate concentration and 1 vvm aeration rate, which produced the highest
amount of biomass (2,98 g/l) with the value of μmaks was 0,29 hour-1. For the first
six hour cultivation, biomass growth was still in log phase. The residual sugar
content in substrate and the pH value decreased during the fermentation process.
The decline of residual sugar contents in substrate showed the activity of cells that
consumed dextrin as substrate. While changes in pH was due to the release of H+
during the consumption of NH4+, also the use of amino acids as nitrogen source
and the accumulation of by products such as organic acids from carbohydrate
metabolism.
Bioprocess engineering was done on the treatment selected, with the stop
of aeration after its first 6 hours cultivation. In 24 hours of fermentation, ethanol
produced was 24,94±0,16 g/l. This results was much higher than the treatment
with full aeration which only produced ethanol as much as 21,25±0,55 g/l. The pH
at the end of fermentation in full aeration reached 3,05, while in stop aeration was
3,15. The extreme low pH can prevent the growth of microorganisms. The stop of
aeration after the first 6 hour aeration change the environment of the fermentation
conditions from aerob to be anaerob, so that the fermentation process for the
formation of ethanol can be maximized.
PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DICKA AR RAHIM
F34104121

2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PRODUKSI ETANOL OLEH Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus


DARI SIRUP DEKSTRIN PATI SAGU (Metroxylon sp.) MENGGUNAKAN
METODE AERASI PENUH DAN AERASI DIHENTIKAN

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
DICKA AR RAHIM
F34104121

Dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1986


Di Jakarta

Tanggal lulus : 23 Februari 2009

Menyetujui,
Bogor, Maret 2009

Dr. Ir Khaswar Syamsu, M. Sc.


Dosen Pembimbing
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta,, pada tanggal 5


Mei 1986 sebagai anak pertama dari empat bersaudara
bersa
dari pasangan Bpk. Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza
Gusti. Pada tahun 2004 penulis lulus dari SMA
A Negeri
78 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih
ih Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Penulis melakukan Praktek Lapang (PL) dengan topik ““Mempelajari
Mempelajari
Teknik dan Manajemen Produksi Bioetanol
Bioetanol” di PT. PG. Rajawali Unit II,
II PSA
Palimanan Cirebon,, Jawa Barat.. Untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Produksi Etanol oleh
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp.) Menggunakan Me
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan
hentikan di
bawah bimbingan Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M. Sc.
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang


telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul Produksi Etanol dari Sirup Dekstrin Pati Sagu
(Metroxylon sp.) oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus Menggunakan
Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan. Skripsi ini disusun sabagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara
moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :
1. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M. Sc. selaku dosen pembimbing, atas segala
bimbingan, nasehat dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Sc. dan Drs. Purwoko, M. Si. atas masukan
dan saran yang telah diberikan serta berkenan menjadi penguji ujian
skripsi ini.
3. Orang tua penulis (Bapak Syafrul Bustamam dan Ibu Irmiza Gusti), dan
seluruh keluarga besar penulis atas doa, pengorbanan, dukungan dan
semangat yang telah diberikan kepada penulis.
4. Rekan-rekanku di laboratorium bioindustri (Yuyun, Edy, Azhar, Hanik,
Rita, dan Yayan) atas kerjasama dan bantuannya selama ini.
5. Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan diberbagai sisi baik
penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu saran
dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun,
memperbaiki, dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang.
Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya. Amiin.
Bogor, Februari 2009
Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v

I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. LATAR BELAKANG ....................................................................... 1
B. TUJUAN ............................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 4
A. PATI SAGU ……….......................................................................... 4
B. SIRUP DEKSTRIN …….................................................................. 5
C. Saccharomycess cerevisiae var. ellipsoideus .................................... 6
D. FERMENTASI ……......................................................................... 7
E. KINETIKA FERMENTASI ............................................................ 12
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 14
A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 14
B. METODE PENELITIAN .................................................................. 15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 18
A. PERSIAPAN FERMENTASI ........................................................... 18
B. PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI
TOTAL GULA SUBSTRAT TERBAIK ......................................... 19
C. REKAYASA BIOPROSES .............................................................. 27
V. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 35
A. KESIMPULAN .................................................................................. 35
B. SARAN ............................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 36


LAMPIRAN .................................................................................................. 41

ii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Karakteristik Pati Sagu ................................................................... 4
Tabel 2. Nilai laju pertumbuhan spesifik (μmaks) pada fermentasi dengan
laju aerasi 1vvm .............................................................................. 26
Tabel 3. Rendemen hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm .................... 27
Tabel 4. Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan .............................. 33

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba .................................................... 6
Gambar 2. Morfologi Saccharomyces cerevisiae (a) dan Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus (b) .................................................. 7
Gambar 3. Embden Meyerhof-Parnas pathway ………………..………… 10
Gambar 4. Skema Instalasi Bioreaktor ……………..…..……...…...……. 14
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus
pada laju aerasi 1 vvm .............................................................. 20
Gambar 6. Kurva Pertumbuhan Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus
pada laju aerasi 2 vvm ............................................................... 20
Gambar 7. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm 22
Gambar 8. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm 22
Gambar 9. Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi
1 vvm ....................................................................................... 23
Gambar 10. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan
laju aerasi 1 vvm ....................................................................... 24
Gambar 11. Histogram kadar etanol penelitian pertama …………….......... 25
Gambar 12. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus
pada penelitian lanjutan ............................................................ 28
Gambar 13. Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan ……………….. 29
Gambar 14. Kurva total gula pada penelitian lanjutan .................................... 30
Gambar 15. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian lanjutan 31
Gambar 16. Histogram kadar etanol penelitian lanjutan ………..………… 32

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Sagu Dengan Metode Luff Schroll ......... 40
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu ............... 41
Lampiran 3. Analisis Total Gula Sirup Dekstrin …................................... 42
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin 43
Lampiran 5. Analisis Hasil Fermentasi ....................................................... 44
Lampiran 6. Data Total Biomassa .............................................................. 47
Lampiran 7. Data Kadar Etanol .................................................................. 49
Lampiran 8. Data pH ................................................................................... 50
Lampiran 9. Data Total Gula ...................................................................... 51
Lampiran 10. Analisis Ragam Kinetika Fermentasi ..................................... 52

v
I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Permintaan etanol dunia beberapa tahun terakhir ini terus meningkat, dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan seiring dengan kembali
digiatkannya pengunaan etanol sebagai bahan bakar nabati (BBN). Etanol
merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang dapat mensubstitusi
kebutuhan masyarakat Indonesia akan BBM. Selain dapat diperbaharui etanol
juga bersifat ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia menargetkan pada tahun
2025 subtitusi bahan bakar nabati terhadap bahan bakar minyak mencapai 5%
(Instruksi presiden Nomor 1 Tahun 2006 tentang pemanfaatan bahan bakar
nabati/biofuel sebagai bahan bakar alternatif). Selain digunakan sebagai bahan
bakar, etanol juga banyak digunakan oleh industri kimia, kosmetika serta
industri lainnya.
Bahan baku yang saat ini banyak digunakan untuk membuat etanol adalah
molasses. Namun ketersediaan molasses di Indonesia sangat terbatas, sehingga
Indonesia mengimpor molasses dari India. Data dari BPS menunjukkan bahwa
impor molasses Indonesia pada tahun 2005 mencapai 52.861 ton dengan nilai
8.038 juta US$. Sebenarnya Indonesia memiliki sumber bahan baku yang lebih
potensial untuk dijadikan bahan baku dalam pembuatan etanol, yaitu sagu.
Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah. Di dunia diperkirakan terdapat
2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di
Indonesia. Sekitar 90% di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia,
2006). Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal.
Selama ini baru sekitar 10% dari total area sagu nasional yang telah
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri dan pangan. Jika dilihat dari
potensi sagu yang tersedia, Indonesia setidaknya setiap tahun menyia-nyiakan
sekitar enam juta ton produksi sagu kering yang berpotensi menghasilkan sekitar
tiga juta ton bioetanol (Anonim, 2007). Pemanfaatan pati sagu untuk industri
bioetanol diharapkan dapat membantu pemerintah dalam pembangunan wilayah

1
Indonesia bagian timur yang saat ini masih tertinggal dibandingkan dengan
daerah lain.
Keunggulan utama tanaman sagu dibandingkan dengan tanaman penghasil
karbohidrat lain adalah produktivitasnya yang tinggi. Sagu mampu
menghasilkan pati kering 10-25 ton/ha/tahun. Produktivitas pati kering padi
hanya 6 ton/ha/tahun, sedangkan pati kering jagung hanya 5,5 ton/ha/tahun.
Produktivitas sagu setara dengan tebu, namun lebih tinggi dibandingkan dengan
ubi kayu dan kentang dengan produktivitas pati kering 10-15 ton/ha/tahun
(Sumaryono, 2007).
Menurut Akyuni (2004), pati sagu dapat dihidrolisis menjadi hidrolisat pati
sagu berupa sirup glukosa yang memiliki kandungan gula cukup tinggi,
sehingga berpotensi dijadikan sebagai sumber karbon pada proses fermentasi
untuk menghasilkan etanol. Suyandra (2007), melakukan pemanfaatan pati sagu
untuk produksi etanol. Penelitian tersebut menggunakan sirup glukosa yang
berasal dari pati sagu sebagai sumber karbon pada saat fermentasi.
Umumnya substrat yang digunakan sebagai sumber karbon pada
fermentasi adalah sirup glukosa. Namun untuk memproduksi sirup glukosa
dibutuhkan energi yang cukup besar serta waktu yang lama. Hal ini
menyebabkan ongkos produksi bioetanol dari substrat yang berasal dari sirup
glukosa menjadi mahal dan boros energi.
Salah satu usaha untuk mengurangi biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi waktu produksi etanol dari pati sagu, dapat dilakukan dengan
mengganti substrat sirup glukosa dengan sirup dekstrin. Sirup dekstrin
merupakan hasil liquifikasi pati sagu yang juga merupakan produk antara pada
proses pembuatan sirup glukosa.
Pada penelitian ini dilakukan proses fermentasi pada sirup dekstrin
menggunakan khamir Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Saat
fermentasi dilakukan juga rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi, dengan
harapan akan terbentuk etanol dalam jumlah yang lebih banyak selama
fermentasi berlangsung.

2
B. TUJUAN

Tujuan umum yang mendasari diadakannya penelitian ini adalah untuk


melihat potensi pembuatan bioetanol dari sirup dekstrin yang berasal dari pati
sagu sebagai bahan baku. Tujuan khusus dari penelitian ini meliputi pemilihan
laju aerasi dan konsentrasi gula substrat berdasarkan jumlah biomassa tertinggi
yang dihasilkan, serta pengaruhnya terhadap parameter fermentasi lainnya (sisa
total gula dan pH). Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui
pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap kadar
etanol yang dihasilkan, jumlah biomassa, sisa total gula dan pH.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PATI SAGU

Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan


bahan makanan. Pati sagu merupakan hasil ekstraksi dari empulur batang sagu
dengan bantuan air secara mekanis maupun tradisional. Pati berbentuk butiran
atau granula yang berwarna putih mengkilat, tidak berbau dan tidak mempunyai
rasa. Pada dasarnya pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4 α-glukosa.
Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai
karbonnya (Haryato dan Pangloli, 1992).
Karakteristik pati sagu (Metroxylon sp.) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Pati Sagu


Karakterisasi Komposisi (%)
Kadar Pati 82,13
§ Amilosa 27,75
§ Amilopektin 72,25
Kadar Serat 0,01
Kadar Air 5,76
Kadar Abu 0,12
Kadar Lemak 0,36
Kadar Protein 0,38
Sumber : Hartoto et al. (2005)

Granula pati mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam,


umumnya berbentuk bola atau elips. Pati sagu berbentuk elips (prolate
ellipsoidal), mirip pati kentang dengan ukuran 5-80 μm dan relatif lebih besar
daripada pati serealia. Pati sagu mengandung sekitar 27% amilosa dan sekitar 73%
amilopektin. Rasio amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat-sifat pati itu
sendiri. Apabila kadar amilosa tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat
dan cendrung meresap air lebih banyak atau higroskopis (Wirakartakusumah et
al., 1986).

4
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati
terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut
disebut dengan amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa
mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan
amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5%
dari berat total (Winarno, 1997).

B. SIRUP DEKSTRIN

Likuifikasi yaitu proses hidrolisis pati secara parsial yang ditandai dengan
menurunnya viskositas dengan menggunakan enzim α-amilase. Tahap likuifikasi
dilakukan hingga cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan
larutan iodium. Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-1,4 glikosidik
oleh enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak sehingga
dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin, dan alfa limit dekstrin. Enzim α-
amilase merupakan enzim yang menghidrolisis secara khas melalui bagian dalam
dengan memproduksi oligosakarida dari konfigurasi alfa yang memutus ikatan α-
1,4 glikosidik pada amilosa, amilopektin dan glikogen. Ikatan α-1,6 glikosidik
tidak dapat di putus oleh α-amilase, tetapi dapat dibuat menjadi cabang-cabang
yang lebih pendek (Nikolov dan Rielly di dalam Dordick, 1991). Enzim α-amilase
umumnya diisolasi dari Bacillus amyloquefaciens, B. Licheniformis, Aspergillus
oryzae, dan Aspergillus niger. Nilai pH optimum untuk aktivitas enzim ini sekitar
6 dengan suhu optimum 60oC. Jika suhu semakin ditingkatkan maka pH optimum
pun semakin meningkat sampai sekitar tujuh (Tjokroadikoesomo, 1986).
Pada likuifikasi pati biasanya α-amilase yang digunakan adalah yang
memiliki aktivitas tinggi, sehingga dosis enzim yang digunakan sekitar 0.5-0.6
kg/ton pati atau 1500 U/kg substrat kering (Chaplin dan Buckle, 1990). Enzim α-
amilase komersial dibuat oleh Novo industri AS. Antara lain dengan nama
Termamyl yang memiliki ketahanan terhadap suhu sekitar 95-110oC. Stabilitas
Termamyl tergantung pada suhu, konsentrasi Ca2+, kandungan ion dan ekuivalen
dekstrosa. Dosis α-amilase yang biasa digunakan 0.5-0.6 kg Termamyl 102 /ton
pati kering. Satu kNU (kilo NOVO α-amilase Unit) adalah jumlah enzim yang

5
dapat menghidrolisis 5,26 pati (gram standar) per jam suhu 37oC, pH 5,6 pada
kondisi standar (Kearsley dan Dzeidzic, 1995).

C. Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu spesies khamir yang


memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Mikroba ini biasanya
dikenal dengan baker’s yeast dan metabolismenya telah dipelajari dengan baik.
Produk metabolik utama adalah etanol, CO2 dan air sedangkan beberapa produk
lain dihasilkan dalam jumlah sangat sedikit. Khamir ini bersifat fakultatif
anaerobik. Saccharomyces cerevisiae memerlukan suhu 30oC dan pH 4,0-4,6 agar
dapat tumbuh dengan baik. Selama proses fermentasi akan timbul panas, apabila
tidak dilakukan pendinginan, suhu akan makin meningkat sehingga proses
fermentasi terhambat (Oura di dalam Delwegg, 1983).
Saccharomyces cerevisiae tumbuh optimum pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC (Frazier dan Westhoff, 1978). pH pertumbuhan khamir
yang baik antara 3-6. Perubahan pH dapat mempengaruhi pembentukan hasil
samping fermentasi. Pada pH tinggi maka lag phase akan berkurang dan aktivitas
fermentasi akan naik (Prescott dan Dunn, 1959). Pertumbuhan mikroba di dalam
suatu kultur mempunyai kurva seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Mikroba (Stanburry dan Whitaker, 1984).

Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia


dan efisien penggunaannya. Substrat yang digunakan harus dapat difermentasi.

6
Pemilihan substrat harus memperhitungkan jumlah karbon yang tersedia di
dalamnya. Karbohidrat merupakan sumber energi tradisional dalam industri
fermentasi. Glukosa dan sukrosa jarang digunakan sebagai satu-satunya sumber
karbon karena mahal harganya. Beberapa proses fermentasi dalam skala besar
menggunakan garam amonium, urea, atau gas amonia sebagai sumber nitrogen
(Fardiaz, 1988).
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus merupakan galur khamir yang
biasa digunakan untuk pembuatan minuman keras (wine) dan mampu
menghasilkan rendemen alkohol tinggi (Frazier dan Westhoff, 1978). Pada awal
klasifikasi, khamir diklasifikasikan berdasarkan kemampuan fermentasi dan
morfologi selnya. Nama Saccharomyces cerevisiae digunakan untuk khamir dari
industri bir di Jerman dan Inggris, sedangkan nama Saccharomyces ellipsoideus
merupakan jenis khamir anggur yang mempunyai bentuk ellipsoidal. Pada
klasifikasi ulang ditemukan bahwa perbedaan morfologi saja, tidak cukup untuk
membedakan dua spesies khamir, sehingga nama khamir anggur menjadi
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus (Campbell di dalam Priest dan
Campbell, 1999). Perbedaan morfologi Saccharomyces cerevisiae dan
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Morfologi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus (A) dan


Saccharomyces cerevisiae (B) (Pelczar dan Chan, 1986)

D. FERMENTASI

Menurut Prescot dan Dunn (1981), etanol dapat diproduksi dari gula
melalui fermentasi pada kondisi tertentu. Sedangkan pati dan karbohidrat lainnya
dapat dihidrolisa menjadi gula kemudian difermentasi untuk membentuk etanol
yang merupakan nama kimia untuk alkohol dengan rumus kimia C2H5OH.

7
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.
Khamir memerlukan medium dan lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan dan perkembang-biakannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan
adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, zat besi dan magnesium. Unsur karbon
banyak diperoleh dari gula, sumber nitrogen didapatkan dari amonia, asam amino,
peptida, pepton nitrat, atau urea tergantung pada jenis khamir. Fosfor merupakan
unsur penting dalam kehidupan khamir terutama untuk pembentukan alkohol dari
gula.
Pada permulaan proses fermentasi, khamir memerlukan oksigen untuk
pertumbuhannya sehingga fermentasi berlangsung secara aerob. Setelah terbentuk
CO2, reaksi akan berubah menjadi anaerob. Alkohol yang terbentuk akan menekan
fermentasi lebih lanjut setelah tercapai konsentrasi antara 13-15% volume.
Terhalangnya proses fermentasi, juga dipengaruhi suhu proses dan jenis khamir
yang digunakan (Prescot dan Dunn, 1981).
Khamir tumbuh baik pada kondisi aerobik, walaupun demikian beberapa
khamir dapat tumbuh pada kondisi anaerobik. Proses respirasi pada kondisi
aerobik selanjutnya digantikan proses fermentasi pada kondisi anaerobik karena
tidak tersedia lagi oksigen. Khamir akan selalu berespirasi pada setiap keadaan
yang memungkinkan karena energi yang dihasilkan pada resprasi jauh lebih besar
dibandingkan pada proses fermentasi. (Barnett et al., 2000). Bila terdapat udara
pada proses fermentasi maka etanol yang dihasilkan lebih sedikit karena terjadi
respirasi yang mengakibatkan terjadinya konversi gula menjadi sel,
karbondioksida, dan air.
Suhu optimum pertumbuhan khamir adalah pada suhu 25-30oC dan
maksimum pada 35-47oC. Sedangkan pH optimum 4-5. Batas minimal aw untuk
khamir biasa adalah 1.88-1.92. Menurut Casida (1968) pH pertumbuhan khamir
yang baik adalah pada rentang 3-6. Perubahan pH dapat mempengaruhi
pembentukan hasil samping fermentasi. Nilai pH pertumbuhan behubungan positif
dengan pembentukan asam piruvat. Pada pH tinggi maka fase lag akan lebih
singkat dan aktivitas fermentasi akan meningkat. Pengaruh pH pada pertumbuhan
khamir juga tergantung pada konsentrasi gula dan etanol. Nilai pH dapat

8
diturunkan menggunakan asam sitrat, sedangkan untuk menaikkan pH dapat
digunakan natrium benzoat.
Paturau (1991) menyatakan bahwa fermentasi etanol memakan waktu 30-
72 jam. Prescot dan Dunn (1981) menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol
adalah 3-7 hari. Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa proses pemecahan
gula menjadi etanol dan CO2 dilakukan oleh sel khamir. Secara teoritis konversi
molekul gula menjadi 2 molekul etanol dan 2 molekul CO2 menurut persamaan
Gay Lussac sebagai berikut
C6H12O6 à 2C2H5OH + 2CO2
(gula) (etanol) (karbondioksida)

Berdasarkan persamaan Gay Lussac dapat dijelaskan bahwa 51.1% gula


diubah menjadi etanol dan 49.9% diubah menjadi karbondioksida. Akan tetapi
hasil ini kebanyakan tidak dapat dicapai karena adanya hasil sampingan. Pada
kenyataanya hanya 90-95% dari nilai ini yang dapat dicapai. Konsentrasi alkohol
yang dihasilkan dalam fermentasi tergantung pada jenis khamir yang dipakai dan
kadar gula. Sedangkan konsentrasi produk samping dipengaruhi oleh suhu, aerasi,
kadar gula dan keasaman (Underkofler dan Hickey, 1954). Produk samping yang
dihasilkan antara lain asam piruvat dan asam laktat.
Pada kondisi anaerob, metabolisme glukosa menjadi etanol terjadi melalui
jalur Embden Meyerhoff-Parnas (Gambar 3) yang merupakan reaksi-reaksi
fosforilasi dan defosforilasi dengan ATP dan ADP sebagai donor aseptor fosfat,
reaksi pemecahan C6 menjadi 2 molekul C3 yang terfosforilasi, reaksi oksidasi-
reduksi dan reaksi dekarboksilasi. Gukosa mengalami fosforilasi menjadi
glukosa-6-P dan fruktosa-6-P dengan ATP sebagai donor fosfat. Fruktosa-6-P
kemudian dirubah menjadi fruktosa-1.6-di-P kemudian dipecah mencadi 2
molekul C3 yang terfosforilasi yaitu dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehida-3-
P. Dihidroksi aseton fosfat selanjutnya teroksidasi menjadi gliserol fosfat
kemudian diubah menjadi gliserol yang merupakan metabolit sekunder.
Gliseraldehid-3-P tereduksi membentuk asam 1.3-difosfogliserat kemudian
mengalami difosforilasi menjadi 3-P-asam gliserat dengan melepaskan fosfat dan
akseptor fosfat ADP membentuk ATP.

9
Glukosa
heksokinase

glukosa-6-fosfat
fosfoglukosa isomerase
fruktosa-6-fosfat
fosfofrukto kinase

fruktosa-1,6-bifosfat
aldolase

gliseraldehid
gliseraldehid-3-fosfat dihidroksi aseton fosfat
triose fosfat isomerase

gliseraldehid
gliseraldehid-3-fosfat
gliseraldehid-3-fosfat dehidrogenase

1,3-bifosfo
bifosfo gliserat
fosfogliserat kinase

3-fosfo
fosfo gliserat
fosfogliserat mutase
2-fosfo
fosfo gliserat
enolase
fosfo enol piruvat
piruvat kinase

piruvat
piruvat alkohol
dekarboksilase dehidrogenase

piruvat asetaldehid etanol


Gambar 3. Embden Meyerhoff-Parnas Pathway (Diwan,
Diwan, 2007)
2007

Selanjutnya, 3-P
P-asam gliserat membentuk 2-P-asam
asam gliserat kemudian
terbentuk asam fosfoenol piruvat dengan menghasilkan ATP. Melalui reaksi

10
dekarboksilasi, asam piruvat akan membentuk asetaldehid dan CO2 yang
kemudian akan mengalami reaksi oksidasi membentuk etanol.
Penambahan inokulum khamir dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
diantaranya dalam bentuk suspensi atau dalam bentuk kering. Banyaknya suspensi
khamir yang ditambahkan dalam fermentasi skala besar sekitar 1-3% (Prescott dan
Dunn, 1959), sedangkan Rinaldy (1987) menggunakan konsentrasi inokulum 10%
(v/v).
Komposisi media untuk setiap mikroba berbeda satu sama lain. Zat
makanan utama bagi pertumbuhan mikroba adalah sumber karbon, nitrogen, dan
mineral terutama fosfat. Pertumbuhan mikrobial dipengaruhi oleh konsentrasi
komponen penyusun media pertumbuhannya. Pasokan sumber karbon merupakan
faktor yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi pada
kenyataanya konsentrasi sumber karbon mempunyai batas maksimum. Jika
konsentrasi sumber karbon melampaui batas maka laju pertumbuhan akan
terhambat (Casida, 1968).
Dalam fermentasi skala industri, sumber karbon yang biasa digunakan
adalah karbohidrat yang diperoleh dari berbagai jenis pati seperti jagung, serealia,
kentang, dan sagu. Sumber karbon lain juga bisa didapatkan dari hasil pertanian
yang banyak mengandung selulosa antara lain jerami padi, tongkol jagung, bagas,
limbah kayu, dan kertas. Sebelum digunakan, bahan-bahan tersebut harus
dihidrolisis lebih dulu baik secara kimia maupun secara enzimatis (Hartoto, 1992).
Sumber nitrogen yang dapat digunakan dalam proses fermentasi
diantaranya corn step liqour, ekstrak gandum atau tauge, hidrolisat kasein, dan
ekstrak khamir. Vogel (1983) membedakan sumber nitrogen menjadi sumber
organik dan anorganik. Yang termasuk sumber nitrogen organik adalah corn step
liqour, urea, protein, ekstak khamir dan tepung ikan. Sedangkan sumber nitrogen
anorganik adalah amonia, amonium hidroksida dan amonium sulfat.
Menurut Hartoto (1992) sumber nitrogen yang biasa digunakan untuk
fermentasi skala besar adalah garam amonium, urea atau amonia. Pemilihan
amonium sebagai sumber nitrogen disebabkan oleh faktor ekonomis yaitu harga
yang relatif murah dan mudah didapatkan seperti pupuk NPK dan ZA.

11
E. KINETIKA FERMENTASI

Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa


sel, sedangkan kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimianya (Reed dan Rehm, 1983). Kinetika fermentasi mempelajari
perkembangbiakan mikroba yang ditunjukkan oleh kenaikan konsentrasi biomassa
karena konsumsi substrat. Pada saat yang bersamaan dihasilkan produk, baik
metabolit primer maupun sekunder (Mangunwidjaja dan Suryani, 1994).
Menurut Bailey dan Olis (1991) fermentasi media cair dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu fermentasi sistem tertutup (batch), fermentasi semi
sinambung (fed batch), dan sistem sinambung (continous). Pada fermentasi curah
pemanenan dilakukan setelah fermentasi berakhir dan tidak dilakukan lagi
penambahan komponen substrat selama fermentasi berlangsung.
Fermentasi secara curah, pertumbuhan mikroba secara umum mengikuti
pola seperti berikut. Fase lag merupakan masa penyesuaian mikroba sejak
inokulum diinokulasi ke dalam media fermentasi. Pada fase lag terjadi
pertumbuhan lambat dimana sel mempersiapkan diri mengalami pembelahan
sehingga peningkatan jumlah sel berjalan lambat. Cepat atau lambatnya fase lag
tergantung kepada kualitas, kuantitas, dan umur kultur yang dinokulasikan
(Moat,1988).
Fase eksponensial terjadi pertumbuhan cepat dimana jumlah sel bertambah
secara eksponensial terhadap waktu. Menurut Reed dan Rehm (1983) pada fase
eksponensial kondisi lingkungan berubah karena substrat dan nutrien dikonsumsi
sementara metabolik dihasilkan.
Saat substrat mendekati habis dan terjadi penumpukan produk-produk
penghambat maka terjadi penurunan laju pertumbuhan. Pada fase stasioner
konsentrasi biomassa mencapai maksimum. Setelah fase tersebut terjadi fase
kematian yang ditandai dengan penurunan jumlah individu yang hidup (Bailey
dan Olis, 1991).
Saat keadaan lingkungan tetentu pertumbuhan mikrobial dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut

12
dx = μx-αx
dt
Keterangan :
x : konsentrasi sel
t : waktu fermentasi
μ : laju pertumbuhan spesifik
α: laju lisis sel yang menghambat pertumbuhan
Pada kondisi yang sesuai maka penurunan massa sel sangat kecil sehingga
α dapat diabaikan sehingga persamaan diatas menjadi;
dx= μx
dt
Integrasi dari persamaan 2 untuk menghasilkan nilai peningkatan massa sel
pada suatu selang waktu tertentu adalah;

x1∫ dx = t1∫t2μ dt
x2

x
akan diperoleh persamaan;

ln ( x2 ) = μ ∆t atau ln x2 = ln x1 + μ ∆t

laju pertumbuhan spesifik (μ) bersifat tidak konstan tergantung pada


kondisi lingkungan fisik kimianya. Nilai maksimum (μmaks) dicapai pada kondisi
pasokan substrat dan nutrien masih berlebih serta konsentrasi zat-zat metabolik
yang menghambat pertumbuhan masih rendah.
Menurut Wang et al. (1979), koefisien hasil sel hidup terhadap sumber
karbon dinyatakan sebagai Yx/s, Koefisien konversi nutrien dalam substrat
menjadi produk pada periode tertentu dinyatakan sebagai Yp/s. Sedangkan
koefisien produk terhadap jumlah sel hidup dinyatakan sebagai Yp/x. Perhitungan
yang biasa digunakan untuk proses pembentukan produk yang berasosiasi dengan
pertumbuhan sel adalah sebagai berikut

Yx/s = ∆X Yp/s = ∆P Yp/x = ∆P


∆S ∆S ∆X
Parameter-paremeter diatas perlu diketahui agar pada fermentasi skala
yang lebih besar dapat ditentukan jumlah substrat yang diperlukan untuk
menghasilkan jumlah produk dan biomassa yang tertentu. Informasi tersebut
digunakan untuk meningkatkan efisensi fermentasi.

13
III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven,
inkubator, timbangan analitik, autoclave, pH-meter, jarum ose, desikator,
tabung eppendorf, sentrifuge, gas chromatography, spektrofotometer,
sparger, selang silikon, dan peralatan gelas seperti erlenmeyer, labu ukur,
pipet, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, cawan conway dan botol
kapasitas 500 ml (sebagai bioreaktor). Skema instalasi bioreaktor dapat
dilihat pada Gambar 4.
Valve
Sampling

Sumbat Kapas
Sumbat Karet
(Udara Keluar)
Flowmeter

Udara Masuk

Sparger
Air Steril

Pompa Udara Bioreaktor (500 ml)

Gambar 4. Skema Instalasi Bioreaktor

2. Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu
yang di peroleh di Pasar Bogor, serta Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fateta-
IPB. Bahan kimia yang digunakan untuk pembuatan hidrolisat pati di

14
antaranya α-amilase (Termamyl) yang didapatkan dari Novo industri. NaOH
dan CaCO3.
Bahan kimia untuk fermentasi antara lain yeast ekstrak, maltosa,
glokosa, pepton, (NH4)2SO4, trace element dan Ca(OH)2. Bahan kimia untuk
analisa antara lain H2SO4, pereaksi Luff, HCl, NaOH, Na2S2O3, indikator
kanji, etanol, larutan iod, CaCO3, K2Cr2O7, Na2CO3, glukosa standar dan
larutan fenol.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu persiapan bahan dan
penelitian utama.
1. Persiapan Bahan
a. Karakterisasi Pati Sagu
Pada tahap ini dilakukan pengujian kadar pati dalam pati sagu
menggunakan metode Luff Shcroll. Analisis kadar pati dapat dilihat pada
Lampiran 1.
b. Pembuatan Sirup Dekstrin
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan
sebagai substrat pada fermentasi etanol. Proses hidrolisis dilakukan secara
enzimatis, menggunakan enzim α-amilase yang mengubah larutan pati
menjadi sirup dekstrin. Proses hidrolisis pati sagu dapat dilihat pada
Lampiran 2.
c. Pengujian Total Gula pada Sirup Dekstrin
Setelah proses hidrolisis, dilakukan pengujian total gula terhadap
sirup dekstrin yang dihasilkan (Lampiran 3).
d. Penyiapan Inokulum
Media yang baik untuk menumbuhkan khamir adalah media
YMGP yang terdiri dari 5 g ekstrak khamir, 5 g ekstrak malt, 5 g pepton
dan 20 g glukosa dalam 1 l akuades. Mula-mula bahan ditimbang sesuai
dengan jumlah yang ditentukan, kemudian dimasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml dan dilarutkan dengan akuades. Media cair diatur pH-
nya dengan menambahkan larutan H2SO4 0,1 N hingga mencapai pH 4,5.

15
Labu erlenmeyer ditutup dengan menggunakan kapas dan aluminium foil
untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam otoklaf dan disterilisasi pada
suhu 121oC selama 15 menit. Setelah sterilisasi selesai, erlenmeyer
dikeluarkan dari otoklaf untuk didinginkan pada suhu kamar.
Inokulasi kultur dilakukan dengan cara memindahkan kultur
murni khamir Saccharomyces cereviseae var. ellipsoideus dengan jarum
ose secara aseptis ke dalam media yang telah disterilisasi, lalu erlenmeyer
ditutup kembali. Inokulum diinkubasi pada suhu ruang (30oC) serta diberi
aerasi dan agitasi menggunakan shaker pada kecepatan 125 rpm.

2. Pemilihan Laju Aerasi dan Konsentrasi Substrat


Pada penelitian pertama dilakukan penentuan nilai laju
pertumbuhan maksimum (μmaks) Sacharomycess cereviseae var.
ellipsoides pada beberapa laju aerasi dan konsentrasi total gula. Substrat
fermentasi berupa hidrolisat pati sagu sebanyak 400 ml dimasukkan ke
dalam botol dengan konsentrasi gula yang berbeda. Nilai pH cairan
substrat diatur pada pH 5. Kemudian media disterilisasi pada suhu 121oC
selama 15 menit, setelah itu media didinginkan hingga 30oC.
Ditambahkan amonium sulfat 1 g/l dan trace element 1%. Selanjutnya
inokulum sebanyak 10% volume substrat ditambahkan pada media.
Fermentasi berlangsung secara aerobik pada suhu ruang dengan lama
fermentasi 24 jam. Pengamatan dilakukan tiap 6 jam, yang meliputi
analisa biomassa, total gula sisa, dan pH. Analisa kadar etanol dan
penghitungan kinetika fermentasi dilakukan di akhir fermentasi.
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung antara lain laju pertumbuhan
maksimum (μmaks), Yx/s, Yp/s, Yp/x, dan efisiensi pemanfaatan substrat.
Perhitungan nilai yield (rendemen) sebagai berikut :

Yx/s = ∆X Yp/s = ∆P Yp/x = ∆P


∆S ∆S ∆X

Perlakuan yang diterapkan pada penelitian pendahuluan ini adalah


perlakuan konsentrasi gula yang berbeda, yaitu 18% (b/v), 24% (b/v),

16
30% (b/v), dan 36% (b/v). Serta perlakuan laju alir aerasi yang berbeda
yaitu 1 vvm dan 2 vvm. Konsentrasi total gula pada substrat diuji dengan
uji total gula (metode fenol), sedangkan laju aerasi diukur menggunakan
flow meter.

3. Rekayasa Bioproses

Setelah didapatkan laju alir aerasi dan konsentrasi yang terbaik


untuk pertumbuhan Sacharomycess cereviseae var. ellipsoides dari
penelitian pertama, kemudian pada penelitian lanjutan dilakukan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada saat nilai
μmaks telah dicapai. Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam. Parameter yang diukur terhadap hasil
fermentasi meliputi analisa biomassa, total gula sisa, analisa kadar etanol
dan penghitungan kinetika fermentasi. Metode analisis pada tiap-tiap
parameter dapat dilihat pada Lampiran 5.

17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN FERMENTASI

Bahan baku pati sagu yang digunakan pada penelitian ini mengandung
kadar pati rata-rata sebesar 84,83%. Pati merupakan polimer senyawa glukosa
yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada saat
dilarutkan dalam air, pati akan terpisah menjadi dua fraksi. Fraksi terlarut yaitu
amilosa yang memiliki struktur lurus dan fraksi tak larut yaitu amilopektin yang
memiliki struktur bercabang. (Winarno, 1997). Sekitar sepertiga bagian dari pati
sagu merupakan amilosa dan sisanya amilopektin. Perbandingan antara amilosa
dan amilopektin berpengaruh pada proses likuifikasi. Amilopektin yang tinggi
menyebabkan pati tahan terhadap hidrolisis oleh enzim α-amylase (Zhang dan
Oates, 1999). Sehingga hal ini akan berpengaruh pada jumlah enzim yang akan
digunakan.
Pati sagu harus dihidrolisis terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi. Hidrolisis pati sagu dilakukan dengan metode
enzimatis karena hidrolisis menggunakan enzim menghasilkan rendemen yang
lebih tinggi dan mutu yang lebih baik dibandingkan hidrolisis menggunakan
asam (Tjokroadikoesomo, 1986). Pada proses hidrolisis secara enzimatis ikatan
pati dipotong sesuai dengan jenis enzim yang digunakan, sedangkan apabila
menggunakan asam pemotongan dilakukan secara acak.
Hasil yang diperoleh dengan cara hidrolisis parsial (likuifikasi) yaitu
dekstrin yang mengandung gula kompleks (oligosakarida), disakarida, dan sedikit
gula sederhana (monosakarida). Sirup hasil hidrolisis parsial dari pati sagu ini
yang digunakan sebagai substrat sumber karbon pada produksi etanol.
Setelah proses hidrolisis, dekstrin dan sirup glukosa dianalisa kandungan
total gulanya. Hasil pengukuran total gula ini digunakan untuk membuat substrat
sesuai konsentrasi total gula yang diinginkan. Substrat yang digunakan dalam
proses fermentasi adalah sirup dekstrin dari pati sagu dengan 4 taraf konsentrasi
total gula, yaitu 18 %, 24 %, 30 % dan 36 % (b/v).

18
Pada penelitian ini dilakukan fermentasi pada sirup dekstrin dari pati
sagu menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Jenis khamir ini
biasa digunakan dalam pembuatan alkohol atau minuman keras. Keuntungan
menggunakan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus adalah mempunyai
waktu fermentasi lebih cepat, yaitu 20-30 jam. Khamir ini mampu menghasilkan
rendemen alkohol tinggi dan merupakan galur khamir utama untuk pembuatan
wine (Frazier dan Westhoff, 1978).

B. PENENTUAN LAJU AERASI DAN KONSENTRASI TOTAL GULA


SUBSTRAT TERBAIK

Penelitian utama, fermentasi dilakukan dengan mengkombinasikan


perlakuan konsentrasi substrat dan laju aerasi yang diberikan. Pada cairan
fermentasi dialirkan udara dengan laju 1vvm dan 2vvm secara terus menerus
(aerasi penuh) pada keempat konsentrasi substrat yang berbeda yaitu 18%, 24%,
30%, dan 36%. Aerasi diberikan dengan cara mengalirkan udara secara langsung
(air bubble). Menurut Johnson (2008), aerasi dengan cara air bubble cukup
efektif untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam cairan fermentasi.
Saccharomycess sp. bersifat fakultatif aerobik, dimana pada kondisi aerobik,
oksigen berperan sebagai akseptor elektron terakhir pada jalur reaksi
bioenergetiknya. Menurut Meyer (1978), pada kondisi aerobik pemanfaatan gula
menghasilkan penambahan biomassa sel dengan reaksi :

C6H12O6 à CO2 + H2O + Biomassa sel

Dengan pemberian aerasi diharapkan terjadi perbanyakan sel


Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus secara maksimal. Pada kondisi aerob
gula akan dikonversi menjadi energi melalui siklus Krebs, energi ini diperlukan
sel untuk memperbanyak diri.

1. Biomassa
Biomassa yang dihitung adalah bobot biomassa kering yang terdapat
dalam cairan fermentasi. Selama fermentasi khamir mengalami pertumbuhan

19
yang ditandai dengan semakin bertambahnya jumlah biomassa dari waktu ke
waktu. Khamir tumbuh dalam media sederhana yang mengandung
karbohidrat yang dapat terfermentasi sebagai sumber energi dan biosintesis,
nitrogen yang cukup untuk sintesis protein, dan garam mineral serta faktor
pertumbuhan (Campbell, 1999 di dalam Priest dan Campbell, 1999). Hasil
pengamatan pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat
dilihat pada Gambar 5 dan Gambar 6.

1.5

1
ln [Biomassa]

0.5 18%
24%
0 30%
0 6 12 18 24 36%
-0.5

-1
Waktu (Jam)

Gambar 5. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus


pada laju aerasi 1 vvm

1.5

1
ln [Biomassa]

0.5 18%
24%
0 30%
0 6 12 18 24 36%
-0.5

-1
Waktu (Jam)

Gambar 6. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus


pada laju aerasi 2 vvm

20
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sumber karbon berupa
dekstrin ternyata dapat dimanfaatkan oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus untuk memperbanyak diri dalam jumlah yang cukup, untuk
kemudian menghasilkan etanol. Dekstrin terlebih dahulu akan dipecah
menjadi glukosa agar dapat dimetabolisme di dalam sel. Pada konsentrasi
substrat 18%-30% laju pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi dekstrin
yang digunakan. Namun pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 30% laju
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus menurun. Menurut
Wang et. al (1979) konsentrasi substrat yang tinggi dapat menyebabkan
terjadinya inhibisi substrat serta glucose effect yang dapat menghambat
pertumbuhan. Menurut Reed dan Rehm (1983) Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus dapat memfermentasi glukosa, maltosa, sukrosa, dan
rafinosa. Pertumbuhan khamir dalam disakarida, oligosakarida, dan
polisakarida memerlukan sistem enzim untuk metabolisme berupa eksoenzim
dan enzim lainnya. Enzim-enzim ini memerlukan waktu induksi selama
pertumbuhan (Griffin, 1981).
Dengan pemberian aerasi pada laju 2 vvm ternyata justru menekan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. Hal ini disebabkan
oleh berlebihnya suplai O2 yang diberikan melebihi kebutuhan yang
seharusnya, sehingga meningkatkan stress (tekanan) bagi Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus itu sendiri. Pemberian aerasi dengan laju yang
tinggi mengakibatkan terbentuknya busa pada permukaan media. Adanya
busa dapat menyebabkan khamir terbawa ke permukaan, sehingga mengalami
lisis dan mati.
Berdasarkan data pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus pada Gambar 5 dan Gambar 6, maka dipilih perlakuan dengan
laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% sebagai perlakuan terbaik.
Perlakuan dengan laju aerasi 1vvm dan konsentrasi substrat 30% digunakan
pada penelitian utama, karena menghasilkan biomassa paling banyak serta
menghasilkan laju pertumbuhan yang terbaik.

21
2. pH
Nilai pH pada awal fermentasi diset 5. Menurut Harrison dan Graham
(1970), pH optimum untuk fermentasi yaitu 4,5-5,0. pH diatur dengan
penambahan larutan HCl 3% pada media. Hasil pengukuran pH selama
proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

4
18%
pH

3
24%
2
30%
1 36%
0
0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 7. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 1 vvm

4
18%
pH

3
24%
2
30%
1 36%

0
0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 8. Kurva perubahan pH pada fermentasi dengan laju aerasi 2 vvm

Selama fermentasi terjadi penurunan pH. Pada 6 jam pertama


fermentasi terjadi penurunan pH yang cukup drastis. Penurunan pH yang
terjadi selama proses fermentasi dikarenakan adanya akumulasi H+ selama
proses konsumsi substrat oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus.

22
Sumber N pada media tersedia dalam bentuk NH4+, sedangkan khamir
mengkonsumsi sumber N dalam bentuk NH3. Sehingga selama metabolisme
berlangsung khamir meninggalkan H+ dalam media (Fardiaz, 1988).
Penurunan nilai pH juga dapat disebabkan karena terjadinya akumulasi
produk samping berupa asam piruvat, asam sitrat, dan asam oksaloasetat yang
dihasilkan selama metabolisme melalui EMP pathway.

3. Konsumsi Substrat
Gambar 9 memperlihatkan data hasil pengukuran total gula pada
berbagai konsentrasi substrat selama fermentasi berlangsung.

400
350
300
Total Gula (g/l)

250
200 18%
150 24%
100 30%
50 36%
0
-6B 0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 9. Kurva konsumsi substrat pada fermentasi dengan laju aerasi 1


vvm

Pada semua konsentrasi yang diuji terjadi penurunan nilai total gula
selama fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa substrat yang diberikan
dalam hal ini dekstrin dapat dikonsumsi oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus. Pada keempat konsentrasi tersebut Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus langsung dapat menyesuaikan dengan keadaan yang ada,
sehingga langsung dapat mengkonsumsi gula dalam substrat. Hal ini ditandai
dengan terjadinya penurunan konsentrasi gula secara drastis pada awal masa
fermentasi. Menurut Young (1996) dalam Priest dan Campbell (1999),
glukosa cepat dikonsumsi oleh khamir pada tahap awal fermentasi.
Semakin rendah konsentrasi total gula maka kemampuan
Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengkonsumsi substrat juga

23
semakin rendah. Hal ini disebabkan pada konsentrasi rendah jumlah gula
sederhana yang tersedia sangat sedikit. Gula sederhana seperti glukosa dan
frukosa sangat penting bagi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus pada
masa awal pertumbuhannya. Namun jika konsentrasi substrat yang diberikan
terlalu tinggi, maka akan diperlukan waktu fermentasi yang lebih lama, serta
semakin banyak sisa gula yang tidak termanfaatkan. Moat (1979) menyatakan
bahwa pada konsentrasi substrat yang tinggi sel khamir akan mengalami
plasmolisis (hancurnya lapisan pelindung terluar pada sel). Dengan terjadinya
plasmolisis aktivitas fermentasi terhambat bahkan dapat menyebabkan
kematian pada sel khamir.
Disakarida, sukrosa, dan maltosa dapat difermentasi oleh khamir
selama khamir tersebut menghasilkan enzim sukrase (invertase) dan maltase
yang mengkonversi gula agar mudah terfermentasi (Stark dalam Underkofler
dan Hickey, 1954). Disakarida seperti sukrosa dan maltosa dapat difermentasi
oleh khamir pembuat bir. Menurut Wang et al. (1979), jika mikroorganisme
hidup pada lingkungan yang mengandung polimer seperti pati ditambah
amonium dan garam mineral, maka pertama kali pati akan dirubah menjadi
glukosa, kemudian glukosa digunakan sebagai penyedia energi dan produk
antara. Mikroorganisme juga akan memproduksi enzim untuk mengurai
substrat jika pada substrat yang digunakan terdapat beberapa jenis karbon.

20
Efisiensi pemanfaatan substrat (%)

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
18 24 30 36
Kadar Gula Total (%b/v)

Gambar 10. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada fermentasi dengan


laju aerasi 1 vvm

24
Efisiensi pemanfaatan substrat yang ditampilkan pada Gambar 10
nampak sejalan dengan pertumbuhan biomassa (Gambar 5) serta jumlah
etanol yang dihasilkan (Gambar 11). Secara umum nilai efisiensi
pemanfaatan substrat sirup dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus masih rendah. Hal ini disebabkan karena gula yang terkandung
dalam dekstrin masih berupa oligosakarida dan disakarida yang sukar
dimetabolisme oleh khamir secara langsung.

4. Kadar etanol
Fermentasi etanol merupakan sebuah proses biologis dimana gula
seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa diubah menjadi energi seluler serta
produk sisa metabolisme berupa etanol dan karbon dioksida. Hasil
pengukuran kadar etanol yang dihasilkan pada penelitian pertama
ditampilkan pada Gambar 11.

25

20
Etanol (g/l)

15

10 1 vvm
2 vvm
5

0
18% 24% 30% 36%
Total Gula (%b/v)

Gambar 11. Histogram kadar etanol penelitian pertama

Kadar etanol pada fermentasi dengan laju aerasi 1vvm menunjukkan


kecenderungan naik seiring dengan naiknya konsentrasi dekstrin yang
digunakan. Pada fermentasi dengan laju aerasi 2vvm peningkatan konsentrasi
substrat tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan jumlah etanol yang
dihasilkan. Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa pemberian aerasi

25
yang lebih besar dari 1vvm tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan
jumlah etanol yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan pada fermentasi
dengan laju aerasi 2vvm kandungan oksigen dalam cairan fermentasi sangat
tinggi, sehingga mengurangi kemampuan khamir untuk mengkonversi
substrat menjadi etanol. Khamir dapat melakukan fermentasi yang merubah
gula menjadi etanol pada kondisi lingkungan yang aerob, namun belum
maksimal. Namun begitu hal ini membuktikan bahwa dekstrin dapat
digunakan sebagai alternatif sumber karbon pada pembuatan etanol.

5. Kinetika Fermentasi
Sistem fermentasi yang digunakan pada penelitian ini adalah sistem
batch (tertutup). Kinetika fermentasi pada sistem batch dapat
menggambarkan pertumbuhan khamir dan pembentukan produk dari khamir.
Parameter kinetika fermentasi yang dihitung diantaranya laju pertumbuhan
biomassa, rendemen substrat menjadi biomassa (Yx/s), rendemen substrat
menjadi produk (Yp/s), dan rendemen produk terhadap jumlah biomassa
(Yp/x).

Tabel 2. Nilai laju pertumbuhan spesifik maksimum (μmaks) pada fermentasi


dengan laju aerasi 1vvm

Konsentrasi Total Gula 18% 24% 30% 36%


μmaks (jam-1) 0,18 0,21 0,29 0,23

Dari data pada Tabel 2 diketahui bahwa nilai μmaks paling tinggi
dihasilkan pada perlakuan fermentasi dengan konsentrasi total gula 30% dan
telah dicapai pada jam ke-6. Hal ini sesuai dengan data pertumbuhan
biomassa, yang pada jam ke-6 telah berada pada akhir fase eksponensial. Laju
pertumbuhan spesifik dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien serta kondisi
lingkungan hidup mikroorganisme seperti suhu, pH, dan ketersediaan
oksigen. Kecepatan pertumbuhan mempengaruhi ukuran sel dan jumlah asam
nukleat (Fardiaz, 1988). Pada penelitian utama akan dilakukan penghentian
aerasi yang dilakukan pada saat nilai μmaks telah tercapai atau saat

26
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus berada pada fase
logaritmik, yaitu pada jam ke-6.

Tabel 3. Rendemen (b/b) hasil fermentasi dengan laju aerasi 1vvm


18% 24% 30% 36%
Yp/s 0,49 0,49 0,33 0,38
Yx/s 0,11 0,08 0,07 0,06
Yp/x 4,29 6,00 4,64 6,55
Δ s/s 0,12 0,17 0,18 0,14

Dari data pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai rendemen produk per
substrat (Yp/s) pada fermentasi dengan konsentrasi gula rendah lebih tinggi
dibandingkan nilai rendemen pada substrat dengan konsentrasi gula yang
lebih tinggi, sedangkan untuk nilai rendemen biomassa per substrat (Yx/s)
semakin menurun seiring meningkatnya konsentrasi total gula pada substrat.

C. REKAYASA BIOPROSES
Dari hasil penelitian pertama diketahui laju alir aerasi dan konsentrasi
yang terbaik untuk pertumbuhan Sacharomycess cerevisiae var. ellipsoides yaitu
1vvm pada konsentrasi 30%. Laju aerasi dan konsentrasi substrat tersebut
digunakan sebagai acuan pada penelitian lanjutan dengan perlakuan rekayasa
bioproses fermentasi berupa penghentian pemberian aerasi pada jam ke-6 (saat
nilai μmaks telah dicapai). Fermentasi dilakukan selama 24 jam dengan
pengamatan setiap 6 jam. Pada fermentasi ini dilakukan analisa biomassa, total
gula sisa, dan pH. Analisa kadar etanol dilakukan di akhir fermentasi.

1. Biomassa
Menurut Wang et al. (2006), mikroba akan tumbuh dan mempunyai
aktifitas fisiologis sebagai respon terhadap lingkungannya. Kinetika
pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel
dalam merespon lingkungan. Pertumbuhan terjadi bila kondisi optimum fisik
dan kimiawi tercapai, misalnya suhu, pH serta ketersediaan nutrisi dan

27
oksigen yang sesuai dengan kebutuhan mikroba. Hasil pengamatan
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dapat dilihat pada
Gambar 12.

ln [Biomassa] 1.5

Aerasi penuh
0.5 Aerasi dihentikan

0
0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 12. Kurva pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus


pada penelitian lanjutan

Berdasarkan data pada Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada


perlakuan dengan aerasi penuh kemampuan Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus untuk tumbuh lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan dengan
penghentian aerasi pada jam ke-6. Hasil analisis sidik ragam pada selang
kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah
biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi
yang dihentikan. Dengan dihentikannya pemberian aerasi pada jam ke-6
mengakibatkan konsentrasi oksigen dalam cairan fermentasi berkurang,
sehingga kondisi lingkungan untuk pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae
var. ellipsoideus berubah dari kondisi aerob menjadi anaerob. Pada kondisi
ini Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus masih dapat tumbuh namun
dengan laju yang lambat.
Menurut Neway (1989), Pada kondisi aerob khamir menghasilkan
biomassa yang lebih tinggi dibanding produksi etanol. Pada kondisi aerob
produk utama yang diinginkan (etanol) tidak terbentuk secara maksimal,

28
karena sel lebih banyak menggunakan substrat untuk pertumbuhan
dibandingkan pembentukan produk.

2. pH
Seperti pada penelitian pertama, nilai pH pada awal fermentasi diatur
pada nilai 5. Menurut Harrison dan Graham (1970), pH optimum untuk
fermentasi yaitu 4,5-5,5. pH diatur dengan penambahan HCl 3% pada media.
Hasil pengukuran pH selama proses fermentasi berlangsung dapat dilihat
pada gambar 13.

4
pH

3
Aerasi penuh
2 Aerasi dihentikan
1

0
0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 13. Kurva perubahan pH pada penelitian lanjutan

pH rata-rata pada kedua perlakuan tidak jauh berbeda. Namun nilai


pH pada perlakuan dengan aerasi penuh sedikit lebih rendah dibanding
perlakuan dengan aerasi dihentikan. Hal ini disebabkan karena pada kondisi
aerob Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus mengalami pertumbuhan
yang lebih pesat sehingga mengkonsumsi NH4+ lebih banyak. pH akhir yang
rendah dapat pula disebabkan oleh akumulasi produk samping berupa asam-
asam organik seperti asam piruvat yang merupakan hasil metabolisme
karbohidrat pada EMP phatway. Selama proses fermentasi dihasilkan juga
gliserol, asam asetat, asam ester, senyawa karbonil dan jenis alkohol lainnya.

29
3. Total Gula Sisa
Hasil pengukuran total gula selama fermentasi pada penelitian
lanjutan dapat dilihat pada Gambar 14.

350

300

250
Total Gula (g/l)

200

150 Aerasi penuh


100 Aerasi dihentikan

50

0
B-6 0 6 12 18 24
Waktu (Jam)

Gambar 14. Kurva total gula pada penelitian lanjutan

Dari Gambar 14 diketahui bahwa penurunan konsentrasi gula selama


fermentasi terjadi secara merata. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi
dekstrin oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus dilakukan secara
perlahan atau sedikit demi sedikit. Konsumsi substrat pada perlakuan aerasi
dihentikan lebih besar dibandingkan pada perlakuan aerasi penuh. Hal ini
disebabkan pada perlakuan aerasi yang dihentikan kebutuhan Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus akan gula untuk memproduksi etanol lebih besar.
Penurunan substrat ini sejalan dengan pertumbuhan biomassa
(Gambar 12) dan produksi etanol yang dihasilkan (Gambar 16). Semakin
rendah total gula sisa maka pada perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6 semakin tinggi kadar etanol yang dihasilkan, sedangkan pada perlakuan
aerasi penuh terjadi peningkatan jumlah biomassa yang dihasilkan.

30
30

Efisiensi pemanfaatan substrat (%)


25

20

15

10

0
Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Gambar 15. Histogram efisiensi pemanfaatan substrat pada penelitian


lanjutan

Dari Gambar 15 dapat diketahui bahwa masih terdapat komponen


gula yang belum dikonsumsi oleh khamir. Hal ini disebabkan karena
kandungan substrat sirup dekstrin masih mengandung banyak komponen
oligosakarida, sehingga khamir harus terlebih dahulu memproduksi sistem
enzim untuk memecah komponen oligosakarida dan disakarida tersebut
menjadi gula yang lebih sederhana. Semakin sederhana gula yang terdapat
dalam substrat fermentasi, semakin mudah gula dikonsumsi oleh khamir.

4. Kadar etanol
Selama fermentasi khamir akan melakukan metabolisme dengan
memanfaatkan substrat yang tersedia. Sumber karbon melalui jalur glikolisis
akan diubah menjadi asam piruvat, selanjutnya asam piruvat akan dikonversi
menjadi etanol dan karbondioksida. Data kadar etanol yang dihasilkan pada
penelitian lanjutan ditampilkan pada Gambar 16.
Dari Gambar 16, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan kadar
etanol pada fermentasi dengan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Dengan
dihentikannya pemberian aerasi akan mengubah kondisi lingkungan
fermentasi dari aerob menjadi anaerob. Pada kondisi anaerob Saccharomyces
cerevisiae var. ellipsoideus mengkonversi substrat menjadi etanol.

31
30

25

Kadar etanol (g/l)


20

15

10

0
Aerasi penuh Aerasi dihentikan

Gambar 16. Histogram kadar etanol penelitian lanjutan

Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan


bahwa terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan. Perlakuan dengan
aerasi penuh menghasilkan kadar etanol 21,25±0,55 (g/l), sedangkan
perlakuan dengan aerasi dihentikan menghasilkan kadar etanol 24,94±0,16
(g/l).
Persamaan Gay Lusac berikut merupakan ringkasan fermentasi etanol,
dimana satu molekul heksosa diubah menjadi dua molekul etanol dan dua
molekul karbon dioksida.
C6H12O6 → 2 C2H5OH + 2 CO2
Proses dimulai dengan pemecahan molekul glukosa menjadi piruvat
melalui proses glikolisis.
C6H12O6 → 2 CH3COCOO− + 2H+
Reaksi ini diiringi dengan reduksi dua molekul NAD+ menjadi NADH
dan netto dua molekul ADP diubah menjadi dua ATP ditambah dua molekul
air. Piruvat kemudian diubah menjadi asetaldehid dan karbon dioksida.
Sesudah itu asetaldehid direduksi menjadi etanol oleh NADH yang berasal
dari proses glikolisis sebelumnya, yang kemudian dikembalikan lagi menjadi
NAD+.
CH3COCOO− + H+ → CH3CHO + CO2
CH3CHO + NADH → C2H5OH + NAD+

32
Khamir baru akan melakukan dua reaksi diatas jika pada
lingkungannya tidak terdapat oksigen. Jika masih terdapat oksigen maka
khamir akan mengoksidasi piruvat menjadi karbondioksida dan air dengan
sepenuhnya. Pada kondisi anaerobik Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus menggunakan senyawa organik sebagai akseptor elektron
terakhir pada jalur reaksi bioenergetik yaitu glukosa dari substrat. Hasil akhir
dari perombakan tersebut berupa etanol, aldehid, asam organik, dan fussel oil.
(Lehninger, 1982)

5. Kinetika Fermentasi
Pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroba merupakan
proses biokonversi nutrisi menjadi massa sel dan metabolit (Whitaker, 1972).
Yield atau rendemen biomassa (Yx/s), rendemen produk per substrat (Yp/s)
dan rendemen produk per biomassa (Yp/x), merupakan parameter penting
yang menggambarkan efisiensi konversi substrat menjadi biomassa atau
produk dan biomassa menghasilkan produk. Parameter tersebut didefinisikan
sebagai bobot biomassa produk yang terbentuk per bobot substrat yang
dikonsumsi dalam selang waktu tertentu (Collins dan Walter di dalam
Bowkamp, 1985)

Yx/s = Xt-Xo Yp/s = Pt-Po Yp/x = Pt-Po


So-St So-St Xt-Xo
Xt= massa sel saat t Xo=massa sel awal
St= massa substrat saat t So= massa substrat awal
Pt= massa produk saat t Po= massa produk awal

Tabel 4. Rendemen hasil fermentasi penelitian lanjutan


Aerasi penuh Aerasi dihentikan
Yp/s 0.443±0.009 0.429±0.003
Yx/s 0.046±0.004 0.027±0.001
Yp/x 9.704±0.681 15.678±0.308

33
Pada Tabel 4 diketahui nilai Yx/s pada aerasi penuh lebih tinggi
dibandingkan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6. Penurunan Yx/s pada
aerasi yang dihentikan menunjukkan semakin berkurangnya konversi substrat
menjadi sel. Namun tingginya konversi substrat pada aerasi penuh tidak
memastikan etanol yang dihasilkan juga semakin tinggi. Nilai Yp/x pada
perlakuan aerasi yang dihentikan pada jam ke-6 jauh lebih tinggi
dibandingkan nilai Yp/x pada aerasi penuh. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kondisi aerasi yang dihentikan, konsumsi gula oleh sel lebih banyak
dikonversi menjadi produk dibanding untuk pertumbuhannya. Sedang pada
perlakuan aerasi penuh sebagian besar gula digunakan untuk pertumbuhan
sel. Menurut penelitian Reed dan Nagodawithana (1991), dalam kondisi
anaerobik, yield dari biomassa khamir (berdasarkan berat gula yang
difermentasi) memiliki nilai yang rendah. Pada kondisi anaerob koefisien
yield (Yx/s) hanya mencapai nilai maksimum sebesar 0,027, sedangkan pada
kondisi aerobik koefisien yield (Yx/s) mencapai nilai maksimum sebesar
0,046.
Hasil analisis sidik ragam pada selang kepercayaan 95% menunjukkan
bahwa tidak terdapat beda nyata rendemen produk per substrat (Yp/s) yang
dihasilkan antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan
pada jam ke-6, sedangkan pada rendemen biomassa per substrat (Yx/s) dan
rendemen produk per substrat (Yp/x) terdapat beda nyata yang dihasilkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan pada jam
ke-6. Perhitungan analisis sidik ragam kinetika fermentasi ditampilkan pada
Lampiran 10.

34
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Sirup dekstrin yang berasal dari pati sagu, potensial untuk dijadikan
sebagai substrat dalam produksi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var.
ellipsoideus. Dalam penelitian pertama diketahui, perlakuan dengan pemberian
laju aerasi 1 vvm dan konsentrasi total gula pada substrat sebesar 30% (b/v)
menghasilkan pertumbuhan biomassa yang paling tinggi diantara perlakuan
lainnya. Pada perlakuan ini didapatkan nilai laju pertumbuhan spesifik
maksimum (μmaks) sebesar 0,29 yang dicapai saat jam ke-6. Nilai pH pada semua
perlakuan mengalami penurunan hingga akhir fermentasi pada kisaran 3,7 s.d.
3,8. Efisiensi pemanfaatan substart optimal pada substart dengan konsentrasi total
gula 30% (b/v).
Hasil analisis sidik ragam pada penelitian lanjutan menunjukkan terdapat
pengaruh yang nyata terhadap jumlah biomassa dan etanol yang dihasilkan pada
perlakuan dengan rekayasa bioproses berupa penghentian aerasi pada jam ke-6
dan perlakuan dengan aerasi penuh. Dengan pemberian aerasi penuh dihasilkan
biomassa sebanyak 2,19±0,10 g/l serta kadar etanol sebesar 21,25±0,55 g/l. Pada
perlakuan dengan aerasi yang dihentikan saat jam ke-6, dihasilkan biomassa
sebanyak 1,60±0,02 g/l dengan kadar etanol sebesar 24,94±0,16 g/l. Nilai pH
akhir fermentasi cenderung sama untuk kedua perlakuan. Efisiensi pemanfaatan
substart perlakuan dengan aerasi yang dihentikan lebih tinggi dari aerasi penuh.

B. SARAN

Saran yang diberikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan


diantaranya, melakukan penelitian tentang pengaruh lama fermentasi terhadap
kadar etanol yang dihasilkan, serta menggunakan jenis khamir yang secara
spesifik dapat memfermentasi gula kompleks (pati dan oligosakarida) seperti
Saccharomyces diastaticus.

35
DAFTAR PUSTAKA

Akyuni, D. 2004. Pemanfaatan Pati Sagu (Metroxylon sp.) Untuk pembuatan Sirup
glukosa Mengunakan α-amilase dan Amiloglukosidase. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Amerine, M. A. dan W. V. Cruess. 1960. The Technology of Wine Making. The Avi
Publ, co. Inc., West Port, Connecticut.

Anonim. 2007. Indonesia Sia-siakan Tiga Juta Ton Bioetanol per Tahun.
http://agribisnis.deptan.go.id. [14 Desember 2007].

Anonim. 2009. Ethanol Fermentation.


http://en.wikipedia.org/wiki/Ethanol_Fermentation [12 Februari 2009].

AOAC. 1995. Official Method of Analysis of Association of Official Analitycal


Chemistry, Washington DC.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2006. Statistik Produksi Tanaman Pangan Sekunder di
Indonesia. http://bps.go.id [22 April 2008].

Bailey, J.E. dan D.F.Ollis. 1991. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan PAU IPB,
Bogor.

Barnett, J.A., R.W. Payne dan D. Yarrow. 2000. Yeast Characteristic and
Identification. Cambridge University Press, New York.

Campbell, I. 1999. Systematic of Yeast. Di dalam Priest, F. G. dan Campbell, L.


(eds). 1999. Brewing Microbiology Second Edition. Aspen Publishers.
Gaithersburg.

Casida, J.R. 1968. Industrial Microbiology. John Wiley and Sons Inc., New York.

Chaplin, M.F. dan Buckle. 1990. Enzym Technology. Cambridge University Press,
New York.

Collins, W. W. dan W. M. Walter. 1985. Fresh Roots for Human Consumption. di


dalam J. C. Bouwkamp (ed). Sweet Potato Products: A. Natural Resource for
The Tropics. CRC Press Inc, Boca Raton.

Diwan, J. 2007. Glycolysis and Fermentation.


http://rpi.edu/dept/bcbp/molbiochem/MBWeb/mb1/part2/glycolysis.htm [12
Februari 2009].

Dubois, M. K., K. A. Gilles, J. K. Hamilton, P. A. Rebers, F. Smith. 1956.


Colorimetric Method for Determination of Sugar and Related Substances.
Analitycal Chemist 28: 350-356.

36
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Dikti. Pusat Studi Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Frazier, W.C dan D.c Westhoff. 1978. Food Microiology 4th ed. McGraw-Hill Book.
Publishing Co.Ltd, New York.

Griffin D.H. 1981. Fungal Physiology. John Wiley & Sons. New York.

Harrison, J. S. dan J. C. J. Graham. 1970. Yeast in Distilery Practice. Academic


Press, London.

Hartoto, L., A. Suryani dan E. Hambali. 2005. Rekayasa Proses Produksi Asam
Polilaktat (PLA) dari Pati Sagu sebagai Bahan Baku Utama Plastik
Biodegradable. Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, IPB,
Bogor.

Hartoto, L.1992. Petunjuk Laboratorium Teknologi Fermentasi, Depdikbud. PAU


IPB, Bogor.

Haryanto, B dan Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius,


Yogyakarta.

Johnson, F. L. dan Cheddington B. 2008. Effectiveness of Various Methods of Wort


Aeration. http://cdn2.libsyn.com/basicbrewing/AerationMethods.pdf [24
November 2008].

Kearsley, M.W dan S.Z. Dzeidzic, 1995. Handbook of Starch Hydrolysis Product
and Their Derivates. Blackie Academicsnd Profesional, London.

Lehninger, A. L. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publishers, Inc., New


York.

Mangunwidjaja, D dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses, Penebar Swadaya,


Jakarta.

Marsudi, B. dan I. Aprillia. 2006. Ragu Menanam Sagu. http://.kontan-


online.com/2006/11/6. [ 14 Desember 2007].

Mc Nair, H. M. dan E. J. Bonelli. 1988. Dasar Kromatografi Gas. Terjemahan.


Penerbit ITB, Bandung.

Meyer, H. L. 1978. Food Chemistry. Reinhold Publishing Corporation, New York.


Moat, A.G. dan J. W. Foster. 1988. Microbial Physicology Second Edition. John
Willey & Sons Inc, New York.

Neway, D. R. 1989. Fermentation Process Development of Industrial Organism.


Mercel Dekker, New York.

37
Nikolov, Z.L. dan P.J. Reilly.1991. Enzimatic Depolimerization of starch. Di dalam
Dordick, J.S. (ed) Biocatalsts for Industry. Plenum Press, New York.

Oura, E. 1983. Reaction Products of Yeast Fermentation. Di dalam H. Dellweg (ed.)


Biotechnology Volume III. Academic Press, New York.

Paturau, J.M. 1991.By Product of Cane Sugar Industry: An Introduction to their


Utilization. Elsevier Publ, Co, Amsterdam.

Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi I. Terjemahan.


Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Prescot, S.C. dan C.G. Dunn. 1981. Industrial Microbiology. McGraw-Hill Book Co.
Ltd, New York.

Reed, G. dan H. J. Rehm.1983. Biotechnology Vol III. Industrial Microbiology. AVI


Publishing Company Inc. Wstport, Connecticut.

Reed, G. dan Nagodawithana, T. 1991. Yeast Technology. 2nd edition, Copyright by


Van Nostrand Reinhold Library of Congress Catalog. Canada.

Rinaldy, W. 1987. Pemanfaatan Onggok singkong (Manihot esculanta Crantz)


Sebagai Bahan Pembuat etanol. Skripsi. Fateta IPB, Bogor.

Stanburry, P. F. dan A. Whittaker. 1984. Principles of Fermentation Technology.


Pergamon Press, London.

Stark, W.H. 1954. Alcoholic Fermentation of Grain. Di dalam Underkofler, L. A.


dan R. J. Hickey. 1954. Industrial Fermentation. Chemical Publishing Co.
Inc, New York.

Sumaryono, 2007. Tanaman Sagu sebagai Sumber Energi Alternatif. Warta


Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 29, no. 4: 3-4.

Suyandra, I. D. 2007. Pemanfaatan Hidrolisat Pati Sagu (Metroxylon sp.) sebagai


Sumber Karbon pada Fermentasi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae.
Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Tjokroadikoesomo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Gramedia,
Jakarta.

Underkofler, L.A. dan R.J. Hickey. 1954. Industrial Fermentation. Chemical


Publishing Co, New York.

Vogel, H.C.1983. Fermentation and Biochemical Engineering Handbook. Noyes


Publication. Mill RoadPark Ride, New Jersey.

38
Wang, D., X. Wu, S. Bean, J. P. Wilson. 2006. Ethanol Production from Pearl Millet
Using Saccharomyces cerevisiae. Cereal Chem. 83(2): 127-131.

Wang, D.I.C., C.L. Conney, A.L. Demain, P. Dunhil. A.E.Humprey dan M.D. Lily.
1979. Fermentation and Enzyme Technology. John Wiley and Sons Inc, New
York.

Whitaker, J. R. 1972. Principles of Enzymology for T he Food Science. Marcel


Dekker Inc, New York.

Winarno , F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakartakusumah, M.A., A. Apriantono, M.S. Maarif, Suliantri, D. Muchtadi dan


K. Otaka.1986. Isolation and Charasterization of Sago Starch and its
Utilization for Production of Liquid Sugar. Di dalam FAO (eds) The
Development of The Sago Palm and Its Product. Report of The FAO/BPPT
Consultation, Jakarta, Januari 16-21.

Wulandari, A. 2007. Studi Awal Fermentasi Air Perasan Jerami Padi Menjadi
Bioetanol dengan Ragi Komersial. Skripsi. Fakultas Teknologi Industri, ITB,
Bandung.

Young, T. W. 1996. The Biochemistry and Physiology of Yeast Growth. di dalam F.


G. Priest dan I. Campbell (eds). 1999. Brewing Microbiology Second
Edition. Aspen Publishers. Gaithersburg.

Zhang, T. dan C. G. Oates. 1999. Relationship Between α-amylase Degradation and


Physico-chemical Properties of Sweet Potato Starches. Food Chemistry 65:
157-163.

39
Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam


erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian dihidrolisis
selama 1-3 jam di dalam otoklaf dengan suhu 105oC. Setelah terhidrolisis, sampel
selanjutnya dinetralkan dengan NaOH 40%. Tetapi sebelumnya sampel harus
didinginkan terlebih dahulu. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam labu takar
250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera. Sampel sebanyak
10 ml dipipet kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan
25 ml larutan Luff Schroll. Larutan dididihkan selama 10 menit pada pendingin
tegak. Setelah itu sampel didinginkan di bawah air mengalir (jangan dikocok).
Kemudian pada sampel ditambahkan 20 ml H2SO4 25%. Larutan dititrasi
menggunakan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji (3-5 tetes) sampai hilang
warnanya. Blanko dibuat dengan sampel berupa 25 ml air destilata dan 25 ml larutan
Luff Schroll. Kadar pati dihitung dengan rumus:
Kadar pati (%) = a x 0.9 x p x 100 %
mg contoh
Keterangan:
a : jumlah mg glukosa, fruktosa dan gula invert (C6H12O6)
p : faktor pengenceran
(jumlah mg C6H12O6 ditentukan berdasarkan selisih titrasi larutan tiosulfat antara
blanko dan contoh menurut tabel Luff Schroll)
ml selisih titrasi jumlah mg ml selisih titrasi jumlah mg
tiosulfat 0,1 N C6H12O6 tiosulfat 0,1 N C6H12O6
1 2.4 13 33.0
2 4.8 14 35.7
3 7.2 15 38.5
4 9.7 16 41.3
5 12.2 17 44.2
6 14.7 18 47.1
7 17.2 19 50.0
8 19.8 20 53.0
9 22.4 21 56.0
10 25.0 22 59.1
11 27.6 23 62.2
12 30.3 24 -

40
Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Sirup Dekstrin Pati Sagu (Akyuni, 2004)

Pati Sagu

CaCO3
Pencampuran Air
200 ppm

Suspensi Pati
Sagu 30% (b/v)

NaOH Pengaturan pH 6,2

Gelatinisasi
(105oC, 5 menit)

α-amilase
(1478,12 U/kg pati) Likuifikasi (90oC,
pH 6,2, 210 menit)

Sirup
Dekstrin

41
Lampiran 3. Analisis Total Gula Sirup Dekstrin (Dubois et. al, 1956)
a. Kurva Standar Glukosa (Metode Fenol)
Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva
standar fenol yang digunaka
digunakan. Pembuatan kurva standar total gula (metode
fenol) adalah sebagai berikut: 2 ml larutan glukosa standar yang mengandung 0,
10, 20, 30, 40, 50 dan 60 μg glukosa masing-masing
masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan fenol 5% dan dikocok
dikocok.. Kemudian 5 ml
asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat. Biarkan selama 10 menit, kocok
lalu tempatkan dalam penangan air selama 15 menit. Absorbansinya diukur
pada 490 nm.

Gambar 17. Kurva Standar Total Gula (Metode Fenol)

de Fenol)
b. Total Gula (Metode
Total gula pada sirup dekstrin sagu diukur dengan menggunakan Metode
Fenol. Pengujian sampel sama dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2
ml larutan glukosa diganti dengan 2 ml sampel.

42
Lampiran 4. Diagram Alir Pembuatan Etanol Menggunakan Sirup Dekstrin

Sirup
Dekstrin

Pengaturan pH 5

Sumber N,
Trace Elemen Sterilisasi
121oC, 15 menit

Inokulum 10% v/v Fermentasi Sampel


(30oC, 24 Jam)

Etanol Analisa

Hasil
Analisa

43
Lampiran 5. Analisis Hasil Fermentasi

a. Total Biomassa (Hartoto, 1992)


Sebanyak 1,5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung eppendorf yang
telah diketahui bobot awalnya. Setelah itu sampel disentrifugasi pada kecepatan
13.000 rpm selama 5 menit. Kemudian dilakukan pemisahan antara supernatan
dengan biomassanya. Tabung eppendorf yang telah berisi biomassa dimasukkan
akuades steril sebanyak 1,5 ml kemudian dilakukan sentrifugasi kembali.
Pemisahan antara akuades dan biomassa dilakukan, kemudian tabung eppendorf
yang berisi biomassa dikeringkan pada suhu 50oC selama 24 jam. Bobot kering
biomassa adalah bobot tabung yang berisi biomassa yang telah dikeringkan
dikurangi dengan bobot awal tabung.

Bobot sel kering (g/l) = bobot biomassa kering


ml sampel

b. Kadar etanol (Mc Nair dan Bonelli, 1988).


Pengukuran kadar etanol sampel dilakukan dengan menggunakan Gas
Chromatography. Penentuan dilakukan dengan membandingkan waktu retensi
sampel dengan waktu retensi standar etanol. Standar etanol yang diinjeksikan
memiliki konsentrasi 99,8% (v/v).
Menurut Wulandari (2007), Pengukuran kadar etanol juga dapat
dilakukan dengan metode Conway, sebagai berikut :
1) Buat larutan :
Larutan A : Na2CO3 jenuh
Larutan B : 0,37 g K2Cr2O7 dilarutkan dalam 15 ml aquades. Tambahkan 28
ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan sambil diaduk perlahan
menggunakan magnetic stirrer. Encerkan sampai 50 ml. Larutan
ini dapat disimpan lama.
Larutan C: larutan stok alkohol dibuat dengan mengencerkan 1 ml alkohol
PA dengan aquades hingga 250 ml.
2) Buat kurva standar alkohol (absorbansi) dari deret :
a) 2ml Larutan B + 1 ml aquades
b) 2ml Larutan B + 0,2 ml Larutan C + 0,8 ml aquades

44
c) 2ml Larutan B + 0,4 ml Larutan C + 0,6 ml aquades
d) 2ml Larutan B + 0,6 ml Larutan C + 0,4 ml aquades
e) 2ml Larutan B + 0,8 ml Larutan C + 0,2 ml aquades
f) 2ml Larutan B + 1 ml Larutan C
3) Sampel diencerkan terlebih dahulu sebelum direaksikan.
4) Reaksikan 1 ml contoh (yang telah diencerkan), 1ml larutan A, dan 2 ml
larutan B. Penempatan reaksi dapat dilihat pada gambar berikut.
Larutan A

Larutan B

Larutan contoh

5) Tutup rapat cawan conway dan campurkan Na2CO3 dan contoh hasil
fermentasi dengan memutar cawan secara perlahan.
6) Simpan cawan conway selama 2 jam pada 30oC.
7) Larutan yang ada di bagian tengah cawan dipindahkan pada tabung spektro
untuk dibaca absorbansinya pada spektrofotometer dengan panjang
gelombang 605 nm. Apabila warna larutan biru maka contoh harus
diencerkan kembali.
8) Bandingkan absorbansi dengan kurva standar dari stok alkohol.
0.8
0.7 y = 1.74x + 0.029
0.6 R² = 1

0.5
Absorbansi

Kurva Standar Etanol


0.4 (Metode Conway)
0.3
Linear (Kurva Standar
0.2 Etanol (Metode
0.1 Conway))

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5
Kadar Etanol (%)

45
c. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Sebelum
digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu ke dalam pH 4 dan pH 7.
Setelah dicuci dengan akuades, elektroda dimasukkan ke dalam contoh yang
akan diukur pH-nya. Nilai pH adalah nilai yang ditampilkan setelah
menunjukkan angka konstan. Pengukuran pH dilakukan setiap 6 jam sekali.
d. Total Gula Metode Fenol (Dubois et al., 1956)
Total gula akhir diukur dengan menggunakan Metode Fenol. Sebelum
melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar fenol yang
digunakan. Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut: 2 ml larutan
glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 μg glukosa
masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml larutan
fenol 5% dan dikocok. Kemudian 5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan
cepat. Biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan dalam penangan air
selama 15 menit. Absorbansinya diukur pada 490 nm. Pengujian sampel sama
dengan pembuatan kurva standar fenol hanya 2 ml larutan glukosa diganti
dengan 2 ml sampel.

46
Lampiran 6. Data Total Biomassa

1. Penelitian Pertama
Total biomassa pada laju aerasi 1vvm (g/l)

Jam ke- 18% 24% 30% 36%


0 0,59 0,57 0,40 0,49
6 1,70 2,01 2,32 1,93
12 2,04 2,42 2,82 2,31
18 2,13 2,50 2,91 2,41
24 2,19 2,57 2,98 2,47

Total biomassa pada laju aerasi 2vvm (g/l)

Jam ke- 18% 24% 30% 36%


0 0,49 0,49 0,46 0,33
6 1,56 1,71 1,93 1,63
12 1,96 2,00 2,34 2,04
18 2,04 2,18 2,52 2,25
24 2,02 2,17 2,57 2,23

2. Penelitian Lanjutan
Total biomassa pada penelitian lanjutan (g/l)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan


0 1,03 0,96
6 2,30 2,20
12 2,85 2,48
18 3,18 2,55
24 3,22 2,56

47
Analisa sidik ragam pertumbuhan biomassa, pada penelitian utama

Derajat Jumlah Kuadrat


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah f-Hitung f-Tabel
Keragaman
(DB) (JK) (KT)
Aerasi 1 0,35 0,35 69,08 0,01
Error 2 0,01 0,01
Total 3 0,36

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi


Penuh 2 2,19 0,1
Dihentikan 2 1,6 0,02

Keterangan :

Nilai f-Tabel ≤ nilai α (0,05), menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
terdapat pengaruh nyata jumlah biomassa yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan.

48
Lampiran 7. Data Kadar Etanol

1. Penelitian Pertama
Jumlah etanol rata-rata pada penelitian pertama (g/l)

18% 24% 30% 36%


1 vvm 9,50 13,90 19,25 20,55
2 vvm 8,20 9,20 9,30 8,50

2. Penelitian Lanjutan
Jumlah etanol pada penelitian lanjutan (g/l)

Aerasi penuh Aerasi dihentikan


Ulangan 1 21,64 25,05
Ulangan 2 20,86 24,83
Rata-rata 21,25 24,94

Analisa sidik ragam etanol, pada penelitian utama

Derajat Jumlah Kuadrat


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah f-Hitung f-Tabel
Keragaman
(DB) (JK) (KT)
Aerasi 1 13,62 13,62 82,92 0,01
Error 2 0,33 0,16
Total 3 13,94

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi


Penuh 2 21,25 0,55
Dihentikan 2 24,94 0,16

Keterangan :

Nilai f-Tabel ≤ nilai α (0,05), menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
terdapat pengaruh nyata jumlah etanol yang dihasilkan antara perlakuan dengan
aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan.

49
Lampiran 8. Data pH

1. Penelitian Pertama
Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 1vvm
Jam ke- 18% 24% 30% 36%
0 5,01 5,06 5,09 5,08
6 3,96 3,96 3,98 3,94
12 3,80 3,68 3,72 3,65
18 3,84 3,71 3,69 3,66
24 3,82 3,78 3,70 3,68

Nilai pH pada fermentasi dengan laju alir 2vvm


Jam ke- 18% 24% 30% 36%
0 5,10 5,08 5,09 5,14
6 4,23 4,23 4,14 4,12
12 3,80 3,79 3,81 3,77
18 3,72 3,70 3,69 3,73
24 3,66 3,74 3,70 3,69

2. Penelitian Lanjutan
Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan
0 5,00 4,80
6 3,35 3,40
12 3,15 3,25
18 3,10 3,20
24 3,05 3,15

50
Lampiran 9. Data Total Gula

1. Penelitian Pertama
Total gula pada laju aerasi 1vvm (g/l)

Jam ke- 18% 24% 30% 36%


B 190,70 228,26 296,78 360,46
0 157,86 188,56 268,49 325,78
6 147,16 173,51 237,76 308,34
12 143,99 171,01 229,51 298,40
18 141,75 158,81 227,02 287,27
24 139,53 155,97 220,02 281,19

2. Penelitian Lanjutan
Total gula pada penelitian lanjutan (g/l)

Jam ke- Aerasi penuh Aerasi dihentikan


B 305,97 302,76
0 278,51 275,53
6 250,91 244,66
12 243,00 235,29
18 233,92 227,79
24 230,50 207,45

51
Lampiran 10. Analisis Sidik Ragam Kinetika Fermentasi

1. Analisa sidik ragam Yp/s, pada penelitian utama

Derajat Jumlah Kuadrat


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah f-Hitung f-Tabel
Keragaman
(DB) (JK) (KT)
Aerasi 1 1,82.10-4 1,82.10-4 4,31 0,17
Error 2 0,85.10-4 0,42.10-4
Total 3 2,67.10-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi


Penuh 2 0,44 0,01
Dihentikan 2 0,43 0

Keterangan :

Nilai f-Tabel > nilai α (0,05), menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
tidak terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per substrat yang didapatkan
antara perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan.

2. Analisa sidik ragam Yx/s, pada penelitian utama

Derajat Jumlah Kuadrat


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah f-Hitung f-Tabel
Keragaman
(DB) (JK) (KT)
Aerasi 1 3,42.10-4 3,42.10-4 37 0,03
Error 2 0,19.10-4 0,09.10-4
Total 3 3,61.10-4

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi


Penuh 2 0,05 0,01
Dihentikan 2 0,03 0

52
Keterangan :

Nilai f-Tabel ≤ nilai α (0,05), menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen biomassa per substrat yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan.

3. Analisa sidik ragam Yp/x, pada penelitian utama

Derajat Jumlah Kuadrat


Sumber
Bebas Kuadrat Tengah f-Hitung f-Tabel
Keragaman
(DB) (JK) (KT)
Aerasi 1 35,68 35,68 127,81 0,01
Error 2 0,56 0,28
Total 3 36,24

Aerasi Ulangan Rata-rata Standar Deviasi


Penuh 2 9,7 0,68
Dihentikan 2 15,68 0,31

Keterangan :

Nilai f-Tabel ≤ nilai α (0,05), menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
terdapat pengaruh nyata nilai rendemen produk per biomassa yang didapatkan antara
perlakuan dengan aerasi penuh dan aerasi yang dihentikan.

53

Anda mungkin juga menyukai