Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan pada trimester pertama kehamilan dapat terjadi pada seperlima dari
seluruh kehamilan dan hampir separuh dari jumlah tersebut mengalami
keguguran. Kejadian aborsi spontan diperkirakan mencapai sekitar 15-22% dari
seluruh kehamilan. Istilah abortus dipakai untuk menunjukan pengeluaran hasil
konsepsi sebulum janin dapat hidup di luar kandungan.1
Aborsi adalah fakta yang hingga kini menjdi kontroversi, tidak hanya di
Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia bahkan di negara Amerika yang sering
dijadikan ikon negara pendukung utama liberalism.1,2
Angka kejadian aborsi di dunia cukup mencengangkan, menurut data WHO
tahun 2000, dua pertiga dari 75 juta kehamilan yang tidak diinginkan di dunia
akan berakhir dengan aborsi di sengaja. Dua puluh juta diantaranya dilakukan
secara tidak aman. Sedangkan di Indonesia setiap tahunnya terjai kurang lebih 2
juta kasus aborsi, artinya 43 kasus/100 kelahiran hidup (sensus 2000). Angka
tersebut memberikan gambaran bahwa masalah abortus di Indonesia masih cukup
besar.2
Maraknya aborsi di masyarakat dapat dilihat dari data-data yang antara lain
disampaikan oleh Federasi Perkumpulan keluarga Berencana Internasional tanggal
28 Juni 1993 yang menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 15 juta perempuan
berusia15-18 tahun megalami ehamilan kecelakaan, 5 juta diantaranya melakukan
abortus atau yang biasa sering disebut aborsi. Di Indonesia diperkirakan setip
tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak aman.2,3
2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Sebagai batasan adalah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

II. EPIDEMIOLOGI

Insidensi dari aborsi bervariasi tergantung dari variabel yang digunakan untuk
menentukan status aborsi dari suatu kehamilan. Menurut penelitian yang
dilakukan Aan Guttmacher Institute, angka kejadian aborsi di Amerika Serikat
adalah 1.287.000 kasus pada tahun 2003 dengan rasio 20.8 per 1000 kelahiran
pada wanita usia produktif (15 – 49 tahun). Di Indonesia sendiri, sebuah
penelitian menunjukkan angka kejadian aborsi sebesar 2.000.000 kasus pada
tahun 2000 dengan rasio 37 per 1000 kelahiran pada wanita usia produktif (15 –
49 tahun). Penelitian ini dilakukan pada fasilitas kesehatan dari 6 wilayah. Dari
penelitian yang telah dilakukan, terbukti sebagian besar perempuan yang
melakukan aborsi memiliki profil khusus yaitu mereka yang cenderung sudah
menikah dan hampir dua pertiga sudah pernah duduk di bangku Sekolah
Menengah Atas. Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa hanya 38% dari
perempuan pernah kawin yang pernah duduk di bangku Sekolah Menengah Atas.
Selanjutnya ditemukan bahwa hampir setiap klien yang melakukan aborsi berusia
lebih dari 20 tahun (58% berusia lebih dari 30 tahun). Dan hampir separuh dari
perempuan – perempuan tersebut sudah memiliki paling sedikit dua anak. Hampir
sebagian besar dari mereka yang melakukan praktek aborsi mengaku karena sudah
tidak ingin memiliki anak lagi.
3

III. ETIOLOGI

Secara umum, terdapat tiga faktor yang dapat menyebabkan abortus spontan,
yaitu faktor fetus, faktor ibu dan faktor paternal. Lebih dari 80% abortus terjadi
pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini
diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama, tingkat
abotus dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang.

a) Faktor Fetus

Berdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar


50-60% dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai
kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal
trisomy, monosomy X dan polyploidy.
Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang
mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan
kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai
daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural
dapat diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa
abnormalitas tersebut.

b) Faktor Ibu

Menurut Sotiriadis dan kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai


riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran pada
kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua. Pada wanita
hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut, risiko untuk
terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50%.
Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan
nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun servik, kesamaan dan
ketidaksamaan imunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik
dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu
meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urealyticum dari
4

traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan pada


hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis, merupakan
abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbukan oleh
penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus,
tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur, abortus
sering disebabkan kekurangn sekresi progesteron yang pertama oleh korpus
luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron mempertahankan
desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan
dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada saat ini, tampak bahwa hanya
malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya kemungkinan
abortus. Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan
dari pada wanita yang tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan risiko
abortus spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang.
Kira-kira 10% hingga 15% wanita hamil yang mengalami keguguran berulang
mempunyai kelainan pada rahim seperti septum parsial atau lengkap. Anomali ini
dapat menyebabkan keguguran melalui implantasi yang tidak sempurna karena
vaskularisasi abnormal, distensi uterus, perkembangan plasenta yang abnormal
dan peningkatan kontraktilitas uterus.

c) Faktor Paternal

Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigot mempunyai


terlalu sedikt atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan
abortus.
5

IV. KLASIFIKASI

Secara umum, aborsi dibagi menjadi :


1. Abortus spontan
a. Abortus yang mengancam (iminens)
Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan, dimana terjadi
perdarahan pervaginam tetapi ostium uteri masih tertutup dan hasil
konsepsi masih baik dalam kandungan.

b. Abortus insipien
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam dimana
serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri.
c. Abortus inkomplit
Abortus inkomplit adalah sebagian hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri masih ada yang tertinggal.
d. Abortus komplit
Abortus komplit adalah seluruh hasil konsepsi telah keluar dari
kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu
e. Abortus tertunda
Ditandai oleh kematian janin tanpa disertai pengeluaran hasil
konsepsi.
f. Abortus septik
Abortus yang disertai dengan infeksi pada uterus.

2. Abortus yang diinduksi


Abortus yang dicetuskan karena pertimbangan medis atau secara
elektif.
6

V. PATOGENESIS

Menurut Sastrawinata et al, pada permulaan, kebanyakan abortus spontan


terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke
dalam desidua basalis, lalu diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya pada daerah
implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya perdarahan per
vaginam, kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas. Karena
dianggap benda asing, maka menyebabkan uterus berkontraksi untuk
mengeluarkannya, segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar
rongga rahim (ekspulsi).
Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya
terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan, oleh sebab itum pengobatan
untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan
banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Pada kehamilan dibawah 8 minggu,
hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus
desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 – 14 minggu, telah masuk
agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal, karena itu
akan banyak terjadi perdarahan dan sering terdapat sisa-sisa korion (plasenta)
tertinggal. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara, yaitu :
1. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan
sisa desidua
2. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion
dan desidua
3. Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin
keluar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang
dikeluarkan)
4. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh, kuretase
diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau
infeksi lebih lanjut.
7

VI. GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada abortus pada umumnya sama, antara lain :


a. Perdarahan atau bercak darah dari jalan lahir pada trimester pertama
b. Jumlah darah umumnya sedikit
c. Warna darah bervariasi dari kecoklatan hingga merah segar
d. Perdarahan bisa berlangsung hingga beberapa hari
e. Biasa didahului oleh mulas – mulas atau sakit pinggang

VII. DIAGNOSIS

a. Abortus iminens
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Perdarahan pervaginam yang tidak terlalu banyak, dapat berupa bercak –
bercak darah
- Tidak disertai dengan nyeri atau keram perut
- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo : Ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan

b. Abortus insipiens
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Biasa berupa darah merah segar yang mengalir
- Disertai dengan nyeri atau keram pada perut/pinggang
- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir
8

Pemeriksaan fisik
- Inspekulo : Ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina
Portio terbuka
Tidak ditemukan jaringan

c. Abortus inkomplit
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Bisa berupa darah segar yang mengalir
- Disertai dengan nyeri atau keram pada perut/pinggang
- Ada riwayat pengeluaran sebagian hasil konsepsi
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo : Ditemukan darah segar di sekitar dinding vagina
Portio terbuka
Bisa ditemukan sebagian hasil konsepsi pada jalan lahir

d. Abortus komplit
Anamnesis
- Perdarahan pada trimester pertama kehamilan
- Darah biasa berupa bercak – bercak
- Disertai dengan nyeri atau kram perut/pinggang yang ringan
- Ada riwayat pengeluaran seluruh hasil konsepsi
Pemeriksaan fisik
- Inspekulo : Ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan

e. Abortus tertunda
Anamnesis
- Uterus yang berkembang lebih rendah dibandingkan usia kehamilannya
- Bisa tidak ditemukan perdarahan atau hanya bercak – bercak
9

- Tidak ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir

Pemeriksaan fisik
- Inspekulo : Bisa ditemukan bercak darah di sekitar dinding vagina
Portio tertutup
Tidak ditemukan jaringan

f. Abortus septik
Anamnesis
- Ditemukan satu atau lebih tanda – tanda abortus di atas
- Riwayat sedang menggunakan IUD
- Riwayat percobaan aborsi sendiri
Pemeriksaan fisik
- Demam > 38oC
- Inspekulo : ditemukan salah satu tanda abortus seperti di atas

Pemeriksaan penunjang :
- Serum β-hCG
Serum β-hCG > 6500 IU per mL disertai dengan USG abdomen
merefleksikan 90% kehamilan intrauterin
- USG
Gerakan jantung janin harusnya sudah bisa dilihat sejak masa gestasi 6 –
7 minggu

VIII. DIAGNOSIS BANDING

 Kehamilan ektopik
 Mola hidatidosa
10

IX. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Umum
Pada keadaan abortus kondisi ibu bisa memburuk dan menyebabkan
komplikasi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah penilaian cepat terhadap
tanda vital (nada, tekanan darah, pernasapan dan suhu).
Pada kondisi di jumpai tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan antibiotika dengan kombinasi:
1. Ampicilin 2 gr IV /IM kemudian 1 gr setiap 6 jam
2. Gentamicin 5 mg/KgBB setiap 24 jam
3. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera melakukan rujukan ke pelayanan kesehatan Sekunder / RS

Penatalaksaan Khusus sesuai dengan Jenis Abortus


1. Abortus imminens:
a. Pertahankan kehamilan
b. Tidak perlu pengobatan khusus
c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual
d. Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi
e. Jika perdarahan tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG, nilai
kemungkinan adanya penyebab lain.
f. Tablet penambah darah
g. Vitamin ibu hamil diteruskan

2. Abortus insipiens
a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan rasa tidak
nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan informasi mengenai
kontrasepsi paska keguguran.
b. Jika usia kehamilan < 16 minggu : lakukan evakuasi isi uterus;
11

Jika evakuasi tidak dapat dilakukaN segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM


(dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu)
c. Jika usia kehamilan > 16 minggu:
Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi hasil
konsepsi dari dalam uterus. Bila perlu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1
L NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit
d. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, Bila
kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
e. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium
f. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan
pulang.

3. Abortus inkomplit
a. Lakukan konseling
b. Observasi tanda vital (tensi, nadi, suhu, respirasi)
c. Evaluasi tanda-tanda syok, bila terjadi syok karena perdarahan, pasang IV
line (bila perlu 2 jalur) segera berikan infus cairan NaCl fisiologis atau
cairan ringer laktat disusul dengan darah.
d. Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan <16 minggu, gunakan jari
atau forcep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari
serviks. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan < 16 minggu, lakukan
evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode yang
dianjurkan.
Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan apabila AVM tidak tersedia. Jika
evakuasi tidak dapat dilakuka segera: berikan ergometrin 0.2 mg IM (dapat
diulang 15 menit kemudian bila perlu)
e. Jika usia kehamilan > 16 minggu berikan infus oksitosin 40 IU dalam 1 L
NaCl 0,9% atau RL dengan kecepatan 40 tetes per menit.
12

f. Lakukan pemantauan paska tindakan setiap 30 menit selama 2 jam, Bila


kondisi baik dapat dipindahkan ke ruang rawat.
g. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium
h. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen,
dan produksi urin tiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar Hb setelah 24
jam. Bila kadar Hb > 8gr/dl dan keadaan umum baik, ibu diperbolehkan
pulang.

4. Abortus komplit
Tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia
perlu diberikan sulfas ferosus dan dianjurkan supaya makanannya mengandung
banyak protein, vitamin dan mineral.

X. PENCEGAHAN

1. Pemeriksaan rutin antenatal


2. Makan makanan yang bergizi (sayuran, susu,ikan, daging,telur).
3. Menjaga kebersihan diri, terutama daerah kewanitaan dengan tujuan
mencegah infeksi yang bisa mengganggu proses implantasi janin.
4. Hindari rokok, karena nikotin mempunyai efek vasoaktif sehingga
menghambat sirkulasi uteroplasenta.
5. Apabila terdapat anemia sedang berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg/hari
selama 2 minggu,bila anemia berat maka berikan transfusi darah.

XI. KOMPLIKASI

1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh
tenaga yang tidak ahli
13

3. Infeksi dan tetanus


4. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh :
 Perdarahan yang banyak  syok hemoragik
 Infeksi yang berat atau sepsis  syok septik/endoseptik

XII. PROGNOSIS

Resiko dari kematian atau komplikasi medis yang serius lebih banyak
terjadi pada wanita dengan kehamilan cukup bulan dibandingkan aborsi.
Kesehatan secara umum lebih baik pada pasien abortus dibandingkan
kelahiran cukup bulan. Resiko kematian yang berkaitan dengan kehamilan
dan kelahiran berkisar 7 – 8 per 100.000 kelahiran sedangkan bila dikaitkan
dengan abortus, berkisar kurang dari 1 per 100.000 kelahiran. Beberapa studi
tidak menunjukkan hubungan yang signifikan antara aborsi dengan
penurunan kesuburan atau resiko terjadinya kehamilan ektopik. Sebuah studi
di Cina berkaitan dengan pemakaian mifepristone dan misoprostol
menunjukkan tidak ada hubungan antara pemakaian obat tersebut dengan
peningkatan resiko kehamilan prematur.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Porter TF, et al. 2008. Early pregnancy lost. Dalam : Danforth’s obstetrics
and gynecology. Edisi ke-10. Penyunting : Gibs RS, Karlan BY. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.

2. Cuninngham F.G, dkk. Obstetri William. Edisis 21. Vol 2. EGC : Jakarta.
2006.

3. Surette AM. Et al. 2013.Early pregnancy risk. Dalam Current diagnosis and
treatment obstetrics & gynecology. Edisi ke-11. Penyungting Cherney AH &
Nathan L. Singapura: McGraw-Hill.

4. Martonffy AI. Et al. 2012. First trimester complications. Prim care. 39 (1):71-
82.

5. Martaadisoebrata, D. dan Sumapradja, Ilmu kebidanan. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. 2002.

6. Prawirohadjo, S. dan Wiknjosastro, H. Ilmu kandungan. Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. 1999.

Anda mungkin juga menyukai