PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Undang-Undang No. 44, 2009). Setiap rumah sakit wajib memberikan
pelayanan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang
tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan NO. 129 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit. Standar
Pelayanan Minimal adalah suatu ketentuan jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga
secara minimal dan merupakan spesifikasi teknis untuk tolok ukur
pelayanan minimum yang diberikan oleh rumah sakit kepada masyarakat
(Permana, 2018).
Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat, maka
rumah sakit harus terus berusaha memberikan pelayanan bermutu kepada
setiap pasien. Selain itu, dengan semakin banyaknya rumah sakit maka
secara tidak langsung setiap rumah sakit dituntut untuk terus menerus
memberikan pelayanan baik dan bermutu agar terus dapat bertahan dan
bersaing dengan rumah sakit lainnya. Rumah Sakit dituntut tidak hanya
mampu memberikan pelayanan yang memuaskan (customer satisfaction)
tetapi juga berorientasi pada nilai (customer value). Organisasi tidak
semata-mata mengejar pencapaian produktifitas kerja yang tinggi tetapi
juga kinerja yang akan diberikan (Gaspers & Fontana, 2011).
Instalasi Farmasi merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari pelayanan rumah sakit. Instalasi Farmasi memiliki fungsi yang penting
dalam pengadaan dan penyajian obat-obatan. Pelayanan farmasi memiliki
kualitas dan memberikan kepuasan kepada pasien, maka pihak rumah sakit
harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan
meningkatkan kualitas pelayanan farmasinya. Lima dimensi kualitas
pelayanan tersebut disusun sesuai urutan tingkat kepentingan relatifnya
yaitu reliabilitas, daya tanggap, jaminan, empati, dan bukti fisik (Tjiptono,
2011).
2. Masalah
Waktu tunggu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepuasan pasien. Waktu tunggu pelayanan resep adalah tenggang waktu
mulai dari pasien menyerahkan obat sampai menerima obat.Waktu tunggu
yang lama merupakan salah satu komponen yang potensial menyebabkan
ketidakpuasan pasien. Bila waktu tunggu lama maka hal tersebut akan
mengurangi kenyamanan pasien dan berpengaruh pada utilitas pasien di
masa mendatang (Wijaya, 2012). Terkait hal itu, rumah sakit harus mampu
mengontrol waktu yang dibutuhkan untuk mencapapi kepuasan tersebut.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan NO. 129 tahun 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, standar pelayanan
Instalasi Farmasi meliputi waktu tunggu pelayanan obat jadi ≤ 30 menit dan
waktu tunggu pelayanan obat racikan ≤ 60 menit, tidak adanya kejadian
kesalahan pemberian obat 100%, kepuasan pelanggan ≥ 80%, penulisan
resep sesuai formularium 100%.
3. Tujuan
Berdasarkan uraian masalah tersebut, maka kami terdorong untuk
melakukan identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya waktu
tunggu obat serta menganalisis penyelesaian masalah tersebut dari sisi
manajemen dengan menentukan alternatif solusi dan rekomendasi atas
permasalahan waktu tunggu obat. Dengan dibuatnya analisis ini diharapkan
dapat memperbaiki waktu tunggu obat di pelayanan farmasi rawat jalan dan
memenuhi Standar Pelayanan Minimal serta dapat meningkatkan kepuasan
pasien.
BAB II
ANALISIS MANAJEMEN
Fontana, V. G. (2011). Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Megawati, H. L. (2015). Penurunan Waktu Tunggu Pelayanan Obat Rawat Jalan Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Baptis Batu. Jurnal Kedokteran Brawijaya.
Pillay. (2011). "Hospital Waiting Time : The Forgotten Premise of Healthcare Sevice
Delivery." . International Journal of Health Care Quality Assurance, 24(7): 506-
522.
Salmon, R. J. (2012). Online E-prescribing: history, issues, and potentials. J Public Health
Inform.
Tjiptono, F. d. (2011). Service, Quality & Satisfaction Edisi 3. Yogyakarta: Andi Offset.