Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Keperawatan Gawat darurat

Oleh

Christin Hotma Andriani


Ignatius Hendi
Sanny
Rostrika wahyuni
Sihol Perdamean

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau
bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa maupun akibat gas
beracun. Mengingat masih sering terjadi keracunan maka untuk dapat menambah
pengetahuan, kami menyampaikan materi mengenai keracunan tersebut.

Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan dapat
terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak semestinya atau
rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida. Pembakaran kayu,
bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan karbon monoksida. Gas karbon
monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, yang
membuatnya amat berbahaya. Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir bab
ini.

Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan pada
kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi jika anak
menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan yang tidak
semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Tanaman,
pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang potensial di rumah tangga.

2
Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf, atau masalah bahasa, lansia dapat
menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah. Selain itu, keracunan dapat terjadi di
lingkungan perawatan kesehatan saat obat-obatan diberikan tidak sebagaimana mestinya.

Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan


kesehatan jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan atau
intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan. Keracunan
karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti jika [ecandu heroin
tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu banyak.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh zat kimia, gigitan ular
dan serangga serta karena gas?
2. Apakah tanda dan gejala dari keracunan tersebut?
3. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
keracunan?

C. Tujuan Penulisan
1. Mempelajari patofisiologi akibat keracunan.
2. Menjelaskan tanda dan gejala keracunan.
3. Mengetahui cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien dengan
Keracunan.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Keracunan
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara
yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan
kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya
bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di
sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Beberapa
contoh keracunan antara lain keracunan obat dan zat kimia, gigitan ular dan serangga, dan
keracunan gas.

B. Anatomi Fisiologi
1. Sistem Pencernaan

a. Organ yang berperan dalam sistem pencernaan adalah :


1) Mulut

4
Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Di dalam
mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan, yaitu gigi,
lidah, dan kelenjar ludah (air liur).
2) Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara rongga mulut
dengan lambung.Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi makanan yang
telah dikunyah dari mulut menuju lambung.
3) Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di sebelah kiri
rongga perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses pencernaan. Lambung
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak), bagian tengah yang
membulat (fundus), dan bagian bawah (pilorus). Kardiak berdekatan dengan
hati dan berhubungan dengan kerongkongan.Pilorus berhubungan langsung
dengan usus dua belas jari.Di bagian ujung kardiak dan pilorus terdapat klep
atau sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya makanan ke dan dari
lambung.Struktur lambung dapat dilihat pada gambar berikut ini.
4) Usus Halus
Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan dan
tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang.
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran empedu.
Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-enzim
sebagai berikut :
- Amilopsin (amilase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih
sederhana (maltosa).
- Steapsin (lipase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
- Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang
mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang
siap diserap oleh usus halus.
5) Usus Besar

5
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan
lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat
bakteri Escherichia coli.
6) Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.Sebelum dibuang
lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.
b. Fungsi Sistem Pencernaan
Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi proses berikut:
1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh
gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum
ditelan(menelan).
3) Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.
5) Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan
oleh tubuh.
6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna,
juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan
2. Sistem Pernafasan

6
Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam
rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi
kiri dan kanan mediastinum (struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada.
Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esophagus dan trakea). Paru-paru
juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax) dan visceral pleura
(membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat rongga potensial yang disebut
rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang
berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan selama pergerakan kedua pleura
saat respirasi. Tekanan rongga pleura dalam keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5
mmHg.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
a) Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction portion,
bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-
vena bronchial.
b) Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian paru
yang terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
Mekanisme Pernapasan
a) Inspirasi
Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan
energi maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk
ke paru-paru, tekanan di dalam paruharus lebih rendah dari tekanan

7
atmosfer.Tekanan yang rendah ini ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan
yaitu diafragma dan m.intercosta.kontraksi ini menimbulkan pengembangan paru,
meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan volume intrapulmoner
menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di dalam alveoli) dan jalan nafas
pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar
¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh
dapat bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang
kembali dengan tekanan atmosfer.
b) Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat
relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang kuat
dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif dari m.intercostalis interna dan m.
abdominalis.Kontraksi m. abdominalis mengkompresi abdomen dan mendorong
isi abdomen mendesak diafragma ke atas.
3. Sistem Hematologi
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair
yang mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang
terfikasi dalam tubuh dan lingkungan luar.
Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut yaitu :
1) Mengambil O2 di paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan.
2) Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
3) Mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan keseluruh jaringan
atau alat tubuh.
4) Mengangkat dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui
kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
Komponen Darah
a. Plasma
1) Sebagai medium untuk mengangkut baerbagai bahan dalam tubuh.

8
2) Menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh
metabolisme di dalanm jaringan.
3) Tempat larutnya sejumlah besar zat organic dan an organik
b. Sel Darah
1) Sel Darah Merah ( RBC)
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang tidak berinti yang
berumur ± 120 hari dengan proses pematangan sel darah merah 1 minggu
dan tidak mempunyai organel. dan ribosom.Normal SDM :5.000.000.000
sel/ml darah. Hemoglobin adalah suatu pigmeb(yaitu secara alamiah
berwarna. Karena kandunagan besinya , hemoglobin tampak kemerahan
apabila berikatan dengan O2 dan kebiruan apbila mengalami deoksigenasi.
Molekul hemoglobin terdiri dari 2 bagian :
a) Bagian Globin,suatu protein yang terbentu dari empat rantai polipeptida
yang sangat berlipat-lipat
b) Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal sebagai
gugus hem(heme) ,yang masing-masing terikat ke satu poipeptida.

2) Sel darah putih ( RBW )


Mempunyai nukeus dan tidak mempunyai hemoglobin dan merupakn
unit yang mobiler dlam sistem pertahanan tubuh (imunitas) yang mengacu
pada kemampuan tubuh untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke
dalam tubuh.
a) Fungsi leukosit
b) Memakan invasi oleh patogen melalui prosesfagositosis
c) Mengidentifikasi dan menghancurkan selsek kanker yang muncul
dalam tubuh
d) Berperan sebagai petugas pembersih sampah tubuh dari debris yang
berasal dari sel yang cidera atau mati.
3) Trombosit ( platelet )

9
a. Trombosit dalah fragmen sel sel yang berasal dari megakariosit besar
di sumsum tulang.trombosit berperan penting dalam
hemostasis,penghentian peredaran dari pembuluh yang cidera.
b. Nilai normal dari tombosit adalah 150 .000-400.000.mm3
c. Fungsi dari tombosit adalah :
- Memelihara perdarahan agar tetap utuh setelah mikrotrauma yang
terjadi sehari – hari pada endotel
- Mengawali epnyumbatan pembuluh darah yang terkena trauma
- Menjaga stabilitas fibrin

C. Jenis-jenis Keracunan
1. Keracunan pada sistem pencernaan
a. Keracunan bahan kimia
1) Etiologi
a) Baygon
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat, akibat
insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
b) Amphetamin
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil,
kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan manusia.
Salah satu jenis amphetamine, adalah methamphetamine. Tingkah laku yang
kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi pemakai kronis. Jika kamu
menggunakan amphetamine, maka amphetamine ini akan merangsang tubuh
melampaui batas maksimum dari kekuatan fisik yang ada.
c) Morpin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit,
berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna.
Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

2) Manifestasi Klinis

10
a) Sianosis
b) Takipnoe, dispnea
c) Nadi lemah
d) Takikardi
e) Aritmia jantung
f) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual
dan muntah
g) Malaise

3) Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin
yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf
parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase
menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat
tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di
post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi
adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di
sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah,
Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor
muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui
dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti
organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak
mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala
klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih
singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang
akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi

11
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada
miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung
lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi
mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak
karena adanya depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi
akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia
4) Patoflow (Terlampir)
5) Penatalaksanaan
a) Antidote
Pada pasien yang sadar :
- bilas lambung
- Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap 30
menit sampai terjadi artropinisasi.
- Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM tiap
4 jam selama 24 jam .
Pada pasien yang tidak sadar
- injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
- Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering,
takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
- Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam.
b) Penanganan syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok
yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan
kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di
ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume darah, sampai dengan

12
meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV, kardiovaskuler dengan
mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral dan suhu. Stabilkan
fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
6) Tes Diagnostik
a) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah
merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut
maupun kronik.
b) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap
individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera
disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah
meningkat > 75 % N.

b.Keracunan Makanan
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke dalam tubuh
karena ikut tertelan bersama makanan.

Ciri-ciri makanan beracun yaitu sebagai berikut:


1. Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna
2. Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan gurih bisa saja menggunakan
penyedap rasa yang berlebihan
3. Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin atau tidak. Jangan
terkecoh, jika ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan besar ikan menggunakan
formalin

Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:


1. Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat setelah
mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam waktu 12-72 jam. Keadaan
ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang masuk ke perut.
2. Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana tubuh
melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk.

13
3. Gejala berkembang cepat karena dosis besar
4. Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan
5. Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau lingkungan
pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.

Jenis-jenis keracunan makanan:

1. Keracunan Jengkol

Jengkol (Pethelolobium
labatum) merupakan bahan makanan seperti
yang mengandung vitamin B1. Menurut
berbagai penelitian menunjukkan bahwa
jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein,
vitamin A, vitamin B, Vitamin C, fosfor,
kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid,
glikosida, tanin, dan saponin. Khusus untuk
vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk
pria dewasa. Cara pengolahannya bermacam-macam, bisa dibuat emping (emping jengkol),
dimakan mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau yang khas yang
tidak sedap, tetapi banyak orang yang menyukainya. Kejengkolan dapat terjadi setelah
memakan jengkol dalam jumlah yang banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya.
Bahkan yang berupa emping sekalipun yang telah digoreng dapat menimbulkan kejengkolan
karena dalam biji mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol). Asam
jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh kondensi Formaldehyde dan
Cysteine. Asam jengkol sukar larut dalam air dingin dalam 30o C kadar larut 1:2000 di dalam
air mendidih 1:200. Perlu juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai indikasi penyakit
ginjal atau fungsi ginjalnya kurang baik agar waspada terhadap peristiwa kejengkolan,
karena dapat berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan. Apakah

14
penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari asam jemgkol yang sukar
larut dalam air dingin sehingga mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi ginjal)
1) Manifestasi Klinis kejengkolan
a) Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan kadang disertai
kejang - kejang
b) Mual, muntah
c) Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur putih seperti air
pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah merah dan sel darah putih)
d) Perut kembung dan susah BAB)
e) Nafas dan Urine berbau jengkol
2) Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi
jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36 jam sesudah
konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam jengkolat didalamnya.Asam
jengkolat merupakan salah satu komponen yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya
bervariasi tergantung pada varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam
jengkolat yang akan dapat menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang terbentuk semakin
banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika
terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah tertentu,
asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan bahkan
menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar sedikit dan
kadang-kadang menimbulkan pendarahan.
3) Patoflow (Terlampir)
4) Penatalaksanaan
a) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih encer, sehingga
lebih mudah dibuang melalui urin.
b) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat minum)
penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat dalam larutan glukosa 5%.
Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg berat badan natrium bikarbonat diberikan
secara infus selama 4-8 jam.

15
c) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.

2. Singkong

Singkong merupakan tanaman umbi-


umbian yang tumbuh diseluruh indonesia.
Dibebrapa daerah dipulau jawa singkong bahkan
merupakan makanan untama penduduk.
Singkong merupakan bahan makanan
yang mengandung kalori seperti beras.
Perbedaannya adalah singkong mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung
protein 7,5 %.

a. Etiologi
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung didalamnya.

b. Patofisiologi
Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia. Asam ini
akan mengganggu oksidasi (pengankutan O2) ke jaringan dengan jalan mengikat enzim
sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan
sehingga organ yang sensitif terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama
jaringan otak. Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi dari pada
susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul kejang oleh
hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-kadang dapat timbul detak
jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan) dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja
HCN akan semakin cepat jika HNC ditelan pada saat lambung kosong dimana kadar asam
lambung sangat tinggi.
HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat ditimbulkan
dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan dalam keadaan lambung kosong dalam
kadar asam yang tinggin, maka kerja racun ini sangat cepat sekali. HCN dalam bentuk cair

16
dapat diserap oleh kulit dan mukosa, tetapi garam sianida hanya berbahaya jika dimakan.
Dosis letak dari pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh mempunyai daya proteksi
terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN menjadi oin tiosinat yang relatif kurang
toksik. Detoksikasi ini berlangsung dengan perantaraan enzim rodanase (transulfurase).
Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama hati. Tubuh sebenarnya mempunyai
kemampuan mendetoksikasi HCN tetapi sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat
sehingga keracunan masih dapat timbul. kerja enzim ini dapat dipercepat dengan
mamasukkan sulfur ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar
menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong.
Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan cepatdidistribusikan keseluruh
tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan manusia pada kasus keracunan
HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada lambung : 0,03, pada darah : 0,5 , pada hati : 0,03
, ginjal : 0,11, otak 0,07 , urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi tubuh hidrogen sianida
menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan mengikat Fe3+Fe2
yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat menyebabkan penurunan dalam
permanfaataan oksigendalam jaringan. Sehingga organ yang sensitif dalam kondisi
kurangnya O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan
asfiksia, hiposia dan kejang.
Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam laktat
serta penurunan ATP yang menunjukan pergeseran dari aerob untuk metabolisme anaerob.
Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi kesemua sel, tetapi efeknya akan
semakin cepat muncul pada sistem pernafasan pada jantung.

c. Gejala klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejalan keracunan
singkong ini antara lain:
a. Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b. Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi
c. Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma)
d. Renjatan atau kejang
e. Syok

17
d. Penatalaksanaan
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan pertolongan pertama oleh
penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun dalam pemberian
arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis yang tercantum dalam
kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika arang aktif tidak tersedia dan
perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu lebih dari 20 menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain :

a). Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan
sirkulasi.

b). Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam setelah
makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat penderita
muntah.

c). Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara intravena perlahan.
Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara inhalasi.

d). Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.

e). Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.

f). Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit

g). Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.

e. Pencegahan keracunan
a. Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat bercak biru
sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan kandungan HCNnya tinggi dan tidak
banyak berkurang walaupun sudah dicuci dan dimasak.

2. Keracunan Sirkulasi

18
a. Gigitan ular dan serangga
Beberapa ular berbisadapat dikenali melalui ukuran, bentuk, warna,
kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saatmerasa terancam. Beberapa ciri ular
berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigitaring kecil, dan pada luka bekas
gigitan terdapat bekas taring.
1) Gigitan ular
a. Terdapat 3 famili ular yang berbisa, yaitu:
- Elapidae : memiliki taring pendek dan tegak permanen. Beberapa contoh
anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis).

- Hidrophidae : yang termasuk famili ini adalah ular tali (Dendrelaphis


pictus).

- Viperidae : Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat


dilipat ke bagian rahang atas. Ada dua subfamili pada Viperidae, yaitu
Viperinae danCrotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk
mendeteksi mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara
lubang hidung dan mata. Beberapa contoh Viperidae adalah ular
bandotan (Vipera russelli), ular tanah (Calloselasma rhodostoma), dan
ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).

19
b. Bisa ular mengandung toksin dan enzim yang berasal dari air liur. Bisa tersebut
bersifat:
1) Eurotoksin: berakibat pada saraf perifer atau sentral. Berakibat fatal karena
paralise otot-otot lurik. Manifestasi klinis: kelumpuhan otot pernafasan,
kardiovaskuler yang terganggu, derajat kesadaran menurun sampai dengan
koma.
2) Haemotoksin: bersifat hemolitik dengan zat antara fosfolipase dan enzim
lainnya atau menyebabkan koagulasi dengan mengaktifkan protrombin.
Perdarahan itu sendiri sebagai akibat lisisnya sel darah merah karena toksin.
Manifestasi klinis: luka bekas gigitan yang terus berdarah, haematom pada tiap
suntikan IM, hematuria, hemoptisis, hematemesis, gagal ginjal.
3) Myotoksin: mengakibatkan rhabdomiolisis yang sering berhubungan dengan
mhaemotoksin. Myoglobulinuria yang menyebabkan kerusakan ginjal dan
hiperkalemia akibat kerusakan sel-sel otot.
4) Kardiotoksin: merusak serat-serat otot jantung yang menimbulkan kerusakan
otot jantung.
5) Cytotoksin: dengan melepaskan histamin dan zat vasoaktifamin lainnya
berakibat terganggunya kardiovaskuler.
6) Enzim-enzim: termasuk hyaluronidase sebagai zat aktif pada penyebaran
bisa.
c. Gigitan Serangga
Insect bites adalah gigitan atau sengatan serangga. Insect bites adalah gigitan
yang diakibatkan karena serangga yang menyengat atau menggigit
seseorang.Beberapa contoh masalah serius yang diakibatkan oleh gigitan atau
serangan seranggadi antaranya adalah:
1) Reaksi alergi berat (anaphylaxis)
20
Reaksi ini tergolong tidak biasa, namun dapat mengancam kehidupan dan
membutuhkan pertolongan darurat. Tanda-tanda atau gejalanya adalah:
- Terkejut (shock), dimana ini bisa terjadi bila sistem peredaran darah
- tidak mendapatkan masukan darah yang cukup untuk organ-organ penting
(vital)
- Batuk, desahan, sesak nafas, merasa sakit di dalam mulut atau
kerongkongan/tenggorokan
- Bengkak di bibir, lidah, telinga, kelopak mata, telapak tangan, tapak kaki, dan
selaput lendir (angioedema)
- Pusing dan kacau
- Mual, diare, dan nyeri pada perut
- Rasa gatal dengan bintik-bintik merah dan bengkak
2) Reaksi racun oleh gigitan atau serangan tunggal dari serangga.
Serangga atau laba-laba yang menyebabkan hal tersebut misalnya:
a). Laba-laba janda (widow) yang berwarna hitam

b). Laba-laba pertapa (recluse) yang berwarna coklat

c). Laba-laba gembel (hobo)

21
d). Kalajengking

3) Reaksi racun dari serangan labah, tawon, atau semut api


Seekor lebah dengan alat penyengatnya di belakang lalu mati setelah
menyengat. Lebah madu afrika, yang dinamakan lebah-lebah pembunuh, mereka
lebih agresif dari pada lebah madu kebanyakan dan sering menyerang bersama-sama
dengan jumlah yang banyak.
a) Tawon, penyengat dan si jaket kuning (yellow jackets), dapat menyengat
berkali-kali. Si jaket kuning dapat menyebabkan sangat banyak reaksi alergi
b) Serangan semut api kepada seseorang dengan gigitan dari rahangnya, kemudian
memutar kepalanya dan menyengat dari perutnya dengan alur memutar dan
berkali-kali
c) Reaksi kulit yang lebar pada bagian gigitan atau serangan.
d) infeksi kulit pada bagian gigitan atau serangan
e) Penyakit serum (darah)
Sebuah reaksi pada pengobatan (antiserum) digunakan untuk mengobati gigitan
atau serangan serangga. Penyakit serum menyebabkan rasa gatal dengan bintik-
bintik merah dan bengkak serta diiringi gejala flu tujuh sampai empat belas hari
setelah penggunaan anti serum
f) Infeksi virus

22
Infeksi nyamuk dapat menyebarkan virus West Nile kepada seseorang,
menyebabkan inflamasi pada otak (encephalitis).
g) Infeksi parasit
Infeksi nyamuk dapat menyebabkan menyebarnya malaria.
d. Manifestasi Klinis
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan
ular.
1) Efek lokal : digigit oleh beberapa ular viper atau beberapa kobra menimbulkan rasa
sakit dan perlunakan di daerah gigitan. Luka dapat membengkak hebat dan dapat
berdarah dan melepuh. Beberapa bisa ular kobra juga dapat mematikan jaringan
sekitar sisi gigitan luka.
2) Perdarahan, gigitan oleh famili viperidae atau beberapa elapid Australia dapat
menyebabkan perdarahan organ internal, seperti otak atau organ-organ abdomen.
Korban dapat berdarah dari luka gigitan atau berdarah spontan dari mulut atau luka
yang lama. Perdarahan yang tak terkontrol dapat menyebabkan syok atau bahkan
kematian.
3) Efek sistem saraf, bisa ular elapid dan ular laut dapat berefek langsung pada sistem
saraf. Bisa ular kobra dan mamba dapat beraksi terutama secara cepat
menghentikan otot-otot pernafasan, berakibat kematian sebelum mendapat
perawatan. Awalnya, korban dapat menderita masalah visual, kesulitan bicara dan
bernafas, dan kesemutan.
4) Kematian otot, bisa dari russell’s viper (Daboia russelli), ular laut, dan beberapa
elapid Australia dapat secara langsung menyebabkan kematian otot di beberapa
area tubuh. Debris dari sel otot yang mati dapat menyumbat ginjal, yang mencoba
menyaring protein. Hal ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
5) Mata, semburan bisa ular kobra dan ringhal dapat secara tepat mengenai mata
korban, menghasilkan sakit dan kerusakan, bahkan kebutaan sementara pada mata.
Sedangkan gejala dari gigitan serangga bermacam-macam dan tergantung dari
berbagai macam faktor yang mempengaruhi. Kebanyakan gigitan serangga
menyebabakan kemerahan, bengkak, nyeri, dan gatal-gatal di sekitar area yang
terkena gigitan atau sengatan serangga tersebut. Kulit yang terkena gigitan bisa

23
rusak dan terinfeksi jika daerah yang terkena gigitan tersebut terluka. Jika luka
tersebut tidak dirawat, maka akan mengakibatkan peradangan akut.Rasa gatal
dengan bintik-bintik merah dan bengkak, desahan, sesak napas, pingsandan hampir
meninggal dalam 30 menit adalah gejala dari reaksi yang disebut anafilaksis. Ini
juga diakibatkan karena alergi pada gigitan serangga. Gigitan serangga juga
mengakibatkan bengkak pada tenggorokan dan kematian karena gangguan
udara.Sengatan dari serangga jenis penyengat besar atau ratusan sengatan lebah
jarangsekali ditemukan hingga mengakibatkan sakit pada otot dan gagal ginjal.

e. Patofisiologi
1. Patofisiologi gigitan ular
Mangsa gigitan ular jenis Elapidae, biasanya akan mengalami
pendarahan kesan daripada luka yang berlaku pada saluran darah dan pencairan
darah merah yang mana darah sukar untuk membeku. Pendarahan akan merebak
sertamerta dan biasanya akan berterusan selama beberapa hari. Pendarahan pada
gusi, muntah darah, ludah atau batuk berdarah dan air kencing berdarah adalah
kesan nyata bagi keracunan bisa ular jenis Elapidae. Walaupun tragedi kematian
adalah jarang, kehilangan darah yang banyak akan mengancam nyawa mangsa.
Ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid paralysis. Ini biasanya berbahaya
bila terjadi paralysis pada pernafasan. Biasanya tanda – tanda yang pertama kali
di jumpai adalah pada saraf cranial seperti ptosis, opthalmophlegia, progresif.
Bila tidak mendapat anti venom akan terjadi kelemahan anggota tubuh dan
paralisis pernafasan. Biasaya full paralysis akan memakan waktu lebih kurang
12 jam, pada beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam setelah
gigitan. Beberapa Spesies ular dapat menyebabkan terjadinya koagulopathy.
Tanda – tanda klinis yang dapat ditemui adalah keluarnya darah terus menerus
dari tempat gigitan, venipunctur dari gusi, dan bila berkembang akan
menimbulkan hematuria, haematomisis, melena dan batuk darah.
2. Patofisiologi gigitan serangga
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang
disebut Pteromone. Pteromone ini tersusun dari protein dan substansi lain atau

24
bahan kimia yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan
serangga juga mengakibatkan kemerahan, bengkak, dan rasa gatal di lokasi
yang tersengat yang akan hilang dalam beberapa jam. Gigitan atau sengatan
dari lebah, tawon, penyengat, si jaket kuning, dan semut api dapat
menyebabkan reaksi yang cukup serius pada orang yang alergi terhadap
mereka. Lebah, tawon dan semut api berbeda-beda dalam menyengat.
Apabila gigitan terjadi pada area mulut atau kerongkongan, pteromone yang
dikeluarkan oleh serangga akan menyebabkan menyempitnya saluran
pernafasan sehingga dapat mengakibatkan susah bernapas yang akan berlanjut
pada syok anafilaksis, dan bisa berakhir pada kematian.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Gigitan Ular:
1. Antidote
Mengistirahatkan korban, melepaskan benda yang mengikat seperti cincin,
memberikan kehangatan, membersihkan luka, menutup luka dengan balutan
steril, dan imobilisasi bagian tubuh dibawah tinggi jantung. Es atau torniket
tidak digunakan.
2. Penanganan syok
a. Selalu mengasumsikan bahwa semua gigitan ular dapat mengancam
kehidupan.
b. Bila melakukan triage kasus gigitan ular maka selalu dimasukkan
kedalam katagori emergency.
c. Pasang IV line pada semua kasus.
d. Berhati – hati ketika memilih lokasi pemasangan IV line atau
pengambilan sample darah pada kasus koagulopahty, yang betujuan
untuk mencegah pendarahan. Khususnya pada pembuluh darah
subclavia, jugular, femur.
e. Hindari melakukan penyuntikan intra muscular jika memungkinkan
terjadinya coagulopathy.
f. Lakukan pemeriksaan whole blood clotting time (WBCT).

25
g. Jika terjadi gangguan pada pernafasan akibat paralysis, persiapkan
untuk intubasi dan pemasangan ventilator eksternal.
h. Jika terjadi shock, tangani dengan pemberian cairan.
3. Bidai

Cara melalukan pembalutan pada gigitan ular:

 Pasang balut “pressure bandage” lebar dari bagian bawah ke arah atas
termasuk pada bagian gigitan secepat mungkin dari kejadian gigitan.
 Jangan lepaskan celana atau pakaian di tempat gigitan krn pergerakan
pada tempat gigitan memperbesar peluang meluasnya racun ke
peredaran darah.
 Balutan harus seketat seperti pada kejadain terkilir. Korban harus
menghindari gerakan yang tidak diperlukan.
 Perluas balutan selebar mungkin
 Setelah pembalutan pertama, lakukan pembidaian dengan meletakkan
bidai yang panjangnya menutupi dua sendi dari tungkai yang terkena
gigitan.
 Rekatkan dengan pembalutan dengan stabil. Jangan biarkan korban
berjalan.

Penatalaksanan gigitan serangga:


Segera lepas serangga dari tempat gigitannya, dengan menggunakan
minyak pelumas Setelah terlepas (kepala dan tubuh serangga) luka dibersihkan
dengan sabun dan diolesi calamine (berfungsi untuk mengurangi gatal) atau
krim antihistamin seperti diphenhidramin (Benadryl). Bila tersengat lebah,

26
ambil sengatnya dengan jarum halus, bersihkan dan oleskan krim antihistamin
atau kompres es bagian yang tersengat.
g. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium dasar, pemeriksaaan kimia darah, hitung sel
darah lengkap, penentuan golongan darah dan uji silang, waktu protrombin,
waktu tromboplastin parsial, hitung trombosit, urinalisis, penentuan kadar
gula darah, BUN dan elektrolit.
2) Untuk gigitan yang hebat, lakukan pemeriksaan fibrinogen, fragilitas sel
darah merah, waktu pembekuan dan waktu retraksi bekuan.

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. PENGKAJIAN
1. Primary Survery
a) Airway and cervival control
b) Breathing and ventilation
c) Circulation and hemorrhage control
d) Disability
e) Exposure and Environment

a. Pengkajian secara tepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a. Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara nafas yang
mengganggu
b. Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah mulut dan
menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a. Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill
kurang dari 3 detik.
b. Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan
penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
a. Immobilisasi leher yang nyeri atau tidak nyaman dengan collar spine jika
injuri kurang dri 48 jam.

27
b. Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang
belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a. Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
b. Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien pada posisi
recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk pemberian
bolus cairan 200 ml.
5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien
a. Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat
trauma pada pasien.
b. Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric.
c. AVPU

A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon


terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.

V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi, tidak


berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat.

P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara
tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.

U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka jenis


perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda paksa, berdasar kan
penilaian :

A : Airway jalan nafas terkontrol servikal

B : Breathing dan ventilasi

C : Circulation dengan control perdarahan

D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi cegah


hipotermia.

Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna
perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.

1. Airway dengan control servikal


Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway. Ini meliputi
pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda
asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau
trakea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi
28
vertebra servikal karena kemungkinan patahnya yulag servikal harus
selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan Chin lift atau jaw
thrust. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila :
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah tulang belakang
bila biomekanika trauma mendukung.

Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai


immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk sementara,
maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan fraktur servikal
dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas, maka sesuai BHD.

2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang
baik dari paru, dinding dada dan difragma. Setiap komponen ini harus
dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik.
Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara kedalam paru.
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga
pleura. Inspeksi dan palpasi dapat memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu vnetilasi. Perlakuan yang baik
mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah pneumotoraks,
flail chest dengan kontusio paru, open pneumotoraks dan hemotoraks-
masif.
3. Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan curah jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang
mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah
sakit. Suatu keadaan hipotensi disebabkan oleh hipovolemik,
sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yakni kesadaran, warna
kulit dan nadi.

29
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran (
walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah
banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita
trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan
ektremitas, jarang yang dalam keadaan hipovolemia.sebaliknya
wajah pucat keabu abuan dan kulit ekremitas yang pucat,
merupakan tanda tanda hipovolemia. Bila memang disebabkan
hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% dari volume darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus
diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.
Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat
dan teratur biasanya merupakan tanda normo-volomia. Nadi
yang cepat dan kecil merupakan tanda hipovolemia, namun
harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya. Nadi yang
tidak teratur biasanya merupakan tanda tanda gangguan jantung.
Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
b. Control perdarahan

Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan


eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit
terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya untuk dapat
dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet.
Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak
jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh darah. Perdarahan
dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur atau sebagai akibat
dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan besar yang tidak
terlihat.

4. Disability

Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis ecara


cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.

30
GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan
kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan
perlukaan pada otak sendiri. Penurunan kesadaran dapat menuntut
dilakukannya pemeriksaan terhadap keadaan perfusi, ventilasi dan
oksigen.

Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran


penderita. Walaupun sudah demikian bila disingkirkan kemngkinan
hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan kesadaran, maka
trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai terbukti
sebaliknya.

5. Exposure/ Kontrol Lingkungan


Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat membuka
pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan pemeriksaan toraks
fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk
evaluasi.

2. Secondary survey
a. Focus assessment
b. Head to toe assessment
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan dari
penderita stabil.
Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan tanda tanda vital.
Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita sudah stabil.

B. Diagnose Keperawatan
1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Tidak efektifnya jalan nafas
c. Resiko respirasi
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan

C. Perencanaan
1. Airway

31
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. dapat dipakai pada
beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai naso-pharyngeal
airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada Jaw trust atau chin lift reflek bertahan
dapat dipakai oroparingeal airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas pada
penderita yang airway terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi
akibat gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik oral maupun
nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap servikal. Surgical airway
dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak mungkin karena kontraindikasi atau
karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita trauma
diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fas mask.
3. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang
dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada
lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer laktat.
Bila tidak ada respon dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah segolongan.
Pemberian vasopressor steroid atau Bic Nat tida diperkenankan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan hemodinamik
penderita.
b. Kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah muntah. Isi
lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak berfungsi. Darah dalam
lambung dapat disebabkan darah tertelan, pemasangan NGT yang traumatic atau
perlukaan lambung. Bila lamina fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung
harus dipasang melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam rongga torak.
5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi, tekanan
darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita:
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat berubah
posisipada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara kolorigrafi kadar
saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini merupakan
indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma.

32
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah
survey primer dilakukan.

D. Pelaksaan
1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic

E. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil

33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran
pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis
B. Saran
 Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan penanganan
racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan pertolongan yang cepat dan
benar.
 Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda vital seperti jalan
nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran, sehingga penanganan tindakan
risusitasu ABC (Airway, Breathing, Circulatory) tidak terlambat dimulai.

34
Daftar Pustaka
 Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
 Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing
 Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info Media

35

Anda mungkin juga menyukai