Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan anak dilandasi oleh beberapa teori perkembangan dari para
tokoh pencetus serta pelopor dalam dunia pendidikan. Teori-teori tersebut
bermunculan seiring dengan perkembangan dan permasalahan yang
dialami anak. Satu per satu teori perkembangan diperkenalkan kepada
dunia, dengan tujuan dapat membantu menyelesaikan problematika proses
perkembangan anak. Selain itu, teori-teori tersebut juga merupakan sederet
inovasi yang difungsikan sebagai katrol pengangkat kualitas anak.
Albert Bandura, satu dari sekian tokoh pencetus teori perkembangan,
yakni teori pembelajaran sosial (social learning theory). Menurut Bandura
, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh
model). Orang belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media,
serta dari orang lain dan lingkungannnya. Dalam model pembelajaran
Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peranan penting.
Faktor person (kognitif) yang dimaksud saat ini adalah self-efficasy atau
efikasi diri. Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai
keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan
memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini
diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri
tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak
akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang
digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang
memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi
tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan
yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura
(1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan
yang ia alami.
Permasalahan sosial anak, bahkan seluruh kalangan mungkin dapat diatasi
dengan menerapkan teori Bandura ini. Oleh karena itu, makalah ini
menjelaskan dengan lebih terperinci tentang teori pembelajaran sosial ini.
Teori ini juga dapat dijadikan salah satu pedoman untuk meningkatkan
kualitas perkembangan anak, khususnya para pendidik.
B. Tujuan
1. Mengetahui tokoh pencetus teori pembelajaran sosial
2. Mengetahui apakah yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial
3. Mengetahui permodelan Albert Bandura
4. Mengetahui prinsip-prinsip belajar melalui permodelan
5. Menggali lebih dalam tentang Teori Sosial Learning
C. Rumusan Masalah
1. Siapakah tokoh teori pembelajaran sosial ?
2. Apa yang dimaksud dengan teori pembelajaran sosial ?
3. Bagaimana teori permodelan Albert Bandura ?
4. Bagaimaa prinsip-prinsip belajar melalui permodelan ?
D. Manfaat
1. Membantu menyelesaikan problematika proses perkembangan anak
2. Mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri
sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif
3. Memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya
4. Cepat menghadapi maslah dan mampu bangkit dari kegagalan yang
dialami
5. Pedoman untuk meningkatkan kualitas perkembangan anak
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Pembelajaran Sosial


Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) merupakan sebuah
perluasan dari teori perilaku yang tradisional. Pada awalnya teori pembelajaran
sosial ini, dinamakan sebagai “teori sosial kognitif” oleh Albert Bandura .
Kemudian dikembangkan lagi menjadi “teori pembelajaran sosial”. Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar berperilaku.
Tetapi lebih memberikan penekanan pada efek-efek dan isyarat-isyarat pada
perilaku serta proses-proses mental internal.
Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa faktor-faktor sosial, kognitif,
dan tingkah laku, mempunyai peranan penting dalam pembelajaran. Faktor
kognitif akan mempengaruhi wawasan peserta didik tentang pemahaman dan pola
pikir akan segala fenomena yang ada di alam semesta, sementara faktor sosial
termasuk perhatian dan kepedulian peserta didik terhadap tingkah laku orang tua,
keluarga, serta lingkungannnya akan mempengaruhi tindakan dan tingkah laku
peserta didik tersebut. Dalam pandangan sosial manusia tidak didorong oleh
kekuatan-kekuatan dari dalam dan juga tidak dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan
dari luar.
Teori pembelajaran sosial menganggap manusia sebagai makhluk yang
aktif, yang berupaya membuat pilihan, menentukan keputusan, dan menggunakan
proses-proses perkembangan yang ada untuk menyimpulkan kejadian serta
komunikasi yang baik dengan orang lain. Perilaku manusia, khusunya peserta
didik tidak ditentukan oleh pengaruh lingkungan dan sejarah perkembangan
seseorang. Dalam hal ini, manusia cenderung bersifat selektif dan bukan entity
yang pasif serta mudah dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Teori Bandura menjelaskan perilaku individu dalam konteks interaksi
timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh
lingkungan. Kondisi lingkungan sekitar individu sangat berpengaruh dalam teori
perkembangan belajar ini. Contohnya, seorang peserta didik yang hidupnya di
lingkungan keras yang masyarakatnya cenderung tidak taat pada agama dan selalu
meminum minuman keras, maka dia cenderung juga akan bertingkah laku yang
sama, yakni tidak taat pada agama dan meminum minuman keras. Namun tak
menutup kemungkinan bila seorang peserta didik tersebut akan menganggap
bahwa tidak taat pada agama dan meminum minuman keras itu tidak baik.
Teori belajar ini juga dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana
seseorang belajar dalam keadaan atau lingkungan yang sebenarnya. Bandura
(1977) menghipotesiskan bahwa tingkah laku (B=behavior), lingkungan
(E=Environment), dan kejadian-kejadian internal pada peserta didik yang
mempengaruhi presepsi dan aksi (P=Perception) merupakan hubungan yang
saling berpengaruh atau berkaitan (interlocking). Menurut Albert Bandura,
tingkah laku sering dievaluasi, yaitu bebas dari timbal balik sehingga boleh
mengubah kesan-kesan personal seseorang. Pengakuan sosial yang berbeda
mempengaruhi konsepsi dari individu.
Teori belajar sosial memiliki konsep yang menekankan pada komponen
kognitif dan pikiran serta pemahaman dan evaluasi. Menurut Bandura, seseorang
belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh madel). Orang
belajar dari apa yang ia baca, dengar, dan lihat di media, dari orang lain dan
lingkungannya.
Albert Bandura mengemukakan bahwa seorang individu belajar banyak
tentang perilaku melalui peniruan / modeling, bahkan tanpa adanya penguat
(reinforcement) sekalipun yang diterimanya. Proses belajar semacam ini disebut
“observational learning” atau pembelajarn melalui pengamatan. Bandura juga
megemukakan bahwa teori pembelajaran sosial membahas tentang bagaimana
perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan
observational learning, cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap
informasi, begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi
lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational
opportunity. Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai
proses pembelajaran, yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang
mempelajari perilaku dengan mengamati dengan cara sistematis imbalan dan
hukuman yang diberikan kepada orang lain. Dalam observational learning
terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling.
Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain:
a. Atensi, dalam tahapan ini seseorang harus memberikan perhatian terhadap
model dengan cermat.
b. Retensi, tahapan ini adalah tahapan mengingat kembali perilaku yang
ditampilkan oleh model yang diamati, maka seseorang perlu memiliki
ingatan yang bagus terhadap perilaku model.
c. Reproduksi, dalam tahapan ini seseorang yang telah memberikan perhatian
untuk mengamati dengan cermat dan mengingat kembali perilaku yang
telah ditampilkan oleh modelnya, maka berikutnya adalah mencoba
menirukan atau mempraktekkan perilaku yang dilakukan oleh model.
d. Motivational, pada tahapan ini seseorang harus memiliki motivasi untuk
belajar dari model.
Teori belajar sosial menekankan, bahwa lingkungan-lingkungan yang
dihadapkan pada individu tidak terjadi secara kebetulan. Lingkungan-lingkungan
itu kerap kali dipilih dan diubah oleh orang itu melalui perilakunya sendiri.
Menurut Albert Bandura, sebagaimana yang dikutip oleh (Kardi, S., 1997:14),
bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari teori pembelajaran sosial adalah
pemodelan (modelling), dan pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling
penting dalam pembelajaran terpadu.
Ada dua jenis pembelajaran melalui pengamatan (observational learning),
yaitu:
1. Pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui kondidsi yang
dialami orang lain atau vicarious conditioning. Misalnya seorang siswa
melihat temannya dipuji atau ditegur oleh gurunya karena perbuatannya,
maka ia kemudian meniru melakukan perbuatan lain yang tujuannya sama
yaitu ingin dipuji oleh gurunya. Kejadian ini merupakan contoh dari
penguatan melalui pujian yang dialami orang lain atau vicarious
reinforcement.
2. Pembelajaran melalui pengamatan meniru perilaku suatu model meskipun
model itu tidak mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat
pengamat itu sedang memperhatikan model itu mendemonstrasikan
sesuatu yang ingin dipelajari oleh pengamat tersebut dan mengharapkan
mendapat pujian dan penguatan apabila menguasai secara tuntas apa yang
dipelajari itu. Model tidak harus visualisasi tiruan sebagai model (Nur, M.
1998:4).

B. Prosedur-prosedur Social Learning


Pendekatan teori belajar sosial terhadap proses perkembangan sosial dan
moral ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespons)
dan imitation (peniruan), dimana keduanya merupakan prosedur-prosedur
social learning. Berikut ini penjelasan mengenai prosedur-prosedur social
learning.
1. Conditioning
Prosedur belajar dalam mengembangkan perilaku sosial dan moral
pada dasarnya sama dengan prosedur belajar dalam mengembangkan
perilaku-perilaku lainnya, yakni dengan reward (hadiah) dan
punishment (hukuman). Dasar pemikirannya yaitu sekali seseorang
mempelajari perbedaan antara perilaku-perilaku yang menghasilkan
ganjaran (reward) dengan perilaku-perilaku yang menagkibatkan
hukuman (punishment), sehingga dia bisa memutuskan sendiri perilaku
mana yang akan dia perbuat.
2. Immitation
Dalam hal ini, orang tua dan guru diharapkan memainkan peran
penting sebagai seorang model / tokoh yang dijadikan contoh
berperilaku sosial dan moral. Berkaitan dengan pengajaran di kelas,
guru hendaknya menempatkan dirinya sebagai tokoh perilaku bagi
peserta didik. Proses kognitif peserta didik hendaknya mendapat
perhatian dan dukungan dari guru maupun lingkungan sekitarnya.
Perhatian yang dimaksud adalah perhatian terhadap perbedaan
individual, kesediaan, motivasi, dan proses kognitif masing-masing
peserta didik. Selain itu, hal lain yang harus diperhatikan ialah
kecakapan peserta didik dalam pembelajaran untuk belajar, termasuk
dalam penyelesaian masalah dalam pembelajaran. Kualitas
kemampuan peserta didik dalam melakukan perilaku sosial hasil
pengamatan terhadap model tersebut, antara lain bergantung pada
ketajaman persepsinya mengenai ganjaran dan hukuman yang
berkaitan dengan benar dan salahnya perilaku yang ia tiru dari model
tadi. Selain itu, tingkat kualitas imitasi tersebut juga bergantung pada
persepsi peserta didik tentang “siapa” yang menjadi model.
Maksudnya, semakin piawai dan berwibawa seorang model, semakin
tinggi pula kualitas imitasi perilaku sosial dan moral peserta didik
tersebut. Jadi dalam Social Learning, anak belajar karena contoh
lingkungan. Interaksi antara anak dengan lingkungan akan
menimbulkan pengalaman baru bagi anak tersebut.

C. Unsur-unsur Pembelajaran Social Learning


Proses pembelajarn social learning menurut teori Bandura, terjadi dalam
tiga komponen, yaitu:
1. Perilaku Model
Individu melakukan pelajaran dengan proses mengnal perilaku model
(perilaku yang akan ditiru), kemudian mempertimbangkan dan
memutuskan untuk meniru sehingga menjadi perilakunya sendiri.
Perilaku model adalah berbagai perilaku yang dikenal di
lingkungannya. Apabila bersesuaian dengan keadaan dirinya (minat,
pengalaman, cita-cita, tujuan dan sebagainya), maka perilaku itu akan
ditiru.
2. Pengaruh Perilaku Model
Untuk memahami penagruh perilaku model, maka perlu diketahui
fungsi model itu sendiri, yaitu:
- Untuk memindahkan informasi ke dalam diri individu.
- Memperkuat atau memperlemah perilaku yang telah ada.
- Memindahkan pola-pola perilaku yang baru.
3. Proses Internal Pelajar
Model-model yang ada di lingkungan senantiasa memberikan
rangsangan kepada individu yang membuat individu memberikan
tindak balas apabila terjadi hubung kait antara rangsangan dengan
dirinya. Macam-macam model boleh berasal dari ibu, bapak, orang
tua, orang dewasa, guru, pemimpin, teman sebaya, anggota keluarga,
anggota masyarakat, tokoh-tokoh yang berprestis seperti penyanyi,
pahlawan, bintang film, dan sebagainya.

Dalam kaitan dengan pembelajaran, ada tiga macam model, yaitu:


1. Live Model: model yang berasal dari kehidupan nyata, misalnya perilaku
orang tua di rumah, perilaku guru, teman sebaya, atau perilaku yang dilihat
sehari-hari di lingkungan.
2. Simbolic Model: model yang berasal dari suatu perumpmaan, misalnya dari
cerita buku, radio, TV, film atau dari berbagai peristiwa lainnya.
3. Verbal Description Model: model yang dinyatakan dalam suatu uraian verbal
(kata-kata), misalnya petunjuk atau arahan untuk melakukan sesuatu seperti
resep yang memberikan arahan bagaimana membuat suatu masakan.

Proses peniruan model ini akan dipengaruhi oleh factor model itu sendiri dan
kualitas individu. Model-model yang akan ditiru ditentukan oleh tiga factor:
1. Ciri-Ciri model
Yaitu model yang memiliki ciri-ciri yang bersesuaian dengan individu
akan lebih mungkin ditiru disbanding dengan model yang kurang
bersesuaian.
2. Nilai Prestise daripada Model
Ialah model yang memberikan prestise. Misalnya para penyanyi. Bintang
film, pemimpin, orang terkenal, pahlawan, pakar, para juara, adalah
contoh tokoh yang memiliki pretise tinggi, sehingga akan lebih mungkin
dijadikan sebagai model untuk ditiru.
3. Peringkat Ganjaran Intrinsik
Artinya kualitas rasa kepuasan yang diperoleh dengan meniru suatu
model.
Dalam kaitan dengan pengajaran di dalam kelas, guru hendaknya merupakan
tokoh perilaku bagi siswa-siswanya. Proses kognitif siswa hendaknya mendapat
perhatian dari guru, kemudian lingkungan hendaknya memberikan dukungan bagi
proses pembelajaran, dan guru membantu siswa dalam mengembangkan perilaku
pembelajaran. Guru hendaknya memperhatikan karakteristik siswa, terutama yang
berkenaan dengan perbedaan individual, kesediaan, motivasi, dan proses
kognitifnya. Hal lain yang harus diperhatikan ialah kecakapan siswa dalam
pembelajaran untuk belajar, dan penyelesaian masalah dalam pengajaran. Proses
pembelajaran hendaknya tidak terpisah dari lingkungan social, artinya apa yang
dilakukan dalam pembelajaran dan pengajaran hendaknya memiliki keterkaitan
dan padanan dengan kehidupan social yang nyata.
Dalam mengembangkan proses pengajaran yang efektif, teori ini menyarankan
strategi sebagai berikut:
1. Mengidentifikasikan model-model perilaku yang akan digunakan dalam
kelas
2. Mengembangkan perilaku yang memberikan nilai-nilai secara fungsional,
dan memilih perilaku-perilaku model
3. Mengembangkan urutan atau peringkat proses pengajaran
4. Menerapkan aktifitas pengajaran dan membimbing aktifitas pembelajaran
siswa dalam membentuk proses kognitif dan motorik.

D. Alokasi Gambaran Bagan


Tingkah laku manusia merupakan interaksi diantara 3 variabel yang
juga mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran sosial, yaitu
lingkungan (environment), individu (personal/cognitive), dan perilaku (behavior).
a) PERSON
Karakteristik seseorang dan faktor-faktor kognitif (ingatan, perencanaan,
penilaian).
Dalam perannya sebagai individu, manusia berperan sebagai subjek atau pelaku
dalam proses pembelajaran sosial. Setiap individu itu unik karena berbagai
perbedaan yang ada di dalam diri mereka antara satu dengan yang lain. Dalam
proses pembelajaran sosial faktor-faktor personal yang berasal dari diri individu
tersebut memiliki pengaruh yang sangat penting, faktor tersebut adalah:
■ Pengetahuan
Pengetahuan antara satu individu dengan individu lain berbeda, baik pengetahuan
yang bersifat sosial yang berasal dari pengalaman, maupun pengetahuan yang
bersifat edukatif atau didapatkan melalui pendidikan formal.
■ Sikap
Sikap seseorang dalam memandang suatu hal atau permasalahan yang ada untuk
masing-masing individu juga berbeda. Ada yang menyikapi suatu permasalahan
secara serius, ada pula yang menyikapinya secara santai.
■ Pengharapan
Setiap individu senantiasa memiliki harapan maupun sesuatu yang mereka cita-
citakan dalam kehidupan mereka. Hal ini yang membuat pandangan mereka
mengenai suatu hal juga berbeda-beda sesuai pengharapan atau ekspetasi mereka.
b) ENVIRONMENT
Lingkungan : segala bentuk, susunan, komponen, fungsi interaktif yang berada
di bumi baik biotik maupun abiotik. Dalam proses pembelajaran sosial,
lingkungan tersebut meliputi lingkungan sosial budaya atau lingkungan antar
manusia dimana terdapat:
● pola-pola hubungan sosial serta kaidah pendukungnya
● berlaku dalam suatu lingkungan spasial (ruang)
● ruang lingkupnya ditentukan oleh keberlakuan pola-pola hubungan sosial
(termasuk perilaku manusia di dalamnya)
● dipengaruhi oleh tingkat rasa integrasi mereka yang berada di dalamnya
Lingkungan ini berubah mengikuti mengikuti keberadaan manusia di muka
bumi. Artinya, lingkungan sosial budaya mengalami perubahan sejalan dengan
peningkatan kemampuan adaptasi kultural manusia terhadap lingkungannya, dan
begitu pula sebaliknya.
Faktor yang berasal dari lingkungan yang dapat menjadi proses pembelajaran
sosial antara lain:
● norma-norma sosial yang berlaku
● akses masyarakat (pola interaksi)
● pengaruh satu sama lain (kemampuan untuk mengubah lingkungan sendiri)
c) BEHAVIOR
Perilaku : tindakan atau aksi yang dapat mengubah hubungan individu dan
lingkungannya. Faktor perilaku atau behavior yang mempengaruhi proses
pembelajaran sosial yaitu:
● Keterampilan/kemampuan (skills)
● Latihan
● Efektivitas diri
Ketiga variable tidak harus memiliki kekuatan atau memberikan kontribusi yang
sama. Biasanya yang paling berpengaruh adalah aspek kognitif.

Penjelasan Teori
Antara individu, lingkungan, serta perilaku saling berinteraksi dan
mempengaruhi proses pembelajaran sosial. Dimana perilaku seseorang tercipta
dari hasil interaksi antara faktor yang ada dalam diri individu tersebut dengan
kondisi lingkungan tempat individu tinggal. Proses pembelajaran sosial ini
menekankan pada komponen kognitif dari fikiran individu terhadap suatu hal
yang akhirnya menghasilkan sebuah pemahaman dan evaluasi mengenai hal
tersebut. Ketika suatu individu berinteraksi dengan lingkungannya terjadi
interaksi pula terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu dengan
faktor-faktor dalam lingkungan tersebut.
Social Learning Theory (Teori Pembelajaran sosial) menjadi bidang
penelitian komunikasi massa untuk memahami efek terpaan media massa. Social
Learning ini mengkaji proses belajar melalui media massa sebagai tandingan
terhadap proses belajar secara tradisional. Teori ini belajar tradisional menyatakan
bahwa belajar terjadi dengan cara menunjukkan tanggapan dan mengalami efek-
efek yang timbul. Penentu utama dalam belajar adalah peneguhan, dimana
tanggapan akan diulangi jika organisme (orang yang bersangkutan) mendapat
penghargaan. Albert Bandura menyatakan bahwa Social Learning Theory
menganggap media massa sebagai agen sosialisasi yang utama disamping
keluarga, guru dan sahabat.
Dalam belajar, secara sosial langkah pertama adalah attention atau perhatian
terhadap suatu peristiwa. Perhatian terhadap suatu peristiwa ditentukan oleh
karakteristik peristiwa itu (rangsangan yang dimodelkan) dan karakteristik si
pengamat. Peristiwa yang jelas dan sederhana akan mudah menarik perhatian dan
karenanya mudah dimodelkan. Mengenai ciri-ciri pengamat yang menentukan
perhatian adalah antara lain kemampuan seseorang dalam proses informasi, umur,
intelegensi, daya persepsi dan taraf emosional. Orang yang emosional akan lebih
atentifterhadap suatu rangsangan tertentu. Langkah kedua adalah retention process
(proses retensi) yaitu peristiwa yang menarik perhatian tadi di masukkan ke dalam
benak dalam bentuk lambang secara verbal atau imaginal sehingga menjadi
ingatan. Langkah ketiga motor reproduction yaitu hasil ingatan tadi akan
meningkat menjadi bentuk perilaku. Langkah terakhir motivasional proses
menunjukkan bahwa perilaku akan berwujud apabila terdapat nilai peneguhan.
Peneguhan dapat berbentuk ganjaran eksternal pengamatan yang menunjukkan
bahwa bagi orang lain ganjaran disebabkan perilaku yang sama serta ganjaran
internal misalnya rasa puas diri.

E. Eskperimen dalam Teori Albert Bandura


Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang
menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang
dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang tokoh teori belajar social ini
menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan dengan lebih
berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau
menjelaskan lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang
disampaikan atau dilakukan oleh guru dan aspek peniruan oleh pelajar
akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
■ Kelompok A
Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk,
menendang, dan menjerit kearah patung besar Bobo.
Hasil = Meniru apa yang dilakukan orang dewasa dan justru lebih agresif
■ Kelompok B
Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa bermesra dengan
patung besar Bobo
Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah
hasil dari penguatan.
Hasil Keseluruhan Eksperimen :
Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang
dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif

F. Kelebihan dan Kelemahan Teori Albert Bandura


■ Kelemahan Teori Albert Bandura
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan
dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura
adalah mengenai peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan
tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah
laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam
masyarakat.
■ Kelebihan Teori Albert Bandura
Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya
, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang
dihubungkan melalui system kognitif orang tersebut. Bandura memandang
tingkah laku manusia bukan semata – mata reflex atas stimulus ( S-R
bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat interaksi antara
lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar social lebih ditekankan pada perlunya
conditioning ( pembiasan merespon ) dan imitation ( peniruan ). Selain itu
pendekatan belajar social menekankan pentingnya penelitian empiris
dalam mempelajari perkembangan anak – anak. Penelitian ini berfokus
pada proses yang menjelaskan perkembangan anak – anak, faktor social
dan kognitif.

G. Contoh Aplikasi Teori Albert Bandura


Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tratmen, yakni :
a. Latihan Penguasaan (desensitisasi modeling):
mengajari klien menguasai tingkahlaku yang sebelumnya tidak bisa
dilakukan (misalnya karena takut). Tritmen konseling dimulai dengan
membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam. Kemudian konselor
meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara bertahap.
Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau
klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta
membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular
dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya
menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistemik yang pada
paradigma behaviorrisme dilakukan dengan memanfaatkan variasi
penguatan. Bandura memakai desesitisasi sistematik itu dalam fikiran
(karena itu teknik ini terkadang disebut; modeling kognitif) tanpa
memakai penguatan yang nyata.
b. Modeling terbuka (modeling partisipan):
Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi
dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkahlaku yang
dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa bantuan.
c. Modeling Simbolik;
Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious
(melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk
mencoba/meniru tingkahlaku modelnya.
Contoh aplikasi dalam kehidupan sehari-hari:
“Perilaku merokok”
Misalnya apabila seorang anak yang di dalam lingkungan rumahnya ayah
dan ibunya merokok, maka anak tersebut memandang perilaku merokok
sebagai hal yang biasa. Hal ini dikarenakan frekuensi anak terbsebut
melihat perilaku dari kedua orang tuanya sudah terlalu sering. Sehingga
dengan pengetahuan mengenai kesehatan yang belum dia miliki, dia tidak
akan memandang kebiasaan merokok sebagai sesuatu yang salah.
Nantinya, apabila anak ini beranjak dewasa, dan teman-teman sebayanya
banyak yang merokok maka dia akan ikut-ikut merokok. Hal ini
dikarenakan banyak teman-temannya memandang merokok sebagai suatu
hal yang jantan, merokok itu menunjukkan tingkat pergaulan, atau kalau
anak muda tidak merokok itu tidak keren. Hal-hal yang berasal dri
lingkungan seperti ini merupakan hal yang paling besar pengaruhnya
dalam mengubah mainset atau pemikiran si anak mengenai kebiasaan
merokok. Terdapat dua kemungkinan dari pengaruh lingkungan ini, si
anak akan menolak atau mengikuti kebiasaan teman-temannya untuk
merokok.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Teori pembelajaran sosial (Social Learning Theory) merupakan sebuah


perluasan dari teori perilaku yang tradisional. Pada awalnya teori pembelajaran
sosial ini, dinamakan sebagai “teori sosial kognitif” oleh Albert Bandura.
Kemudian dikembangkan lagi menjadi “teori pembelajaran sosial”. Teori ini
menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teori-teori belajar berperilaku.
Tetapi lebih memberikan penekanan pada efek-efek dan isyarat-isyarat pada
perilaku serta proses-proses mental internal. Inti dari teori pembelajaran sosial
(social learning theory) adalah pemodelan (modeling) dan peniruan (immitation).

Teori pembelajaran sosial menganggap manusia sebagai makhluk yang


aktif, yang berupaya membuat pilihan, menentukan keputusan, dan menggunakan
proses-proses perkembangan yang ada untuk menyimpulkan kejadian serta
komunikasi yang baik dengan orang lain.

Antara individu, lingkungan, serta perilaku saling berinteraksi dan


mempengaruhi proses pembelajaran sosial. Dimana perilaku seseorang tercipta
dari hasil interaksi antara faktor yang ada dalam diri individu tersebut dengan
kondisi lingkungan tempat individu tinggal. Proses pembelajaran sosial ini
menekankan pada komponen kognitif dari fikiran individu terhadap suatu hal
yang akhirnya menghasilkan sebuah pemahaman dan evaluasi mengenai hal
tersebut. Ketika suatu individu berinteraksi dengan lingkungannya terjadi
interaksi pula terhadap faktor-faktor yang terdapat dalam diri individu dengan
faktor-faktor dalam lingkungan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

 Santrock,John. Psikologi Pendidikan. 2009. penerbit: Salemba Humanika.


Jakarta.
 Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. 2003. penerbit:Gafindo. Jakarta
 Surya. Psikologi Pembelajaran dan pengajaran. 2003. penerbit : Pustaka
bani
 Latief, Mutmainnah. 2012. Teori Belajar Sosial.

http://mutmainnahlatief.wordpress.com/2012/01/17/teori-belajar-sosial/ diakses
pada tanggal 18/10/2012
 Bagus, Sihnu. 2002. Definisi Teori Belajar Sosial.

http://all-about-theory.blogspot.com/2010/03/definisi-teori-belajar-sosial.html
diakses pada tanggal 18/10/2012

 Sandra, Luciana. 2010. Teori Belajar Sosial.

http://www.scribd.com/doc/45186694/TEORI-BELAJAR-SOSIAL diakses pada


tanggal 18/10/2012

http://mabjip.blogspot.com/2009/10/teori-pembelajaran-sosial-bandura.html
http://lenterakecil.com/teori-belajar-sosial-menurut-bandura/
http://mutmainnahlatief.wordpress.com/2012/01/17/teori-belajar-sosial/

Anda mungkin juga menyukai