Anda di halaman 1dari 10

BAB I

AWAL

1.1 Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, maka masalah kesehatan khususnya

kesehatan gigi dan mulut semakin lama semakin meningkat. Menurut data

Riskesdas tahun 2007 dan 2013 masalah kesehatan gigi dan mulut meningkat dari

23,2% menjadi 25,9%. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor yang saling

berintraksi satu dengan lainnya yakni faktor pendidikan, status sosial,

penghasilan, pola makan, pekerjaan, bahkan budaya manusia itu sendiri. Penyakit

karies gigi merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di klinik gigi dan

merupakan penyebab utama hilangnya gigi di dalam rongga mulut (Yunitasari dkk, 2014 ;
Sabir, 2005 ; Maharani, 2012 ; Kusumaningtyas, 2006 ; Riskesdas, 2007 ; 2013)
.

Prevalensi karies aktif di Indonesia menurut data Riskesdas tahun 2007

yaitu 46,5%. Selain itu, penyakit yang sering menyerang rongga mulut adalah

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR). Prevalensi SAR pada populasi dunia bervariasi

antara 5% sampai 66% dengan rata-rata 20%. Di Indonesia belum diketahui

berapa prevalensi SAR di masyarakat, tetapi data klinik penyakit mulut di Rumah

Sakit Ciptomangun Kusumo tahun 1988 sampai dengan 1990 dijumpai kasus SAR

sebanyak 26,6%, periode 2003-2004 didapatkan prevalensi SAR dari 101 pasien

terdapat kasus SAR 17,3% (Junhar dkk, 2015 ; Suling dkk, 2013 ; Riskesdas, 2007 ; 2013).

Karies gigi merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email,

dentin, dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam

1
karbohidrat yang diragikan. Proses terjadinya karies gigi melalui suatu reaksi

kimiawi oleh bakteri, dimulai dengan proses kerusakan pada bagian anorganik,

kemudian berlanjut pada bagian organik. Salah satu spesies bakteri yang dominan

penyebab karies gigi yaitu Streptococcus mutans. Hal ini disebabkan oleh

beberapa karakteristik dari bakteri Streptococcus mutans yaitu mampu

mensintesis polisakarida ekstraseluler glukan ikatan α (1-3) yang tidak larut dari

sukrosa, dapat memproduksi asam laktat melalui proses homofermentasi,

membentuk koloni yang melekat erat pada permukaan gigi, dan lebih bersifat

asidogenik dibanding spesies Streptococcus lainnya. Oleh karena itu bakteri ini
(Yunitasari
telah menjadi target utama dalam upaya mencegah terjadinya karies gigi
dkk, 2014 ; Sabir, 2005)
.

Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) juga dikenal dengan istilah apthae, atau

canker sores merupakan suatu penyakit mukosa mulut yang paling sering terjadi

biasa disebut juga dengan sariawan. Karakterisitik dari penyakit ini yaitu ditandai

oleh ulser berulang yang menyakitkan di rongga mulut dan berbentuk bulat atau

oval dan dikelilingi inflamasi. Salah satu penyebab SAR adalah Candida albians

yang merupakan fungi opertunistik penyebab sariawan. Candida albicans

merupakan flora normal yang ditemukan pada 80% orang sehat. Sifat komensal

ini dapat berubah menjadi patogen apabila terdapat faktor predisposisi. Beberapa

faktor predisposisi yaitu stres, alergi makanan, genetik, trauma, dan


(Maharani,
ketidakseimbangan hormonal diduga menjadi pencetus timbulnya SAR
2012 ; Kusumaningtyas, 2006 ; Suling dkk, 2013)
.

2
Bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans merupakan flora

normal dalam rongga mulut yang dapat menjadi masalah apabila jumlah flora

normal tersebut melebihi jumlah normal, atau sistem pertahanan tubuh individu

tersebut tidak mampu mempertahankan agar flora normal tidak tumbuh secara

berlebihan. Masalah yang paling banyak ditimbulkan akibat mikroorganisme pada

rongga mulut adalah sariawan, bau mulut, dan karies gigi (Fadly, 2010).

Pada beberapa penelitian, telah membuktikan madu dapat menghambat

pertumbuhan dari beberapa jenis mikroba, termasuk mikroba yang ditemukan

sebagai flora normal pada rongga mulut. Misalnya percobaan yang dilakukan oleh

Nadhilla (2014); mengenai The Activity of Antibacterial Agent of Honey Against

Staphylococcus aureus membuktikan bahwa madu menunjukkan aktivitas

antibakteri. Jenis bakteri lain yang terbukti dapat dihambat oleh madu antara lain

Streptococcus pyogenes, Staphylococcus epidermidis, Enterococcous faecium,

Eschercia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter cloacae, Klebsiella

oxytoca dan MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus). Penelitian lain

oleh Cavanagh, dkk (1970); mengenai infeksi oleh Candida albicans pada luka

pasca operasi membuktikan bahwa dapat ditanggulangi dengan pengolesan madu.

Berikut penelitian sebelumnya mengenai efektivitas madu terhadap

beberapa jenis bakteri dan jamur :

Tabel 1.1 Penelitian efektivitas madu terhadap mikroorganisme


Metode
No Judul Penelitian Tahun Peneliti Hasil
Penelitian
Uji efektifitas Ardin Uji Ekstraksi
ekstrak madu Sahputra eksperimental sedimen madu
1 karet dalam 2014 dengan teknik karet dengan
menghambat disc diffusion pelarut aseton
pertumbuhan secara in vitro dan madu alami

3
bakteri dengan
Staphylococcus konsentrasi
aureus 100% memiliki
daya hambat
yang baik
terhadap bakteri
Staphylococcus
aureus
Perbandingan Elsi Uji Madu alami
Daya Hambat Wineri, eksperimental memiliki efek
Madu Alami Roslaili dengan antibakteri yang
dengan Madu Rasyid, rancangan lebih kuat
Kemasan Yustini Posttest only terhadap bakteri
secara In Vitro Alioes control group Streptococcus
terhadap design beta hemoliticus
2 2014
Streptococcus Group A
beta dibandingkan
hemoliticus dengan madu
Group A kemasan.
sebagai
Penyebab
Faringitis
Pengaruh Nurul Uji Pengaruh
pemberian Elliza eksperimental pemberian
madu terhadap konsentrasi yang
bakteri sama pada
Staphylococcus Staphylococcus
3 aureus dan 2010 aureus (gram
Escherichia positif) memiliki
coli zona hambat
yang sama
dengan
Escherichia coli
Perbandingan Yugo Uji Madu asli
Efek Berri Putra eksperimental Sikabu dan
Antibakteri Rio, Aziz dengan metode Lubuk Minturun
Madu Asli Djamal, One Group tidak memiliki
Sikabu dengan Asterina. Pretest efek
Madu Lubuk Posttest antibakteri
4 Minturun 2012 with Control terhadap
terhadap Escherichia
Escherichia coli, dan kedua
Coli dan madu
Staphylococcus ini
Aureus memperlihatkan
secara In Vitro diameter bebas

4
kuman yang
berbeda
terhadap
Staphylococcus
aureus
The activity of Nyimas Uji Madu memiliki
antibacterial Farisa eksperimental kemampuan
agent of honey Nadhilla sebagai
against antibakteri
5 2014
staphylococcus terhadap bakteri
aureus pathogen yaitu
Staphylococcus
mutans
Pengaruh madu Leanidha Uji Madu memliki
terhdap eriwiyato, eksperimental daya antibakteri
pertumbuhan Djoko, terhadap
bakteri Dwi Streptococcus
6 2012
Streptococcus krihariyani mutans dengan
pyogenes Konsentrasi
Hambat
Minimum 95%
Aktivitas Ardo Sabir Uji Flavonoid
antibakteri eksperimental yang terdapat
flavonoid laboratoris pada propolis
propolis Trigona sp yang
Trigona sp berasal dari
terhadap Kabupaten
bakteri Bulukumba,
7 2005
Streptococcus propinsi
mutans (in Sulawesi
vitro) Selatan mampu
menghambat
pertumbuhan S.
mutans secara in
vitro
Pengaruh Andi Uji Pemberian madu
pemberian Fadly eksperimental kumur-kumur
madu terhadap 20% dapat
mikroorganism mengurangi
e pada rongga jumlah total
8 mulut 2010 mikroorganisme
mahasiswa pada hasil swab
PSPD UIN pada mukosa
tahun angkatan buccalis hingga
2007 75%

5
Antimicrobial Yadav, Uji Madu
Effect of Honey Garla, eksperimental mempunyai efek
on Reddy, secara In Vivo antimikroba
Streptococcus Tandon, sebanyak 20 terhadap bakteri
Mutans of Prasad subjek Streptococcus
Dental penelitian yang mutans dan
9 2014
Plaque diambil dari terjadi
SGT Dental penurunan
Collage jumlah bakteri
Streptococcus
mutans secara
signifikan
Effect of Jujube Mohamma Uji Pada konsentrasi
Honey on d Javed eksperimental 40% madu
Candida Ansari, dengan Jujube meliki
albicans Ahmad menggunakan efek antijamur
Growth and Al- scaning dengan
Biofilm Ghamdi, electron mengurai
Formation Salma microscopy ukuran dan
Usmani,N dan Atomic menggangu
10 2013
oori S. Al- force struktur jaringan
Waili, microscopy Candida
Deepak (AFM) untuk albicans
Sharma, melihat efek
Adgaba madu Jujube
Nuru, terhadap jamur
Yehya Al- Candida
Attal albicans
Uji daya Khoirotun Uji Konsentrasi
antifungi nisa eksperimental ekstrak propolis
Propolis Uswatun dengan 80% memiliki
terhadap Hasanah Posttest only daya hambat
Candida control group tertinggi yaitu
albicans dan design sebesar 13,7 mm
Pityrosporum terhadap jamur
ovale Candida
albicans.
11 2012
Ekstrak propolis
pada konsentrasi
sama
menghambat
pertumbuhan
koloni jamur
Pityrosporum
ovale tetapi
tidak signifikan

6
Investigation of Anyanwu Uji Madu Nigeria
in vitro C.U eksperimental memiliki efek
antifungal (In Vitro) antifungal,
12 2012
activity of fungisid terjadi
honey pada konsentrasi
madu 46%

Dalam bidang kedokteran gigi, madu dapat digunakan sebagai bahan

bleaching alami. Bahan hidrogen peroksida dalam kandungan madu kelengkeng

20 % dapat memutihkan gigi dalam suatu reaksi dilusi walaupun hasilnya belum

sebanding dengan bahan pemutih yang tersedia seperti hidrogen peroksida 3% (Nisa
dkk, 2014)
.

Allah SWT berfirman dalam Al-Quran, surat An-Nahl ayat 68-69. Bahwa

dalam madu terdapat obat yang menyembuhkan manusia.

Artinya : “buatlah sarang-sarang di bukit-bukit dan di tempat-tempat yang

dibuat manusia, kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan

tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu)”. Dari perut lebah itu

keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat

7
obat yang menyembuhkan manusia. Sesungguhnya pada yang demikian terdapat

tanda-tanda bagi orang yang memikirkan”.

Rasulullah SAW pun bersabda : “Manfaatkanlah dua jenis penyembuhan;

madu dan Al-Qur’an” (HR. Majah). Hadits ini menggabungkan penyembuhan

jasmani dan Ilahiyah, obat bagi tubuh dan jiwa, obat duniawi dan samawi. Madu

merupakan pembersih alamiah.

Madu adalah cairan kental dan cairan alami yang dihasilkan oleh lebah

madu (genus apis), yang berasal dari nektar bunga dan merupakan salah satu obat

tradisional yang digunakan oleh masyarakat. Madu memiliki sifat antimikroba

dan antibakteri. Efek tersebut tergantung dari konsentrasi madu yang digunakan.

Aktivitas antibakteri dan antijamur madu dikaitkan dengan hidrogen peroksida

yang diproduksi melalui reaksi enzim glukoksidase dan senyawa fenol yang

terkandung dalam madu (Yunitasari dkk, 2014).

Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Palopo, Sulawesi Selatan

memiliki kebiasaan tradisional menggunakan bahan alami berupa madu khas

Palopo yang menurut kepercayaan masyarakat setempat berkhasiat

menyembuhkan berbagai macam penyakit misalnya sakit gigi dengan cara

meneteskan madu kebagian gigi yang sakit (gigi berlubang) atau dengan

berkumur tanpa tambahan air kemudian ditelan. Selain itu madu juga berkhasiat

menyembuhkan luka terbuka dengan cara dioleskan pada daerah luka,

menghilangkan jerawat dengan menggunakan masker madu, menurunkan demam,

dan mengencangkan kulit.

8
Berdasarkan uraian pemikiran pada latar belakang, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian yang berjudul “Efektivitas Madu Palopo (Mel millis)

Terhadap Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans Penyebab Karies Gigi

dan Jamur Candida albicans Penyebab Stomatitis Aftosa Rekuren (In Vitro)

(Studi Eksperimental Lab di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia 2016)”.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah madu efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans?

1.2.2 Apakah madu efektif dalam menghambat pertumbuhan jamur Candida

albicans?

1.2.3 Apakah terdapat perbedaan efektivitas madu terhadap pertumbuhan bakteri

Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans dengan konsentrasi 100%,

50%, 25%, 12,5%, 6,25%?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui efektivitas madu sebagai antibakteri dan antijamur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Untuk mengetahui efektivitas pemberian madu terhadap bakteri

Streptococcus mutans.

1.3.2.2 Untuk mengetahui efektivitas pemberian madu terhadap jamur Candida

albicans.

9
1.3.2.3 Untuk mengetahui perbedaan efektivitas madu terhadap pertumbuhan

bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida albicans dengan konsentrasi

100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Peneliti

Bagi Peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan mengenai efektivitas

madu dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme dalam rongga mulut.

1.4.2 Teoritis

Manfaat teoritis yang diharapkan dari penelitian ini adalah mampu

memberikan sumbangan konsep teoritis mengenai efektivitas madu dalam

menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans dan jamur Candida

albicans.

1.4.3 Praktis

Bagi Masyarakat, menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang

pengaruh penggunaan madu untuk kehidupan sehari-hari.

1.4.4 Institusi

Bagi Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Muslim Indonesia, sebagai

pengetahuan dan sumber referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan

melakukan penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

10

Anda mungkin juga menyukai