Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

” DIABETES MELITUS ”

STASE KEPERAWATAN KELUARGA

KECAMATAN KEBAYORAN LAMA


JAKARTA SELATAN

Disusun Oleh
Nama : SRIWANTI
NIM : 21217080

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PERTAMEDIKA
2017
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

a. Definisi
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (brunner dan suddarth, 2002).
Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter,
dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya
gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam
tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati
atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh
infeksi. (Askandar, 2001).
Gangren kaki diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan
berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai. (Askandar, 2001).

b. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1) Tipe I yaitu diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM) : pancreas memproduksi
sedikit/tidak produksi insulin endogen dan harus diatasi dengan injeksi insulin untuk
mengontrol diabetes dan mencegah ketoasidosis.
2) Tipe II yaitu diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM): penyakit yang
diakibatkan dari defek pembuatan insulin dan pelepasan dari sel beta, serta resistensi
insulin pada jaringan perifer.
3) Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya: Toleransi
terhadap glukosa terganggu seperti kadar glukosa darah diantara kadar normal dan
kadar diabetes, kerentanan terhadap penyakit aterosklerosis diatas normal dan
komplikasi renal dan retina biasanya tidak signifikan.
c. Etiologi
1) Diabetes tipe 1 (iddm)
A) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya dm tipe i.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
hla (human leucocyte antigen) tertentu. Hla merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
B) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen.
C) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta pankreas.
2) Diabetes tipe 2 (niddm)
Secara pasti penyebab pada dm tipe ii masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Niddm ditandai dengan
kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula
mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi
reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel.
Pada pasien dengan niddm terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal
antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia (price,1995). Faktor-faktor resiko yaitu usia (resistensi
insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th), obesitas dan riwayat keluarga
D. Manifestasi klinis
Keluhan umum pasien dm seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada dm
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat
komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Menurut supartondo,
gejala-gejala akibat dm pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah katarak, glaucoma,
retinopati, gatal seluruh badan, pruritus vulvae, infeksi bakteri kulit, infeksi jamur di kulit,
dermatopati, neuropati perifer, neuropati visceral, amiotropi, ulkus neurotropik, penyakit
ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, penyakit koroner, penyakit pembuluh darah
otak.
E. Komplikasi
1) Akut
A) Ketoasidosis diabetik dan koma
Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak mampu mengubah glukosa menjadi
energy sehingga mengambil lemak dari tempat penyimpananya. Pemecahan lemak
untuk menghasilkan energy mnyebabkan terbentuknya fatty acids (asam lemak).
Asam lemak ini melewati hati dan membentuk keton. Keton dikeluarkan melalui
urin. Ketosis (meningkatnya kadar keton dalam jaringan tubuh) meningkatkan
keasaman cairan tubuh sampai ketingkat yang abnormal dan menyebabkan
asidosis. Ketoasidosis diabetik suatu kondisi darurat, jika tidak ditangani tepat
waktu dapat menyebabkan kematian (arora, anjali. 2007).
B) Infeksi berulang
Infeksi yang sering mancakup infeksi kulit, infeksi saluran kencing, penyakit gusi,
tuberkolosis, dan infeksi jamur. Orang yang menderita diabetes mellitus lebih mudah
mengalami infeksi karena mekanisme pertahan tubuh pada orang diabetes mellitus
menurun dan komplikasi yang terkait dengan diabetes mellitus meningkatkan resiko
infeksi.
2) Kronik
Dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (microvaskuler) berupa kelainan pada
glomerulus ginjal (glomerulophati), saraf (neurophati), otot jantung (cardiomiophati), dan
mata : retinopati diabetes, kelainan lensa, kelainan iris, kumpulan otot ekstraokuler,
dan neuropati optikus.
F. Pemeriksaan penunjang
1) Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah pada
waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
2) Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam pp >200
mg/dl.
3) Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih
tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi
4) Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180%
maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin: + nilai
ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang populer: carik celup memakai
god.
5) Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai natroprusid, 3-hidroksibutirat
tidak terdeteksi
6) Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( ureum, creatinin), lemak darah: (kholesterol, hdl, ldl,
trigleserid), ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)
7) Hba1c yaitu hemoglobin yang terikat dengan glukosa. Peningkatan kadar hba1c
menandakan diabetes mellitus kronis atau lebih dari 3 bulan.

Tabel Kadar Glukosa darah sewaktu dan Puasa sebagai patokan Penyaring dan
Diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl

Bukan Belum pasti Diabetes


Diabetes Diabetes Mellitus
Mellitus Mellitus
Kadar glukosa Plasma vena <110 110-199 ≥200
darah sewaktu Plasma vena
(mg/dl) Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa Plasma vena <110 110-125 ≥126


darah puasa Darah kapiler <90 90-109 ≥110
(mg/dl)

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah dan upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler, serta
neuropatik. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1) Diit
a) Prinsip umum
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan
berikut ini :
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan
kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan
praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
b) Perencanaan makan
Komposisi
 KH : 60-70%
 Lemak : 20-25%
 Protein : 10-15 %
 Jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan status gizi, umur, status
akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
 Kolesterol < 300 mg/H, kandungan serat ± 25 gr/H
 Konsumsi garam dibatasi ( ada hipertensi)
2) Latihan
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5 jam yang
sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rytmical, interval, progresive, endurance training).
 Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti.
Contoh bila dipilih joging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan
joging tanpa istirahat.
 Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
rileksasi secara teratur. Contoh jalan kaki : joging, lari, berenang, bersepeda,
mendayung, main golf, tenis dan badminton tidak memenuhi syarat karena
banyak berhenti
 Interval
Latihan dilakukan secara selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh
jalan cepat diselingi jalan lambat, joging diselingi jalan, dan sebagainya.
 Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas riogen
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit. Sasaran heart rate : 75-85 % Max
heart rate : 920
 Endurance Training
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan
( jalan santai/cepat, sesuai umur), joging, berenang dan bersepeda.
3) Pemantauan
 Monitoring gula darah secara teratur : selalu mengecek kadar gula darah saat
puasadan saat 2 jam stelah makan.
 Cara mancapai gula darah yang terkendali yaitu lakukan pemeriksaan gula darah
beberapa kali sehari (sesuai petunjuk dokter), mencatat dan mengevaluasi hasil
test gula darah dengan catatan harian atau diary untuk memantau tren gula darah
terakhir.
4) Terapi (jika diperlukan)
a) Obat hipoglikemi oral (OHO)
- Sulfonilurea, bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang
tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dan menaikkan sekresi insulin
sebagai akibat rangsangan glukosa
- Biguanid bekerja menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal
- Inhibitor α glukosidase : obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja
enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan
glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
- Insulin sensitizing agent : thoazolidinediones adalah golongan obat yang
mempunyai efek farmakologi menaikkan sensetivitas insulin sehingga bisa
mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah akibat
resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
b) Insulin
Indikasi pengunaan insulin pada NIDDM adalah
 DM dengan berat badan menuruncepat/kurus
 Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
 DM mengalami stres berat ( infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain)
 DM dengan kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
 DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis
maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut
5) Pendidikan/penyuluhan tentang DM
a) Penyuluhan untuk pencegahan primer : Kelompok resiko tinggi
Materi penyuluhan : Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan
usaha untuk mengurangi faktor resiko tersebut
b) Penyuluhan untuk pencegahan skunder : Kelompok pasien diabetes terutama
yang baru. Materi penyuluhan tentang apa itu diabetes mellitus, penatalaksanaan
diabetes, obat-obat untuk diabetes, perencanaan makan, diabetes dengan kegiatan
jasmani/olah raga. Materi penyuluhan tingkat lanjutan yaitu mengenai dan
mencegah komplikasi akut DM, penatalaksanaan DM selama menderita penyakit
lain, makan diluar rumah, perencanaan untuk kegiatan-kegiatan khusus,
pemeliharaan/ perawatan kaki.
c) Penyuluhan untuk pencegahan tersier : Pasien diabetes yang sudah mengalami
komplikasi. Materi penyuluhan maksud dan tujuan cara pengobatan pada
komplikasi kronik diabetes, upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan, kesabaran
dan ketangguhan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan dengan
komplikasi kronik

h. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
2. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan
tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah
menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
h. Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
k. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
l. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl
dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
m. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
n. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan
jenis kuman.

b. Diagnosa keperawatan
1. Defisit Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif ,
kegagalan mekanisme pengaturan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-zat gizi
berhubungan dengan faktor biologis, psikologis atau ekonomi.
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah dengan faktor resiko pemantauan glukosa
darah tidak tepat
c. Rencana dan Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan keperawatan Menejemen Hiperglikemi:
glukosa darah dengan faktor selama 3x24 jam, kadar gula darah 1. Monitor kadar gula darah setiap hari
resiko pemantauan glukosa seimbang ditandai dengan : 2. Monitor tanda dan gejala poliuri, polifagi, polidipsi
darah tidak tepat  Level gula darah dbn (5) 3. Monitor TTV
 Episodic hiperglikemi(5) 4. Identifikasi penyebab hiperglikemi/hipoglikemi
 Episodic hipoglikemi(5) 5. Batasi aktivitas klien bila kadar gula naik atau terlalu rendah
6. Kolaborasikan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
 Fructosemine dbn(5)
klien
 Hemoglobin glukosa dbn(5) 7. Kolaborasi pemberian obat yang sesuai dengan kebutuhan
Defisit Volume Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Fluid management (manajemen cairan)
Faktor-faktor yang tercapai keseimbangan cairan dengan 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
berhubungan: Kriteria hasil : 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
- Kehilangan volume cairan - Terjadi keseimbangan intake dan 3. Pasang urin kateter jika diperlukan
secara aktif output cairan dalam 24 jam (5) 4. Monitor hasil lAb yang sesuai dengan retensi cairan (BUN ,
- Kegagalan mekanisme - berat badan stabil(5) Hmt , osmolalitas urin )
pengaturan - tidak ada asites(5) 5. Monitor status hemodinamik termasuk CVP, MAP, PAP,
- tidak ada distensi vena jugularis(5) dan PCWP
- tidak ada edema perifer(5) 6. Monitor vital sign
- tidak ada mata cekung(5) 7. Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP ,
edema, distensi vena leher, asites)
- kelembaban kulit dalam batas
8. Kaji lokasi dan luas edema
normal(5)
9. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
- membran mukosa lembab(5)
kalori harian
- elektrolit serum dalam batas 10.Monitor status nutrisi
normal(5) 11.Berikan diuretik sesuai interuksi
- nilai hematokrit dalam batas 12.Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi dilusi
normal (5) dengan serum Na < 130 mEq/l
13.Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
memburuk
Fluid Monitoring
1. Tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan
eliminasi
2. Tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidak
seimbangan cairan (Hipertermia, terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung, diaporesis, disfungsi hati, dll )
3. Monitor berat badan
4. Monitor serum dan elektrolit urine
5. Monitor serum dan osmilalitas urine
6. Monitor BP, HR, dan RR
7. Monitor tekanan darah orthostatik dan perubahan irama
jantung
8. Monitor parameter hemodinamik infasif
9. Catat secara akutar intake dan output
10. Monitor adanya distensi leher, rinchi, eodem perifer dan
penambahan BB
11. Monitor tanda dan gejala dari odema

Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengelolaan nutrisi (Nutrion Management ) :
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional Status adekuat dengan 1. Monitor catatan masukan kandungan nutrisi dan kalori.
Faktor-faktor yang kriteria hasil : 2. Anjurkan masukan kalori yang tepat sesui dengan tipe
berhubungan : 1. Intake nutrisi baik (5) tubuh dan gaya hidup.
Ketidakmampuan pemasukan 2. Intake makanan baik(5) 3. Berikan makanan pilihan.
atau mencerna makanan atau 3. Asupan cairan cukup(5) 4. Anjurkan penyiapan dan penyajian makanan dengan
mengabsorpsi zat-zat gizi 4. Peristaltic usus normal(5) teknik yang aman.
berhubungan dengan faktor 5. Berat badan meningkat(5) 5. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi
biologis, psikologis atau dan bagaimana cara memperolehnya
ekonomi. 6. Kaji adanya alergi makanan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
8. Yakinkan diet yang dimakan mengandungtinggi serat
untuk mencegah konstipasi
9. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
harian
10. M o n i t o r a d a n y a p e n u r u n a n B B d a n g u l a darah
11. Monitor lingkungan selama makan
12. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidakselama jam
makan
13. Monitor turgor kulit
14. Monitor kekeringan, rambut kusam, totalprotein,
Hb dan kadar Ht
15. Monitor mual dan muntah
16. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
17. Monitor intake nuntrisi
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah
dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Weight Management
1. Diskusikan bersama pasien mengenai hubungan antara
intake makanan, latihan, peningkatan BB dan penurunan
BB
2. Diskusikan bersama pasien mengani kondisi medis yang
dapat mempengaruhi BB
3. Diskusikan bersama pasien mengenai kebiasaan, gaya
hidup dan factor herediter yang dapat mempengaruhi BB
4. Diskusikan bersama pasien mengenai risiko yang
berhubungan dengan BB berlebih dan penurunan BB
5. Dorong pasien untuk merubah kebiasaan makan
6. Perkirakan BB badan ideal pasien
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, B., & Erb, G. (2009). Buku Ajar Praktek Keperawatan Klinis Edisi 5. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Potter, A.,& Perry, AG. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses dan
praktik, Edisi 4, Volume 2, Monica E et all (penerjemah), 2006. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Price, SA.,& Wilson, LM. (2002). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6, Volume 2,
Petter A (penerjemah), 2006. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, C.S., & Bare, G.B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical – Bedah Brunner & Suddart
Edisi 8 Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran ( EGC ) : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai