Anda di halaman 1dari 7

Try Andrian - 38329 3

Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

BAB II
GEOLOGI REGIONAL

II.1. Geomorfologi Regional


Satuan geomorfologi Pegunungan Selatan dibagi menjadi empat , yaitu
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst
Satuan ini terletak pada daerah paling selatan, terdiri dari bentukan
positif dan negatif yang memnjang dari Parangtritis sampai Pacitan.
2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan
Satuan ini terletak didaerah Ngawen dan sekitarnya, Bentukan yang
ada berupa perbukitan yang dibangun oleh struktur homoklin, antiklin,
sinklin dan gawir terjal yang memnjang dari barat-timur
3. Satuan Geomorfologi Dataran Tinggi
Satuan ini menempati bagian tengah daerah pegunungan selatan,
yaitu daerah Gading, Wonosari, Playen dan menerus hingga Semanu.
Morfologi yang dinagun oleh batugamping berlapis, batupasir gampingan
yang berkedudukan perlapisannya relatif horizontal.
4. Satuan Geomorfologi Dataran Berteras
Satuan geomorfologi ini dibangun oleh batuan berumur Kuarter
berupa lempung hitam, konglomerat, pasir dan perulangan tufa dengan pasir
kasar hingga halus. Satuan ini berada di sebagian Ngawen,Semin hingga
Wonogiri bagian selatan.

II.2 Stratigrafi Regional


Pegunungan Selatan adalah pegunungan yang terletak pada bagian
selatan Jawa Tengah, mulai dari bagian tenggara dari propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, memanjang ke arah timur sepanjang pantai selatan
Jawa Timur. Secara garis besar stratigrafi daerah Pegunungan Selatan dapat
dinyatakan dalam dua macam urutan. Yang pertama adalah sratigrafi bagian
barat (Bothe ,1929 dalam Rahardjo dan Wiyono, 1993). Sedangkan bagian
timur yang terletak di bagian selatan dan tenggara depresi Wonogiri-
Try Andrian - 38329 4
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

Baturetno urutan stratigrafinya disusun oleh Sartono (1958). Daerah


penelitian termasuk dalam stratigrafi Pegunungan selatan bagian barat.
Pegunungan Selatan bagian barat secara umum tersusun oleh batuan
sedimen volkaniklastik dan batuan karbonat. Batuan volkaniklastiknya
sebagian besar terbentuk oleh pengendapan gaya berat (gravity depositional
processes) yang menghasilkan endapan kurang lebih setebal 4000 meter.
Hampir seluruh batuan sedimen tersebut mempunyai kemiringan ke selatan
yang mementuk suatu struktur homoklin. Urutan stratigrafi penyusun
Pegunungan Selatan bagian barat dari tua ke muda adalah Formasi Kebo-
Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Sambipitu, Formasi
Oyo, Formasi Wonosari, dan Endapan Kuater (Gambar 2.2.).
Berdasarkan stratigrafi regional, daerah penelitian tersusun atas
Formasi Semilir, Formasi Nglangran, Formasi Sambipitu, dan Formasi Oyo.
Formasi Semilir berada di atas Formasi Kebo-Butak dan berhubungan menjari
dengan Formasi Nglanggran dan berada di bawah Formasi Wonosari (Gambar
2.2).

Gambar 1: Kolom Stratigrafi Pegunungan Selatan (Sudarno,1997).


Try Andrian - 38329 5
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

II.2.1 Formasi Wungkal – Gamping


Tersusun oleh perulangan batupasir kuarsa, napal pasiran,
batulempung, dan lensa batugamping. Umur formasi ini adalah Eosen Atas.

II.2.2. Formasi Kebo – Butak


Formasi ini berada tidak selaras di atas Formasi Wungkal – Gamping.
Pada bagian bawah tersusun atas batupasir berlapis baik, batulanau,
batulempung, serpih, tufa, dan aglomerat. Pada bagian atasnya tersusun atas
batuupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tufa asan. Setempat pada
bagian tengah dijumpai lava andesit-basalt dan sedikit di atasnya breksi
andesit. Umur formasi ini Oligosen – Miosen Bawah bagian Bawah.

II.2.3. Formasi Semilir


Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang
bersifat tuffaan, kadang-kadang berseiling dengan breksi. Fragmen yang
membentuk breksi ataupun batupasir pada umumnya berupa fragmen
batuapung yang bersifat asam. Di lapangan umumnya menunjukan
perlapisan yang baik, struktur-struktur yang mencirikan turbidit banyak
dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi menunjukan
pengendapannya berlangsung sangat cepat dan dipengaruhi oleh volkanisme
sehingga karbonat tidak terbentuk atau pengendapan tersebut terjadi pada
lingkungan laut yang sangat dalam, berada di bawah ambang kompensasi
karbonat (CCD) sehingga fosil karbonatan sudah mengalami korosi sebelum
mencapai dasar pengendapan.

II.2.4. Formasi Nglanggran


Formasi ini terdiri dari breksi dengan penyusun material volkanik,
bagian yang terkasar hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah
lava andesit dan juga bom andesit. Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil
pengendapan aliran rombakan yang berasal dari gunung api bawah laut,
Try Andrian - 38329 6
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

dalam lingkungan laut yang relatif dalam dan proses pengendapannya


berlangsung cepat, yaitu hanya selama Kala Miosen.

II.2.5. Formasi Sambipitu


Penysun utama dari formasi ini adalah batupasir yang bergradasi
menjadi batulanau atau batulempung. Batupasir pada bagian bawah dari
formasi ini menunjukan sifat volkanik, sedangkan ke arah atas berubah
menjadi batupasir yang bersifat karbonatan. Pada batupasir karbonatan ini
sering dijumpai fragmen koral dan foraminifera besar yang berasal dari
lingkungan terumbu laut yang terseret ke dalam daerah yang lebih dalam
akibat pengaruh arus turbid.

II.2.6. Formasi Oyo


Formasi Oyo terletak tidak selaras terhadap Formasi Nglanggran dan
membaji terhadap Formasi Sambipitu. Batuan penyusun formasi ini berupa
batugamping tufaan, napal tufaan, tufa andesitan berlapis baik dengan
struktur nendatan dan biogenik. Formasi Oyo berumur Miosen Awal bagian
Atas – Miosen Tengah bagian Bawah.

II.2.7. Formasi Wonosari


Formasi Wonosari memiliki kedudukan menjari dengan Formasi
Sambipitu dan terhadap Formasi Oyo. Batuan penyusun formasi ini terutama
batugamping berlapis baik dan reef limestone, setempat-setempat batupasir
tufaan, batupasir napalan tufaan, dan batulanau. Umur Formasi Wonosari ini
adalah Miosen Tengah bagian Bawah – Miosen Atas.

II.2.8. Formasi Kepek


Formasi Kepek terletak menjari terhadap Formasi Wonosari dan
penyusunnya terdiri atas perselingan batugamping dan napal. Umur formasi
ini adalah Miosen Atas.
Try Andrian - 38329 7
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

II.3. Struktur Geologi Regional


III.3.1 Sejarah Tektonik Pulau Jawa
Menurut Pulunggono dan Martodjojo (1994), kepulauan Indonesia
berada pada titik pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia di
barat serta Lempeng Australia dan Lempeng Samudra Pasifik di timur.
Berdasarkan pola-pola yang berkembang di Pulau Jawa dapat ditarik
kesimpulan tentang sejarah perkembangan tektoniknya (Gambar 2.3). Kala
Paleosen (Pola Meratus), Pulau Jawa yang sekarang ini berarah Barat-Timur
belum terbentuk (80 jtl sampai 52 jtl).
Tatanan tektonik kompresif oleh adanya tumbukan Lempeng
Samudra Hindia yang menunjam ke bawah Benua (paparan) Sunda dengan
zona penunjaman berorientasi Timurlaut-Baratdaya (kawasan Pegunungan
Meratus hingga Lok Ulo Cimandiri saat ini) adalah dominan pada saat itu.
Arah tumbukan dan penunjaman antara lempeng yang menyudut (oblique)
menjadi penyebab utama sifat sinistral dari sesar-sesar utama pada Pola
Meratus ini, dan yang jelas merupakan sesar mendatar.
Pada umur Paleogen (Kala Eosen hingga Oligosen Akhir, sekitar 53 jtl
sampai 32 jtl), Pola Sunda mulai terbentuk. Gerak sesar-sesar yang umumnya
berpola regangan pada Pola Sunda ini lebih jelas terlihat di Pulau Sumatera.
Hal ini berkaitan dengan bergeraknya subkontingen Hindia ke arah utara
yang berpengaruh langsung terhadap bagian Pulau Sumatera daripada
kawasan- kawasan lepas pantai Pulau Jawa
Pada umur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal (32 jtl), jalur tunjaman
baru terbentuk di selatan Pulau Jawa yang berarah Barat-Timur dan menerus
ke Pulau Sumatera yang mengakibatkan Pulau Jawa mengalami gaya
kompresi dan menghasilkan Zona Anjakan Lipatan (Thrust Fold Belt) di
sepanjang Pulau Jawa yang berlangsung sampai sekarang.
Try Andrian - 38329 8
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

Gambar 2. Pola Struktur Geologi di Pulau Jawa.

III.3.2 Struktur Geologi Pegunungan Selatan


Pulau Jawa bagian tengah dan timur memiliki 2 macam konfigurasi
struktur (structural grains) yang berbeda. Di bagian utara dicirikan oleh
kecenderungan arah Timurlaut-Baratdaya (NE-SW trend), sedangkan di
bagian selatan cenderung mengikuti arah Timur-Barat (E-W trend). Pola
Timurlaut-Baratdaya diduga mengikuti konfigurasi dari basement. Basement
sendiri diduga merupakan bagian dari kerak benua Pre-Tersier yang
tersusun oleh kelompok melange, ofiolit, dan bagian dari jenis kerak benua
lain. Pola struktur yang berarah Timur-Barat ini sesuai dengan busur
volkanik Tersier yang juga berarah Timur-Barat (Hamilton,1978).
Secara umum Pegunungan Selatan bagian barat berupa pegunungan
dan perbukitan yang tersusun oleh batuan sedimen volkaniklastik dan
karbonat yang secara umum memiliki kemiringan ke arah selatan.
Pegunungan ini terpotong oleh sejumlah sesar dengan kedudukan yang
bervariasi ke beberapa arah.
Sudarno (1997) menyebutkan bahwa di daerah Pegunungan Selatan
terdapat empat kelompok arah struktur, yaitu:
1. Kelompok arah pertama yaitu struktur-struktur yang berarah timurlaut-
baratdaya (NE-SW trend). Arah ini didominasi oleh arah sesar-sesar geser
sinistral. Arah struktur ini diduga disebabkan oleh penunjaman lempeng
Try Andrian - 38329 9
Laporan Fieldtrip Metode Geologi Lapangan

Indo-Australia pada Akhir Eosen hingga Akhir Miosen Tengah. Kelurusan


yang terdapat pada Sungai Opak, Sungai Oyo, dan Bengawan Solo diduga
juga berkaitan erat dengan arah tektonik kelompok pertama ini.
2. Kelompok arah kedua umumnya berarah utara-selatan (N-S trend) yang
berupa sesar-sesar sinistral. Akan tetapi di sisi barat dari Pegunungan
Selatan terdapat sesar-sesar normal yang mengikuti arah ini. Arah
struktur ini dikenal sebagai Pola Sunda yang aktif pada Akhir Eosen
hingga Akhir Oligosen.
3. Kelompok arah ketiga mempunyai kedudukan baratlaut-tenggara (NW-SE
trend), yang secara umum berupa sesar-sesar geser dekstral. Kelompok
arah kedua dan ketiga ini tampak seperti pasangan retakan akibat gaya
kompresi yang berarah utarabaratlaut-selatantenggara (NNW-SSE) yang
terjadi pada Akhir Pliosen. Gaya ini diduga merupakan penyebab
Pegunungan Selatan mengalami pengangkatan dan tersingkap ke
permukaan.
Kelompok arah keempat adalah kelompok sesar-sesar normal yang dominan
berarah barat-timur (E-W trend). Arah ini terbentuk sebagai akibat dari gaya
regangan yang berarah utara-selatan yang berkembang pada Awal
Pleistosen. Arah tektonik ini dikenal sebagai Pola Jawa. Gaya tarik ini
mereaktifasikan beberapa arah sesar yang telah ada sebelumnya, sehingga
menjadi sesar-sesar normal.

Anda mungkin juga menyukai