Tinjauan Pustaka Kematian Perinatal

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) merupakan indikator
penting untuk menilai tingkat kesejahteraan suatu negara dan status kesehatan masyarakat.
Angka kematian bayi sebagian besar adalah kematian neonatal yang berkaitan dengan status
kesehatan ibu saat hamil, pengetahuan ibu dan keluarga dengan pentingnya pemeriksaan
kehamilan dan peranan tenaga kesehatan serta ketersediaan fasilitas kesehatan.
Setiap tahun diperkirakan terjadi 4,3 juta kelahiran mati dan 3,3 juta kematian
neonatal di seluruh dunia. Meskipun angka kematian bayi di berbagai dunia telah mengalami
penurunan namun kontribusi kematian neonatal pada kematian bayi semakin tinggi
(Prameswari, 2007).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan lebih dari 9 juta bayi setiap
tahun meninggal sebelum lahir atau pada minggu pertama kehidupannya (periode perinatal)
dan hampir semua kematian perinatal (Perinatal Mortality Rate) terjadi di negara
berkembang.
Angka kematian bayi menurut WHO (2000) sangat memprihatinkan yang dikenal
dengan fenomena 2/3. Fenomena itu terdiri dari, 2/3 kematian bayi (0-1 tahun) terjadi pada
masa neonatal (0-28 hari), 2/3 kematian neonatal terjadi pada masa perinatal (0-7 hari) dan
2/3 kematian perinatal terjadi pada hari pertama (BKKBN, 2008).
Angka kematian perinatal (AKP) di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di
negara berkembang 50 per 1000 kelahiran, angkanya lima kali lebih tinggi daripada negara
maju. Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 di antara 15.235
kehamilan ditemukan 147 (0,96%) lahir mati dan 224 (1,48%) kematian neonatal dini
sehingga menghasilkan angka kematian perinatal 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang
sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari total
kematian bayi.
Beberapa penyebab kematian bayi menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001 dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah
persalinan (masa perinatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena
pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat
badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%. Sedangkan penyebab lainnya yang
cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus)
dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
1
(asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal
dihubungkan pada kondisi ibu saat melahirkan.
Pengendalian kematian perinatal akan berkontribusi sangat besar terhadap penurunan
AKB. Penurunan kematian perinatal sangat ditentukan oleh penatalaksanaan kesehatan ibu
pada saat kehamilan, menjelang persalinan dan setelah persalinan. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa kelangsungan hidup pada masa perinatal juga dihubungani oleh
sejumlah faktor meliputi karakteristik demografi dan sosial ibu, riwayat kesehatan reproduksi
ibu, kondisi kesehatan bayi dan lingkungan tempat tinggal (Prameswari, 2007).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Wiknjosastro (2007) menyatakan bahwa untuk dapat memahami kematian perinatal
maka ada definisi-definisi yang lazim dipakai seperti kelahiran hidup, kematian janin,
kelahiran mati, kematian perinatal dini dan kematian perinatal.
Kelahiran hidup (live birth) adalah keluarnya hasil konsepsi secara sempurna dari
ibunya tanpa memandang lamanya kehamilan dan sesudah terpisah dari ibunya bernafas atau
menunjukkan tanda-tanda kehidupan seperti denyutan tali pusat atau pergerakan otot, tidak
peduli apakah tali pusat telah dipotong atau belum.
Kematian janin (fetal death) adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan
dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan
fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau menunjukkan tanda-
tanda kehidupan seperti denyut jantung, atau pulsasi tali pusat atau kontraksi otot.
Kelahiran mati (still birth) ialah kelahiran hasil konsepsi dalam keadaan mati yang
telah mencapai umur kehamilan 28 minggu (atau berat badan lahir lebih atau sama dengan
1000 gram). Kematian perinatal dini (early neonatal death) ialah kematian bayi dalam 7 hari
pertama kehidupannya. Sedangkan kematian perinatal (perinatal mortality) ialah bayi lahir
mati dan kematian bayi dalam 7 hari pertama sesudah lahir (Bapenas, 2007).

2.2 Angka Kematian Perinatal

Angka Kematian Perinatal (AKP) adalah jumlah kematian perinatal dikalikan 1000
dan kemudian dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati pada tahun yang sama
(Wiknjosastro, 2007).

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑛𝑎𝑡𝑎𝑙


𝐴𝐾𝑃 = 𝑥 1000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟 𝑚𝑎𝑡𝑖 + 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝

AKP perlu diketahui karena dapat merefleksikan tingkat kesehatan ibu hamil dan
bayinya serta standar pelayanan yang diberikan. Angka ini juga merupakan salah satu
indikator terbaik dari status sosial ekonomi masyarakat, daerah dan negara. Angka ini rendah
bila standar kehidupan meningkat sehingga pengamatannya secara berkala dapat
memperlihatkan kemajuan di masyarakat. Masyarakat dengan AKP yang tinggi juga

3
memiliki AKI yang tinggi karena keduanya merefleksikan kondisi hidup yang buruk dan
kurang memadainya pelayanan kesehatan yang diberikan (WHO, 2001). Angka kematian
perinatal (AKP) di negara maju 10 per 1000 kelahiran sedangkan di negara berkembang 50
per 1000 kelahiran, angkanya lima kali lebih tinggi daripada negara maju.
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-2003 di antara 15.235
kehamilan ditemukan 147 (0,96%) lahir mati dan 224 (1,48%) kematian neonatal dini
sehingga menghasilkan angka kematian perinatal 24 per 1000 kelahiran. AKP menyumbang
sekitar 77% dari kematian neonatal, dimana kematian neonatal menyumbang 58% dari total
kematian bayi.
Angka kejadian kematian bayi hingga balita di Kabupaten Gianyar menurut SKDI
tahun 2013 secara garis besar tidak mengalami perubahan yang signifikan, pada tahun 2007
terdapat 82 kematian bayi dengan AKB 11,63. Kemudian pada tahun 2008 terdapat 80
kematian bayi dengan AKB 11,40 , pada tahun 2009 terdapat 74 kematian bayi dengan AKB
10,88. Pada tahun 2010 terdapat 87 kematian bayi dengan AKB 12,70. Pada tahun 2011
terdapat 79 kematian bayi dengan AKB 11,80. Pada tahun 2008 terdapat 74 kematian bayi
dengan AKB 11,17, dan untuk tahun 2013 hingga bulan oktober didapatkan 52 kematian bayi
degan AKB 8,72.
Berikut ini adalah data mengenai jumlah Kematian bayi per Puskesmas dari bulan
Januari hingga Oktober 2013 kabupaten Gianyar:
60

50

40

30

20

10

0
Skw ISkw IIPyg Ub I Ub II Tgl I Tgl IITps ITps IIBlb I Blb IIGyr IGyr IIKAB
Jumlah 7 3 5 6 2 3 2 5 2 3 7 4 3 52
AKB 12.31 5.3 10.8712.22 7.38 13.28 6.74 17.25 8.27 7.38 16.59 5.16 7.98 9.64

4
Beberapa penyebab kematian bayi menurut hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001 dapat bermula dari masa kehamilan 28 minggu sampai hari ke-7 setelah
persalinan (masa perinatal). Penyebab kematian bayi yang terbanyak adalah karena
pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat
badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%. Sedangkan penyebab lainnya yang
cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus)
dan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir
(asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal
dihubungkan pada kondisi ibu saat melahirkan.
Sedangkan data mengenai presentase penyebab Kematian bayi dari bulan Januari
hingga Oktober 2013 kabupaten Gianyar adalah:

7.7
BBLR
7.7
28.85 Asfiksia
7.7
Kel konge
jantung
9.62
sepsis
11.54 pnemoni
26.93
lain lain

Persalinan prematur menjadi perhatian utama dalam bidang obstetrik karena erat
kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas perinatal. Sebanyak 60-80% morbiditas dan
mortalitas neonatal di seluruh dunia disebabkan oleh persalinan prematur. Berdasarkan data
dari WHO pada tahun 2005, angka kematian perinatal karena persalinan prematur di Asia
sebesar 30% dari total kematian perinatal. Di Afrika sebanyak 23% dan di Amerika Serikat
sebesar 45%.

5
2.3 Faktor Risiko Kematian Perinatal
Banyak faktor yang terkait dengan kematian bayi. Secara garis besar, dari sisi
penyebabnya, kematian bayi ada dua macam yaitu kematian bayi endogen dan
kematian bayi eksogen. Kematian bayi endogen atau yang umum disebut kematian neonatal
adalah kematian bayi yang terjadi pada bulan pertama setelah dilahirkan dan umumnya
disebabkan oleh faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, yang diperoleh dari orang tuanya
pada saat konsepsi atau didapat selama kehamilan. Kematian eksogen atau kematian post
neonatal adalah kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan sampai menjelang usia satu
tahun yang disebabkan oleh faktor-faktor yang berhubungan dengan pengaruh lingkungan
luar. Mosley and Chen (1988) dalam Wahyuni (2009) menyatakan bahwa faktor sosial
ekonomi dan budaya mempengaruhi kelangsungan hidup anak melalui berbagai faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor ibu, faktor lingkungan, kekurangan gizi,
trauma dan upaya pencegahan dari individu itu sendiri. Faktor ibu adalah termasuk umur ibu,
paritas dan jarak kehamilan, faktor lingkungan yaitu berhubungan dengan media penyebaran
penyebab penyakit seperti udara, air, makanan, kulit, tanah, serangga dll. Kekurangan gizi
yaitu kekurangan kalori, protein dan kekurangan vitamin dan mineral, sedangkan faktor
upaya pencegahan penyakit individu yaitu termasuk imunisasi dan pengobatan.
Masalah kesehatan neonatal tidak dapat dilepaskan dari masalah kesehatan
perinatal dimana proses kehamilan, dan persalinan memegang faktor yang amat penting.
Faktor risiko adalah kondisi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kemungkinan
risiko atau bahaya terjadinya komplikasi pada persalinan yang dapat menyebabkan kematian
atau kesakitan ibu dan bayinya.
1. Umur ibu
Umur berhubungan terhadap proses reproduksi, umur ibu yang dianggap optimal
untuk kehamilan adalah antara 20 sampai 30 tahun. Sedangkan dibawah atau diatas usia
tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan persalinan (Martaadisoebrata, 2005). Umur
ibu <20 tahun belum cukup matang dalam menghadapi kehidupan sehingga belum siap
secara fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Pada umur tersebut
rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik hingga perlu diwaspadai
kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan kehamilan atau gangguan lain
kerena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua.
Sebaliknya jika umur ibu >35 tahun cenderung mengalami perdarahan, hipertensi, obesitas,
diabetes, myoma uteri, persalinan lama dan penyakit-penyakit lainnya (Depkes RI, 2001).

6
Pertambahan umur akan diikuti oleh perubahan perkembangan dari organ-organ
dalam rongga pelvis. Keadaan ini akan mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Pada
wanita usia muda dimana organ-organ reproduksi belum sempurna secara keseluruhan,
disertai kejiwaan yang belum bersedia menjadi seorang ibu. Usia hamil yang ideal bagi
seorang wanita adalah antara umur 20-35 tahun karena pada usia tersebut rahim sudah siap
menerima kehamilan, mental juga sudah matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya.

2. Paritas
Paritas merupakan jumlah persalinan yang dialami oleh ibu. Paritas terdiri atas 3
kelompok yaitu: (1) Golongan primipara adalah golongan ibu dengan 0-1 paritas, (2)
Golongan multipara adalah golongan ibu dengan paritas 2-4 dan (3) Golongan grande
multipara adalah golongan ibu dengan paritas >4. Kehamilan yang paling optimal adalah
kehamilan kedua sampai keempat. Kehamilan pertama dan setelah kehamilan keempat
mempunyai risiko yang tinggi.
Grande multi para adalah istilah yang digunakan untuk wanita dengan kehamilan
kelima atau lebih. Kehamilan pada kelompok ini sering disertai penyulit, seperti kelainan
letak, perdarahan ante partus, perdarahan post partum dan lain-lain (Martaadisoebrata, 2005).
Grande multipara kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali
direnggangkan oleh kehamilan membatasi kemampuan berkerut untuk menghentikan
perdarahan sesudah persalinan. Disamping itu banyak pula dijumpai tidak cukupnya tenaga
untuk mengeluarkan janin yang disebut dengan merits uteri. Keadaan ini akan lebih buruk
lagi pada kasus dengan jarak kehamilan yang singkat.

3. Jarak Antar Kelahiran


Resiko terhadap kematian ibu dan anak meningkat jika jarak antara dua kehamilan <2
tahun atau >4 tahun. Jarak kehamilan yang aman ialah antara 2-4 tahun. Jarak antara dua
kehamilan yang <2 tahun berarti tubuh ibu belum kembali ke keadaan normal akibat
kehamilan sebelumnya sehingga tubuh ibu akan memikul beban yang lebih berat. Jarak
kelahiran anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan
baik, kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena adanya kemungkinan
pertumbuhan janin yang kurang baik, mengalami persalinan yang lama atau perdarahan.
Sebaliknya jika jarak kehamilan antara dua kehamilan >4 tahun, disamping usia ibu yang
sudah bertambah juga mengakibatkan persalinan berlangsung seperti kehamilan dan
persalinan pertama (Depkes RI, 2001).
7
Anak yang memiliki jarak kelahiran terlalu dekat (2 tahun atau kurang), akan beresiko
terhadap kematian neonatal sebesar 4.4 kali dibandingkan dengan jarak kelahiran lebih dari
dua tahun.

4. Riwayat Kesehatan Ibu


Kesehatan dan pertumbuhan janin dihubungkan oleh kesehatan ibu. Bila ibu
mempunyai penyakit yang berlangsung lama atau merugikan kehamilannya, maka kesehatan
dan kehidupan janin pun terancam (Depkes RI, 2001).

5. Pendidikan Ibu
Ibu yang berpendidikan rendah (kurang dari SMP) mempunyai resiko sebesar 2,2 kali
untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang berpendidikan tinggi. Latar
belakang pendidikan ibu mempengaruhi sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan
pola konsumsi makan yang berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa
hamil yang pada saatnya akan mempengaruhi kondisi perinatal (Iswarati, 2007).

6. Kondisi Kehamilan
Bayi dari ibu yang pada saat hamilnya mengalami keluhan mempunyai resiko 2,4 kali
untuk terjadinya kematian perinatal dibanding dengan ibu yang pada saat hamilnya tidak
mengalami keluhan. Komplikasi kehamilan sebenarnya dapat dicegah minimal dapat
diminimalisir walau 15-20% kehamilan normal bisa berubah menjadi komplikasi pada saat
persalinan. Salah satu cara yang efektif untuk memantau adanya komplikasi adalah deteksi
dini kehamilan beresiko tinggi, dengan cara melakukan pemeriksaan yang teratur dan
berkualitas. Di puskesmas deteksi dini resiko tinggi kehamilan ini sudah menjadi program,
walau masih dengan cara sederhana yaitu masih dalam tahap seleksi awal, secara biomedis,
namun manfaatnya masih bisa dirasakan. Karena pada dasarnya semua kehamilan adalah
beresiko tinggi maka deteksi dini atau kewaspadaan tinggi ini hendaknya dilakukan pada
semua kehamilan, tidak hanya kehamilan beresiko saja (Iswarawati, 2007).

7. Riwayat Kehamilan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan perdarahan, abortus, partus
prematuritas, kematian janin dalam kandungan, preeklamsia/eklamsia, Ketuban Pecah Dini
(KPD), kehamilan muda, kelainan letak pada hamil tua, hamil dengan tumor (myoma atau
kista ovari) serta semua persalinan tidak normal yang pernah dialami ibu merupakan risiko
8
tinggi untuk persalinan berikutnya. Keadaan-keadaan tersebut perlu diwaspadai karena
kemungkinan ibu akan mendapatkan kesulitan dalam kehamilan dan saat akan melahirkan
(Pincus, 1998).

2.4 Pengawasan Kehamilan Berisiko Tinggi


Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan dimana jiwa dan kesehatan ibu atau janin
dapat terancam. Penentuan kehamilan risiko tinggi pada ibu maupun janin menurut Depkes
RI (2001) dapat dilakukan dengan cara :
a. Melakukan anamnese yang intensif berupa anamnese identitas (istri dan suami),
anamnese umum (tentang keluhan-keluhan, nafsu makan, tidur, perkawinan, haid,
riwayat kehamilan yang lalu dan sebagainya)
b. Melakukan pemeriksaan fisik
c. Melakukan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium yang meliputi ;
pemeriksaan urine dan darah sekurang-kurangnya 2 kali selama kehamilan (pada
permulaan dan akhir kehamilan); pemeriksaan Ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui letak plasenta, jumlah air ketuban, taksiran berat badan janin, gerakan dan
bunyi jantung janin.
Sepuluh tanda bahaya yang perlu dikenali dalam pengawasan ibu dan bayi pada saat
kehamilan menurut Depkes RI (2003), yaitu :
1. Ibu tidak mau makan dan muntah terus
2. Berat badan ibu hamil tidak naik
3. Perdarahan
4. Bengkak tangan/wajah, pusing dan dapat diikuti kejang
5. Gerakan janin berkurang atau tidak ada
6. Kelainan letak janin dalam rahim
7. Ketuban pecah sebelum waktunya
8. Persalinan lama
9. Penyakit ibu yang berhubungan terhadap kehamilan
10. Demam tinggi pada masa nifas

9
2.5 Pencegahan Kematian Perinatal
Adapun beberapa langkah yang telah dilakukan Pemerintah Gianyar untuk
menenggulangi Kematian perinatal adalah :
• Deteksi bumil risti
• Rujukan kasus risti
• Pemanfaatan Buku KIA
• Pelaksanaan P4K dgn stiker
• PWS yang optimal
• Pelatihan Petugas (APN,PONED,Pelatihan Penanganan Asfiksia, Perawatan BBLR )
• AMP setiap kasus Kematian Ibu
• Audit kematian neo, Bayi dan balita pada kasus terpilih

10
BAB III
LAPORAN DATA

3.1 Data Kematian Perinatal


Berat
Umur
No. Identitas Lahir Paritas Badan Diagnosis
Kehamilan
Lahir
Januari
1 By KNS / Preterm Spontan 1 1200 gram BBLSR
Payangan (28-29)
Februari
1 By NNM I / Preterm Spontan 1 1000 gram Asfiksia Berat +
Ubud (29-30) Gemeli + BBLSR
+ KPD 26 jam
2 By NNM II / Preterm Spontan 1 1200 gram Asfiksia Berat +
Ubud (29-30) Gemeli + BBLSR
+ KPD 26 jam
3 By IRR / Preterm Spontan 2 1200 gram Asfiksia Berat +
Gianyar (28-29) BBLSR + KPD 24
jam
4 By NKS / Preterm Spontan 3 1200 gram Asfiksia Berat +
Ubud (31-32) BBLSR
5 By NM / Aterm Spontan 1 2200 gram BBLR + RI
Gianyar (39-40)
6 By MP / Preterm Spontan 2 1200 gram BBLSR
Karangasem (27-28)
7 By MR / Preterm Spontan 5 700 gram Asfiksia Berat +
Tampaksiring (23-24) BBLASR
8 By WB / Preterm SC 2 2600 gram Asfiksia Berat +
Klungkung (36) KPD 2 hari
Maret
1 By WS / Preterm Spontan 1 1600 gram BBLR +
Ubud (24) Hipoglikemia

11
2 By NMR / Preterm Spontan 1 900 gram BBLASR + RI
Gianyar (26-27)
3 By MAW / Preterm Spontan 4 1950 gram BBLR +
Sukawati (30-31) Hipoglikemia +
KPD 16 jam
4 By MP / Preterm Spontan 2 1500 gram Asfiksia Berat +
Gianyar (23-24) (Letsu) BBLR
5 By WEJ / Aterm Spontan 1 2500 gram Asfiksia Berat + RI
Bangli (39-40)
6 By LSO / Aterm (40) Spontan 1 2900 gram Anencepali
Gianyar
7 By MGL / Preterm Spontan 1 600 gram BBLASR
Ubud (23-24)
April
1 By NK / Preterm Spontan 1 1100 gram Asfiksia Berat +
Sukawati (28) BBLSR + RI
2 By KJ / Aterm Spontan 3 3000 gram Asfiksia Berat +
Blahbatuh (39-40) (Letsu) RDS
3 By KS / Preterm Spontan 1 1300 gram Asfiksia Berat +
Bangli (30) BBLSR + RDS
4 By MM / Aterm Spontan 1 2700 gram Asfiksia Berat
Gianyar (40-41)
Mei
1 By KS / Aterm SC 4 3450 gram Asfiksia Berat
Sukawati (39-40)
2 By NKS / Aterm Spontan 5 3550 gram Kelainan Jantung +
Tampaksiring (39-40) RI
3 By DMK / Aterm SC 4 3500 gram Asfiksia Berat + RI
Blahbatuh (41-42)

Data kematian perinatal ini diperoleh dari Bagian Perinatologi RSUD Sanjiwani Gianyar.
Didapatkan sebanyak 23 kematian perinatal dari total 430 kelahiran selama bulan Januari
2014 sampai Mei 2014, dengan angka kematian bayi (AKB) sebesar 5,35. Selanjutnya data

12
yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan waktu yang dibagi berdasarkan bulan, alamat
yang dibagi berdasarkan kecamatan atau kabupaten untuk yang berasal dari luar kabupaten
Gianyar, umur kehamilan yang dibagi preterm dan aterm, cara lahir yang dibagi lahir spontan
dan SC, paritas, berat badan lahir, dan penyebab kematian.

3.2 Data Kematian Perinatal Berdasarkan Waktu


No. Bulan Frekuensi Persentase
1 Januari 1 4,35
2 Februari 8 34,78
3 Maret 7 30,43
4 April 4 17,39
5 Mei 3 13,04
Jumlah 23 100

Dari data di atas didapatkan bahwa jumlah kematian perinatal terbanyak pada bulan Februari
dengan 8 kematian (34,78%) dan jumlah kematian perinatal terkecil pada bulan Januari
dengan 1 kematian (4,35%).

3.3 Kematian Perinatal Berdasarkan Alamat Pasien


No. Alamat Frekuensi Persentase
1 Payangan 1 4,35
2 Ubud 5 21,74
3 Gianyar 6 26,09
4 Tampaksiring 2 8,70
5 Sukawati 3 13,04
6 Blahbatuh 2 8,70
7 Tegalalang 0 0,00
8 Kab. Karangasem 1 4,35
9 Kab. Klungkung 1 4,35
10 Kab. Bangli 2 8,70
Jumlah 23 100

13
Dari data di atas didapatkan bahwa 19 kematian perinatal berasal dari kabupaten Gianyar dan
4 kematian perinatal berasal dari luar kabupaten Gianyar. Kematian perinatal terbanyak
berasal dari kecamatan Gianyar sebanyak 6 kasus (26,09%) dan tidak ada kematian perinatal
dari kecamatan Tegalalang.

3.4 Kematian Perinatal Berdasarkan Umur Kehamilan


No. Umur Kehamilan Frekuensi Persentase
1 Preterm ( ≥ 20 minggu, < 37 minggu) 15 65,22
2 Aterm ( ≥ 37 minggu, ≤ 42 minggu) 8 34,78
Jumlah 23 100

Dari data di atas didapatkan bahwa sebagian besar kematian perinatal terjadi pada kehamilan
preterm dengan jumlah 15 kasus (65,22%).

3.5 Kematian Perinatal Berdasarkan Cara Lahir


No. Cara Lahir Frekuensi Persentase
1 Spontan (2 kasus letak sungsang) 20 86,96
2 SC 3 13,04
Jumlah 23 100

Dari data di atas didapatkan bahwa 20 kasus (86,96%) kematian perinatal lahir secara spontan
dan 3 kasus (13,04%) lahir secara SC, dimana 2 dari 20 kasus lahir spontan merupakan letak
sungsang.

3.6 Kematian Perinatal Berdasarkan Paritas


No. Paritas Frekuensi Persentase
1 1 12 52,17
2 2–4 9 39,13
3 ≥5 2 8,70
Jumlah 23 100

Dari data di atas didapatkan bahwa kematian perinatal terbanyak pada anak pertama dengan
jumlah 12 kasus (52,17%).

14
3.7 Kematian Perinatal Berdasarkan Berat Badan Lahir
No. Berat Badan Lahir Frekuensi Persentase
1 Normal ( ≥ 2500 gram) 8 34,78
2 BBLR ( ≥ 1500 gram, < 2500 gram) 4 17,39
3 BBLSR ( ≥ 1000 gram, < 1500 gram) 8 34,78
4 BBLASR ( < 1000 gram) 3 13,04
Jumlah 23 100

Dari data di atas didapatkan bahwa kematian perinatal terbanyak lahir dengan berat badan
normal dan berat badan lahir sangat rendah masing-masing sebanyak 8 kasus (34,78%), dan
paling sedikit dengan berat badan lahir amat sangat rendah sebanyak 3 kasus (13,04%).

3.8 Kematian Perinatal Berdasarkan Penyebab Kematian


No. Penyebab Kematian Frekuensi Persentase
1 Berat Badan Lahir Rendah ( < 2500 3 13,04
gram)
2 BBLR + Asfiksia Berat 7 30,43
3 Asfiksia Berat 5 21,74
4 Infeksi 2 8,70
5 Hipoglikemia 2 8,70
6 Anencephali 1 4,35
7 Respiratory Distress Syndrom 2 8,70
8 Kelainan Jantung 1 4,35
Jumlah 23 100

Penyebab kematian perinatal didapatkan berdasarkan diagnosis pasien saat meninggal. Dari
data di atas didapatkan bahwa penyebab kematian perinatal terbanyak adalah BBLR dengan
asfiksia berat sebanyak 7 kasus (30,43%), diikuti oleh asfiksia berat dengan 5 kasus
(21,74%). Penyebab kematian perinatal terkecil adalah anencephali dan kelainan jantung
masing-masing 1 kasus (4,35%).

15
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kematian Perinatal


Kematian perinatal (perinatal mortality) ialah bayi lahir mati dan kematian bayi dalam
7 hari pertama sesudah lahir. Angka Kematian Perinatal (AKP) adalah jumlah kematian
perinatal dikalikan 1000 dan kemudian dibagi dengan jumlah bayi lahir hidup dan lahir mati
pada tahun yang sama. AKP perlu diketahui karena dapat merefleksikan tingkat kesehatan
ibu hamil dan bayinya serta standar pelayanan yang diberikan. Angka ini juga merupakan
salah satu indikator terbaik dari status sosial ekonomi masyarakat, daerah dan negara.
Masyarakat dengan AKP yang tinggi juga memiliki AKI yang tinggi karena keduanya
merefleksikan kondisi hidup yang buruk dan kurang memadainya pelayanan kesehatan yang
diberikan.

4.2 Data
Jumlah kematian perinatal sesuai dengan data dari RSUD Sanjiwani Gianyar selama 5
bulan terakhir terhitung dari bulan Januari sampai Mei 2014 adalah 23 kematian bayi dengan
AKB 5,35. Pada tahun 2008 terdapat 74 kematian bayi dengan AKB 11,17, dan untuk tahun
2013 hingga bulan oktober didapatkan 52 kematian bayi degan AKB 8,72.

4.3 Hasil
Berdasarkan laporan data, didapatkan kematian perinatal di RSUD Sanjiwani Gianyar
periode Januari 2014 sampai Mei 2014 sebagian besar disebabkan oleh kelahiran preterm
atau prematur yaitu sebesar 65,22% dari total kematian perinatal. Data ini sesuai dengan data
WHO tahun 2005 yang menyatakan bahwa angka kematian perinatal sebagian besar
disebabkan karena kelahiran prematur. Kelahiran prematur bisa disebabkan karena adanya
masalah kesehatan pada ibu hamil maupun pada janin itu sendiri yang merupakan faktor
risiko dari terjadinya kelahiran prematur. Akibat dari kelahiran prematur tersebut, anak yang
dilahirkan akan mengalami berbagai masalah kesehatan karena kurang matangnya janin
ketika dilahirkan yang mengakibatkan banyaknya organ tubuh yang belum dapat bekerja
secara sempurna. Hal ini mengakibatkan bayi prematur sulit menyesuaikan diri dengan
kehidupan luar rahim, sehingga mengalami banyak gangguan kesehatan hingga kematian
(Prameswari, 2007).

16
Kelahiran prematur berdampak pada berat bayi lahir rendah dan permasalahan pada
organ tubuh bayi yang menyebabkan ketidaksiapan bayi untuk hidup di luar rahim ibu.
Berdasarkan laporan data kematian perinatal menurut berat lahir bayi, didapatkan angka
kematian pada bayi BBLR (dibawah 2500 gram) sebesar 65,22% dan menurut penyebab
kematian, BBLR berada di peringkat ketiga yaitu sebesar 13,04%. Pada bayi BBLR paling
sering mengalami komplikasi pernafasan (asfiksia) karena paru bayi belum matang
sepenuhnya. Bayi BBLR yang disertai dengan asfiksia memiliki prognosis yang buruk dan
sering menyebabkan kematian. Angka kematian pada bayi BBLR yang disertai dengan
asfiksia berada di peringkat teratas yaitu sebesar 30,43%. Hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Iswarawati pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa angka kematian
perinatal tertinggi disebabkan oleh karena BBLR yang disertai asfiksia. Tingginya angka
kematian BBLR ini sesuai dengan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002-
2003 yang menyatakan bahwa sebagian besar penyebab utama kematian perinatal di
Indonesia adalah BBLR.
Penyebab kematian perinatal terbesar kedua adalah asfiksia berat yaitu sebesar
21,74%. Asfiksia berat pada perinatal disebut juga dengan birth asphyxia atau asfiksia saat
lahir. Menurut WHO, birth asphyxia juga merupakan persentase terbesar kedua penyebab
kematian perinatal. Untuk menurunkan angka kematian perinatal karena asfiksia, kunci utama
terletak pada kualitas perawatan neonatal emergensi. Diperkirakan sepertiga bayi-bayi yang
membutuhkan resusitasi tidak memperlihatkan tanda-tanda bahaya pada awalnya, oleh sebab
itu hal ini sangat kritis bagi petugas kesehatan dilengkapi dan dilatih untuk dapat melakukan
resusitasi yang sederhana dan efektif pada setiap persalinan. Dari hasil SKRT 2001, kematian
perinatal akibat birth asphyxia menduduki urutan ke dua sebesar 27%.
Infeksi sebagai penyebab kematian perinatal masih banyak dijumpai yaitu sebesar
8,70%. Infeksi ini termasuk tetanus neonatorum, sepsis, pneumonia dan diare. Menurut Stoll,
kematian perinatal oleh karena infeksi masih tinggi di sekitar 12 negara di dunia termasuk
Indonesia. Case fatality rate infeksi sangat tinggi. Pengobatannya sulit, namun pencegahan
merupakan kunci untuk menurunkan kematian ini, selain imunisasi TT ibu hamil, persalinan
bersih serta perawatan tali pusat yang tepat juga dapat memberikan hasil yang baik.
Cacat lahir merupakan salah satu penyebab kematian yang penting di negara
berkembang, diperkirakan sekitar 10% (Galloway, 2009). Dari hasil survei dijumpai sebesar
8,70% kematian akibat cacat lahir seperti anencephali, kelainan jantung dan respiration
distress syndrome. Penyebab kematian lainnya adalah hipoglikemia yaitu sebesar 8,70%.

17
BAB V
SIMPULAN

Kematian perinatal di RSUD Sanjiwani Gianyar periode Januari 2014 hingga Mei
2014 berjumlah 23 kasus, kejadian terbanyak terjadi di bulan Februari 2014 dengan jumlah 8
kasus. Bayi meninggal yang lahir secara spontan sebesar 86,96% dan dilahirkan melalui cara
operasi Caesar mencapai 13,04%.
Persentase kematian bayi paling tinggi disebabkan karena kelahiran preterm sebesar
65,22%. Jika diurutkan berdasarkan penyebab kematian, BBLR dengan asfiksia menduduki
peringkat teratas sebesar 30,43%, diikuti asfiksia berat sebesar 21,74% dan BBLR sebesar
13,04%.

18
DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbangkes Depkes RI. Survei Kcsehatan Rumah Tangga 2001. Editor: S. Soemantri,
L. Ratna Budiarso, Suhardi, Sarimawar, Cholis Bachroen. Departemen Keseharan RI
2002.

Bapenas, 2007. Laporan perkembangan pencapaian Millenium Development Goal Indonesia.


Jakarta

BKKBN, 2008. Keluarga berencana dan Upaya Penurunan Angka Kematian Bayi dan Balita,
Disajikan dalam Rakernas BKKBN tanggal 19 Februari 2008.

_________, 2001. Buku pedoman Tanda-tanda Bahaya Pada Kehamilan, Persalinan dan
Nifas, Depkes,Jakarta

Galloway, R., and Stanton, M.E. 2009. Pre pregnancy Nutritional Status and its impact on
Birth weight. SCN Swiss, Vol. 1

Iswarawati, Hadriah Oesman, 2007. Jurnal Ilmiah Keluarga Berencana dan Kesehatan
Reproduksi, Tahun 1, No I. Kematian Neonatal, Bayi dan Balita di Indonesia

Martaadisoebrata,D. 2005, Bunga Rampai Obstetri dan Ginekologi Sosisal, Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.

Pincus, K, 1998, Kapita Selekta Pediatri, Edisi Kedua, Penerjemah Yohannes Gunawan,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Prameswari,F.M, 2007. Kematian Perinatal di Indonesia dan Faktor yang berhubungan Tahun
1997-2003. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol,1,No,4, Februari 2007.

Wiknjosastro, H. 2007, Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,


Jakarta

19
WHO, 2001. Dibalik Angka. Pengkajian Kematian Maternal dan komplikasi untuk mendapat
kehamilan yang lebih aman.

WHO, 2005. The World Health Report : Make Every Mother and Child Count. Geneva

WHO, 2006. Neonatal and Perinatal Mortality : Country, Regional and Global Estimates.
Geneva

20

Anda mungkin juga menyukai