SYOK ANAFILAKTIK
Tutorial B2
Nama Tutor: Dr. Bhakti Gunawan
Kelompok:
Baby Amelia 1310211197
2015
A. KASUS
Anak I, perempuan, usia 6 tahun, datang ke rumah sakit tempat anda bekerja denga
keluhan mulai merasa sesak nafas seja 30 menit yang lalu. Selain merasa sesak nafas, An. I
juga mulai merasa pusing dan agak lemas.
Dari keterangan ibunya diketahui bahwa An. I mengalami gatal yang hebat dan
kemerahan di kulit daerah leher, wajah dan lengan sejak 4 jam lalu. Awalnya, kemerahan
hanya ditemukan di daerah lengan, lalu mulai terlihat di daerah dada, leher dan wajah.
Kemerahan timbul disertai kulit yang menimbul (biduran). Saat ini, kemerahan dikulit An. I
sudah terlihat sampai ke daerah perut, paha dan betisnya.
Berdasarkan keterangan dari ibunya, An. I merasa gatal dan kulitnya tampak kemerahan
setelah minum obat dari klinik tempat An. I berobat sebelumnya. Sebelumnya, sejak
kemarin sore An. I agak demam dan merasa tenggorokannya sakit. Kemudian ibunya baru
membawa An. I ke klinik hari ini untuk mendapatkan pengobatan. An. I mendapatkan obat
berupa penurun demam dan antibiotik. Setelah minum obat tersebut, An. I mulai merasa
gatal dan tampak bercak merah ditubuhnya.
Berdasarkan keterangan dari ibunya, An. I merupakan anak ke dua dari dua bersaudara.
An. I sebelumnya pernah mengalami gatal setelah minum obat tapi ibunya lupa obat apa.
Dan kemudian setelah dibawa ke dokter dan obatnyan dihentikan, gatalnya membaik. Selain
itu, An. I memiliki riwayat alergi terhadap makanan lau. Ayah dan kakaknya juga memiliki
riwayat asma.
B. OVERVIEW
An.I ( 6 tahun)
Hipotesis :
1. Reaksi Anafilaktik
2. Asma
3. Alergi Obat
Px.Fisik Lanjutan
Px. Fisik
Kepala : dbn
KU : sesak, sakit sedang
Hidung : tampak mukosa jernih
Kesadaran : compos mentis
Leher : dbn
BB : 40 kg
Thorax : bentuk dan gerak simetri
TB : 145 cm
Cor : Takikardi
TD : 90/70 mmHg
Pulmo : wheezing (+)
RR : 28x/menit
Abdomen : dbn
Nadi : 110x/menit, reguler, lemah
Ekstremitas : Akral dingin, capillary refill > 2
Suhu : 36,5 C
o
detik
Px. Kulit :
Pasien memburuk Lesi makulopapular = leher poste-ante,wajah,
Dx : Syok Anafilatik lengan, dan tangan
Lesi makulopapular ukuran plakat = wajah,
leher, punggung, perut, tungkai atas& bawah.
Tata Laksana
Selalu siap
MEKANISME IMUNITAS
Pertahanan Humoral
1. Komplemen
• Terdiri dari sejumlah besar protein yang memberi proteksi pada infeksi
a. Lektin
-berperan sebagai opsonin, mengaktifkan komplemen
-protein dalam kadar darah yang meningkat bila ada infeksi akut
c. Protein fase akut lain (alfa1-antitripsin, amiloid serum A, haptoglobin, C9, dll)
Infeksi → LPS aktifkan makrofag → produksi dan melepas sitokin (IL-1, TNF-alfa,
IL-6) → merangsang hati → sintesis dan melepas protein plasma
Pertahanan Selular
• Fagosit, sel NK, sel mast, eosinofil dapat ditemukan di sirkulasi atau jaringan.
1. Reaksi oksidatif → menggunakan hasil reaksi oksigen dan zat oksidatif, ex: NOS,
ROS.
2. Reaksi non oksidatif → menggunakan reaksi enzimatis didapat dari lisosom dan
granula spesifik, ex: lisozim, laktoferin, defensing.
• Mekanisme
• Terdiri dari:
1. Sistem Humoral
2. Sistem Selular
-CD8+ (Th3, CTL, Tc, Ts, sel Tr) → musnahkan sel infeksi
ANTIBODI
1. Imunoglobulin G
Terbanyak dalam serum (75%). Dapat menembus plasenta membentuk
imunitas bayi sampai berumur 6 sampai dengan 9 bulan. Mempunyai sifat
opsonin berhubungan erat dengan fagosit, monosit dan makrofag. Berperan pada
imunitas seluler yang dapat merusak antigen seluler berinteraksi dengan komplemen,
sel K, eosinofil dan neutrofil.
2. Imunoglobulin A
Sedikit dalam serum.Banyak terdapat dalam saluran nafas, cerna, kemih, air
mata, keringat, ludah dan air susu. Fungsinya menetralkan toksin dan virus, mencegah
kontak antara toksin/ virus dng sel sasaran dan mengumpalkan/ mengganggu gerak
kuman yang memudahkan fagositosis.
3. Imunoglobulin M
Tidak dapat menembus plasenta, dibentuk pertama kali oleh tubuh akibat
rangsangan antigen sifilis, rubela, toksoplasmosis. Fungsinya mencegah gerakan
mikroorganisme antigen memudahkan fagositosis dan Aglutinosis kuat terhadap
antigen.
4. Imunoglobilin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil
dan eosinofil. Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis,
trikinosis. Proteksi terhadap invasi parasit seperti cacing.
5. Imunoglobulin D
Sedikit ditemukan dalam sirkulasi. Tidak dapat mengikat komplemen.
Mempunyai aktifitas antibodi terhadap makanan dan autoantigen.
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI
MEDIATOR INFLAMASI
KOMPLEMEN
Definisi
Merupakan sistem yang terdiri atas sejumlah protein yg berperan dalam pertahanan
pejamu, baik dalam sistem imun non-spesifik maupun sistem imun spesifik.
Komplemen merupakan salah satu sistem enzim serum yang berfungsi dalam
inflamasi, opsonisasi, dan kerusakan (lisis) membran patogen. Sistem komplemen
terdiri dari sejumlah protein serum yang tidak tahan panas.
Komplemen yang larut dalam system imun non-spesifik teraktivasi oleh berbagai
bahan seperti LPS bakteri.Komplemen yang berperan dalam system Imun spesifik
dapat teraktivasi oleh kompleks imun setiap waktu.Hasil aktivasi dari komplemen
adalah enzim yang beruna untuk melanjutkan ke reaksi berikutnya.
Ada 9 komponen dasar komplemen yaitu C1 sampai C9 yang bila diaktifkan, dipecah
menjadi bagian yang besar dan kecil (C3a, C4a, dsb).
Komplemen sangat sensitif dengan sinyal kecil, wlwpun hanya sedikit bakteri yang
nantinya akan menghasilkan respon lokal.
- Mengikat reseptor komplemen spesifik pd sel sistem Imun sehingga memacu fungsi
sel spesifik, inflamasi dan sekresi molekul imunoregulatori
1. Regulasi jalur klasik Regulasi jalur klasik terutama terjadi melalui 2 fase, yaitu
melalui aktivitas C1 inhibitor dan penghambatan C3 konvertase.
Aktivasi jalur alternatif atau disebut pula jalur properdin, terjadi tanpa melalui tiga
reaksi pertama yang terdapat pada jalur klasik (C1 ,C4 dan C2) dan juga tidak
memerlukan antibodi IgG dan IgM.
Aktivasi dimulai melalui C3yg merupakan molekul tidak stabil dan terus aktif spontan
derajat rendah dan klinis yg tidak berarti.
Bakteri, jamur virus, parasit, kontras agregat IgA(1,2),Ig4 dan faktor nefritik dapat
mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif .
Lektin adalah protein yg larut dan mengikat residu manosa dari hidrat arang yang
merupakan bagian dinding sel mikroba. Karena itu jalur lektin disebut jalur MBL atau
jalur ikatan manan.
Aktivasinya dimulai saat terjadinya ikatan antara polisakarida makroba dan lektin
dalam sirkulasi. MBL mengaktifkan C1s lalu sesudah itu adalah sama dengan jalur
klasik melalui C4
Reseptor complement
CR1 (CD35)
Ditemukan pada fagosit yang merupakan receptor untuk kompleks imun dan eritrosit
manusia yang memungkinkan untuk mengikat kompleks imun da mengangkutnya ke
fagosit di limpa dan hati. Fungsi pada sel lain sebagai ko-faktor.
CR2 (CD21)
Merupakan bagian dari ko-reseptor sel B dan juga ditemukan pada sel dendritik folikuler.
CR3 (CD11b/CD18)
Integrin yang mempunyai fungsi sama dengan CR3 meskipun terutama diekpresikan pada
makrofag jaringan.
C1qR
Ditemukan pada makrofag, mengikat C1q dari jaringan kolagen dan berperan pada
eliminasi antigen.
Regulator-Inhibitor Komplemen
Adalah enzim yang mengatur agar agar tidak terjadi aktivasi prematur dan aktivasi setiap
produk sehingga tidak terjadi reaksi secara teruse menerus yang akan mengarah kepada
Inaktivator
anafilatoksin
Inhibitir C1
kerusakan
SITOKIN
Definisi
Sitokin dihasilkan sebagai respon terhadap stimulus sistem imun Sitokin merupakan
protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan
hematopoesis.
Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh sel-sel tertentu dari
sistem kekebalan tubuh yang membawa sinyal antara sel-sel lokal, dan dengan
demikian memiliki efek pada sel-sel lain.
Sifat Umum Sitokin
Langsung :
- Lebih daru satu efek terhadap berbagai jenis sel (pleitropi)
- Autoregulasi (fungsi autokrin)
- Terhadap sel yang letaknya tidak jauh (fungsi parakin)
Tidak Langsung :
- Menginduksi ekspresi reseptor untuk sitokin lain atau bekerja sama dengan sitokin
lain dalam merangsang sel (sinergisme)
- Mencegah ekspresi reseptor atau produksi sitokin (antagonisme)
Fungsi sitokin
Sitokin berperan dalam imunitas non-spesifik dan spesifik yang mengawali
mempengaruhi dan meningkatkan respon imun non-spesifik yaitu :
Sitokin bekerja pada sel-sel targetnya dengan mengikat reseptor-reseptor membran spesifik.
Reseptor dan sitokin yang cocok dengan reseptor tersebut dibagi ke dalam beberapa
kelompok berdasarkan struktur dan aktivitasnya.
d. Reseptor kemokin
Reseptor kemokin mempunyai tujuh transmembran heliks dan berinteraksi dengan G protein.
Kelompok ini mencakup reseptor untuk IL-8, MIP-1, dan RANTES. Reseptor kemokin, dua
diantaranya beraksi mengikat protein untuk HIV (CXCR4 dan CCR5), yang juga tergolong
ke dalam kelompok ini.
Immunoglobulin (Ig) yang sudah ada seluruhnya pada beberapa sel dan jaringan dalam tubuh
vertebrata, dan berbagi struktural homologi dengan immunoglobulin (antibodi), sel molekul
adhesi, dan bahkan beberapa sitokin. Contoh, IL-1 reseptor
Anggotanya dari transformasi faktor pertumbuhan beta superfamili, yang tergolong kelompok
ini, meliputi TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3.
MOLEKUL ADHESI
Definisi
Molekul adhesi pada permukaan leukosit reseptor, reseptor-reseptor ini berikatan dengan
molekul- molekul (ligan) pada permukaan sel sasaran
1. Superfamilli imunoglobulin
Kelompok ini meliputi reseptor yang bereaksi dengan antigen sreta molekul adhesi
dipermukaan yang tdiak tergantung adhesi
2. Selektin
Berperan dalam adhesi leukosit dan trombosit pada endotel selama peradangan dan koagulasi
3. Integrin
4. REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Definisi
Merupakan suatu reaksi berlebihan dari respon imun sehingga menimbulkan reaksi
yang tidak diinginkan yang dapat merusak jaringan
Macam
Reaksi hipersensitivitas dibagi menjadi 4 macam menurut gells dan coombs yaitu:
Definisi
Merupakan suatu respon jaringan yang terjadi dengan cepat setelah terjadi interaksi
dengan antigen dengan IgE yang berikatan pada sel mast pada orang yang telah sensitasi
sebelumnya
Tahap :
Mekanisme
Mediator Primer
Mediator Sekunder
Meliputi 2 kelompok mediator lipid dan sitokin mediator lipid dihasilkan fosfolipase A2
memecah fosfolipid membran sek mast untuk menghasilkan AA
Leukotrien: C4 & D4 agen vasoaktif paling poten beberapa ribu kali > histamin fungsi
peningkatan permeabilitas dan bronkokontriksi B4 kemotaktik kuat neutrofil,monosit dan
eusinofil
Prostaglandin: bronkospasme hebat dan sekresi mukus
Sitokin dan kemokin: Merekrut dan mengaktivasi bagai macam sel radang tnf sangat poten
adhesi,emigrasi dan bronkospasme
Manisfestasi Klinis
Sistemik
Lokal
Definisi
Contoh:mistenia gravis
Definisi
Mekanisme
Reaksi Hipersensitivitas Tipe 4
Definisi
Tipe Lambat
Granulomatosa
Saat antigen persisten atau tidak dapat terdegradasi makrofag akan membesar dan
memipih (sel epiteloid).pengaruh IFN gamma menjadi sel raksasa. Sel epiteloid yang
dikelilingi limfosit disebut granuloma yang sebelumnya terbentuk suatu sabuk fibroblas
(makrofag TGF a merangsang proliferasi fibroblas dan sintesis kolagen
Sitoksisitas
Diperentarai oleh sel T CD8+ tersensitasi membunuh sel target yang membawa
antigen melaui 2 mekanisme pokok:
Ketika itu ditemukan antibody yang berikatan dengan glikoprotein dipermukaan leukosit,
protein dalam membrane eritrosit ini yang disebut Human Leukosit Antigen (HLA) / sinonim
dari MHC (Mayor Histocompatibility Complexs).
MHC
Suatu kelompok atau kompleks gen yang terletak dalam kromosom 6 dan berperan dalam
pengenalan dan pemberian sinyal antar sel system imun.
Salah satu karakteristik respon imun adalah mengenali antigen dalam tubuh sendiri (Self
antigen) dan antigen dari luar (Non self antigen).
Pada mulanya, bagaimana mekanisme respon imun membedakan antigen self dan Non self.
Ternyata mekanisme ini dilakukan melalui molekul MHC.
Saat ini terlihat bahwa semua antigen baik self ataupun Non self hanya dapat dikenali oleh
sel T apabila berhubungan dengan MHC.
Pembagian MHC
Molekul MHC I dan MHC II berperan pada pengenalan imun, yaitu pada presentasi antigen
kepada sel T.
Berdasarkan rumus bangunnya, molekul MHC dapat dibagi menjadi 3 golongan sebagai
berikut
MHC I
MHC II
MHC III
MHC II
• Molekul MHC II meliputi HLA D (DP,DQ,DR)
Sejumlah protein yang ekspresinya ditentukan molekul MHC III adalah komponen
komplemen ( C2,C4), Factor B PProperdin atau Bf,TNF dan limfotoksin (LT).
• Jenis molekul HLA-II (HLA-D) ditemukan pada MLC (Mixed leucocyte culture),
dengan menginkubasi limfosit yg berasal dari 2 orang berlainan.
Gen MHC manusia yang polimorfik dari lokus HLA menjadi molekul kelas I dan II terletak
dikromosom 6
Gen kelas I ditunjukkan sebagai A,B,C masing masing menjadi domain polipeptida (alfa 1,
alfa 2, alfa 3) yang berhubung dengan invariant Mikroglobulin beta.
Gen kelas II adalah DP,DQ,DR yang masing2 menyandi rantai individual ranta alfa dan beta
yang berinteraksi dan memberikan tempat ikatan untuk antigen yang dipresentasikan.
Perbedaan MHC I dan MHC II
Jalur Eksogen melalui MHC II
Antigen seperti mikroba, pada umumnya masuk tubuh melalui kulit, epitel saluran cerna, dan
nafas.
Antigen tersebut ditangkap , dimakan, dan diproses dijadikan peptide kecil oleh enzim
lisosom, dibawa APC ke KGB regional.
Peptida kecil diikat molekul MHC II dalam endosom dan ditransport kepermukaan sel APC
untuk dipresentasikan ke sel T CD4.
• Sel limfosit T dan sel limfosit B : Hasil perkembangan progenitor limfoid dalam
proses hematopoiesis
• Mekanisme kerja sel T : Mengenali molekul MHC pada permukaan sel normal-> sel
tersebut tidak akan didestruksi
• MHC : Suatu molekul yang ada pada permukaan membran sel normal tubuh dan
berperan penting dalam mekanisme respon imun yang membedakan antigen “self”
dan”non self”
• Kedua jenis limfosit, seperti semua sel darah lainnya, berasal dari sel punca yang
sama di sumsum tulang
• Sel T selama masa janin dan anak-anak dini, sebagian dari limfosit imatur sumsum
tulang-> bermigrasi melalui darah ke timus
• Setelah dilepaskan ke darah dari sumsum tulang atau timus, sel B dan T matang
menetap dan membentuk koloni limfosit -> di jaringan limfoid perifer
REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI
ANTIGEN
Antigen adalah bahan yang dapat merangsang respon imun dan dapat bereaksi dengan
antibodi.
4. Epitop atau Determinan adalah bagian dari antigen yang dapat mengenal/
menginduksi pembenntukan antibodi,
JENIS ANTIGEN
Berdasarkan determinannya
3. Multideterminan, univalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu dan jumlahnya satu
4. Multideterminan, multivalen, merupakan jenis epitop lebih dari satu, jumlah lebih dari
satu
Berdasarkan spesifitasnya :
1. T dependen adalah tentang antigen yang perlu pengenalan thd sel T dan sel B untuk
merangsang antibodi
2. T Independen adalah tentang antigen yang dapat merangsang sel B tanpa mengenal
sel T dahulu
ANTIBODI
Antibodi adalah protein serum yang mempunyai respon imun (kekebalan) pada tubuh
yang mengandung Imunoglobulin (Ig).
Ig dibentuk oleh sel plasma (proliferasi sel B) akibat kontak/dirangsang oleh antigen.
Macam Imunoglobulin: Ig G, Ig A, Ig M, Ig E dan Ig D
Imunoglobulin G
2. Imunoglobulin A
3. Imunoglobulin M
4. Imunoglobulin E
Jumlah paling sedikit dalam serum. Mudah diikat oleh sel mastosit, basofil dan
eosinofil.
Kadar tinggi pada kasus: alergi, infeksi cacing, skistosomiasis, trikinosis. Proteksi
terhadap invasi parasit seperti cacing.
5. Imunoglobulin D
Forward grouping.
Reverse grouping
SISTEM RHESUS
System rhesus terdiri lebih dari 30 jenis, tetapi yang berperan dalam proses transfuse
ada 5 yaitu antigen C, antigen c, antigen D, antiegn E dan antigen e
Rhesus(+)-> Rh(+)
Rhesus(-)-> Rh(-)
Cara:
Tahap 2
Immunoassay adalah tes atau uji yang digunakan untuk mengukur adanya antigen
atau antibodi pada sampel (spesimen bilogikal)
Analyte: sesuatu yang diukur dengan tes laboraturium-> dapat berupa Ag atau Ab
dalam serum
Prinsip dasar: ikatan antara molekul imunoglobulin (Ab) dengan antigen (Ag)
Tujuan
Manfaat :
Mengetahui adanya invasi mikroorganisme, jika isolasi kuman tidak dapat dilakukan
MACAM-MACAM IMMUNOASSAY
Terdapat beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi Ag-Ab antara lain:
a) Uji presipitasi
b) Uji aglutinasi
c) Uji hemaglunitasi
d) Lisis imun
e) Uji netralisasi
Immunoassay berlabel:
a) Berlabel flouresens
b) Berlabel radioisotop
d) Berlabel enzim
SYOK ANAFILAKTIK
DEFINISI
Secara harfiah, anafilaksis berasal dari kata Ana yang berarti balik dan phylaxis yang berarti
perlindungan. Dalam hal ini respon imun seharusnya melindungi / prophylaxis, justru merusak
jaringan.
Syok Anafilaktik adalah suatu respons hipersenstivitas yang diperantarai oleh Ig E
(hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan arteri yang menurun
hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu antigen-antibodi yang timbul segera
setelah antigen masuk dalam sirkulasi.
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis ditandai berupa
hipotensi nyata dan kolaps sirkulasi darah, anafilaksis berat dapat terjadi tanpa hipotensi dan gejala
utama adalah obstruksi jalan nafas.
Epidemiologi
Etiologi
Penyebab :
– Makanan
– Kegiatan fisik
– Sengatan tawon
– Antibiotik penisilin
– Relaksan otot
– Aspirin
– NSAID
– Opioid
– Vitamin B1
• Faktor resiko
– Sifat alergen
– Jalur pemberian obat
– Riwayat atopi
– Kesinambungan paparan alergen
• Alergen
– Udang,kepiting,kerang
– Kacang
– Buah beri
– Putih telur
– Susu
PATOGENESIS
• Anafilaksis termasuk Hipersensitivitas tipe I
• Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase :
1. Fase sensitisasi utk pembentukan IgE sampai diikat o/ reseptor spesifik pd
permukaan basofil dan sel mast
2. Fase aktivasi saat terjadinya pemaparan ulang dengan antigen yg sama sampai
timbul gejala
FASE SENSITISASI
• Alergen yg masuk lewat kulit,mukosa,saluran nafas atau saluran pemcernaan
ditangkap o/ makrofagantigen tsb dipresentasi ke limfosit Takan mensekresi
sitokin IL4 , IL3 menginduksi limfosit B berproliferasi jadi sel plasma
memproduksi IgE spesifik utk antigen tsblalu terikat pd reseptor permukaan sel
mast dan basofil sel mast dan basofil akan melepaskan isinya granula saat ada
paparan ulang antigen yg sama.
FASE AKTIVASI
• Saat alergen yg sama masuk tubuhdiikat o/ IgE spesifikmemicu rx segera
yaitupelepasan mediator vasoaktif dr granula/degranulasi histamin,
serotonin,bradikinin (performed mediators)
• Bbrp waktu setelah degranulasiIkatan antigen-antibodi tsb merangsang degradasi
asam arakidonat di membran selhasilin leukotrin dan Prostaglandin (newly formed
mediators).
FASE EFEKTOR
• Saat terjadinya respon kompleks (anafilaksis) karena efek mediator yg dilepas
mastosit dan basofilterjadi aktivitas farmakologik pd organ tertentu.
Histamin bronkokontriksi,peingkatan permeabilitas vaskuler,sekresi
mukus,vasodilatas
Serotonin peningkatan permeabilitas vaskuler
Bradikinin kontraksi otot polos
PAF (platelet activating factor bronkospasme,peningkatan permeabilitas
vaskuler,agregasi dan aktivasi trombosit
PG dan Leukotrin bronkokontriksi
• Vasodilatasi mendadak fenomena maldistribusi volume dan aliran darah
penurunan aliran darah balikcurah jantung menurunpenurunan tekanan
darahpenurunan perfusi jaringan hipoksia ataupun anoksia syok mengancam
nyawa pasien
PATOFISIOLOGI
Antigen Ditangkap oleh sel B (selaku APC) lalu dipresentasikan ke sel Th2 Sekresi sitokin IL-4 dan IL 13
yang memicu sel B Lalu berdiferensiasilah sel B menjadi sel memori dan sel plasma yang nantinya akan
mengeluarkan antibody IgE IgE berikatan dengan reseptor pada permukaan sel mast (mengalami crosslink)
yaitu reseptor FceR Lalu apabila terdapat antigen yang sama (mengalami second exposure)
Maka sel memori akan mengaktifkan sel plasma agar mengeluarkan IgE yang akan berikatan
Isyarat untuk aktivasi gen sitokin Isyarat untuk degranulasi sel mast Isyarat untuk aktivasi fosfolipid
Transudat RR meningkat
Edem Urtikaria
Ciri khas
Ciri pertama
- Gejala yang timbul bebarapa detik hingga menit
Setelah terpajan terhadap alergen/faktor
pencetus non alergen (bahan kimia, obat).
Ciri kedua
- Yaitu reaksi sistemik satu/lebih organ & timbul
gejalanya serentak/hampir serentak
Umum
Lesu, Lemah
- Rasa tak enak yang sulit di deskripsikan
- Rasa tak enak pada dada & perut
- Rasa gatal pada hidung & palatum
GIT
- Disfagia, nausea, vomitus, kolik, diare
(terkadang disertai darah)
- Aktivitas Peristaltik usus ↑↑
Kulit
- Urtika, Angiodema bibir, muka & ekstremitas
Mata
- Pruritus, lakrimasi
Pernafasan
Hidung
- Pruritus, bersin dan tersumbat
Laring
- Rasa tercekik, suara serak
- Sesak nafas, stridor, edema, spasme
Lidah
- Edema
Bronkus
- Batuk, sesak, mengi, spasme
Kardiovaskular
- Pingsan atau sinkop, palpitasi
- Takikardi, hipotensi sampai syok, aritmia.
SSP
- Gelisah, kejang
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS BANDING
1. REAKSI VASOVAGAL
- biasanya sth mendapat suntikan
- tampak mau pingsan,pucat,berkeringat
- Bedanya : nadinya lambat, tidak tjd sianosis,tekanan darah turun tapi mudah diukur
dan tidak terlalu rendah
2. INFARK MIOKARD
- nyeri dada,sesak
- Bedanya : tidak tampak obstruksi saluran napas dan kelainan kulit
- Px elektrokardiografi dan enzimatik.
3. REAKSI HIPOGLIKEMIK
- biasanya krn obat antidiabetes
- tampak lemah,pucat,berkeringat sampai tak sadar,tekanan darah kadang turun
- Bedanya : tidak ada obstruksi saluran napas dan kelainan kulit,
- Px kadar gula darah dan terapi glukosa
4. REAKSI HISTERIK
- kadang2 pingsan tapi sementara,parestesia
- Bedanya : tidak ada gangguan pernapasan, hipotensi,dan sianosis
- Px tanda vital dan status neurologis.
6. SINDROM KARSINOID
- ada gejala gastrointestinal,spasme bronkus,dan rasa panas sekitar kulit
- Bedanya : tidak dijumpai urtikaria atau angioderma
- Px lab : serotonin darah meningkat,kadar histamin dan 5 hidroksi indol asam
asetat dalam urin meningkat
A. Penatalaksanaan
Tindakan Segera
a. Hentikan prosedur
b. Tidurkan pasien telentang, kaki naik 30o
c. Pasien sadar
1. jaga ABC
2. Epinefrin 1:1000
-dosis: 0,01 – 0,3 ml/kgBB, diberikan setiap 15-20 menit 3-
4x (SK)
-bila sudah berat, diberikan secara IM kadang dosisnya
sampai 0,5 ml, jika pasien tidak mengidap penyakit jantung
3.Adrenalin 0,3-0,5 mg dari larutan 1:1000 IM/SQ
Anak = 0,01 mg/kgBB
Boleh diulang 5-10 menit, akan tercapai setelah pemberian 4x, kalau belum
sampai 90 mmHg berikan dalam dosis dan cara yang sama.
Merupakan drug of choice, karena:
-Bronkodilator kuat
-Vasokontriktor PD
-Histamin bloker
2 hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi:
1. Sistem pernafasan berjalan lancar → oksigenasi
berjalan baik
2. Sistem kardiovaskular berfungsi baik → perfusi jaringan
memadai
• Penyumbatan saluran nafas bisa disebabkan karena:
1. Edema laring → epinefrin, trakeostomi
2. Spasme bronkus → larutan salbutamol 0,25cc – 0,5 cc
dalam 204 ml NaCl 0,9%, diberikan perlahan-lahan selama
15 menit (sebagai bronkodilator), diberikan melalui
Nebulisasi
-dosis: 10 ml epinefrin 1:10.000 mll jarum panjang atau kateter mll pipa
endotrakeal
anak: 5 ml epinefrin 1:10.000
d. Pasien tidak sadar
- Airway
Tripple airway manuever
- Breathing
Bila henti napas
a. Napas buatan 2 x
b. Raba nadi karotis
TERABA
-Tak bernafas: Nafas buatan 12x/menit, Intubasi
-Bernafas: O2 100%, observasi ketat
TAK TERABA
-RJP 15:2 (ACLS) → circulation
-Adrenalin 1 mg
NAFAS BUATAN 2X
RABA NADI CAROTIS
RJP
RJP 15:2
2. Tindakan Suportif
a. Keseimbangan cairan dan elektrolit
b. O2 100%
c. Kortikosteroid → hanya menetralkan mediator kimia
-Prednisolon oral (anak-anak: 1 g/kg, dewasa 50 mg)
-Fungsi: mengurangi inflamasi dan bronkokontriksi
d. Antihistamin → menetralkan mediator kimia
ex: Chlorpheniramin Maleate
Kelompok: AH1 → sedatif
Indikasi: urtikaria, rhinitis alergi, gigitan serangga, alergi obat, anafilaksis,
alergi makanan, alergi serum
KI: epilepsi, penyakit hati, asma
Dosis: 4 mg setiap 4-6 jam (max 24mg/hari) oral, IM 10-20 mg (max 40 mg
dalam 24 jam), injeksi i.v 10-20 mg selama 1 menit.
ES: mengantuk, tidak bertenaga, pusing, mulut kering
Farmakodinamik:
antagonis H1 → melawan efek diinduksi histamin → peningkatan
permeabilitas dan kontraksi otot polot GIS dan pernafasan
B. Pencegahan
HINDARI ALERGI
Petunjuk sebelum memberikan obat
1. Adakah indikasi memberikan obat
2. Adakah riwayat alergi obat sebelumnya
3. Apakah pasien punya resiko alergi obat
4. Apakah obat tersebut perlu diuji kulit dulu
5. Adakah pengobatan pencegahan untuk mengurangi reaksi alergi
Langkah pencegahan
1. Riwayat alergi obat secara terperinci
2. Obat sebaiknya diberikan peroral dan periksa label obat
3. Observasi pasien selama 30 menit setelah pemberian
4. Tanya riwayat obat secara teliti jika ada faktor predisposisi
5. Lakukan uji kulit jika mungkin
6. Pemberian obat pencegahan reaksi alergi
C. Prognosis
Bonam jika ditangani dengan cepat dan tepat, dan jika masih pada derajat ringan-
sedang
PENYAKIT TERKAIT
SYOK SEPSIS
DEFINISI
• Adalah sindroma klinik yang terjadi karena adanya respon tubuh yang berlebihan
terhadap rangsangan produk mikgroorganisme.
• Ditandai dengan demam,takikardi,takipnea, hipotensi dan disfungsi organ
berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
ETIOLOGI
• Virus,bakteri,fungi,atau riketsia
• Respon sistemik karena mikroorganisme penyebab beredar dalam darah atau
karena produk toksik mikroorganisme atau karena produk rekasi radang dari infeksi
lokal
• Umumnya disebabkan bakteri gram negatif
PATOGENESIS
• Bakteri gram positif komponen dinding selnya Lipoteichoic acid (LTA) dan
peptidoglikan induktor sitokin secara langsung
• Mekanisme bakteri gram positif menyebabkan sepsis
– Eksotoksin sebagai superantigen
Superantigen berikatan dengan molekul MHC kelas II dari APC dan V-chains dari
reseptor sel Tmengaktivasi sel T dalam jumlah besar utk produksi sitokin proinflamasi
yang berlebih
– Komponen dinding sel yg menstimulasi imun
• Sepsis terjadi pelepasan mediator inflamasi berlebihsitokin,netrofil,monosit,sel
endotel,trombosit,kaskade,komplemen
Gambar normal/ kiri faktor2 stimulasi koloni menginduksi pelepasan netrofil dari
sstlkeadaan normal,netrofil menempel pada endotel lalu migrasi masuk kedaerah bakterial
Pasien sepsis netrofil memiliki peningkatan ekspresi integrin permukaanpengikatan kuat
pd sel endotelnetrofil tetap terikat pd sel endotel dan gagal migrasi ke lokasi infeksi
bakterial
GEJALA KLINIS
• Tanda syok : nadi cepat dan lemah,ekstremitas pucat dan dingin,penurunan produksi
urin,penurunan tekanan darah
• Gejala syok sepsis hipovolemia : takikardi,vasokontriksi perifer,produksi urin <o,5
cc,tekanan darah turun dan menyempitnya tekanan nadi
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
KOMPLIKASI
DEFINISI
Erupsi alergi obat adalah reaksi alergi pada daerah kulit atau mukokutan yang terjadi
sebagai akibat pemberian obat dengan cara sitemik.
Merupakan reaksi hipersensitivitas ditandai dengan 1 atau lebih makula berbatas
jelas,ukuran bervariasi,gambaran khsanya yaitu kecenderungan berulang di tempat lesi yg
sama bila terpapar kembali obat yg sama.
EPIDEMIOLOGI
- Insidens mencapai 2,66% dari total 27,726 pasien dermatologi selama 1 tahun.
- Erupsi terjadin pada 2-3% pasien yang dirawat di RS, namun hanya 2% yang
berakibat fatal.
- Insidens di negara berkembang berkisar antara 1-3%.
- Hampir 45% dari seluruh pasien denga erupsi di kulit merupakan kasus erupsi obat
alergi.
- Insidens Wanita > pria
- Lebih dari 50% kasus Sindrom Steven Johnsons.
ETIOLOGI
Faktor resiko
a. Faktor yang terkait dengan obat dan cara pemberian
- Sifat kimiawi obat
- Sifat metabolitnya
- Cara pemberian obat
- Dosis dan lama pemberian
PATOGENESIS
GAMBARAN KLINIS
- Erupsi makulapapular
- Urtikaria dan angiodema
- Purpura
- Vaskulitis
- Reaksi fotoalergik
- Pustulosis eksantematosa generalisata akut
DIAGNOSIS
Anamnesis
- Catat semua obat yang dipakai termasuk vitamin dan suplemen dan obat
sebelumnya sering dipakai tapi tidak menimbulkan alergi
- Riwayat pemakaian, lama pemakaian obat masa lampau dan catat bila ada reaksi
(alergi sering timbul karena diberikan selang-seling, berulang dosis tinggi secara
parenteral)
- Lama waktu dibutuhkan mulai pemakaian obat hingga timbul gejala (Rx.anafilaksis:
langsung, gejala alergi obat: 7-10 hari setelah pemakaian pertama)
- Manfes klinis alergi dihubungkan dengan obat tertentu
- Gejala hilang bila obat tersebut dihentikan & timbul kembali bila diberikan obat yang
sama
• Pemeriksaan in vivo
– Uji tempel
Sediaan yg mengandung obat ditempelkan di kulit (biasanya punggung) dinilai 48-72
jam kemudian positif : ada erupsi pruritus,eritema,vesikular,dengan intensitas
ringan
– Uji tusuk
Utk konfirmasi rx tipe I ada kompleks antigen-IgE
– Uji provokasi
Utk memastikan diagnosis alergi obat,tetapi berbahaya karena bisa terjadi anafilaksis
langsung
• Pemeriksaan in vitro
– Pemeriksaan IgG dan IgM,uji aglutinasi dan lisis eritrosit,uji pelepasan
histamin,uji Coombs
Utk membedakan apakah rx kulit karena obat atau bukan
TATA LAKSANA
• Setelah mengetahui obat penyebab distop pemakaian obat tsb atau diganti
• Pengobatan :
– Antihistaminbersifat sedatif ,mengurangi gatal.
– Adrenalin
– Kortikosteroid untuk menghambat reaksi autoimun dan menghambat
inflamasiprednison 3-4 x 10 mg/hari
– Obat topikal untuk lesi lokal pada kulit bedak salisilat (jika kulit kering),larutan asam
salisilat (jika kulit basah)
– Eksantema fikstumkri kks hidrokortison 1-2 %
– Eritroderma (skuamasi dan eritema menyeluruh) salep lanolin 10%
PROFILAKSIS
• Penyuluhan/edukasi
• Surat keterangan
• Prinsip pemeberian obat
– Tepat indikasi
– Tepat obat
– Tepat penderita
– Tepat dosis
– Waspada efek samping
ALERGI MAKANAN
DEFINISI
Alergi makanan adalah reaksi fisiologis yang disebabkan ketika sistem kekebalan tubuh
secara keliru mengidentifikasi makanan yang biasanya tidak berbahaya sebagai perusak
tubuh.
ETIOLOGI
Alergen dalam makanan terutama berupa protein didalamnya. Namun, tidak semua
protein dalam makanan tersebut mampu menstimulasi produksi igE.
Penyebab tersering alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan dan kerang.
Pada anak adalah susu, telur, ikan dan gandum.
Sebagian besar alergi makanan akan hilang setelah pasien menghindari makanannya.
Kecuali alergi kacang-kacangan, ikan dan kerang cenderung menetap atau menghilang
setelah jangka waktu lama.
Makanan sehari-sehari
- Susu sapi
- Telur
- Daging
- Legume
- Kacang tanah
- Kedelai
- Tree nuts
- Biji-bijian
- Ikan
- Crustacea & molluscum
- Sayuran
- Buah-buahan
- Sereal
GAMBARAN KLINIS
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik
REFERENSI
A.V. Hoffbrand, J.E. Petit, P.A.H. Moss, Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta 2005: 221, 295
Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi VI. Jakarta: Interna
Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Kumar, Vinay., Robbins, Stanley., Cotran, Ramzi., 2003. Robbins BasicPathology. Volume 2
Edisi 7. New York: W.B. Saunders Company.
Kumar, Abbas, Fausto, Aster, editors. Robin and Cotran Pathologic Basis of Disease.2010
Medscape