1 : 24 – 31
ISSN-p : 2088-8139
ISSN-e : 2443-2946
ABSTRAK
Tahap perencanaan dan pengadaan merupakan bagian dari pengelolaan obat yang sangat
berpengaruh terhadap persediaan obat dan biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran perencanaan dan pengadaan obat di instalasi farmasi Rumah
Sakit Umum Daerah Muntilan tahun 2015 – 2016. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan
indikator pengelolaan obat riil terhadap indikator standar. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Desember 2016 – Februari 2017 dengan pengumpulan data sekunder secara retrospektif berupa
laporan keuangan, perencanaan, pengadaan, dan pemakaian obat; serta data primer dilakukan
dengan wawancara terhadap direktur rumah sakit, kepala instalasi farmasi, dan kepala bagian
keuangan. Analisa data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perencanaan dan pengadaan di Instalasi Farmasi RSUD Muntilan belum sepenuhnya sesuai dengan
indikator standar. Hal ini ditunjukkan dari 7 indikator yang dapat diukur, satu indikator sesuai dengan
standar yaitu persentase modal atau dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang dibutuhkan,
sedangkan 6 indikator belum sesuai dengan standar yaitu persentase alokasi dana pengadaan obat,
perbandingan jumlah item obat yang direncanakan dengan jumlah item dalam kenyataan pemakaian,
persentase jumlah barang dalam satu item obat dalam perencanaan dengan jumlah barang dalam
item tersebut dalam kenyataan pemakaian, frekuensi pegadaan item obat, frekuensi kurang
lengkapnya surat pesanan/kontrak, frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit. Sedangkan
indikator yang tidak dapat diukur adalah proporsi jumlah produk yang benar-benar diterima dari
jumlah total yang direncanakan, dan persentase jumlah yang digunakan dari total jumlah yang
tersedia untuk dikonsumsi setelah dikurangi buffer stock. Kata kunci : pengelolaan obat,
perencanaan, pengadaan, instalasi farmasi
ABSTRACT
Planning and procurement which are parts of management drug supply give the biggest effect
on drug inventory and hospital’s cost. This study aimed to describe planning and procurement
systems in Pharmacy Department of Muntilan Regional Public Hospital in year 2015–2016. Study
was conducted by comparing the real drug management supply indicators with standard indicators.
This study was conducted on December 2016 untill February 2017. Data was collected using
retrospective approach for secondary data including data of finance, drug procurement and use; as
well as primary data collected by interview with hospital director, and heads of pharmacy and finance
department. Data was analyzed using descriptive technique. The result showed that drug
management had not been fully in accordance with the standards. It was indicated from 7 measured
indicators, one of them had been in accordance with the standard which was percentage of available
fund compared with cost planned. The other 6 indicators had not been in accordance with the
standard: percentage of drug procurement with fund allocation, percentage of drug item planned
compared with the using, percentage total quantities of a drug item with the using, the procurement
frequency of each drug item, frequency uncompleted of orderlist/contract, frequency of delayed rate
in payment by hospital, and indicators that can’t be measured are proportion of the quantities of
products actually recieved out of total quantities planned, and percentage of quantities used out of
total quantities available for consumption after deduction of buffer stock.
Key words : management drug supply, planning, procurement, pharmacy department
Nilai
Tahap Indikator Tujuan
Pembanding
Perencanaan Persentase modal atau dana yang Untuk mengetahui jumlah dana 100% 8
tersedia dengan keseluruhan danayang tersedia dibandingkan
yang sesungguhnya dibutuhkan 8 kebutuhan yang sebenarnya
Persentase alokasi dana Untuk mengetahui seberapa jauh 30-40% 9
pengadaan obat 9 persediaan dana RS memberikan
dana kepada farmasi
Perbandingan antara jumlah item Untuk mengetahui ketepatan 100% 8
obat yang ada dalam perencanaan obat
perencanaan dengan jumlah item
obat dalam kenyataan pemakaian
8
Hasil penelitian serupa yang dilakukan di tahun 2014 juga lebih besar daripada di
RSUD Sukoharjo Jawa Tengah untuk RSUD Muntilan yaitu sebesar 42,56% 7.
indikator ini sebesar 96,16% 6 dan di RSUD Persentase aloaksi dana yang lebih kecil
Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku ditemukan pada evaluasi pengelolaan obat di
Tenggara sebesar 100% . 4
RSUD Karel Sadsuitubun Kabupaten Maluku
Tenggara pada tahun 2012 4. Perbedaan dapat
Persentase alokasi dana pengadaan diakibatkan oleh berbagai faktor sesuai
obat
dengan keadaan masing-masing rumah sakit.
Besarnya dana yang dialokasikan untuk
Besarnya nilai dana yang dialokasikan oleh
pengadaan obat di Instalasi Farmasi Rumah
rumah sakit untuk pengelolaan obat harus
Sakit Muntilan, dari keseluruhan dana yang
dipergunakan dengan baik agar tidak terjadi
dialokasikan oleh Pemerintah untuk
kebocoran anggaran, salah satunya dengan
pengelolaan rumah sakit pada tahun 2015
cara memperbaiki perencanaan pengadaan
sebesar 26,13% dan tahun 2016 sebesar
obat dan pendataan yang lebih rinci.
27,57%, terdapat kenaikan persentase dari
Anggaran yang kurang memadai merupakan
tahun 2015 ke tahun 2016. Jika dibandingkan
faktor utama terjadinya kekosongan obat di
dengan standar Depkes RI 9 nilai untuk
sarana pelayanan kesehatan 12.
persentase alokasi dana pengadaan obat
Dana yang diterima oleh rumah sakit
adalah 30-40% dari total seluruh anggaran
berasal dari dua sumber yaitu dari APBD
rumah sakit, hasil penelitian di RSUD
dan BLUD. Dana APBD digunakan untuk
Muntilan untuk indikator ini sudah
pembangunan secara fisik rumah sakit,
mendekati namun masih lebih rendah.
sedangkan dana yang digunakan untuk
Persentase alokasi dana pengadaan obat di
pengadaan obat dan alat kesehatan oleh
RSUD H. Hasan Basery, Banjarmasin pada
Instalasi Farmasi adalah dana yang berasal
dari dana BLUD termasuk di dalamnya profesional khususnya apoteker yang ada di
adalah obat-obat klaim INA CBGS. Rumah Sakit Muntilan, di rumah sakit ini
hanya terdapat 4 orang apoteker. Sangat
Perbandingan antara jumlah item obat
yang ada dalam perencanaan dengan dibutuhkan peran apoteker yang khusus
jumlah item obat dalam kenyataan bertanggung jawab dalam proses
pemakaian perencanaan.
Analisis untuk indikator ini dilakukan Tingginya jumlah perencanaan yang
dengan menghitungnya secara perbulan dilakukan dapat berakibat terjadinya
sesuai dengan perencanaan yang dilakukan penumpukan obat di gudang sehingga biaya
oleh pihak instalasi farmasi. Dari analisis data untuk penyimpanan akan semakin tinggi dan
didapatkan hasil untuk tahun 2015 sebesar resiko obat rusak semakin besar.
104,08% dan pada tahun 2016 terjadi
penurunan dengan hasil sebesar 80,80%. Frekuensi pengadaan tiap item obat
Hasil belum sesuai dengan standar. Rata-rata frekuensi pengadaan item
Menurunnya persentase hasil dari obat yang dilakukan oleh Rumah Sakit
tahun 2015 ke tahun 2016 disebabkan rata- Umum Muntilan pada tahun 2015 sebesar
rata perencanaan obat terjadi penurunan, dari 4,16 kali dan 3,54 kali pada tahun 2016.
436 item obat pada tahun 2015 menjadi 327 Pengadaan obat di Rumah Sakit Muntilan
item pada tahun 2016, sedangkan rata-rata tergolong masih rendah, hal ini dikarenakan
pemakaian tidak berbeda jauh. Hasil yang pemesanan yang dilakukan dalam jumlah
fluktuatif ini dikarenakan oleh perencanaan yang cukup besar sehingga tingkat frekuensi
yang kurang baik dimana pada tahun 2015 pemesanan pun kecil. Menurunnya frekuensi
perencanaan jauh melebihi penggunaan pemesanan di tahun 2016 karena masih
sehingga masih ada sisa obat di dalam adanya stok dari tahun 2015, sedangkan rata-
gudang, oleh karena itu perencanaan di rata pemesanan dalam jumlah yang sama,
tahun 2016 menjadi turun. Penyimpangan sehingga frekuensi pengadaannya pun turun.
perencanaan juga ditemukan pada hasil Semakin banyak jumlah barang yang
penelitian Djatmiko dkk. 2, Ihsan dkk. 5, Wati disimpan di gudang maka fasilitas yang
dkk. 4, dan Febreani dkk. 13 dengan rentang digunakan pun semakin banyak, antara lain
penyimpangan sampai dengan 20%. ruang penyimpanan yang lebih besar dan
biaya penyimpanan yang lebih tinggi.
Perbandingan antara jumlah barang Menurut Pudjaningsih 8 frekuensi pembelian
dalam satu item obat yang ada dalam semakin sering adalah semakin baik asal
perencanaan dengan jumlah barang tidak mengganggu pelayanan. Oleh karena
dalam item tersebut dalam kenyataan
itu semakin sedikit barang yang ada di
pemakaian
Pada tahun 2015 nilainya sebesar gudang, frekuensi pembelian akan semakin
267,42% dan pada tahun 2016 sebesar tinggi. Frekuensi pengadaan obat di tiap
193,45%. Hasil menunjukkan berlebihnya rumah sakit berdasarkan penelitian-
obat yang direncanakan sehingga apabila penelitian sebelumnya bervariasi. Frekuensi
dilakukan pengadaan, ada banyak obat yang pengadaan obat yang relatif ekcil di rumah
tidak terpakai pada periode tersebut. Hal ini sakit dapat disebabkan karena aturan
terjadi karena tidak tepatnya perencanaan penggunaan yang tidak bisa dipecah-pecah
yang dilakukan sehingga tidak dapat dan harus melakukan pembelian sekaligus 14.
memperkirakan secara tepat kebutuhan riil
Frekuensi kurang lengkapnya surat
obat-obat dan alat kesehatan untuk Rumah
pesanan/ kontrak
Sakit Muntilan. Maka pengelolaan obat pada Pada tahun 2016 dari 45 surat pesanan
indikator ini belum sesuai standar. Penyebab yang didapatkan terjadi 16 kali
lain yang mengakibatkan ketidaktepatan ketidaklengkapan terhadap surat pesanan
perencanaan adalah kurangnya tenaga yang ada, maka persentase faktur tidak sesuai
dengan surat pesanan ada 35,55% sedangkan pihak distributor yang tidak selalu tepat
untuk tahun 2015 tidak dapat dianalisis. pengantaran obat dan penandatanganan
Ketidaklengkapan surat pesanan di Instalasi berkas. Permasalah keterlambatan
Farmasi RSUD Muntilan ini adalah kurangnya pembayaran dapat bersumber dari banyak
barang yang datang baik item obat maupun faktor tergantung dengan keadaan masing-
jumlah barang dalam item obat tersebut. masing rumah sakit.
Dalam setiap pemesanan idealnya
mendapatkan barang dengan item dan KESIMPULAN
jumlah yang sesuai dengan pesanan. Sistem perencanaan yang dilakukan
Tingginya nilai kesalahan faktur ini dapat oleh Rumah Sakit Umum Muntilan pada
mengakibatkan terganggunya pelayanan obat Tahun 2015 dan 2016 adalah dengan metode
kepada pasien karena bisa mengakibatkan konsumsi yang dipadukan dengan melihat
terjadinya stock out. pola penyakit yang ada di masyarakat.
Menurut wawancara dengan Direktur Perencanaan dilakukan setiap satu bulan
Rumah Sakit, obat-obat yang lebih sering sekali dan obat-obat yang diadakan
tidak sesuai pesanan adalah obat-obat BPJS. mengikuti daftar obat yang ada dalam
Pihak rumah sakit telah memesan melalui e- Formularium Rumah Sakit. Sistem
procurement yang mana obat tersebut pengadaan dan pemesanan yang dilakukan
berstatus tersedia untuk dipesan, namun dengan cara e-procurement dan e-purchasing
kenyataannya obat tersebut habis stoknya untuk obat-obat BPJS dan dengan pemesanan
sehingga rumah sakit harus menggantinya langsung kepada PBF untuk obat umum.
dengan obat non-BPJS dengan harga yang Gambaran indikator pengelolaan obat
lebih mahal. pada tahap perencanaan dan pengadaan di
Instalasi Farmasi RSUD Muntilan belum
Frekuensi tertundanya pembayaran sesuai dengan standar. Hal ini ditunjukkan
Analisis ini hanya dapat dilakukan dari 7 indikator yang dapat diukur, satu
untuk tahun 2016 saja karena data pada indikator sesuai dengan standar yaitu
tahun 2015 tidak dapat ditelusuri. Hasil persentase modal atau dana yang tersedia
analisis data menunjukkan rata-rata waktu dengan keseluruhan dana yang dibutuhkan,
tunda pembayaran oleh rumah sakit adalah sedangkan 6 indikator belum sesuai dengan
sebesar 16,72 hari dari waktu yang telah standar yaitu persentase alokasi dana
disepakati. Keterlambatan pembayaran pengadaan obat, perbandingan jumlah item
kepada pemasok oleh Rumah Sakit Umum obat yang direncanakan dengan jumlah item
Muntilan bukan dikarenakan dalam kenyataan pemakaian, persentase
ketidakmampuan rumah sakit untuk jumlah barang dalam satu item obat dalam
membayar namun lebih karena sistem perencanaan dengan jumlah barang dalam
pelaporan dari pihak gudang yang direkap item tersebut dalam kenyataan pemakaian,
menjadi satu bulan sehingga memakan frekuensi pegadaan item obat, frekuensi
waktu yang lama. Hasil belum sesuai kurang lengkapnya surat pesanan/kontrak,
dengan standar. frekuensi tertundanya pembayaran oleh
Penelitian yang dilakukan oleh rumah sakit. Sedangkan indikator yang tidak
Sasongko dkk. 6 nilai untuk indikator dapat diukur adalah proporsi jumlah produk
frekuensi keterlambatan pembayaran yang yang benar-benar diterima dari jumlah total
dilakukan di RSUD Sukoharjo menunjukkan yang direncanakan, dan persentase jumlah
hasil sebesar 36,45 hari. Hal ini disebabkan yang digunakan dari total jumlah yang
oleh waktu dalam proses pemberkasan di tersedia untuk dikonsumsi setelah dikurangi
rumah sakit yang prosesnya panjang dan buffer stock.
DAFTAR PUSTAKA
Tahun 2014. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina.
2015;1(2): 248-255.
1. Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri
8. Pudjaningsih D. Pengembangan
Kesehatan, Nomor 58 Tentang Standar
Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Farmasi Rumah Sakit. Jurnal Logika.
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
2006;3(1).
2. Djatmiko M, Rahayu E. Evaluasi Sistem
9. Depkes RI. 2010. Materi Pelatihan
Pengelolaan Obat Di Instalasi Farmasi
Manajemen Kefarmasian di Instalasi
RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun
Farmasi Kabupaten/Kota. Kemenkes RI.
2007. Jurnal Ilmu Farmasi dan Farmasi
Jakarta.
Klinik. 2008;5(2): 27 – 31.
10. World Health Organization. 2011.
3. Fakhriadi A, Marchaban, Pudjaningsih
Harmonized Monitoring and Evaluation
D. Analisis Pengelolaan Obat di
Indicators Procurement and Supply
Instalasi Farmasi Rumah Sakit PKU
Management Systems. WHO Document
Muhammadiyah Temanggung Tahun
Production Services. Geneva.
2006, 2007 dan 2008. Jurnal Manajemen
11. Laing RO, Hogerzeil HV, Ross-Degnan
dan Pelayanan Farmasi. 2011;1(2): 94 –
D. Ten recommendations to improve
102.
use of medicines in developing
4. Wati W, Fudholi A, Pamudji G. Evaluasi
countries. Health policy and planning.
Pengelolaan Obat Dan Strategi
2001;16(1):13-20.
Perbaikan Dengan Metode Hanlon Di
12. Kagashe GA, Massawe T. Medicine
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tahun
Stock Out and Inventory Management
2012. Jurnal Manajemen dan Pelayanan
Problems in Public Hospitals in
Farmasi. 2013;3(4): 283 – 290.
Tanzania: A Case of Dar Es Salaam
5. Ihsan S, Amir SA, Sahid M. Evaluasi
Region Hospitals. International Journal
Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi
of Pharmacy. 2012;2(2):252-9.
Rumah Sakit Umum Daerah
13. Febreani SH, Chalidyanto D.
Kabupaten Muna Tahun 2014.
Pengelolaan Sediaan Obat Pada
Pharmauho. 2015;1(2): 23-28.
Logistik Farmasi Rumah Sakit Umum
6. Sasongko H, Octadevi OM. Gambaran
Tipe B di Jawa Timur. Jurnal
Pengelolaan Obat Pada Indikator
Administrasi Kesehatan Indonesia. 2016;
Procurement di RSUD Sukoharjo Jawa
4(2):136 – 145.
Tengah. Journal of Pharmaceutical Science
14. Istinganah, Danu SS, Santoso AP.
and Clinical Research. 2016;01: 21-28.
Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari
7. Saputera MMA. Evaluasi Pengelolaan
Dana APBD Tahun 2000 – 2001
Obat Tahap Seleksi Dan Perencanaan
Terhadap Ketersediaan dan Efisiensi
Di Era Jaminan Kesehatan Nasional Di
Obat. Jurnal Manajemen Pelayanan
Rsud H. Hasan Basery Kandangan
Kesehatan. 2006; 9(1):31 – 41.