Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.

1 April 2017

Hubungan Perilaku Sakit Dalam Aspek Psikososial


Dengan Kualitas Hidup Remaja Thalasemia
Yanitawati1, Ai Mardhiyah2, Efri Widianti3
1
RSUD Kabupaten Malinau, rsud_malinau@yahoo.co.id
2,3
Universitas Padjadjaran, keperawatan@unpad.ac.id

ABSTRAK
Perilaku sakit dapat dikonseptualisasikan sebagai respon seseorang terhadap ancaman
kesehatan yang dirasakan. Respon ini yang mendorong seseorang untuk mempersepsikan
ancaman kesehatan yang mendasari timbulnya perilaku sakit. Perilaku sakit menurut
konsep abnormal illness behaviour yang dikembangkan oleh Pilowsky adalah suatu
respon seseorang dari gangguan keadaan sakit yang menimbulkan perilaku sakit
abnormal. Munculnya perilaku sakit pada individu sakit bisa dianggap perilaku yang
normal. Namun bila perilaku sakit pada individu tersebut menimbulkan aspek psikososial
yang berlebihan dan mengarah negatif, maka perilaku sakit pun akan menjadi perilaku
sakit abnormal. Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku sakit dalam
aspek psikososial dengan kualitas hidup remaja thalasemia Penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif korelasional dengan sampel 63 responden remaja thalasemia kisaran
usia 14 – 19 tahun. Pengumpulan data menggunakan kuesioner Illness Behavior
Questionnaire (IBQ) dari Pilowsky dan Spence (1983) dan kuesioner PedsQL dari Dr.
Varni. Pengolahan data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan
menggunakan uji spearman. Hasil penelitian menunjukan perilaku sakit dalam aspek
psikososial pada kategori tinggi sebanyak 50.8 persen dan kualitas hidup remaja
thalasemia pada kategori rendah 54.0 persen. Terdapat hubungan yang signifikan antara
perilaku sakit dalam aspek psikososial dengan kualitas hidup remaja thalasemia.
Berdasarkan hasil penelitian ini untuk memberikan informasi kepada teman sejawat agar
dalam pelaksanaan pengelolaan remaja thalasemia dapat membuat suatu program layanan
konseling , family advocacy dan health teaching guna meminimalkan perilaku sakit
dalam aspek psikososial yang berhubungan dengan kualitas hidup remaja thalasemia.

Kata Kunci: Kualitas hidup, Perilaku sakit, Remaja Thalasemia.

ABSTRACT
Ill behavior can be conceptualized as a person's response to the perceived health threats.
Abnormal illness behavior according to concepts developed by Pilowsky is a response to
a person from a state of pain disorders that cause abnormal illness behavior. The
emergence of pain in the sick individual behavior can be considered normal behavior.
However, if the behavior of these individuals inflict pain on psychosocial aspects of the
excessive and negative lead, then the ill behavior will be abnormal illness behavior. This
research aims to determine the relationship of pain behavior in the psychosocial aspects
of the quality of life of teenagers with thalassemia. This research was a quantitative study
with a sample of 63 thalassemia adolescent respondents ranging from 14-19 years old.
Data collection using Illness Behavior Questionnaire (IBQ) of Pilowsky and Spence
(1983) and PedsQL of Dr. Varni. Data processing using univariate and bivariate analysis
using the Spearman test. The results showed psychosocial aspects of illness behavior with
high category as much as 50.8 percent and 54.0 percent had low quality of life. There
was significant relationship between psychosocial aspects of illness behavior with
thalassemia adolescent quality of life. The use of counseling services, family advocacy
and health teaching were essential in the implementation of the management of
adolescent with thalassemia and minimize the ill behavior in the psychosocial aspects
related to the quality of life.

Keywords: Quality of life, illness Behavior, Adolescent Thalassemia.


ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 38
http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

PENDAHULUAN gangguan somatisasi, gangguan konversi,


Kualitas hidup sebagai persepsi seseorang gangguan nyeri somatoform, gangguan
tentang posisinya dalam kehidupan, dalam depresi mayor dengan fitur psikotik
hubungannya dengan sistem budaya dan kongruen dan gangguan skizofrenia.
nilai setempat dan berhubungan dengan Perilaku sakit menyangkal seperti
cita – cita, pengharapan dan pandangan – penolakan untuk mendapatkan pekerjaan,
pandangannya, yang merupakan penolakan untuk menghindari terapi medis
pengukuran yang multidimensi, tidak yang akurat, penolakan penyakit akibat
terbatas hanya efek fisik maupun rasa malu dan rasa bersalah,
pengobatan (Eiser & Morse, 2000). ketidakpatuhan setelah infark miokard,
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku counterphobic pada hemofilli,
kualitas hidup remaja dengan penyakit penolakan somatik patologi sebagai
thalasemia adalah perilaku sakit dalam gangguan skizofrenia berat. Perilaku sakit
aspek psikososial. Dimana perilaku sakit berfokus pada somatik melibatkan keluhan
dalam aspek psikososial pada kualitas fisik seperti sakit kepala, mual, muntah,
hidup remaja dengan penyakit kronis tidak nafsu makan, insomnia. Penanganan
menjelaskan tentang kejiwaaan remaja perilaku sakit ini dibutuhkan kolaborasi
akibat yang ditimbulkan saat menghadapi dari tim medis (dokter) yang berkaitan
penyakitnya, prognosis dan komplikasi dengan penanganan keluhan fisik yang
penyakit yang bisa memperburuk status dialami seseorang yang sakit.
kesehatan serta kualitas hidup seseorang Perilaku sakit yang berfokus psikologis
(Eiser & Morse, 2000).) (psikososial) terdiri dari perilaku sakit
Perilaku sakit dapat dikonseptualisasikan menegaskan dan perilaku sakit yang
sebagai respon seseorang terhadap menyangkal. Perilaku sakit menegaskan
ancaman kesehatan yang dirasakan. seperti berpura – pura sakit, gangguan
Respon ini yang mendorong seseorang buatan dengan gejala psikologis,
untuk mempersepsikan ancaman kesehatan kecemasan, kehilangan memori atau
yang mendasari timbulnya perilaku sakit. hilangnya fungsi otak dan perilaku sakit
Munculnya perilaku sakit pada individu yang menyangkal penolakan
sakit bisa dianggap perilaku yang normal. simptomatology psikotik untuk
Namun bila perilaku sakit pada individu menghindari stigma ruamah sakit saat
tersebut menimbulkan aspek psikososial mendapatkan pearawatan, penolakan
yang berlebihan dan mengarah negatif, penyakit untuk menghindari diskriminasi,
maka perilaku sakit pun akan menjadi penolakan untuk menerima pengobatan
perilaku sakit abnormal. dengan adanya diagnosis gangguan jiwa,
Bertahannya suasana hati yang tidak penolakan penyakit (kurang pengetahuan)
pantas dan perubahan perilaku maladaptive depresi psikotik.
menggambarkan perilaku sakit tidak hanya Menurut Pilowsky (1978) “perilaku sakit
menjadi perilaku yang terbuka tetapi abnormal terjadi pada awal individu
perilaku yang mencakup sifat individu menerima suatu penyakit dengan faktor
terhadap pengalaman subjektif prediposisi stigma rawat inap dengan
kesehatannya. Hal ini yang menjadikan pengobatan yang terus menerus diajalan
istilah perilaku sakit menjadi perilaku sakit serta orang tua yang oveprotektif. Untuk
abnormal yang terjadi pada indvidu sakit. pendeteksian dari munculnya perilaku sakit
(Pilowsky, 1993). tidak selalu dilakukan di rumah sakit atau
Perilaku sakit abnormal terbagi 2 aspek pun di lingkungan komunitas. Sehingga
yaitu perilaku sakit yang berfokus somatik digunakan suatu kuesioner perilaku sakit
(fisik) dan perilaku sakit yang berfokus sebagai alat screening perilaku sakit pada
psikologis (psikososial). Perilaku sakit individu yang sakit”.
yang berfokus somatik terdiri dari perilaku Sebagai perawat anak memiliki kontribusi
sakit yang menegaskan dan perilaku sakit penting dalam mengatasi dampak yang
menyangkal. Perilaku sakit menegaskan timbul dari perilaku sakit dalam aspek
seperti perilaku berpura- pura sakit, psikososial khususnya pada remaja yang
syndrom buatan kronis dengan syndrom menderita penyakit kronis yaitu pada
fisik, gangguan buatan dengan gejala fisik, remaja thalasemia.

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 39


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

Perawat memperhatikan kebutuhan Faktor – faktor yang mempengaruhi


emosional, diperlukan support/ konseling. kualitas hidup remaja thalasemia terdiri
Support adalah mendengarkan, dari empat aspek konseptual yaitu (a)
memberikan sentuhan serta kehadiran fisik aspek fisik, (b) aspek psikososial, (c) aspek
yang merupakan komunikasi non verbal. sosial dan (d) aspek sekolah. Menurut
Counseling adalah bertukar pendapat untuk penelitian Bulan (2009) di Semarang
mengatasi masalah, teknik untuk menyatakan fungsi fisik pada penderita
mengekspresikan perasaan dan pikiran thalasemia meliputi kadar hemoglobin.
untuk membantu keluarga dalam Dimana kadar hemoglobin pre tranfusi 7.8
mengatasi psikososial (Hockenberry & g/dl yang artinya terdapat hubungan positif
Wilson, 2011). derajat rendah yang bermakna dengan
Berdasarkan hasil studi pendahuluan ke kualitas hidup anak tahalasemia.
lapangan yang dilakukan peneliti dengan Rendahnya kadar hemoglobin dan
cara wawancara bersama kepala ruangan hematokrit mengakibatkan pertumbuhan
poli hematologi onkologi, beliau dan perkembangan terganggu, terjadi
mengatakan “masih sering mendengar perubahan wajah.
candaan antara pasien remaja yang saat itu Bulan (2009) menyatakan bahwa semakin
menjalani transfusi merasa bosan, lelah, baik status ekonomi keluarga akan
jenuh dan kadang merasa malas untuk meningkatkan kualitas hidup anak
meneruskan pengobatan lagi“. Dan thalasemia. Karena semakin tinggi tingkat
wawancara peneliti ke salah satu status ekonomi keluarga akan
responden perempuan berusia 16 tahun, meningkatkan perhatian terhadap
mengatakan “merasa cemas karena sering kesehatan anak, termasuk dalam hal ini
absen sekolah karena sering kerumah sumber dana untuk pengobatan anak.
sakit”. Mahityutthana (2007) di Thailand dan
Berdasarkan fenomena diatas menjadi Ismail (2006) di Malaysia menyatakan
ketertarikan peneliti untuk mengetahui bahwa penderita thalasemia memiliki
hubungan perilaku sakit dalam aspek kualitas hidup yang buruk terutama dalam
psikososial dengan kualitas hidup remaja aspek sekolah diduga akibat tingginya
thalasemia. Selain itu mengingat belum frekuensi anak thalasemia yang harus
pernah ada dilakukan penelitian yang lebih meninggalkan sekolah untuk menjalani
mendalam tentang hubungan perilaku sakit pengobatan di rumah sakit.
dalam aspek psikososial dengan kualitas Selain keempat aspek tersebut diatas,
hidup remaja thalasemia. perilaku sakit juga merupakan faktor yang
Tujuan umum dari penelitian ini adalah berhubungan dengan kualitas hidup yang
untuk mengetahui hubungan perilaku sakit dipersepsikan oleh remaja Thalasemia.
dalam aspek psikososial dengan kualitas Perilaku sakit merupakan respon seseorang
hidup remaja thalasemia sedangkan tujuan terhadap ancaman kesehatan yang
khusus dari penelitian ini adalah untuk dirasakan. Respon ini yang mendorong
mengidentifikasi perilaku sakit dalam seseorang untuk mempersepsikan ancaman
aspek psikososial, untuk mengidentifikasi penyakit/ kesehatan yang mendasari
kualitas hidup remaja thalasemia, dan timbulnya perilaku sakit. Munculnya
mengidentifikasi hubungan perilaku sakit perilaku sakit pada orang sakit bisa
dalam aspek psikososial dengan kualitas dianggap perilaku yang normal, namun
hidup remaja thalasemia. bila perilaku sakit pada orang sakit
menimbulkan respon yang negatif pada
KAJIAN LITERATUR orang sakit maka perilaku sakit pun bisa
Kualitas hidup yang berhubungan dengan mengarah pada menjadi perilaku sakit
kesehatan (health-related quality of life / abnormal. Namun bila perilaku sakit pada
HRQOL), menggambarkan pandangan individu tersebut menimbulkan aspek
individu tentang kesehatan individu psikososial yang berlebihan dan mengarah
tersebut setelah mengalami suatu penyakit negatif, maka perilaku sakit pun akan
dan mendapatkan suatu bentuk menjadi perilaku sakit abnormal. Perilaku
pengelolaan (Young, 2002). sakit abnormal ditandai dengan kesedihan
tanpa beralasan dimana individu yang sakit

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 40


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

cemas terhadap kesehatannya, penyakit penolakan somatik patologi sebagai


yang terkait sikap dan respon yang gangguan skizofrenia berat. Perilaku sakit
cenderung menahan diri termasuk berfokus pada somatik melibatkan keluhan
didalamnya kesulitan menunjukan emosi fisik seperti sakit kepala, mual, muntah,
dan marah. (Pilowsky, 1993) tidak nafsu makan, insomnia. Penanganan
Perilaku sakit abnormal (Pilowsky, 1978), perilaku sakit ini dibutuhkan kolaborasi
didefinisikan sebagai bertahannya suasana dari tim medis (dokter) yang berkaitan
hati yang tidak pantas dan perubahan dengan penanganan keluhan fisik yang
perilaku maladaptive yang berhubungan dialami seseorang yang sakit.
dengan kondisi kesehatan individu sendiri, Perilaku sakit yang berfokus psikologis
meskipun fakta bahwa dokter telah (psikososial) terdiri dari perilaku sakit
memberikan penjelasan yang cukup jelas menegaskan dan perilaku sakit yang
dari sifat penyakit, pemberian pengobatan menyangkal. Perilaku sakit menegaskan
yang akurat, kesempatan untuk diskusi dan seperti berpura – pura sakit, gangguan
klarifikasi berdasarkan pengkajian buatan dengan gejala psikologis,
kesehatan yang memadai dari semua faktor kecemasan, kehilangan memori atau
biologis, psikologis, sosial dan budaya. hilangnya fungsi otak dan perilaku sakit
Bertahannya suasana hati yang tidak yang menyangkal penolakan
pantas dan perubahan perilaku maladaptive simptomatology psikotik untuk
menggambarkan perilaku sakit tidak hanya menghindari stigma ruamah sakit saat
menjadi perilaku yang terbuka tetapi mendapatkan pearawatan, penolakan
perilaku yang mencakup sifat individu penyakit untuk menghindari diskriminasi,
terhadap pengalaman subjektif penolakan untuk menerima pengobatan
kesehatannya. Hal ini yang menjadikan dengan adanya diagnosis gangguan jiwa,
istilah perilaku sakit menjadi perilaku sakit penolakan penyakit (kurang pengetahuan)
abnormal yang terjadi pada indvidu sakit. depresi psikotik.
(Pilowsky, 1993) Menurut Pilowsky (1978), perilaku sakit
Klasifikasi perilaku sakit abnormal abnormal terjadi pada awal individu
(Pilowsky, 1978) mengakui bahwa menerima suatu penyakit dengan faktor
penolakan terhadap penyakit mungkin prediposisi stigma rawat inap dengan
hanya sebagai tindakan yang normal dalam pengobatan yang terus menerus diajalan
keadaan tertentu. Selanjutnya kedua serta orang tua yang over protektif. Untuk
penyakit somatik / psikologis mungkin pendeteksian dari munculnya perilaku sakit
akan menjadi fokus yang utama. tidak selalu dilakukan di rumah sakit atau
Perilaku sakit abnormal terbagi 2 aspek pun di lingkungan komunitas. Sehingga
yaitu perilaku sakit yang berfokus somatik digunakan suatu kuesioner perilaku sakit
(fisik) dan perilaku sakit yang berfokus sebagai alat screening perilaku sakit pada
psikologis (psikososial). Perilaku sakit individu yang sakit.
yang berfokus somatik terdiri dari perilaku Perilaku sakit dalam aspek psikososial
sakit yang menegaskan dan perilaku sakit merupakan bagian salah satu aspek dari
menyangkal. Perilaku sakit menegaskan perilaku sakit menurut konsep Abnormal
seperti perilaku berpura- pura sakit, illness behavior (Pilowsky, 1978) meliputi
syndrom buatan kronis dengan syndrom kecemasan, menahan diri, penolakan
fisik, gangguan buatan dengan gejala fisik, terhadap penyakit, gangguan afektif,
gangguan somatisasi, gangguan konversi, keyakinan terhadap penyakit, persepsi
gangguan nyeri somatoform, gangguan sakit dan marah. Seseorang yang
depresi mayor dengan fitur psikotik mengetahui bahwa dirinya mengidap
kongruen dan gangguan skizofrenia. penyakit, tentunya mengalami perasaan
Perilaku sakit menyangkal seperti cemas yang akan menimbulkan rasa
penolakan untuk mendapatkan pekerjaan, kekhawatiran dan ketakutan tentang
penolakan untuk menghindari terapi medis kesehatan dan penyakitnya. Penolakan
yang akurat, penolakan penyakit akibat yang terus menerus untuk menerima saran
rasa malu dan rasa bersalah, dan kepastian dari beberapa dokter yang
ketidakpatuhan setelah infark miokard, berbeda bahwa tidak ada penyakit fisik
perilaku counterphobic pada hemofilli, atau kelainan yang mendasari keluhan

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 41


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

yang dialami seperti memiliki keyakinan yang ditimbulkan berbeda – beda bagi
bahwa tidak adanya riwayat penyakit setiap remaja tergantung pada bagaimana
karena keluarga penderita tampak sehat remaja tersebut menterjemahkan rasa sakit
tidak menunjukan gejala yang berbeda yang dideritanya dan perawatan yang
layaknya orang yang mempunyai penyakit. dijalaninya.
Kekecewaan yang dirasakan dengan
penampilan wajah dan tubuhnya. Menurut METODE PENELITIAN
penelitian yang dilakukan oleh Koutelekos Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
& Nikolas (2013) mengemukakan bahwa korelasional dengan menggunakan uji
remaja thalasemia juga mengalami spearman. Penelitian kuatitatif korelasional
perasaan malu atau penolakan, bertujuan mengungkapkan hubungan
ketidakpastian tentang hasil penyakit dan korelatif antar variabel. Hubungan
rasa takut stigmatisasi atau kematian. korelatif mengacu pada kecenderungan
Penyakit yang diderita mengakibatkan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh
keengganan seseorang untuk menceritakan variabel yang lain (Wibowo, 2014).
perasaan yang ada dalam dirinya Subjek penelitian ini adalah remaja
cenderung tertutup, merasa orang lain tidak thalasemia di poli hemoto-onko RSUP Dr
dapat menangani penyakitnya dengan Hasan Sadikin Bandung. Teknik sampling
serius. Sedangkan gangguan Afektif yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan gangguan jiwa yang ditandai adalah purposive sampling. Purposive
dengan adanya gangguan perubahan sampling adalah pengambilan sampel
suasana (mood) sehingga perilaku diwarnai berdasarkankan penilaian peneliti
oleh ketergantungan keadaan perasaan. mengenai siapa – siapa saja yang pantas
Sering merasakan sakit yang berkaitan untuk dijadikan sampel dengan kriteria
dengan penyakit yang dideritanya inklusi usia remaja yang menjalani
merasakan kesedihan, depresi, sulit transfusi darah lebih dari 1 tahun
beristirahat dan merasakan bahwa sedangkan kriteria ekslusi dari penelitian
penyakitnya mempengaruhi hubungan ini adalah dalam perawatan penyakit kritis
pertemanannya. dirumah sakit, berdasarkan data pada
Keyakinan terhadap penyakit yang diderita catatan medik atau anamnesa atau
pasien menimbulkan rasa keyakinan pemeriksaan tambahan diketahui
terhadap penyakit yang dialami didalam menderita retardasi mental dan mempunyai
tubuhnya di sebagian waktu tertentu. cacat fisik seperti yang dapat menganggu
Persepsi sakit dari psikologis dan somatic aktifitas sehari – hari.
juga merupakan bagian dari perilaku sakit. Teknik pengumpulan data pada penelitian
Seorang remaja thalassemia ini menggunakan angket. Dimana angket
mempersepsikan penyakit yang dideritanya merupakan pengumpulan data yang
sebagai suatu hukuman yang harus dilakukan dalam bentuk kuesioner atau
ditanggung sendiri dan bertanggung jawab daftar pertanyaan – pertanyaan tertulis
terhadap penyakitnya terhadap orang lain, yang menyangkut masalah penelitian dan
terganggu dengan rasa sakit dan nyeri, jawaban nya diisi oleh responden.
kesehatan yang memburuk adalah Instrument yang digunakan untuk perilaku
kesulitan terbesar dalam hidupnya, terpikir sakit adalah Illness Behavior
bahwa akan biaya – biaya yang Questionnaire (IBQ) dengan nilai
berhubungan dengan pengobatan. reliabilitas baik dan alfa cronbach 0,935.
Marah merupakan perasaan jengkel yang Instrumen ini disusun dengan menggunkan
timbul sebagai respon dari kecemasan skala Gutman yaitu teknik penskalaan
yang dirasakan sebagai ancaman bagi yang digunakan untuk mendapatkan
seseorang. Kemarahan pada diri seseorang jawaban tegas terhadap suatu
ada yang diluapkan ada yang hanya permasalahan yang ditanyakan. Skala
dipendam dalam perasaan. Pada remaja Gutman dalam penelitian ini menggunakan
thalasemia yang hidupnya dapat kategori jawaban ya berskor 1 dan tidak
dipertahankan dengan tranfusi darah berskor 0. Instrument yang digunakan
berdampak pada psikososial. Dimana untuk mengukur kualitas hidup adalah Dr.
aspek tersebut akan muncul perilaku sakit J.W. Varni (2012) dengan nilai relibilitas

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 42


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

baik dan alfa cronbach 8.35. Setiap skala Rendah


pada instrument ini mendapat penilaian Perilaku Sakit
secara terbalik yaitu nol (tidak pernah) Tinggi
mendapat nilai 100, satu (sangat jarang) 32 50.8

mendapat nilai 75, dann dua (kadang-


kadang) mendapat nilai 50, tiga (sering) Hasil penelitian secara umum perilaku
mendapat nilai 25 dan empat (selalu) sakit dari aspek psikososial, maka dapat
mendapat nilai 0. diambil kesimpulan bahwa perilaku sakit
pada responden masuk pada kategori tinggi
PEMBAHASAN yaitu 50.8 persen dan rendah yaitu 49.2
Responden dalam penelitian ini adalahh persen.
remaja penderita thalasemia yang berusia
14-19 tahun di Poli Rawat Jalan Tabel 3. Disribusi Frekuensi Perilaku Sakit
Thalasemia Hemato-Onko RS X. Dalam Aspek Psikososial Pada Remaja
Karakteristik responden berdasarkan jenis Thalasemia (n = 63)
Perilaku Sakit F %
kelamin dapat dilihat pada tabel berikut: 1. Kecemasan
Kecemasan Rendah 20 31.7
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Kecemasan Tinggi 43 68.8
Responden Remaja Thalasemia (n = 63) 2. Penolakan Terhadap
Karakteristik F % Penyakit
Jenis Kelamin Penolakan rendah
Laki-laki Penolakan tinggi 19 30.2
Perempuan 31 49.2 44 69.8
Usia 32 50.8 3. Menahan Diri
14-16 Menahan diri rendah
17-19 26 41,3 Menahan diri tinggi 29 46.0
Usia Mulai Menjalani 37 48.6 34 54.0
Transfusi 4. Gangguan Afektif
< 1 tahun Gangguan Afektif Rendah
1 – 3 tahun Gangguan Afektif Tinggi
3 – 6 tahun 28 44.4
7– 12 tahun 41 65.1 5. Keyakinan Terhadap 35 55.6
> 12 tahun 9 14.3 Penyakit
9 14.3 Keyakinan Terhadap Penyakit
3 4.8 Rendah
1 1.6 Keyakinan Terhadap Penyakit 6 9.5
Tinggi
57 90.5
Dari pada tabel 1. menunjukan bahwa 6. Persepsi Sakit dari Somatik
jumlah responden terbesar 50.8 persen dan Psikologis
adalah perempuan, sedangkan jumlah Persepsi Sakit dari Somatik dan
Psikologis Rendah
responden laki-laki adalah sebanya 49.8 Perepsi Sakit dari Somatik dan
persen. Data pada tabel 1. juga Psikologis Tinggi
29 46
menunjukan kelompok usia responden 7. Marah
yang paling banyak adalah usia 17 – 19 Marah rendah
tahun atau 48.6 persen. Sedangkan Marah tinggi
34 54
kelompok usia responden yang paling
sedikit adalah usia 14 – 16 tahun. Pada
tabel 1. juga menunjukan karakteristik
responden berdasarkan mulai usia berapa 30 47.6
tahun responden menjalani transfusi paling 33 52..4
banyak sejak usia < 1 tahun yaitu 65.1
persen. Berdasarkan tabel 4.3 kecemasan terhadap
Perilaku sakit dari aspek psikososial penyakit secara umum berada pada tingkat
terhadap penyakit tinggi yaitu 68.3 persen dan tingkat rendah
yaitu 31.7 persen. Penolakan terhadap
Tabel 2. Disribusi Frekuensi Secara Umum penyakit secara umum berada pada tingkat
Perilaku Sakit Dalam Aspek Psikososial tinggi yaitu 69.8 persen dan tingkat rendah
Pada Remaja Thalasemia (n = 63) yaitu 30.7 persen. Menahan diri terhadap
Perilaku Sakit F % penyakit secara umum berada pada tingkat
Perilaku Sakit 31 49.2

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 43


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

tinggi yaitu 54.0 persen dan tingkat rendah 54.0 persen dan tingkat tinggi yaitu 46.0
yaitu 46.0 persen. Gangguan terhadap persen.
penyakit secara umum berada pada tingkat Hubungan Perilaku Sakit Dalam Aspek
tinggi yaitu 55.6 persen dan tingkat rendah Psikososial Dengan Kualitas Hidup
yaitu 44.4 persen. Keyakinan terhadap Remaja Thalasemia
penyakit secara umum berada pada tingkat
tinggi yaitu 90.5 persen dan tingkat rendah Tabel 6. Korelasi Perilaku Sakit Dalam
yaitu 9.5 persen. Persepsi sakit dari Aspek Psikososial Dengan Kualitas Hidup
somatik dan psikologis secara umum Remaja Thalasemia
berada pada tingkat tinggi yaitu 54 persen Kualitas Kualitas P value
hidup hidup
dan tingkat rendah yaitu 46 persen. Marah tinggi rendah
akibat penyakit yang dialami secara umum Perilaku sakit 46.0 54.0 0.016
berada pada tingkat tinggi yaitu 52.4 tinggi
persen dan tingkat rendah yaitu 47.6 Perilaku sakit 49.2 50.8
persen. rendah
Kualitas hidup remaja thalasemia
Berdasarkan output diatas, perilaku sakit
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Secara dalam aspek psikososial dengan kualitas
Umum Kualitas Hidup Remaja Thalasemia hidup remaja thalasemia di Poliklinik
(n = 63) Hemato-Onko menunjukan adanya
Kualitas hidup F % hubungan yang signifikan dan korelasi
Kualitas hidup rendah 34 54
hubungan yang lemah (p= 0.016: r = -
Kualitas hidup tinggi 29 46 0,301).
Pembahasan hasil penelitian
Berdasarkan Tabel 4.4 menjelaskan Identifikasi hasil penelitian berbagai
kualitas hidup remaja thalasemia pada karakteristik, variabel dan subvariabel
kategori rendah yaitu 50.8 persen. tentang hubungan perilaku sakit dalam
aspek psikososial dengan kualitas hidup
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Faktor – remaja thalasemia, maka masalah
Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas penelitian yang dialami responden adalah:
Hidup Remaja Remaja Thalasemia (n = Berdasarkan karakteristik responden
63) Pada karakteristik demografi didapatkan
jenis kelamin subyek penelitian sebagian
Aspek Kualitas Hidup F % besar berjenis kelamin perempuan 32 (50.8
1. Aspek Fisik persen). Sama halnya pada penelitian oleh
Aspek Fisik Rendah 31 49,2
Aspek Fisik Tinggi 32 50,8 Bulan (2009) didapatkan sebagian
2. Aspek Emosi sebagian besar subjek penelitian berjenis
Aspek Emosi Rendah
Aspek Emosi Tinggi 38 60.3 kelamin perempuan 30 (54.5 persen). Hal
3. Aspek Sosial 25 39.7 ini sesuai dengan teori gen thalasemia
Aspek Sosial Rendah menurut hukum mendel bahwa anak dari
Aspek Sosial Tinggi 25 39.7
4. Aspek sekolah 38 60.3 pasangan pembawa bakat mempunyai
Aspek Sekolah Rendah kemungkinan 25 persen normal, 50 persen
Aspek Sekolah Tinggi 34 54.0
29 46.0
sebagai pembawa bakat dan 25 persen
merupakan penderita.
Responden dalam penelitian sebagian
Berdasarkan tabel 4.5 secara umum aspek besar terbagi sama banyak yaitu berusia 14
fisik berada pada tingkat rendah yaitu 49.2 – 19 tahun, yang apabila di kategorikan
persen dan tingkat tinggi yaitu 50.8 persen. dalam masa perkembangan, tergolong pada
Aspek emosi berada pada tingkat rendah remaja tengah dan akhir. Dimana
yaitu 60.3 persen dan tingkat tinggi yaitu responden termasuk usia yang produktif
39.7persen. Aspek sosial berada pada dan bisa untuk di berdayakan
tingkat rendah yaitu 39.7 persen dan kemampuannya.
tingkat tinggi yaitu 60.3 persen. Aspek Usia subjek penelitian saat pertama kali
sekolah berada pada tingkat rendah yaitu datang ataupun diagnosa bervariasi.
Namun sebagian besar responden mulai

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 44


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

menjalani transfusi pada usia < 1 tahun. Keyakinan terhadap penyakit pada
Hal ini sama dengan penelitian Bulan penelitian menunjukan sebanyak 57
(2009) dimana subjek penelitian responden (90.5%) berada pada kategori
terdiagnosis dan menjalani transfusi tinggi. Data ini menunjukan mayoritas
terbanyak pada usia 0 – 1 tahun. reponden berpikir ada sesuatu yang salah
Perilaku Sakit Dalam Aspek Psikososial dengan tubuhnya, berusaha mencoba
Dengan Kualitas Hidup Remaja menjelaskan bagaiamana perasaannya
Thalasemia kepada orang lain.Persepsi sakit dari
Perilaku sakit pada penelitian ini berada somatik dan psikologis pada penelitian ini
pada kategori tinggi yaitu 50.8 persen. Hal menunjukan sebanyak 34 responden
ini terjadi karena semua subvariabel dari (54%) berada pada kategori tinggi. Data ini
perilaku sakit berada pada kategori tinggi menunjukan bahwa perubahan somatik
meliputi kecemasan terhadap penyakit sangat berbeda – beda setiap responden
pada penelitian ini menunjukan sebanyak tergantung dari masing - masing
43 responden (68.3%) berada pada responden. Bagi penderita thalasemia yaitu
kategori tinggi. Kecemasan pada kategori perubahan yang lambat baik penderita laki
tinggi menunjukan bahwa perilaku sakit – laki maupun penderita perempuan, wajah
dalam aspek kecemasan terhadap yang pucat, perut yang membuncit karena
penyakitnya dalam kategori yang tinggi pembesaran limpa. Sedangkan persepsi
dengan mengalami berbagai gangguan sakit dari psikologis seperti rasa cemas,
seperti perubahan denyut jantung, khawatir karena harus manjalani transfusi
perubahan suhu tubuh, perubahan darah seumur hidup.
pernapasan, mual, muntah, sakit kepala, Marah pada penelitian ini menunjukan
kehilangan nafsu makan, susah tidur, sebanyak 33 responden (50.8%) berada
gelisah, kurang konsentrasi, dan halusinasi. pada kategori tinggi. Data ini menunjukan
Penolakan terhadap penyakit pada mayoritas reponden berada dalam
penelitian ini menunjukan sebanyak 44 pengendalian orang tua yang overprotektif
responden (69.8%) berada pada kategori baik keluarga maupun lingkungan tempat
tinggi. Data ini menunjukan mayoritas tinggal responden. Kepatuhan dalam
responden dalam keluarga memiliki menjalani pengobatan membuat responden
riwayat penyakit, masih merasa kesal bila harus taat mengikutinya, sehingga
berbicara dengan dokter tentang responden menganggap bahwa
penyakitnya, merasa cemburu bila melihat perlawanaan adalah suatu sikap yang sia –
orang lain sehat. Menahan diri pada sia. Tidak sedikit responden merasa
penelitian ini menunjukan sebanyak 34 frustasi atau menyembunyikan keamarahan
responden (54%) berada pada kategori dari pada mengeksprsikan kemarahan dan
tinggi. Data ini menunjukan mayoritas harus menanggung kekecewaan yang
responden masih menutupi penyakit diperlihatkan oleh keluarga dan lingkungan
thalasemia yang diderita. Akibatnya timbul sekitar responden.
keengganan responden untuk menceritakan Kualitas Hidup Remaja Thalasemia
perasaan yang ada dalam dirinya, Kualitas hidup pada penelitian ini berada
cenderung tertutup, merasa orang lain tidak pada kategori rendah sebanyak 34
dapat menangani penyakitnya.Gangguan responden (54.0 persen). Hal ini terjadi
afektif pada penelitian ini menunjukan karena sebagian besar aspek dari kualitas
menunjukan sebanyak 35 responden hidup berada pada kategoti rendah meliputi
(55.6%) berada pada kategori tinggi. Data Aspek Fisik berkaitan dengan penyakit dan
ini menunjukan bahwa gangguan afektif aktivitasnya pada penelitian ini
sering dialami oleh responden seperti sedih menunjukan sebanyak 31 responden (49.2
hampir sepanjang waktu, sensitif, persen) berada pada kategori rendah. Data
kehilangan gairah hidup, tidak nafsu ini menunjukan mayoritas responden
makan, perubahan pola tidur (tidak bisa hampir selalu sulit untuk melakukan
tidur, mudah lelah, susah konsentrasi, dan aktivitas nya sehari – hari dan hampir
berulang – ulang memikirkan tentang selalu merasa lemah. Hal ini terjadi karena
kematian. anemia kronis dan berbagai gejala yang
diakibatkan oleh proses hemolisis sehingga

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 45


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

dapat memperburuk kesehatan. Supaya untuk membantu keluarga dalam


responden bisa menikmati kesehatannya mengatasi psikososial.
dan dapat kembali berfungsi sosial dengan Hubungan Perilaku Sakit Dalam Aspek
segala keterbatasan, maka perlu adanya Kualitas Dengan Kualitas Hidup
peran perawat untuk bisa Remaja Thalasemia
meminimalisirnya. Hasil uji korelasi mengenai perilaku saki
Aspek emosi berkaitan dengan perasaan dengan kualitas hidup remaja thalasemia di
responden pada penelitian ini menunjukan Poliklinik Hemato-Onko menunjukan
sebanyak 38 responden (60.3 persen) adanya hubungan yang signifikan dan
berada pada kategori rendah. Data ini korelasi hubungan yang lemah (p= 0.016: r
menunjukan mayoritas responden hampir = -0,301). Data ini menunjukan hubungan
selalu merasa takut, sedih, marah, dan yang negatif dimana semakin tinggi
cemas tentang apa yang terjadi pada perilaku sakit maka kualitas hidup remaja
dirinya. Aspek sosial pada penelitian ini thalasemia akan semakin rendah. Semakin
menunjukan sebanyak 38 responden (60.3 rendah nya kualitas hidup responden maka
persen) berada pada kategoti tinggi. Data akan semakin rendah juga pandangan
ini menunjukan mayoritas responden tidak responden tentang kesehatannya. Agar ini
selalu sulit bergaul dengan anak lain yang tidak terjadi diupayakan untuk
berteman dengan dia, tidak merasa diejek meningkatkan kualitas hidup responden
karena kondisi fisiknya. adanya upaya – upaya yang di lakukan
Aspek sekolah pada penelitian ini perawat seperti menberitahukan
menunjukan sebanyak 34 responden (54.0) perkembangan responden kepada orang
berada pada kategori rendah. Data ini tuanya, melakukan kegiatan konseling
menunjukan bahwa aspek sekolah pada guna memberikann dukungan kepada
responden baik. Aspek sekolah pada responden.
penelitian ini rendah mungkin karena Sama hal nya dengan penelitian
mayoritas kelompok usia responden yang Thavorncharoensap (2010) yang
semakin tua semakin banyak jumlah yang menunjukan program psikososial dan
menjalani pengobatan membuat mereka konseling bertujuan untuk membantu
bisa meminimalkan perasaan saat pasien mendiskusikan penyakit mereka
menjalani pengobatan dengan kewajiban agar mereka bisa menerima penyakitnya.
mereka menjalani pendidikan. Selain itu modifikasi perawatan kesehatan
Pada prinsipnya peran perawat anak pada remaja thalasemia harus lebih sabar,
berfokus pada kesejahteraan anak dan fleksibel, dan komprehensif sehingga dapat
keluarga dimana perawat adalah Family mengurangi waktu yang dihabiskan
Advocacy (sebagai penghubung) dimana dirumah sakit guna meningkatkan hasil
perawat bekerjasama dengan anggota pengobatan termasuk kualitas kesehatan
keluarga mengidentifikasi kebutuhan anak terkait hidup mereka.
dan merencanakan intervensi perawatan
yang sesuai. Selain itu perawat juga harus PENUTUP
berusaha menyakinkan keluarga tentang Berdasarkan data dan analisis seperti yang
tersedianya pelayanan kesehatan yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan
sesuai, Health Teaching dimana perawat bahwa perilaku sakit dalam aspek
memberitahukan kepada orang tua tahapan psikososial pada remaja thalasemia berada
perkembangan anak sehingga orang tua pada kategori tinggi yaitu 50.8 persen. Hal
sadar akan apa yang terjadi sehingga dapat ini disebabkan karena semua subvariabel
diantisipasi dan Support (Counseling) perilaku sakit dalam aspek psikososial
dimana perawat memperhatikan kebutuhan berada pada kategori tinggi. Kualitas
emosional, diperlukan support/ konseling. remaja thalasemia berada pada kategori
Support adalah mendengarkan, rendah yaitu 54.0 persen. Hal ini
memberikan sentuhan serta kehadiran fisik disebabkan karena sebagian faktor- faktor
yang merupakan komunikasi non verbal. yang memperngaruhi kualitas hidup pada
Counseling adalah bertukar pendapat untuk remaja thalasemia berada pada kategori
mengatasi masalah, teknik untuk rendah.
mengekspresikan perasaan dan pikiran

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 46


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk
Jurnal Keperawatan BSI, Vol.5 No.1 April 2017

Terdapat ada hubungan negatif antara behaviors. Bristish Journal Of


perilaku sakit dalam aspek psikososial Medical Psychology, 131-137.
dengan kualitas hidup remaja thalasemia
dengan (p= 0.016: r = -0.301). Dimana Pilowsky, I. (1993). Aspects Of Abnormal
semakin tinggi nya perilaku sakit dalam Illnes Behavior. Indian Journal
aspek psikososial maka semakin rendah Psychiatri, 35 (3), 145 - 150.
kualitas hidup remaja thalasemia.
Hasil penelitian ini untuk memberikan Thavorncharoensap et al. (2010). Factors
informasi kepada teman sejawat agar affecting health-related quality of
dalam pelaksanaan pengelolaan remaja life in Thai children with thalasemia.
thalasemia dapat mempertimbangkan BMC Blood Disord , 10 : 1.
langkah – langkah guna meminimalkan
perilaku sakit tidak normal yang timbul Varni, J. W. (may 2012). Validation of
dari aspek psikososial remaja yang Persian Versin of PedsQL 4.0
menjalani transfusi. Generic Core Scales in Toddler an
Penelitian lanjutan dari hasil penelitian ini Children. International Journal of
dapat dilakukan dengan mencari pengaruh Preventive Medicine, 341-350.
program family advocacy, health teaching,
support (conseling) yang dilakukan Varni, J. W. (n.d.). Pediatric Quality of
terhadap kualitas hidup remaja thalasemia. Life Inventory PedsQL. College
Selain itu juga mencari hubungan pola Station Texas: march 2014.
asuh dengan perilaku sakit remaja
thalasemia.
Wibowo, A. (2014). Metodologi Penelitian
Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta:
REFERENSI PT RAJAGRAFINDO PERSADA.
Bulan. (2009). Faktor-faktor yang
berhubungan dengan kualitas hidup
Young, R. (2002). Classification and
anak thalasemia di UTD PMI
Measurement Problem Of Outcomes
Cabang Semarang.
After Intesif Care. In R. Griffith , &
Jones C, eds, Intensive care after
Eiser, G., & Morse, R. (2001). A review 0f
care (p. 142). 0xford :Butterwoth –
measures of quality of life for
Heineman.
children with cronic illness. Aech
Dis Child, 84:205-211.

Hockenberry & Wilson. (2011). Wong"s


Nursing Care Of Infants And
Children eds 9 (2).

Ismail et al. (2006). Health related quality


of life in Malaysia children with
thalasemia. BioMed Central, 4:39.

Koutelekos & Nikolas. (2013). Depression


And Thalasemia In Childrean,
Adolescents And Adult. Health
science Journal, 239-246.

Mahityutthana. (2007). Health - related


quality of life and satisfaction with
health service of thalasemia patients.

Pilowsky, I. (1978). A general


classification of abnormal illness

ISSN: 2338-7246, e-ISSN: 2528-2239 47


http://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php/jk

Anda mungkin juga menyukai