Anda di halaman 1dari 42

BAB 36

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA


E
BAB 36

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA

A. UMUM

Titik berat Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II)


diletakkan pada bidang ekonomi seiring dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM). Oleh karena itu,
pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera yang
merupakan bagian penting dari pembangunan SDM akan makin
terasa peranannya dalam mewujudkan sasaran pembangunan dalam
PJP II. Pembangunan kependudukan bertujuan untuk meningkatkan
kualitas penduduk sebagai sumber daya manusia agar menjadi
kekuatan pembangunan bangsa yang efektif dan bermutu.
Pembangunan keluarga sejahtera bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan keluarga yang berlandaskan nilai-nilai agama dan nilai-
nilai luhur budaya bangsa serta menumbuhkan dan
mengembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera.

319
B. KEPENDUDUKAN

I. PENDAHULUAN

Pembangunan kependudukan adalah upaya pengendalian


kuantitas dan peningkatan kualitas penduduk serta peningkatan
kualitas keluarga dan mengarahkan persebaran penduduk dalam
rangka mewujudkan tingkat kehidupan yang lebih baik. Sesuai
dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera,
kependudukan adalah hal-ihwal yang berkaitan dengan jumlah, ciri
utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, penyebaran, kualitas,
kondisi kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi, sosial-
budaya, agama, serta lingkungan hidup penduduk. Dengan
demikian, pembangunan kependudukan merupakan salah satu
bentuk penjabaran pembangunan untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia sehingga dapat mendukung pembangunan
ekonomi dan menjadi insan yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur serta memiliki
semangat kerja, maju, dan mandiri.

Pengendalian pertumbuhan penduduk antara lain diupayakan


melalui gerakan keluarga berencana untuk mewujudkan norma
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Adapun pengendalian
kuantitas penduduk berkaitan dengan penetapan jumlah, struktur,
dan komposisi serta pertumbuhan dan persebaran penduduk yang
ideal. Demikian pula, pembangunan kependudukan dilaksanakan
dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi
lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk
diupayakan agar sesuai dengan kesempatan kerja dan pembangunan
daerah. Hal ini antara lain diselenggarakan melalui pengarahan
migrasi antar desa-kota, antar daerah, antar pulau dan antar negara,
sesuai dengan terbukanya kesempatan kerja.

320
Ga r i s - ga r i s Besar Haluan Negara (GBHN) 1993
mengamanatkan bahwa dalam PJP II pembangunan kependudukan
diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan pengendalian
laju pertumbuhan penduduk, serta perwujudan keluarga kecil,
bahagia, dan sejahtera. Oleh karena itu, upaya penurunan tingkat
pertumbuhan penduduk perlu dilanjutkan dan lebih ditingkatkan.
Di samping itu, GBHN 1993 juga mengamanatkan agar upaya
persebaran penduduk secara s e r a s i , antara lain melalui
transmigrasi, perlu dilanjutkan dan lebih diarahkan kepada
transmigrasi swakarsa.

Mobilitas dan penyebaran penduduk ditujukan untuk mencapai


persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya
keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan
daya tampung lingkungan.

Selanjutnya, dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun


Keenam (Repelita VI) GBHN 1993 menggariskan bahwa
pembangunan kependudukan diarahkan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan dan kemampuan manusia serta masyarakat
Indonesia sebagai pelaku utama dan sasaran pembangunan. Untuk
itu, perlu terus dikembangkan iklim kemasyarakatan yang
mendukung bagi terwujudnya peningkatan kualitas sumber daya
manusia melalui upaya pembangunan di berbagai bidang dan
sektor.

Dalam Repelita VI GBHN 1993 juga mengamanatkan bahwa


pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mempertimbang-
kan keterkaitannya dengan upaya pelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup, penciptaan keserasian antar generasi, serta
peningkatan kesejahteraan rakyat. Penduduk usia lanjut yang
memiliki pengalaman luas dan kearifan perlu diberikan perhatian
untuk tetap berperan dalam pembangunan.

GBHN 1993 memberikan petunjuk bahwa penduduk yang


besar jumlahnya sebagai sumber daya manusia yang potensial dan

321
produktif bagi pembangunan nasional merupakan salah satu modal
dasar dan juga faktor dominan dalam pembangunan nasional.
Pembangunan kependudukan dalam PJP II dan Repelita VI
disusun dan diselenggarakan dengan berdasarkan pada pengarahan-
pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.

II. PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DALAM PJP I

Selama PJP I pembangunan kependudukan telah berhasil


menurunkan laju pertumbuhan penduduk secara bermakna, yaitu
dari 2,32 persen per tahun selama kurun waktu 1971-1980 menjadi
1,66 persen pada akhir PJP I. Laju pertumbuhan itu lebih rendah
dari pada sasaran laju pertumbuhan penduduk masa yang sama yaitu
1,8 persen. Penurunan laju pertumbuhan penduduk merupakan
dampak dari penurunan angka kelahiran kasar dari 44,0 kelahiran
per seribu penduduk pada tahun 1971 menjadi 24,5 kelahiran per
seribu penduduk pada tahun 1993. Demikian juga angka kelahiran
total menurun dari 5,6 anak per wanita pada kurun waktu
1967-1970 menjadi 2,87 anak pada akhir PJP I yang lebih rendah
dari pada sasaran semula sebesar 2,99 anak. Keberhasilan
pengendalian pertumbuhan penduduk antara lain berkat peran serta
masyarakat dalam berkeluarga berencana.

Penurunan pertumbuhan penduduk membawa dampak pada


peningkatan kualitas penduduk seperti ditunjukkan dengan
menurunnya angka kematian bayi dari 145,0 per seribu kelahiran
hidup pada tahun 1967 menjadi 58 pada akhir PJP I serta
menurunnya angka kematian kasar dari 19,1 per seribu penduduk
pada kurun waktu 1967-1970 menjadi 7,9 pada akhir PJP I. Di
samping itu, tingkat melek huruf masyarakat meningkat dari 71,1
persen pada tahun 1980 menjadi 84,1 persen tahun. 1990, sedangkan
perbaikan keadaan gizi dan kesehatan penduduk secara
tidak langsung, telah meningkatkan harapan hidup penduduk dari
45,7 tahun pada tahun 1967 menjadi 62,7 tahun pada akhir PJP I.

322
Pembangunan yang tersebar di seluruh wilayah tanah air telah
meningkatkan partisipasi angkatan kerja termasuk angkatan kerja
wanita. Demikian pula halnya dengan persebaran penduduk melalui
pembangunan transmigrasi dan penyebaran angkatan kerja antar-
daerah (AKAD) telah makin menyeimbangkan persebaran
penduduk di daerah luar Pulau Jawa. Perpindahan penduduk ke
luar Pulau Jawa melalui program transmigrasi selama PJP I
berjumlah sekitar 8 juta orang. Dibandingkan dengan angka
migrasi ke Pulau Jawa, jumlah migrasi ke luar Pulau Jawa masih
lebih besar. Dengan berkembangnya program transmigrasi ke luar
Pulau Jawa telah tercipta lapangan kerja baru sekitar 1,5 juta
keluarga.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG


PEMBANGUNAN

Pembangunan kependudukan selama PJP I telah berhasil


menurunkan laju pertumbuhan penduduk secara bermakna serta
mewujudkan keluarga sejahtera. Upaya itu akan dilanjutkan dan
ditingkatkan dalam PJP II. Dalam rangka itu perlu dikenali
tantangan dan kendala yang akan dihadapi serta peluang-peluang
yang dapat dimanfaatkan.

1. Tantangan
Meskipun kesejahteraan penduduk telah meningkat selama
PJP I, berbagai indikator kualitas penduduk masih menunjukkan
angka yang memprihatinkan. Misalnya, penduduk Indonesia yang
buta aksara masih sebesar 15,9 persen pada tahun 1990, angka
kematian bayi masih tinggi yaitu 58 kematian per seribu kelahiran
dan angka harapan hidup rata-rata baru mencapai 62,7 tahun pada
tahun 1993. Apabila dibandingkan dengan negara-negara
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), angka kualitas
hidup tersebut masih lebih rendah. Keadaan tersebut terkait dengan
masih banyaknya penduduk Indonesia yang berada di bawah garis

323
kemiskinan. Oleh karena itu, peningkatan kualitas penduduk
merupakan tantangan bagi pembangunan kependudukan dalam
PJPII.

Sementara itu, laju pertumbuhan penduduk Indonesia akan


terus meningkat walaupun angka kelahiran telah berhasil ditekan.
Apabila peningkatan jumlah penduduk tidak dikendalikan, dapat
terjadi ketidak seimbangan antara kuantitas penduduk dengan daya
dukung dan daya tampung lingkungan alam, buatan dan lingkungan
sosial. Selain itu, pertumbuhan penduduk menyebabkan
membesarnya jumlah penduduk muda dan meningkatnya jumlah
anak usia sekolah dan angkatan kerja usia muda yang berdampak
pada peningkatan kebutuhan akan pendidikan, kesehatan, dan
lapangan kerja. Demikian pula, kebutuhan pangan, papan,
sandang, dan kebutuhan pokok barang dan jasa lainnya juga akan
meningkat. Oleh karena itu, tantangan utama dalam PJP II adalah
mengendalikan pertumbuhan dan kuantitas penduduk agar tercipta
struktur, komposisi, dan pertumbuhan penduduk yang ideal dan
dinamis.

Pulau Jawa, dengan luas sekitar 7 persen dari wilayah


Indonesia, dihuni oleh 111,8 juta orang pada tahun 1993, dengan
kepadatan penduduk 846 orang per kilometer persegi. Sementara
itu, pada tahun yang sama, Irian Jaya dengan luas tanah 421,9 ribu
kilometer persegi dihuni oleh 1,8 juta orang, dengan kepadatan
hanya sekitar 4,3 orang per kilometer persegi. Ketimpangan
persebaran penduduk seperti yang digambarkan di atas
mengakibatkan sumber daya alam di daerah padat penduduk
mengalami tekanan eksploitasi berlebihan, sedangkan di daerah
jarang penduduk kurang dikelola secara efektif. Sementara itu,
perpindahan penduduk dari Pulau Jawa ke luar Pulau Jawa
sebagian besar adalah para petani dan buruh tani beserta
keluarganya yang relatif berpendidikan rendah. Sebaliknya,
perpindahan penduduk ke Pulau Jawa sebagian besar berusia muda,
belum menikah, serta relatif lebih berpendidikan. Keadaan ini
kurang menguntungkan bagi upaya peningkatan kualitas SDM di

324
luar Pulau Jawa. Demikian pula, meningkatnya
arus urbanisasi penduduk dari desa ke kota,
perluasan wilayah perkotaan, dan
berkembangnya kawasan perdesaan menjadi
perkotaan menyebabkan pola perpindahan yang
kurang mendukung penyebaran tenaga kerja yang
lebih seimbang di berbagai daerah. Hal itu juga
menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah
penduduk dan tenaga kerja yang dibutuhkan
untuk mengelola sumber daya alam yang serasi
dengan lingkungan hidup dan kehidupan sosial
masyarakat. Oleh karena itu, tantangannya adalah
meningkatkan mobilitas dan perataan persebaran
penduduk sesuai dengan daya dukung lingkungan
dan kebutuhan tenaga kerja.

Administrasi, pencatatan, dan statistik


kependudukan serta kegiatan registrasi penduduk
adalah bagian dari sistem informasi
kependudukan yang telah dikembangkan untuk
perencanaan pembangunan kependudukan dan
pembangunan bidang lainnya. Meskipun
demikian, sistem informasi kependudukan yang
mencakup aspek kuantitas, kualitas, mobilitas,
dan indikator kependudukan lainnya belum
terwujud secara menyeluruh. Hal itu disebabkan
belum terlaksananya registrasi lahir, mati, dan
pindah penduduk secara menyeluruh dan
sistematis. Adapun perkiraan dan sasaran berkala
perkembangan kependudukan membutuhkan
informasi kependudukan yang akurat, termasuk
keseragaman jenis dan kualitas informasi serta
keanekaragaman data yang sesuai dengan kondisi
setempat. Semua itu merupakan tantangan untuk
menyempurnakan sistem informasi kependudukan
yang andal dan akurat serta menyeluruh.

Pembangunan kependudukan selama PJP I


menyebabkan terjadinya perubahan demografis
dan pergeseran struktur penduduk Indonesia dari
usia muda ke arah usia produktif dan usia lanjut.
Penduduk usia lanjut pada tahun 1993 tercatat
sebesar 11,7 juta orang dan diproyeksikan
meningkat menjadi 14,2 juta orang pada tahun
1998. Penduduk usia lanjut yang berpengalaman
dan berkeahlian merupakan bagian dari penduduk
produktif yang dapat didayagunakan bagi
pembangunan. Namun, sebagian dari

325
penduduk usia lanjut secara fisik dan mental dalam keadaan lemah
sehingga kurang produktif dan dapat menjadi beban keluarga dan
masyarakat. Sementara itu, dengan adanya pergeseran pola
keluarga besar ke pola keluarga kecil dan makin meningkatnya
jumlah wanita yang bekerja di luar rumah terutama di perkotaan,
dimungkinkan terjadi pergeseran nilai-nilai budaya tentang
kewajiban keluarga merawat dan menyejahterakan usia lanjut di
dalam keluarga. Oleh karena itu, tantangannya adalah bagaimana
meningkatkan dayaguna dan kesejahteraan penduduk usia lanjut
dengan tetap mengutamakan peran keluarga dan masyarakat.

2. Kendala

Usaha penurunan laju pertumbuhan penduduk dengan


menurunkan angka kelahiran masih menghadapi kendala. Beberapa
kendala tersebut, adalah pertama, wanita yang kawin pada usia
muda masih banyak sehingga kesempatan untuk melahirkan lebih
besar; kedua, cakupan peserta keluarga berencana masih belum
merata, sementara jumlah pasangan usia subur terus bertambah;
dan ketiga, tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi angkatan
kerja wanita masih rendah sehingga berpengaruh pada besar jumlah
anak yang dilahirkan.

Kendala lain khususnya yang berkaitan dengan kesenjangan


persebaran penduduk adalah belum memadainya pelaksanaan
transmigrasi, dan masih belum menyebarnya pertumbuhan industri
ke daerah-daerah di luar Pulau Jawa terutama di kawasan timur
Indonesia.

Pembangunan kependudukan juga menghadapi kendala, yaitu


langkanya data dan informasi kependudukan yang memadai. Selain
itu, dihadapi pula kendala keterbatasan tenaga, baik dalam
kuantitas maupun kualitas untuk menangani registrasi penduduk.

326
3. Peluang

Hasil pembangunan kependudukan selama PJP I merupakan


modal dan peluang untuk dikembangkan lebih lanjut dalam
pelaksanaan pembangunan dalam PJP II dan Repelita VI. Selama
PJP I telah terjadi tahapan perubahan demografis yang ditandai
dengan adanya pergeseran dari kelahiran dan kematian yang tinggi
menuju suatu keadaan kelahiran dan kematian relatif rendah.
Keadaan perubahan demografis ini membawa dampak pada
terjadinya pergeseran struktur umur penduduk dari penduduk muda
ke arah penduduk usia produktif. Hal itu merupakan sumber daya
pembangunan yang mempunyai peluang untuk ditingkatkan
kualitasnya dalam memacu pembangunan.

Pembangunan kesehatan, pendidikan, dan perbaikan gizi telah


berhasil meningkatkan kualitas penduduk sehingga makin cerdas
dan produktif. Keadaan itu memudahkan peningkatan kualitas
penduduk selanjutnya, antara lain melalui pengendalian pertumbuh-
an penduduk. Di samping itu, makin mantapnya dan mulai
mandirinya program keluarga berencana memberikan peluang un-
tuk mempercepat tercapainya sasaran pembangunan kependudukan.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN


PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Kebijaksanaan kependudukan diarahkan pada peningkatan


kualitas penduduk sebagai pelaku utama dan sasaran pembangunan
nasional agar memiliki semangat kerja, budi pekerti luhur, penuh
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pengelolaan
kependudukan juga bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup,
kecerdasan, keterampilan, derajat kesehatan dan kesejahteraan, dan
menciptakan lapangan kerja, serta memeratakan pembangunan dan

327
pendapatan. Pembangunan kualitas penduduk yang meliputi
kualitas fisik dan nonfisik serta pelayanan terhadap penduduk terus
ditingkatkan dengan memperhatikan keselarasan, keserasian, dan
keseimbangan antara penduduk dengan daya dukung alam dan daya
tampung lingkungan hidup agar potensi penduduk dapat
dikembangkan secara optimal, khususnya masyarakat rentan.
Kuantitas dan mobilitas penduduk terus dikendalikan dan diarahkan
agar menjadi kekuatan pembangunan bangsa secara efektif.

Pengendalian pertumbuhan penduduk terutama dilakukan


untuk lebih menurunkan angka kelahiran melalui gerakan keluarga
berencana mandiri, menurunkan angka kematian khususnya
kematian anak di bawah usia lima tahun melalui program
pelayanan kesehatan terpadu, serta meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak. Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan juga melalui
langkah yang berhubungan dengan penetapan jumlah, struktur, dan
komposisi, serta pertumbuhan dan persebaran penduduk yang
ideal. Pengarahan mobilitas dan persebaran penduduk harus
memperhatikan kemampuan daya dukung alam dan harus sesuai
dengan tata ruang, yang diselenggarakan melalui transmigrasi,
peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang pertumbuhan
ekonomi di wilayah sebaran, serta pemberian insentif bagi tenaga
kerja sehingga mampu menggairahkan tenaga terdidik untuk
mengabdi di wilayah pertumbuhan baru.

Penerangan, pendidikan, dan penyuluhan mengenai


kependudukan, termasuk keluarga berencana dan keluarga
sejahtera, perlu makin ditingkatkan agar menjangkau seluruh
lapisan masyarakat terutama generasi muda serta organisasi dan
lembaga kemasyarakatan lainnya. Administrasi, pencatatan dan
statistik kependudukan terns disempurnakan sehingga menjadi
sumber data yang dapat diandalkan untuk menunjang perencanaan
pembangunan di berbagai bidang, sektor, wilayah dan daerah,
serta menunjang perkiraan dan sasaran berkala dari perkembangan
kependudukan. Upaya tersebut perlu didukung sarana dan
prasarana yang memadai termasuk di daerah-daerah.

328
Dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan makin
panjangnya usia harapan hidup sebagai akibat kemajuan yang telah
dicapai dalam pembangunan selama ini, maka mereka yang
memiliki pengalaman, keahlian dan kearifan perlu diberi
kesempatan untuk berperan dalam pembangunan. Kesejahteraan
penduduk usia lanjut yang karena kondisi fisik dan/atau mental
tidak memungkinkan lagi untuk berperan dalam pembangunan
perlu mendapat perhatian khusus dari Pemerintah dan masyarakat.

2. Sasaran

a. Sasaran PJP II

Sasaran pembangunan kependudukan dalam PJP II adalah


meningkatnya kualitas penduduk, terkendalinya kuantitas penduduk
termasuk persebarannya, dan terwujudnya norma keluarga kecil
bahagia dan sejahtera. Dalam rangka peningkatan kualitas
penduduk, pada akhir PJP II sasaran angka harapan hidup yang
ingin dicapai ialah 70,6 tahun. Sementara itu, laju pertumbuhan
penduduk ditekan menjadi 0,88 persen, angka kelahiran kasar 16,1
per seribu penduduk, angka kematian kasar 7,4 per seribu
penduduk, pertambahan alamiah 8,8 per seribu penduduk dan
angka kematian bayi 26 per seribu kelahiran hidup. Dengan
demikian, pada akhir PJP II jumlah penduduk keseluruhan
diperkirakan akan menjadi 258,2 juta orang (Tabel 36-1).

b. Sasaran Repelita VI

Dalam Repelita VI, sasaran laju pertumbuhan penduduk


diturunkan dari 1,66 persen pada tahun 1993 menjadi 1,51 persen
pada tahun 1998, dengan jumlah penduduk diperkirakan akan
meningkat dari 189,1 juta orang pada tahun 1993, yang terdiri atas
94,3 juta orang laki-laki dan 94,8 juta orang perempuan,
menjadi 204,4 juta orang pada tahun 1998, yang terdiri atas 101,9
juta orang laki-laki dan 102,5 juta orang perempuan. Untuk
mencapai sasaran penurunan pertumbuhan penduduk tersebut,

329
330

TABEL 38—1
PERKIRAAN PARAMETER DEMOGRAFI PENDUDUK INDONESIA
DALAM PJP II

Satuan Akhir PJP II


Janis Sasaran Repelita V 1) Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir
Repelita VI Repelita VII Repelita VIII Repelita IX Repelita X

1. Penduduk total ribu orang 189.'35,6 204.423,4 219.379,6 233.571,0 248.520,2 258.173,1
a Laki—laki ribu orang 94.317,3 101.953,4 109.419,0 118.492,6 122.939,2 128.732,4
b. Perempuan ribu orang 94.818,3 102.470,0 109.960,6 117.078,4 123.581,0 129.440,7

2. Laju pertumbuhan penduduk % 1,86 1,51 1,37 1,20 1,01 0,88

3. Angka kelahiran total per 1.000 wanita 2.873 2.597 2.381 2.208 2.063 2.008

4. Angka kelahiran kasar per 1.000 penduduk 24,5 22,6 20,9 19,0 17,2 18,1

5. Angka kematian kasar per 1.000 penduduk 7,9 7,5 7,2 7,1 7,1 7,4 2)

6. Pertambahan alamiah per 1.000 penduduk 18,6 15,1 13,7 12,0 10,1 8,8

7. Angka kematian bayi per 1.000 kelahiran 58 50 43 37 31 26

8. Rata—rata harapan hidup tahun 62,7 64,6 66,3 67,9 69,3 70,6

Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (keadaan pada akhir Repelita V)


2) Angka kematian kasar meningkat lagi karena pengaruh susunan umur penduduk yang makin tua
angka kelahiran kasar diupayakan turun dari 24,5 per seribu
penduduk pada tahun 1993 menjadi 22,6 per seribu penduduk pada
tahun 1998. Ini berarti angka fertilitas total dalam kurun waktu
yang sama diturunkan dari 2,87 anak menjadi 2,60 anak per
wanita. Sasaran angka kematian kasar diturunkan dari 7,9 per
seribu penduduk pada tahun 1993 menjadi 7,5 per seribu penduduk
pada tahun 1998 (label 36-2). Adapun jumlah anak balita akan
mengalami sedikit peningkatan dari 21,7 juta anak, yang terdiri
atas 11,0 juta anak laki-laki dan 10,7 juta anak perempuan,
menjadi 22,0 juta anak pada akhir Repelita VI, yang terdiri atas
11,2 juta anak laki-laki dan 10,8 juta anak perempuan. Sementara
itu, jumlah penduduk usia lanjut juga meningkat dari 11,7 juta
orang pada tahun 1993, yang terdiri atas 5,5 juta orang laki-laki
dan 6,2 juta orang perempuan, menjadi 14,2 juta orang pada tahun
1998, yang terdiri atas 6,6 juta orang laki-laki dan 7,6 juta orang
perempuan (label 36-3.a; 36-3.b; 36-3.c).

Dalam Repelita VI diupayakan tersedianya data kependudukan


yang memadai untuk keperluan perencanaan, pemantauan, dan
evaluasi pembangunan, baik untuk pembangunan kependudukan
maupun pembangunan nasional pada umumnya melalui
administrasi, pencatatan, dan statistik penduduk dalam rangka
penyempurnaan sistem informasi kependudukan.

3. Kebijaksanaan

a. Peningkatan Kualitas Penduduk

Peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan menanamkan


sejak dini nilai-nilai agama dan moral serta nilai-nilai luhur budaya
bangsa, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun pendidikan
luar sekolah guna mewujudkan manusia dan masyarakat dengan
kualitas yang utuh; serta meningkatkan cakupan dan mutu
pelayanan kesehatan terutama penduduk miskin, penduduk di desa
tertinggal, di daerah terpencil, dan kawasan timur Indonesia.
Selain itu, peningkatan kualitas penduduk dilakukan dengan

331
332

TABEL36-2
PERKIRAAN PARAMETER DEMOGRAFI PENDUDUK INDONESIA
1994 - 1998

Jenis sasaran Satuan Akhir Repelita VI


Repelita V •) 1994 1995 1996 1997 1998

1. Penduduk total ribu orang 189.135,6 192.216,5 195.283,2 198.342,9 201.390,3 204.423,4

a. Laki-laki ribu orang 94.317,3 95.855,9 97.387,5 98.915,9 100.438,2 101.953,4


b. Perempuan ribu orang 94.818,3 96.360,6 97.895,7 99A27,0 100.952,1 102.470,0

2. Laju pertumbuhan penduduk % 1,66 1,63 1,60 1,57 1,54 1,51

3. Angka kelahiran total per 1.000 wanita 2.873 2.812 2.754 2.699 2.647 2.597

4. Angka kelahiran kasar per 1.000 penduduk 24,5 24,1 23,6 23,3 22,9 22,6

5. Angka kematian kasar per 1.000 penduduk 7,9 7,8 7,7 7,6 7,5 7,5

6. Pertambahan alamiah per 1.000 penduduk 16,6 16,3 16,0 15,7 15,4 15,1

7. Angka kematian bayi per 1.000.kelahiran 58 57 55 54 52 50

8. Rata-rata harapan hidup Tahun 62,7 63,1 63,5 63,9 64,2 64,6

Catatan : ") Angka perkiraan realisasi (keadaan pada akhir Repelita V)


334

TABEL 36—3.b
PERKIRAAN PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR
DAN JENIS KELAMIN PEREMPUAN
1994—1998
(ribu orang)

Kelompok Akhir Repelita VI


Umur Repelita V 1994 1995 1996 1997 1998
0—4 10.662,7 10.682,3 10.671,4 10.747,5 10.801,7 10.816,1
5—9 10.804, 0 10.635, 2 10.477, 4 10.356, 5 10.336, 2 10.389, 5
10—14 10.998,1 11.070,6 11.067, 0 11.006, 6 10.870,8 10.689,2
15—19 10.044,9 10.255,9 10.444,9 10.622,6 10.780,9 10.909,1
20—24 9.011,5 9.147,1 9.307,1 9.497,6 9.705,6 9.926,2
25—29 8.358,6 8.451,5 8.549,3 8.657,7 8.764,2 8.883,3
30—34 7.492,4 7.888,0 7.858,4 8.004,7 8.121,8 8.223,0
35—39 6.113,5 6.383,9 6.642,0 6.893,7 7.130,3 7.351,0
40—44 4.739,6 4.955,8 5.188,0 5.439,8 5.703,2 5.975,5
45—29 3.929,4 4.002,1 4.106,7 4.244,8 4.411,1 4.604,0
50—54 3.526,9 3.580,8 3.630,4 3.880,9 3.725,5 3.777,9
55—59 2.958,1 3.053,4 3.134,7 3.210,9 3.277,8 3.337,4
60-64 2.300,2 2.376,8 2.454,8 2.537,9 2.631,3 2.728,0
65—69 1.680,3. 1.776,4 1.885,5 1.937,9 1.983,7 2.034,8
70+ 2.198,1 2.320,8 2.480,1 2.587,9 2.708,2 2.825,0

Jumlah 94.818,3 96.360,6 97.895,7 99.427,0 100.952,1 102.470,0


TABEL 36—3.c
PERKIRAAN PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR
DAN JENIS KELAMIN LAKI—LAKI DAN PEREMPUAN
1994—1998
(Rau orang)

Kelompok Akhir Repelita VI


Umur Repelita V 1994 1995 1998 1997 1998
0—4 21.721,3 21.711,0, 21.717,7 21.870,3 21.982,0 22.014,5
5—9 21.914,8 21.596,9 21.294,3 21.052,4 21.011,8 21.118,4
10—14 22.504,2 22.553,7 22.482,4 22.324,4 22.043,1 21.887,8
15—19 20.598,9 21.116,8 21.540,3 21.888,5 22.140,1 22.300,3
20—24 17.705,4 18.152,6 18.842,6 19.184,5 19.755,7 20.331,4
25—29 15.888,2 16.099,2 16.359,4 16.678,6 17.032,3 17.434,4
30—34 14.536, 4 14.793, 4 15.025, 2 15.244, 8 15.430, 2 15.617, 3
35 — 39 12.394, 6 12.844, 9 13.251, 5 13.627, 6 13.955, 2 14.247, 9
40—44 9.709,3 10.176,0 10.646,3 11.130,7 11.813,7 12.091,2
45—29 7.815,8 7.997,6 8.249,1 8.573,8 8.960,4 9.398,0
50—54 8.905,7 7.008,9 7.113,3 7.227,9 7.336,4 7.467,1
55—59 5.757,3 5.942,2 6.098,9 8.238,9 6.359,0 8.467,2
60—64 4.427,8 4.567,1 4.709,4 4.883,9 5.041,9 5.228,4
65—69 3.233,1 3.405,4 3.809,0 3.891,9 3.759,6 3.839,9
70+ 4.025,2 4.251,0 4.545,8 4.744,9 4.968,9 5.181,6

Jumlah 189.135,8 192.216,5 195.283,2 198.342,9 201.390,3 204.423,4


335
melaksanakan sistem pendidikan nasional yang lebih baik, antara
lain melakukan reorientasi kebijaksanaan pendidikan dan pelatihan
agar tanggap terhadap dinamika pembangunan dan permintaan
pasar kerja; serta menegakkan demokratisasi pendidikan bagi
seluruh warga negara agar mendapatkan haknya dalam pendidikan,
dengan memberikan kemudahan memasuki sekolah dan hak
mengembangkan kreativitas. Selanjutnya, peningkatan kualitas
penduduk dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar
terhadap peningkatan mutu, nasib dan kesejahteraan guru serta
tenaga kependidikan lainnya, terutama di daerah terpencil, di desa
tertinggal, daerah perbatasan, dan kawasan timur Indonesia, juga
meningkatkan kegiatan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
Pancasila bagi masyarakat, dalam rangka membangun manusia
yang menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasil a.
Peningkatan kualitas penduduk juga dilakukan dengan
meningkatkan kemampuan wanita, baik pengetahuan maupun
keterampilannya melalui pendidikan dan pelatihan, serta
meningkatkan peran aktifnya dengan memberi kesempatan untuk
berperan serta dalam berbagai kegiatan pembangunan sesuai
dengan kodrat, harkat dan martabatnya sebagai wanita, termasuk
mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera, serta
mengembangkan akhlak dan watak anak dan remaja dalam rangka
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

b. Pengendalian Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk

Pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk ditempuh


dengan menciptakan keseimbangan antara kuantitas penduduk
dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan melalui
penurunan angka kelahiran; penurunan angka kematian khususnya
kematian bayi, anak, dan ibu melahirkan; dan penundaan usia
kawin. Selain itu, dilakukan pembudayaan norma keluarga kecil,
bahagia, dan sejahtera (NKKBS) dengan menggalakkan gerakan
keluarga berencana yang lebih mandiri dan berkualitas melalui
upaya pelaksanaan dan peningkatan komunikasi, informasi, dan
edukasi (KIE) dan pelayanan keluarga berencana (KB); serta

336
meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
anak melalui pelayanan kesehatan dasar terutama di pusat
kesehatan masyarakat (puskesmas). Selanjutnya, pengendalian
pertumbuhan dan kuantitas penduduk dilakukan dengan
meningkatkan pelayanan gizi ibu dan anak melalui pos pelayanan
terpadu (posyandu) terutama penyuluhan mengenai pentingnya air
susu ibu (ASI); meningkatkan penanggulangan permasalahan sosial
remaja dan perubahan perilaku reproduksi remaja wanita melalui
pendidikan kependudukan dan keluarga berencana, baik melalui
jalur sekolah maupun jalur luar sekolah; dan menciptakan lapangan
kerja yang sesuai dengan penduduk usia kerja melalui
pembangunan pendidikan sesuai dengan kebutuhan pembangunan
yang didukung oleh perluasan kesempatan kerja.

c. Pengarahan Persebaran dan Mobilitas Penduduk

Persebaran penduduk dilakukan untuk menciptakan


keseimbangan persebaran antara jumlah penduduk dan daya
dukung dan daya tampung lingkungan melalui transmigrasi,
pembangunan daerah, perencanaan tata ruang, pembangunan
industri, pembangunan perkotaan, dan upaya penyebaran penduduk
sesuai dengan kesempatan kerja, baik antar daerah, antar propinsi
maupun antar negara.

d. Penyempurnaan Sistem Informasi Kependudukan

Penyempurnaan sistem informasi kependudukan meliputi


pengembangan administrasi, pencatatan, dan statistik
kependudukan melalui penataan registrasi penduduk, pengumpulan
data kependudukan secara teratur dan berkala seperti data sensus
penduduk dan data antar sensus; pengembangan KIE secara luas
agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat termasuk aparat
pelaksana, serta pengguna data untuk mengetahui lebih lanjut
pentingnya data yang dihasilkan dari registrasi penduduk; dan
peningkatan kemampuan pusat-pusat penelitian dan pengkajian
kependudukan dan lembaga swadaya masyarakat kependudukan
sebagai penganalisis data kependudukan di daerah.

337
e. Pendayagunaan dan Kesejahteraan Penduduk Usia
Lanjut

Peningkatan efisiensi dan kesejahteraan penduduk usia lanjut


ditempuh dengan mendorong dan mendayagunakan penduduk usia
lanjut yang produktif sesuai dengan kemampuan, pengalaman, dan
keahliannya; meningkatkan peran serta dan tanggung jawab
keluarga dan masyarakat dalam pelayanan bagi penduduk usia
lanjut melalui peningkatan pelayanan kesehatan, pelayanan
kesejahteraan sosial, pendidikan dan pelatihan, serta kemudahan
memperoleh pelayanan umum; menyediakan sarana dan fasilitas
pelayanan khusus bagi para lanjut usia yang lemah fisik dan mental
agar dapat meningkatkan semangat hidup dan rasa percaya diri,
baik di lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja maupun di
tempat-tempat umum; dan meningkatkan kepedulian masyarakat
terhadap penduduk usia lanjut yang memerlukan pertolongan.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN

Program kependudukan merupakan program utama yang


bersifat lintas bidang dan lintas sektor yang ditujukan untuk (a)
peningkatan kualitas penduduk; (b) pengendalian pertumbuhan dan
kuantitas penduduk; (c) pengarahan persebaran dan mobilitas
penduduk; (d) penyempurnaan sistem informasi kependudukan; dan
(e) peningkatan pendayagunaan dan kesejahteraan penduduk usia
lanjut.

Kegiatan untuk meningkatkan kualitas penduduk dilaksanakan


melalui berbagai kegiatan dari program KB, kesehatan, tenaga
kerja, pendidikan, kebudayaan, olah raga, agama, pangan dan
perbaikan gizi, pengembangan iptek dan kesejahteraan sosial.
Adapun pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk
dilaksanakan terutama melalui program keluarga berencana yang
didukung oleh sektor-sektor terkait, antara lain kesehatan,
pendidikan, lingkungan dan agama.

338
Persebaran penduduk dilaksanakan oleh program transmigrasi
dan tenaga kerja yang didukung oleh pembangunan pertanian dan
pembangunan daerah. Dalam rangka peningkatan kualitas,
pengendalian pertumbuhan, dan persebaran penduduk, diperlukan
data dan informasi kependudukan yang baik. Oleh karena itu, di
dalam pembangunan kependudukan direncanakan penyempurnaan
sistem informasi kependudukan yang ada. Adapun penyempurnaan
sistem informasi kependudukan dilaksanakan secara terpadu
melalui program pengembangan sistem informasi; program
penyempurnaan dan pengembangan statistik; dan program
pembangunan daerah. Untuk mendayagunakan dan menyejahtera-
kan penduduk usia lanjut terutama dilaksanakan oleh program
kesejahteraan sosial, tenaga kerja, dan kesehatan.

Karena program itu berada dalam ruang lingkup pembangunan


bidang kesejahteraan rakyat, pendidikan dan kebudayaan, dalam
pelaksanaannya didukung secara terpadu oleh program sektoral di
semua bidang pembangunan lainnya serta didukung oleh makin
meningkatnya peran serta masyarakat.

C. KELUARGA SEJAHTERA

I. PENDAHULUAN

Pembangunan keluarga sejahtera pada hakikatnya merupakan


bagian dari pembangunan sumber daya manusia, yang menekankan
pada pentingnya peranan keluarga dalam meningkatkan kualitas
manusia, baik sebagai insan maupun sebagai sumber daya
pembangunan.

Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera, keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk

339
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan
hidup yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang
antar anggota dan antara keluarga dan masyarakat dan lingkungan.
Adapun keluarga berencana adalah upaya untuk meningkatkan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
dan peningkatan kesejahteraan keluarga.

Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993


mengamanatkan bahwa pembangunan keluarga sejahtera diarahkan
secara terpadu untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera, khususnya melalui pembudayaan keluarga berencana
(KB) dalam rangka pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang
menjangkau segenap lapisan dan golongan masyarakat dengan tetap
menjunjung tinggi dan menghargai nilai-nilai agama, moral, etik,
dan sosial budaya masyarakat. Selanjutnya, diarahkan pula pada
terwujudnya kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-
nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa guna meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar
mampu mendukung kegiatan pembangunan.

Gerakan KB merupakan salah satu kegiatan pokok untuk


mewujudkan keluarga sejahtera melalui upaya penurunan angka
kelahiran untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan penduduk
dan pertumbuhan ekonomi sehingga terwujud peningkatan keluarga
sejahtera. Dalam pelaksanaannya sangat penting adanya kesadar-
an masyarakat akan pentingnya norma keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera yang dilandasi oleh rasa tanggung jawab, kesukarelaan,
nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

GBHN 1993 juga telah mengamanatkan agar pembangunan


keluarga sejahtera harus senantiasa memperhatikan bahwa setiap
warga negara berhak atas taraf kesejahteraan yang layak serta
berkewajiban ikut serta dalam upaya mewujudkan kemakmuran
rakyat.

340
Pembangunan keluarga sejahtera dalam PJP II dan Repelita VI
disusun dan diselenggarakan dengan berlandaskan pada
pengarahan-pengarahan GBHN 1993 seperti tersebut di atas.

II. PEMBANGUNAN KELUARGA BERENCANA DALAM


PJP I

Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 1971 angka


kelahiran total atau total fertility rate (TFR) Indonesia untuk
periode 1967-1970 adalah sebesar 5,6 per wanita usia subur.
Selanjutnya, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 1991 menunjukkan bahwa TFR periode 1989-1991
telah menurun menjadi 3,0 per wanita usia subur dan pada akhir
PJP I 2,87 per wanita usia subur. Dengan demikian, telah terjadi
penurunan kelahiran yang cukup besar, terutama pada wanita
kelompok umur 20-24 tahun. Dampak dari penurunan angka
kelahiran kelompok umur tersebut adalah terjadinya pergeseran
banyaknya kelahiran ke arah kelompok wanita yang lebih dewasa,
yaitu dari kelompok umur 20-24 tahun ke kelompok umur 25-29
tahun. Hal itu lebih menjamin kesehatan wanita yang mengandung
dan kesehatan bayi yang dilahirkan.

Keberhasilan menurunkan angka kelahiran sebagaimana telah


diuraikan di atas, antara lain, disebabkan oleh makin besarnya
tingkat kesertaan masyarakat dalam ber-KB. Dengan demikian,
proporsi pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan alat/obat
kontrasepsi juga meningkat. Pada tahun 1973 jumlah PUS yang
menjadi peserta aktif KB adalah 1,7 juta, dan pada tahun 1992
telah meningkat menjadi 21,4 juta PUS. Sejalan dengan itu,
proporsi PUS yang menggunakan alat/obat kontrasepsi meningkat
dari 26 persen pada tahun 1980 menjadi 54 persen pada tahun
1993.

341
Berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 1980 tercacat
adanya 30,4 juta rumah tangga, dan pada tahun 1990 jumlahnya
meningkat menjadi 40,0 juta rumah tangga, tetapi dengan
jumlah anggota rumah tangga yang makin kecil. Rata-rata jumlah
anggota rumah tangga pada tahun 1980 adalah 4,9 jiwa dan pada
tahun 1990 turun menjadi 4,5 jiwa.

Sampai dengan tahun 1993 telah dilaksanakan intensifikasi


pelayanan KB di 640 unit permukiman transmigrasi, 500
kecamatan pantai miskin di 24 propinsi dan penggarapan KB
daerah kumuh di 7 propinsi. Di samping itu, telah pula
dilaksanakan intensifikasi pelaksanaan KB di daerah terpencil,
seperti di propinsi Kalimantan Timur dan Irian Jaya melalui
"dokter terbang". Intensifikasi program KB lainnya adalah
penggalakan di daerah kepulauan di 7 propinsi dengan mengadakan
klinik terapung, yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh
pemerintah daerah setempat.

Upaya peningkatan peran serta masyarakat telah dilaksanakan


sejak awal Repelita I. Upaya ini telah berhasil mengajak
masyarakat untuk ikut bertanggung jawab dalam pengelolaan KB.
Melalui upaya tersebut, terbentuk pembantu pembina KB desa
(PPKBD) dan Sub-PPKBD. Sampai dengan tahun keempat Repelita
V terbentuk 384 ribu buah PPKBD yang tersebar di seluruh daerah
perdesaan. Di samping itu, untuk lebih mendekatkan pelayanan KB
kepada masyarakat dibentuk pula pembina KB pada tingkat rukun
tetangga (PKBRT).

Selanjutnya, untuk meyakinkan masyarakat bahwa keluarga


kecil akan meningkatkan kesejahteraan keluarganya, dilaksanakan
pula upaya peningkatan pendapatan bagi peserta KB. Upaya
tersebut berupa pemberian bantuan pinjaman modal usaha melalui
kelompok usaha peningkatan pendapatan kelompok akseptor
(UPPKA), yang berjumlah lebih dari 75 ribu kelompok.

342
III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG
PEMBANGUNAN

Pembangunan keluarga sejahtera antara lain melalui program


keluarga berencana selama PJP I telah berhasil menurunkan angka
kelahiran, meningkatkan umur perkawinan, serta membudayakan
norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera. Dalam PJP II upaya ini
akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Dalam rangka itu berbagai
tantangan dan kendala akan dihadapi selain ada pula peluang dapat
dimanfaatkan.

1. Tantangan
Pada awal Repelita VI, diperkirakan TFR atau angka
kelahiran total, yaitu rata-rata banyaknya anak yang dilahirkan oleh
seorang wanita selama masa reproduksinya, sebesar 2,87 anak. Di
pihak lain untuk mencapai penduduk tanpa pertumbuhan diperlukan
TFR antara 2,0-2,3 per wanita. Perkiraan pencapaian TFR pada
akhir PJP I menurut propinsi sangat bervariasi, sebagian besar
propinsi TFR-nya masih di atas angka 3 dan hanya sebagian kecil
propinsi di bawah rata-rata angka nasional. Meningkatnya umur
rata-rata perkawinan pertama dari wanita akan menurunkan tingkat
fertilitas wanita. Pada tahun 1971 secara nasional rata-rata
penduduk wanita melangsungkan perkawinannya pada usia 19,6
tahun dan pada tahun 1990 meningkat menjadi rata-rata 21,9
tahun. Namun, di berbagai daerah umur rata-rata perkawinan
wanita masih rendah, terutama di daerah perdesaan. Di samping
itu, masih relatif tingginya pasangan usia subur yang ingin berhenti
mempunyai anak atau ingin menunda kelahiran anak berikutnya
tetapi belum memakai alat/obat kontrasepsi. Proporsi mereka
menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 1991 adalah sebesar 13 persen. Angka tersebut cenderung
meningkat dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya. Oleh
karena itu, tantangannya adalah untuk meningkatkan pengendalian
laju pertumbuhan penduduk melalui penurunan angka kelahiran
dengan menggalakkan pemerataan dan mutu pelayanan KB,

343
terutama untuk daerah terpencil dan desa tertinggal serta daerah
perbatasan.

Selain membawa arus informasi yang tidak selalu sesuai


dengan kepribadian dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, kemajuan
teknologi informasi dikhawatirkan dapat mengakibatkan
memudarnya fungsi keluarga sebagai lembaga utama untuk
menanamkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, budi luhur, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Di samping itu, meningkatnya keberhasilan KB menanamkan


NKKBS memberi peluang yang makin besar bagi wanita untuk
memasuki lapangan kerja. Keadaan ini di satu pihak penting untuk
meningkatkan pendapatan keluarga serta harkat dan martabat
wanita. Di pihak lain, hal itu dapat menimbulkan masalah bagi
kaum wanita dalam melaksanakan peran gandanya sebagai ibu
rumah tangga dan pencari nafkah. Oleh karena itu, tantangannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan dan membina ketahanan
keluarga sebagai wahana persemaian nilai agama dan nilai luhur
budaya bangsa.

Dengan makin kompleksnya hubungan masyarakat, antara lain


sebagai akibat modernisasi dan kemampuan teknologi, pengelolaan
manajemen gerakan KB juga makin kompleks. Selain itu,
pergeseran peran dari Pemerintah ke organisasi masyarakat,
swasta, tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat makin
memerlukan kesiapan para pengelola KB agar lebih baik dan
mampu mengembangkan gerakan KB. Dengan demikian,
tantangannya adalah bagaimana meningkatkan pembinaan
gerakan KB menuju gerakan keluarga berencana mandiri.

Keberhasilan pembangunan kependudukan di Indonesia,


terutama dengan program KB, telah diakui oleh dunia dan telah
menjadi contoh, terutama bagi negara berkembang yang tergabung
dalam Gerakan Nonblok (GNB). Namun, seperti diuraikan di atas,
masih banyak masalah yang dihadapi untuk meningkatkan dan

344
menyempurnakan program KB secara nasional. Dengan demikian,
tantangannya adalah bagaimana Indonesia segera dapat
menyempurnakan program KB nasional agar dapat menjadi contoh
yang baik dan membantu negara-negara lain, khususnya anggota
GNB, dalam menyebarkan program keluarga berencana yang
efektif berdasarkan pengalaman Indonesia.

2. Kendala

Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut di atas,


pembangunan keluarga sejahtera dalam Repelita VI menghadapi
kendala, antara lain, masih banyak penduduk yang hidup di bawah
garis kemiskinan dan penduduk miskin umumnya mempunyai
anggota keluarga lebih besar dari pada anggota keluarga yang tidak
miskin. Selain itu, tingkat pendidikan masyarakat umumnya masih
rendah sehingga pemahaman akan pentingnya KB terbatas dan
masih banyak wanita kawin pada usia muda di beberapa daerah
terutama di perdesaan. Kendala lainnya adalah belum mantapnya
fungsi lembaga pengelola KB yang diselenggarakan oleh
masyarakat dan oleh kalangan swasta.

3. Peluang

Keberhasilan program KB nasional dalam PJP I telah


menciptakan berbagai peluang untuk meningkatkan gerakan KB
pada PJP II. Hal ini meliputi kebijaksanaan dan komitmen tentang
KB, strategi pembudayaan dan pelembagaan NKKBS, infrastruktur
organisasi, dan kesadaran serta partisipasi masyarakat.

Sementara itu, kecenderungan mengecilnya jumlah rata-rata


anggota keluarga, makin meningkatnya umur perkawinan,
membaiknya tingkat pendidikan dan derajat kesehatan wanita, serta
terbukanya kesempatan kerja untuk wanita akan meningkatkan
kualitas keluarga sehingga memberikan peluang yang makin baik
untuk mewujudkan keluarga sejahtera.

345
Meningkatnya teknologi informasi akan memperlancar
kegiatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) mengenai KB
sehingga mempercepat diterimanya NKKBS. Hal ini diperkuat pula
oleh adanya Undang-Undang No 10 Tahun 1992 tentang
Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera. Berkembangnya KB mandiri menunjukkan makin
besarnya peran serta masyarakat dalam program KB.

Keberhasilan pembangunan kependudukan dan KB telah diakui


oleh dunia. Hal ini memberikan peluang bagi peningkatan
pembangunan kependudukan dan KB dengan kerja sama
internasional yang lebih luas.

IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN


PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993

Pembangunan keluarga sejahtera diarahkan pada terwujudnya


kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama
dan nilai-nilai luhur budaya bangsa guna meningkatkan
kesejahteraan keluarga dan membina ketahanan keluarga agar
mampu mendukung kegiatan pembangunan. Perlu
ditumbuh kembangkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
norma keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera yang dilandasi oleh
rasa tanggung jawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-
nilai luhur budaya bangsa.

Gerakan keluarga berencana nasional sebagai salah satu


kegiatan pokok dalam upaya mencapai keluarga sejahtera
diarahkan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk
dengan cara penurunan angka kelahiran untuk mencapai
keseimbangan antara pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan
ekonomi sehingga terwujud peningkatan kesejahteraan keluarga.

346
Gerakan keluarga berencana diupayakan agar makin
membudaya dan makin mandiri melalui penyelenggaraan
penyuluhan keluarga berencana, disertai dengan peningkatan
kualitas dan kemudahan pelayanan dengan tetap memperhatikan
kesehatan peserta keluarga berencana dan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai agama, moral, etik, dan sosial budaya
masyarakat. Dengan demikian, norma keluarga kecil, bahagia, dan
sejahtera dihayati dan dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat
dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.

Peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi


dan lembaga masyarakat lebih ditingkatkan melalui upaya
penerangan, bimbingan, dan penyuluhan yang menjangkau seluruh
lapisan masyarakat, terutama generasi muda, agar gerakan
keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera makin memasyarakat dan
membudaya di seluruh tanah air.

2. Sasaran

a. Sasaran PJP II

Sasaran pembangunan keluarga sejahtera dalam PJP II adalah


terwujudnya keluarga kecil sejahtera melalui pelembagaan dan
pembudayaan NKKBS secara luas dan merata di seluruh lapisan
masyarakat. Dengan sasaran tersebut, pada akhir PJP II akan
dicapai angka kelahiran total sebesar 2,01 per wanita dari 2,87 per
wanita pada akhir PJP I. Sasaran tersebut dicapai antara lain
dengan meningkatkan jumlah pasangan usia subur sebagai peserta
KB baru, dan membina peserta KB lama agar tetap ber-KB
sebagai peserta KB aktif. Sasaran peserta KB baru dalam Repelita
VI adalah 23,0 juta PUS dan dalam Repelita X meningkat menjadi
28,1 juta PUS sedangkan sasaran peserta KB aktif pada akhir
Repelita VI adalah 25,2 juta PUS dan meningkat menjadi 33,4 juta
PUS pada akhir Repelita X (Tabel 36-4).

347
348 TABEL38—4
SASARAN PESERTA KB BARU DAN PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI
DALAM PJP II
(ribu orang)

Akhir PJP II
Janis Sasaran Repelita V *) Akhir Akhir Akhir Akhir Akhir
Repelita VI Repelita VII Repelita VIII Repelita IX Repelita X

1. Peserta KB—Baru 22.137,0 22.983,0 24.305,8 25.899,4 27.070,8 28.085,1

a. P i I 7.340,6 7.466,0 8.428,0 8 875,0 9.184,8 9.377,5


b. Suntikan 7.703,9 8.882,0 9.510,1 10.321,5 10.988,3 11.589,9
c. I U D 4.284,0 4.073,0 4.171,4 4.345,9 4.440,2 4.517,6
d. Kondom 559,9 617,0 717,6 792,1 856,9 916,0
e. Lain—lain 783,7 542,0 482,2 509,8 526,5 547,6
f. Implant 1.484,9 1.403,0 996,5 1.054,7 1.094,1 1.136,5

2. Peserta KB—Aktif 21.480,0 25.180,0 27.723,0 30.008,1 31.849,8 33.415,1

a. P i I 7.677,3 7.196,6 7.777,5 8.272,8 8.825,8 8.879,5


b. Suntikan 4.875,0 7.670,8 8.539,7 9.355,8 10.049,1 10.658,5
c. I U D 5.722,5 8.252,7 6.825,4 7.283,0 7.618,5 7.898,6
d. Kondom 482,7 344,7 388,4 429,7 465,9 498,7
e. Lain—lain 1.325,5 1.478,8 1.708,2 1.926,1 2.128,5 2.319,3
f. Implant 1.377,0 2.216,4 2.485,8 2.740,7 2.962,0 3.160,5

Catatan: *) Angka perkiraan realisasi (kumulatif selama Repelita V)


b. Sasaran Repelita VI

Sasaran yang akan dicapai pada akhir Repelita VI adalah


menurunnya TFR menjadi 2,60 anak per wanita serta
meningkatnya kepedulian dan peran serta masyarakat dalam rangka
mewujudkan sikap dan perilaku kemandirian. Sasaran lainnya
adalah terwujudnya tatanan gerakan KB secara menyeluruh untuk
dapat dijadikan landasan pembangunan selanjutnya. Jumlah sasaran
peserta KB baru, peserta KB aktif, dan peserta KB mandiri
disajikan pada Tabel 36-5. Pada tahun pertama Repelita VI
(1994/95) jumlah peserta KB baru adalah 4,4 juta PUS dan pada
tahun terakhir Repelita VI (1998/99) menjadi 4,8 juta PUS. Jumlah
peserta KB aktif dalam periode yang sama masing-masing adalah
sebesar 22,5 juta PUS dan 25,2 juta PUS, sedangkan jumlah
peserta KB mandiri pada tahun pertama Repelita VI adalah 1,5 juta
PUS dan meningkat menjadi 2,5 juta PUS pada tahun terakhir
Repelita VI.

3. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan umum pembangunan keluarga sejahtera


meliputi upaya terpadu untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia,
dan sejahtera, khususnya melalui pembudayaan keluarga berencana
yang menjangkau segenap lapisan dan golongan masyarakat dalam
rangka pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Kebijaksanaan
tersebut meliputi pengembangan ketahanan dan peningkatan
kualitas keluarga, peningkatan kelembagaan gerakan KB, dan
pengembangan kerja sama internasional program KB.

a. Pengembangan Ketahanan dan Peningkatan Kualitas


Keluarga

Dalam rangka membangun keluarga sejahtera diupayakan


peningkatan kualitas keluarga yang bercirikan kemandirian dan
ketahanan keluarga. Dengan demikian, kehidupan keluarga

349
TABEL 36-5
SASARANMENURUT
PESERTA KB BARU DAN PESERTA KB AKTIF
METODE KONTRASEPSI
1994/95-1998/99
(ribu orang)
11 350

Janis Sasaran Akhir Repelita VI


Repelita V 1) 1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99

1. Peserta KB-Baru 4.477,0 4.398,0 4.497,0 4.805,0 4.719,0 4.764,0

a. P i I 1.790,9 1.508,0 1.504,0 1.499,0 1.491,0 1.464,0


b. Suntikan 1.083,6 1.640,0 1.705,0 1.778,0 1.852,0 1.907,0
C. I U D 977,7 770,0 793,0 815,0 843,0 852,0
d. Kondom 195,7 132,0 127,0 123,0 120,0 115,0
e. Lain-lain 210,7 100,0 104,0 109,0 114,0 115,0
f. Implant 218,4 248,0 264,0 281,0 299,0 311,0

1. Peserta KB-Aktif 21.460,0 22.500,0 22.676,8 23.789,2 24.483,6 25.160,0

a. P i I 7.677,3 7.204,4 6.822,6 7.212,8 7.208,1 7.196,6


b. Suntikan 4.875,0 6.524,2 6.702,0 7.074,9 7.366,7 7.670,8
C. I U D 5.722,5 5.581,2 5.777,1 5905,5 6.078,4 6.252,7
d. Kondom 482,7 381,8 367,4 363,8 354,4 344,7
e. Lain-lain 1.325,5 1.212,2 1.277,3 1.340,2 1.407,6 1.478,8
f. Implant 1.377,0 1.598,2 1.730,4 1.892,2 2.050,4 2.218,4

3. Peserta KB Mandiri 3) 1.507,5 1.878,1 1.950,7 2.201,7 2.465,7

Catalan : 1) Angka perkiraan realisasi (keadaan pada akhir Repelita V)


2) Pelayanan dan alat/obat kontrasepsi tidak ditanggung pemerintah
3) Detain Repelita V peserta KB Mandiri belum menjadi sasaran
berfungsi sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama dan nilai-
nilai luhur budaya bangsa, meningkatkan kesejahteraan lahir dan
kebahagian batin setiap keluarga agar mampu mendukung
pembangunan yang berkelanjutan.

Dalam rangka mengembangkan ketahanan keluarga


diupayakan pengembangan tingkat sosial dan ekonomi keluarga.
Dengan upaya tersebut, ditingkatkan pula kesejahteraan lahir,
ketahanan budaya dan agama untuk mewujudkan kebahagiaan batin
melalui peningkatan pendapatan keluarga, peningkatan pendidikan,
pengamalan agama serta nilai luhur budaya bangsa, perbaikan
derajat kesehatan, serta peningkatan status gizi keluarga.

Peningkatan kualitas keluarga juga dilaksanakan dengan


membudayakan NKKBS melalui peningkatan pengaturan tingkat
kelahiran. Pengaturan kelahiran dengan meningkatkan kualitas
pelayanan KB yang berkaitan dengan penetapan jumlah anak yang
ideal, jarak kelahiran anak, dan usia ideal untuk melahirkan.
Kebijaksanaan tersebut ditetapkan dari waktu ke waktu dengan
memperhatikan kepentingan keluarga dan dapat dipertanggung
jawabkan, baik dari segi agama, budaya, kesehatan, maupun etik
yang dianut oleh masyarakat atau keluarga yang bersangkutan.

Peningkatan kualitas keluarga juga dilaksanakan melalui


peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam
pendewasaan usia perkawinan. Dengan peningkatan usia
perkawinan, masa reproduksi akan berkurang yang pada gilirannya
mempengaruhi jumlah anak yang dilahirkan. Pendewasaan usia
kawin pada dasarnya merupakan upaya peningkatan kualitas anak
serta peningkatan kesehatan ibu melahirkan. Secara khusus upaya
ini ditujukan pada generasi muda atau remaja agar mempunyai
pengetahuan, sikap, dan perilaku yang positif terhadap masalah
pembangunan keluarga sejahtera.

351
b. Peningkatan Kelembagaan Gerakan Keluarga
Berencana

Dalam rangka meningkatkan pembudayaan NKKBS melalui


gerakan keluarga berencana, diupayakan lebih menggalakkan
kepedulian dan peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat,
tokoh organisasi, serta lembaga masyarakat. Perhatian khusus
diberikan kepada kelompok wanita, generasi muda, dan kemitraan
dengan dunia usaha.

Peningkatan penyelenggaraan gerakan keluarga berencana


dilaksanakan dengan memperkuat keterpaduan dan dukungan
berbagai upaya pembangunan, terutama pembangunan kesehatan,
pendidikan, pangan dan perbaikan gizi, agama, dan pembangunan
daerah.

Karena gerakan KB makin banyak dilaksanakan oleh


masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda-
beda, peran pemerintah daerah makin besar untuk memberikan
pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan gerakan KB agar
sesuai dengan potensi sumber daya daerah, budaya, dan aspirasi
masyarakat setempat.

c. Pengembangan Kerja Sama Internasional Program


Keluarga Berencana

Kerja sama internasional dalam program KB, terutama di


antara negara-negara GNB, diupayakan dengan memberikan
bantuan teknik dalam bentuk tenaga ahli KB dan pelatihan tenaga
di Indonesia atau negara lain. Selain itu, untuk negara tertentu
diberikan bantuan kebutuhan obat dan alat kontrasepsi.
Pelaksanaan kerja sama tersebut disesuaikan dengan kebijaksanaan
umum kerja sama GNB.

352
V. PROGRAM PEMBANGUNAN

Pembangunan keluarga sejahtera dalam Repelita VI


dilaksanakan dalam satu program pokok, yaitu Program Keluarga
Berencana yang didukung oleh berbagai program pembangunan
sektor-sektor lainnya secara terpadu.

Program Keluarga Berencana

Program keluarga berencana bertujuan untuk meningkatkan


kepedulian dan peran serta masyarakat terhadap pendewasaan usia
perkawinan, penurunan angka kelahiran, pembinaan ketahanan
keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Untuk tercapai-
nya tujuan tersebut diselenggarakan kegiatan (a) komunikasi,
informasi, dan edukasi; (b) pelayanan keluarga berencana; dan (c)
pemantapan kelembagaan serta pengelolaan program.

a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Tujuan kegiatan KIE adalah untuk meningkatkan pengetahuan,


sikap, dan perilaku masyarakat yang mendukung terwujudnya
NKKBS melalui gerakan KB. KIE meliputi kegiatan
pengembangan dan penyampaian pesan melalui berbagai media
massa yang dilaksanakan bekerja sama, antara lain, dengan
organisasi kemasyarakatan formal, lembaga swadaya masyarakat
dan dunia usaha. Dalam meningkatkan kegiatan KIE, dimanfaatkan
seoptimal mungkin perkembangan kemajuan teknologi komunikasi
media massa, baik media massa elektronik maupun media massa
cetak. Di samping itu, media massa tradisional yang terdapat di
daerah, seperti kesenian tradisional, tetap dimanfaatkan dalam
kegiatan KIE.

b. Pelayanan Keluarga Berencana

Tujuan pelayanan KB adalah untuk memenuhi kebutuhan


masyarakat dalam ber-KB yang bermutu, aman, mudah, dan

353
terjangkau sehingga dapat memberikan kepuasan dan menjamin
keberhasilan program KB di dalam masyarakat. Untuk itu,
ditingkatkan penyediaan dan distribusi obat dan alat kontrasepsi
yang cukup; pelayanan pemasangan dan pelepasan alat kontrasepsi;
palayanan medik akibat dampak samping yang mungkin timbul
karena pemakaian alat kontrasepsi; dan berbagai kegiatan
pembinaan keluarga sejahtera dengan memberikan bantuan kredit
pada para peserta KB untuk meningkatkan pendapatan keluarga,
yang disalurkan melalui usaha peningkatan pendapatan kelompok
akseptor (UPPKA).

c. Pemantapan Kelembagaan dan Pengelolaan Program

Untuk meningkatkan pembangunan keluarga sejahtera


diupayakan peningkatan jumlah dan mutu tenaga profesional
kependudukan, termasuk tenaga penyuluh lapangan KB, melalui
pendidikan dan pelatihan. Selain itu, ditingkatkan upaya
memperkuat kelembagaan KB, antara lain dengan menumbuhkan,
membina, dan mengembangkan lembaga masyarakat yang akan
atau telah berperan serta menyelenggarakan pelayanan KB. Selain
lembaga KB yang dikelola oleh Pemerintah, diperkuat juga
kelembagaan KB yang dikelola oleh masyarakat, termasuk oleh
dunia usaha.

Dalam rangka pembudayaan NKKBS, Program KB ditunjang


oleh berbagai program di berbagai sektor pembangunan antara
lain: (a) program pelayanan kesehatan dan perbaikan gizi ibu dan
anak di puskesmas dan pos pelayanan terpadu (posyandu); (b)
program penyuluhan dan penerangan agama, terutama untuk
memberikan dukungan keagamaan bagi program KB; (c) program
peningkatan peranan wanita yang bertujuan untuk meningkatkan
peran wanita dalam program KB melalui PKK dan posyandu; (d)
program pengembangan dan pembinaan pemuda yang bertujuan
meningkatkan peran pemuda dalam ikut serta membudayakan
NKKBS melalui pendidikan kependudukan; dan (e) program
pembangunan koperasi di desa tertinggal dalam rangka

354
meningkatkan pendapatan keluarga peserta KB dengan memberikan
modal pinjaman bagi kelompok akseptor KB yang mempunyai
usaha ekonomis produktif melalui UPPKA.

D. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM


REPELITA VI

Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan


baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam program-
program tersebut, yang merupakan program dalam bidang
kependudukan dan keluarga sejahtera, yang akan dibiayai dengan
anggaran pembangunan selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99)
adalah sebesar Rp1.743.120,0 juta. Rencana anggaran
pembangunan kependudukan dan keluarga sejahtera untuk tahun
pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, sub sektor dan
program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel 36-6.

355
356

Tabel 36—6
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN
KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)

(dalam juta
rupiah)
No.
Kode Sektor/Sub Sektor/Program 1994/95 1994/95 — 1998/99

12 SEKTOR KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA

12.1 Sub Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana

12.1.01 Program Kependudukan 2.000,0 12.890,0


12.1.02 Program Keluarga Berencana 288.221,0 1.730.230,0

Anda mungkin juga menyukai