Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASMA BRONKIAL

Disusun Oleh :

Ulil Hikmah Fauziah P27220016141

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2019
A. Definisi
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran
napas) terutama pada percabangan trakeobronkhial yang dapat diakibatkan
oleh berbagai stimulus seperti oleh faktor biokemikal, endokrin, infeksi,
otonomik, dan psikologi (Somantri, 2009). Menurut Davey (2008), asma
merupakan keadaan inflamasi kronis yang menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan reversible dan gejala berupa batuk, mengi atau wheezing, dada
terasa terikat dan sesak napas.

B. Etiologi
Menurut Muttaqin (2008) dan Widjaya (2010) faktor-faktor yang
dapat menimbulkan serangan asma yaitu:

a. Faktor predisposisi
Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita
sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga
bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
Alergen. Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
Perubahan cuaca. Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin
merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin
serbuk bunga dan debu.
Stress. Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma,
selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja. Mempunyai hubungan langsung dengan sebab
terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia
bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri
tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat. Sebagian besar penderita
asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau
aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah
selesai aktifitas tersebut.

C. Tanda dan Gejala


Menurut Plottel (2012), Ringel (2012), dan Saputra (2010) tanda
dan gejala asma bronkhial yaitu : Batuk, bising mengi (wheezing), napas
pendek, dada terasa terikat atau sesak napas (dipsneu), pernapasan yang
tidak nyaman, peningkatan produksi mukus.

D. Patofisiologi
Menurut Firshein (2006), ketika proses bernapas mengalami
gangguan selama asma seringkali diawali dengan faktor pemicu, seperti
allergen, ketika hal tersebut terjadi maka tubuh akan merespon dengan
suatu reaksi sel peradangan yang kuat untuk melawan. Sel-sel tersebut
seperti eosinofil, sel mast, getah bening, basofil, neutrofil, dan makrofag,
sel-sel ini memberikan respon dengan mengeluarkan sejumlah zat kimia
seperti protein-protein dan peroksida beracun yang dimaksudkan
menyerang faktor pemicu, namun juga merusak beberapa jaringan yang
melapisi paru. Lama kelamaan serangan asma seringan sekalipun terbukti
mampu menjadi penyebab atau menjadi rentan terhadap rangsangan.
Sebagai respon kejadian tersebut, jaringan yang melapisi jalan pernapasan
menjadi bengkak dan udara tidak dapat lagi bergerak cepat, produksi
mukus meningkat untuk melindungi jaringan yang rusak, akan tetapi akan
menutupi jalan napas, dan mengurangi kemampuan paru meyerap oksigen.
Saraf simpatis yang terdapat di bronkus, ketika terganggu atau terangsang
maka terjadi bronkokontriksi yang menyebabkan sulit bernapas, hasilnya
adalah gejala khas dari asma, yaitu mengi, napas yang pendek, batuk
berdahak, dan dada terasa sesak.

E. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu :

a) Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang Spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang,
obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik
sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus
spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan
asma ekstrinsik.
b) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
c) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik.
F. Pathway
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi menurut Mansjoer (2008) yang mungkin timbul
adalah:
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini
dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat
menyebabkan kegagalan napas.
2. Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga
dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana
udara hadir di mediastinum. Pertama dijelaskan pada tahun 1819 oleh
Rene Laennec, kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau
situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru, saluran
udara atau usus ke dalam rongga dada .
3. Atelektasis
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernapasan yang sangat dangkal.
4. Aspergilosis
Aspergilosis merupakan penyakit pernapasan yang disebabkan oleh
jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernapasan yang berat.
Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya,
misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk
menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp.
5. Gagal napas
Gagal napas dapat tejadi bila pertukaran oksigen terhadap
karbodioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi
oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel-sel tubuh.
6. Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan
bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil
(bronkhiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi
peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu
batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang
berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena sebagian saluran udara
menjadi sempit oleh adanya lendir.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak >20% menunjukkan diagnosis
asma.
2. Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi asma, seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
4. Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan asma berat.
5. Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya
Miselium aspergilus fumigatus.
6. Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk
membedakan asma dari bronchitis kronik.
I. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya
hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan
Asma
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,
frekuensi, dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya,
serta pada pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat
makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c. Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna,
bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola
eliminasi.
d. Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,
bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor
pencetus terjadinya asma.
e. Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi
berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi
konsep diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stressor
yang dialami pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan asma
yang berulang pun akan semakin tinggi.
g. Pola hubungan dengan orang lain
Gejala asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan
kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h. Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam
kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan asma.
i. Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang
salah dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan pasien.
j. Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik
pencetus serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya
stres. Frekuensi dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara
penanggulangan terhadap stresor.
k. Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien. Keyakinan pasien
terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres yang konstruktif (Perry,
2005 & Asmadi 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas.
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan.
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

3. Perencanaan tindakan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan produksi sekret
Tujuan: Jalan napas menjadi efektif.
Kriteria hasil:
1) Jalan napas bersih.
2) Sesak berkurang.
3) Batuk efektif.
4) Mengeluarkan sekret.
Intervensi:
1) Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas.
2) Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah
fungsi pernapasan.
3) Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
mentriger episode akut.
4) Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat
Rasional: Membantu mempermudah pengeluaran sekret.
5) Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional: Memberikan cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea, mengeluarkan sekret.
6) Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional: Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat
dan mencegah bau mulut.
7) Kolaborasi : Pemberian obat dan humidifikasi, seperti
nebulizer
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan
sekret.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan: Pola napas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1) Pola napas efektif.
2) Bunyi napas normal kembali.
3) Batuk berkurang.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional: Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan
bervariasi tergantung derajat gagal napas.
2) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas.
3) Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional: Memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan.
4) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional: Memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja
napas.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai
oksigen
Tujuan: Dapat mempertahankan pertukaran gas.
Kriteria hasil:
1) Tidak ada dispnea.
2) Pernapasan normal.
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan
dan atau kronisnya proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih
posisi yang nyaman untuk bernapas
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan
napas, dispnea, dan kerja napas.
3) Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional: Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau
sentra (terlihat sekitar bibir atau daun telinga). Keabu-abuan
dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4) Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional: Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil.
Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
5) Auskultasi bunyi napas
Rasional: Bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
udara atau area konsolidasi.
6) Palpasi Fremirus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak.
7) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional: Selama distress pernapasan berat atau akut atau
refraktori pasien secara total tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
8) Kolaborasi: Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional: Dapat memperbaiki memburuknya hipoksia.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan utama atau imunitas
Tujuan: Tidak mengalami infeksi nosokomial.
Kriteria hasil:
1) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
2) Mukosa mulut lembab.
3) Batuk berkurang.
Intervensi:
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
2) Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional: Kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi
paru.
3) Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional: Nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan
tubuh.
4) Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional: Antibiotik dapat mencegah masuknya kuman
kedalam tubuh.
e. Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan: Kecemasan pasien berkurang.
Kriteria hasil:
1) Pasien terlihat tenang.
2) Cemas berkurang.
3) Ekspresi wajah tenang.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kecemasan
Rasional: Mengetahui skala kecemasan pasien.
2) Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional: Menambah tingkat pengetahuan pasien dan
mengurangi cemas.
3) Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
Rasional: Mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa
cemas yang dialaminya.
4) Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional: Mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan: Pola tidur terpenuhi.
Kriteria hasil:
1) Pola tidur 6-7 jam per hari.
2) Tidur tidak terganggu karena batuk.
Intervensi:
1) Kaji pola tidur setiap hari
Rasional: Mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi.
2) Beri posisi yang nyaman
Rasional: Memudahkan dalam beristirahat.
3) Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional: Menciptakan suasana yang tenang.
4) Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional: Menciptakan suasana yang tenang.
5) Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat
dan tidur untuk penyembuhan
Rasional: Menambah pengetahuan.
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan: Aktivitas normal
Kriteria hasil:
1) Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas.
2) Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri.
Intervensi:
1) Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional: Mengetahui tingkat aktivitas pasien.
2) Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan
pasien
Rasional: Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
pasien sehari-hari.
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional: Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien
secara mandiri.
4) Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses
penyembuhan
Rasional: Menambah pengetahuan pasien dan keluarga
(Doenges, 2000).

4. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan salah satu bagian dari
rangkaian asuhan keperawatan dimana pada tahap ini
membandingkan antara kriteria hasil dengan hasil yang dicapai
setelah dilakukan implementasi.
Evaluasi yang diharapkan dari masalah keperawatan yaitu:
a. Jalan napas menjadi efektif.
b. Pola napas kembali efektif.
c. Pertukaran gas dapat dipertahankan.
d. Terhindar dari infeksi nosokomial.
e. Kecemasan pada pasien berkurang.
f. Pola tidur terpenuhi.
g. Aktivitas normal.
DAFTAR PUSTAKA
Mahardika, Aisah, & Pohan. (2013). Perbedaan frekuensi kekambuhan asma
berdasarkan kebiasaan mengikuti senam asma pada penderita di balai
kesehatan paru masyarakat semarang. Jurusan keperawatan. (online).
(jurma.unimus.ac.id/index.php/perawat/article/viewFile/168/168, diakses
pada tanggal 1 Februari 2017).

Khamdan, M. (2013). Asuhan keperawatan keluarga tn.t dengan masalah utama


sistem pernapasan: asma pada ny.t di desa pucangan wilayah kerja
puskesmas kartasura sukoharjo. (online). (eprints.ums.ac.id/25465/15
/NASKAH_PUBLIKASI.pdf, diakses pada tanggal 1 januari 2017).

Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa


medis dan nanda (north american nursing diagnosis association) NIC-
NOC. Yogyakarta: Mediaction publishing.

Fajrin, A. (2012). Asuhan keperawatan keluarga ny. N pada ny.i dengan


gangguan sistem pernafasan: asma di wilayah kerja puskesmas gajahan di
des joyosuran rt 02 rw 05 surakarta. (online). (eprints.ums.ac.id
/20497/15/11._ Naskah_Publikasi.pd, diakses pada tanggal 1 Februari
2017).

Anda mungkin juga menyukai