Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bumi yang kita tempati memiliki banyak rahasia alam yang tidak kita ketahui. Kita tidak
pernah mengetahui kejadian-kejadian yang akan terjadi di muka bumi ini. Banyak kejadian-
kejadian alam yang mendatangkan pertanyaan bagi manusia. Salah satu kejadian alam yang
sudah tidak asing di telinga masyarakat yaitu gempa bumi.
Gempa bumi merupakan suatu peristiwa yang sangat sering terjadi di muka bumi ini.
Salah satunya di Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki tingkat rawan
bencana alam yang sangat tinggi. Indonesia sendiri memiliki titik-titik gempa yang tersebar
diseluruh wilayah di Indonesia.
Mungkin kita merasa biasa saja dengan bencana alam tersebut di Indonesia, tapi
bencana tersebut sudah sangat sering terjadi berulang-ulang di negara kita. Gempa bumi
sudah menghancurkan sebagian dari wilayah Indonesia. Dan sudah banyak sekali korban-
korban yang berjatuhan akibat bencana tersebut. Berarti gempa bumi sudah menjadi suatu
ancaman bagi masyarakat di muka bumi ini. Dan banyak dari masyarakat tidak mengerti
akan apa sebenarnya yang terjadi di muka bumi ini. Maka sangatlah perlu bagi mereka
untuk tahu dan mengerti serta memahami peristiwa-peristiwa gempa bumi yang terjadi.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan-tujuan dari penulisan makalah ini:
1) Mengetahui pengertian dari Likuifaksi Menurut Beberapa Ahli.
2) Mengetahui penyebab dari terjadinya Likuifaksi Menurut Beberapa Ahli.
3) Mengerti tentang proses terjadinya Likuifaksi.
4) Mengetahui aktivitas Likuifkasi di Indonesia.
5) Mengetahui dampak Likuifaksi yang terjadi.

1.3 Rumusan Masalah


1) Apa pengertian dari Likuifaksi?
2) Apa penyebab terjadinya Likuifaksi?
3) Bagaimana proses Likuifaksi?
4) Dimana Saja Pernah Terjadi Likuifsksi?
5) Apa saja dampak dari Likuifaksi yang terjadi?
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Likuifaksi

Pencairan tanah atau likuifaksi tanah ( soil liquefaction) adalah fenomena yang terjadi
ketika Tanah yang jenuh atau agak jenuh kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya
tegangan misalnya getaran gempa bumi atau perubahan ketegangan lain secara mendadak,
sehingga tanah yang padat berubah wujud menjadi cairan atau air berat.

Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen
mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di california tahun 1918. Ia menjelaskan
mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:

Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu
akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara
praktis seperti pasir hisap, pergerakan awal beberapa bagian material dapat menghasilkan
tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik, kemudian pada titik lainnya, secara
berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal yang mencair.

Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar
(Kepadatan rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki kecenderungan
untuk memampat ketika diberikan beban sebaliknya pasir padat cenderung meluas dalam
volume atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu kondisi yang sering terjadi ketika
tanah berada di bawah permukaan air tanah atau permukaan laut, maka air mengisi
kesenjangan di antara butir-butir tanah ("ruang pori"). Sebagai respon terhadap tanah yang
memampat, air ini meningkatkan tekanan dan mencoba untuk mengalir keluar dari tanah ke
zona bertekanan rendah (biasanya ke atas menuju permukaan tanah). Tapi, jika pembebanan
berlangsung cepat dan cukup besar, atau diulangi berkalikali (contoh getaran gempa bumi dan
gelombang badai), air tidak mengalir keluar sesuai waktunya sebelum siklus pembebanan
berikutnya terjadi, tekanan air dapat bertambah melebihi tekanan kontak antara butir-butir
tanah yang menjaga mereka tetap saling bersentuhan satu sama lain. Kontak antara butir-butir
ini merupakan media pemindahan berat bangunan dan lapisan tanah di atas dari permukaan
tanah ke lapisan tanah atau batuan pada lapisan yang lebih dalam. Hilangnya struktur tanah
menyebabkan tanah kehilangan semua kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan
tegangan geser) dan fenomena ini terlihat seperti mengalir menyerupai cairan (maka disebut
'pencairan'). Meskipun efek pencairan telah lama dipahami, fenomena ini lebih menarik
perhatian para insinyur setelah gempa bumi Niigata tahun 1964 dan Alaska juga tahun 1964.
Pencairan juga faktor utama kerusakan di Distrik Marina San Francisco setelah gempa bumi
Loma Prieta tahun 1989 dan di Pelabuhan Kobe akibat gempa bumi besar Hanshin tahun 1995.
Pencairan terakhir yang mengakibatkan kerusakan besar menimpa perumahan di timur
pinggiran kota dan kota satelit Christchurch, Selandia Baru setelah gempa bumi Canterbury
tahun 2010 dan lebih luas lagi setelah gempa Christchurch susulan pada awal dan pertengahan
2011.

Peraturan bangunan di sejumlah negara mewajibkan para insinyur untuk


mempertimbangkan efek pencairan tanah dalam desain bangunan dan infrastruktur baru
seperti jembatan, bendungan, dan dinding penahan.

2.1.1 Pengertian Likuifaksi

Menurut Beberapa Ahli Rovicky Dwi Putrohari (Dewan penasehat Ikatan Ahli Geologi
Indonesia ) menjelaskan likuifaksi terjadi karena adanya getaran gempa, bukan karena tsunami.
Fenomena ini menurutnya banyak dan hampir semua fenomena kegempaan muncul likuifaksi.”,
selengkapnya di bagian REFERENSI.

Likuifaksi terjadi karena ada getaran gempa yang memicu terjadinya fraksi (butiran)
kasar yang terkumpul di bawah dan butiran halus serta air akan keluar likuifaksi terjadi karena
adanya getaran gempa, bukan karena tsunami. Fenomena ini menurutnya banyak dan hampir
semua fenomena kegempaan muncul likuifaksi. Fenomena ini mengakibatkan turunnya daya
dkung tanah terhadap tekanan di atasnya. Likuifensi merupakan fenomena alamiah yang terjadi
karena adanya aktivitas kegempaan.

"Likuifaksi ini kalau diibaratkan seperti kita sedang mengetuk-ngetuk toples untuk
memasukkan suatu benda supaya ada banyak yang masuk ke dalamnya. Ini menyebabkan
cairan atau material halus berada di atas," imbuhnya.

Rovicky yang sudah lebih dari 25 tahun berkecimpung di bidang geologi ini mengatakan
likuifaksi terjadi pada lapisan di bawah tanah ang biasanya berupa butiran berukuran pasir. Air
yang tersimpan di dalamnya akan ikut terbawa keluar ketika terjadi likuifaksi.

Proses inilah yang kemudian membuat tanah bercampur air menjadi lumpur yang keluar
dari dalam perut Bumi. Untuk terhindar dari likufaksi, ia mengatakan biasanya lapisan tanah
yang berupa pasir dikeringkan sebelum membuat bangunan di atasnya. Untuk konstruksi
bangunan bertingkat tinggi, menurutnya ada soil boring untuk melihat apakah ada hal-hal yang
dikhawatirkan terjadi likuifaksi. Soil boring sendiri merupakan teknik yang dipakai untuk
mensurvei tanah dengan mengambil beberapa inti dangkal dari sedimen. Teknik ini sangat
penting digunakan sebelum melakukan pengeboran untuk investigasi lepas pantai untuk
menentukan kondisi tanah.

"Perlu dicatat likuifaksi ini bukan akibat beban di atasnya, tetapi akibat getaran gempa.
Namun, gejala likuifaksi bisa merusak konstruksi di atasnya," ucapnya.

Sebelumnya, Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo


Nugroho dalam konferensi media membenarkan adanya fenomena likuifaksi yang memicu
kemiringan tertentu akibat diguncang gempa dan longsor.

"Likuifaksi ini membuat material tanah menjadi padat seperti lumpur. Terjadi karena
ada kemiringan tertentu akibat diguncang gempa, akibatnya ada permukaan tanah yang naik
dan turun," jelas Sutopo di tengah konferensi media.

Gambar : Likuifaksi fenomena tanah bergerak gempa palu

Fenomena likuifaksi (soil liquefaction) yang membuat bangunan dan pohon ‘berjalan’ muncul
setelah gempa bumi yang mengguncang Sulawesi Tengah. Fenomena ini juga pernah dialami di
berbagai negara akibat gempa bumi.

Likuifaksi merupakan fenomena di mana kekuatan tanah berkurang karena gempa yang
mengakibatkan sifat tanah dari keadaan padat (solid) menjadi cair (liquid). Likuifaksi disebabkan
tekanan berulang (beban siklik) saat gempa sehingga tekanan air pori meningkat atau
melampaui tegangan vertikal. Inilah yang menyebabkan benda-benda di sekitar lokasi jadi
terseret.

“Likuifaksi (adalah) tanah yang kehilangan kekuatan akibat diguncang oleh gempa, yang
mengakibatkan tanah tidak memiliki daya ikat. Guncangan gempa meningkatkan tekanan air
sementara daya ikat tanah melemah, hal ini menyebabkan sifat tanah berubah dari padat
menjadi cair,” ujar Kepala Bagian Humas BMKG, Harry Tirto Djatmiko, Minggu (30/9/2018).

Fenomena yang disebut likuifaksi tersebut melanda Palu dan sekitarnya selama gempa
berlangsung. Berdasarkan keterangan Peneliti Puslit Geoteknologi LIPI, Adrin Tohari, likuifaksi
sendiri memiliki pengertian sebagai hilangnya kekuatan lapisan tanah pasir lepas akibat
kenaikan air tanah saat gempa bumi kuat dengan durasi lama. Akibatnya, tanah pasir berubah
menjadi selayaknya cairan atau lumpur sehingga dapat bergerak mengalir atau menyembur.

"Likuifaksi terjadi pada lapisan pasir, bukan batu pasir tanah. Terjadinya harus ada air tanah di
bawah lapisan pasir untuk membuat tanah berubah seperti bubur. Harus ada guncangan kuat
dengan skala lebih dari 6 skala richter," jelasnya pada diskusi Gempa dan Tsunami Donggala di
Sesar Aktif Pulau Koro, di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Rabu (3/10/2018).

Ia menyatakan, jarak sumber pusat gempa dengan tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi
akan sangat memengaruhi tingkat kekuatan likufaksi yang terjadi. Syarat terjadinya likuifaksi
Tohari menjabarkan likuifaksi dapat terjadi pada kondisi sebagai berikut: Pertama, lapisan
tanah berupa tanah pasir bersifat lepas (gembur). Kedua, kedalaman muka air tanah tergolong
dangkal (kurang dari -4,0 m dari permukaan tanah). Ketiga, goncangan gempa bumi lebih dari 6
skala richter. Keempat, durasi goncangan gempa bumi lebih dari 1 menit dan kelima percepatan
gempa bumi lebih dari 0,1 g.

Di Palu, seluruh syarat tersebut terpenuhi. Kondisi muka air tanah yang dangkal, gempa bumi
yang mencapai 7.4 skala richter, ditambah dengan lapisan tanah berupa endapan aluvial
berumur kurater yang belum terpadatkan menjadikan tanah di sejumlah kawasan bergerak
hanyut terbawa air.

"Data potensi likuifaksi di Palu sebenarnya sudah tersedia, tapi belum digunakan untuk
membuat tata ruang yang aman di sana," ungkapnya. Munirwan (2005: 1) mengemukakan
bahwa likuifaksi adalah gejala keruntuhan structural tanah akibat menerima beban cyclic
(berulang) dimana beban ini menimbulkan perubahan-perubahan di dalam deposit tanah pasir,
berupa peningkatan tekanan air pori sehingga kuat geser tanah menjadi berkurang atau bahkan
hilang sama sekali (loose of strength) sehingga tanah pasir akan mencair dan berperilaku
seperti fluida. Pada prinsipnya likuifaksi dan penurunan itu beda, likuifaksi adalah hilangnya
kekuatan tanah akibat meningkatnya air pori yang diakibatkan oleh getaran gempa bumi.
Sedangkan penurunan itu sendiri diakibatkan oleh pergeseran, penggelinciran, dan terkadang
juga kehancuran partikel-partikel tanah pada titik tertentu.

2.2 Penyebab Terjadinya likuifaksi

Untuk memahami likuifaksi penting untuk mengenali kondisi yang ada di deposit tanah
sebelum gempa bumi. Deposit tanah terdiri dari satu himpunan partikel tanah individu. Jika kita
melihat secara dekat partikel-partikel ini, kita dapat melihat bahwa setiap partikel berada
dalam kontak dengan sejumlah partikel lainnya. Berat partikel tanah yang saling melapisi
menghasilkan kekuatan kontak antara partikel, kekuatan ini menahan partikel individu di
tempatnya dan merupakan sumber perkuatan dari tanah. Panjang panah mewakili ukuran
kekuatan kontak antara individu butir tanah. Kekuatan kontak menjadi besar ketika tekanan air
pori rendah.

>Tanah berupa pasir atau lanau


˃Lapisan tanah jenuh air

>Lapisan tanah tidak padat

>Terjadi gempa berkekuatan di atas 5,0 SR

Likuifaksi terjadi ketika struktur pasir jenuh yang longgar rusak karena pergerakan
tanah. Sebagaimana struktur rusak, individu partikel yang longgar berusaha untuk pindah ke
konfigurasi yang padat. Dalam gempa bumi, bagaimanapun tidak ada cukup waktu untuk air di
poripori tanah untuk dapat diperas / dikeluarkan dari tanah. Sebaliknya air "terjebak" dan
mencegah partikel tanah untuk bergerak lebih dekat satu sama lain. Hal ini disertai dengan
peningkatan tekanan air yang mengurangi kekuatan kontak antara individu partikel tanah ,
sehingga terjadi pelunakan dan melemahnya deposit tanah.

Menurut Soelarno et al.,1984 sebagaimana dikutip oleh Zulfikar (2008: 3), likuifaksi adalah
suatu gejala perubahan sifat tanah yaitu, dari sifat solid ke sifat liquid. Perubahan sifat ini dapat
disebabkan oleh berbagai jenis pembebanan sebagai berikut:
a) Disebabkan oleh pembebanan monotonic yang biasanya terjadi pada tanah lempung
yang mengalami tekanan dari gaya rembesan air atau arus pasang sehingga
menimbulkan gejala quick clay, sebagai akibatnya tanah lempung kehilangan kekuatan
gesernya yang dikenal dengan nama static liquefaction. Kondisi ini walaupun mungkin
tetapi jarang terjadi.
b) Disebabkan oleh pembebanan cyclic yang biasanya terjadi pada tanah pasir jenuh air
yang mengalami getaran gempa sehingga pasir kehilangan daya dukungnya yang dikenal
dengan cyclic liquefaction. Kondisi ini lazim terjadi di lapangan.
c) Disebabkan oleh pembebanan yang bersifat shock wave yang biasa terjadi pada tanah
pasir kering berbutir halus yang mengalami getaran gempa yang bersifat shock wave
atau getaran dari bom sehingga menimbulkan gejala fluidization yang berupa longsoran
tanah yang dikenal dengan nama impact liquefaction. Kondisi ini juga jarang ditemukan,
karena pada umumnya terjadi bila kondisi pasir jenuh.

Soelarno, 1986 sebagaimana dikutip oleh Zulfikar (2008: 4) menyebutkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi potensial likuifaksi:
a) Sifat butir tanah, pasir yang uniform (seragam) lebih mudah likuifaksi dibandingkan well
graded sand (pasir yang bergradasi baik), untuk uniformity yang sama, butir pasir yang
lebih halus akan lebih mudah likuifaksi. Pasir yang mudah likuifaksi adalah pasir yang
mempunyai harga D10 antara 0,01-0,25 mm, D50 antara 0,075-2,0 mm, D20 antara
0,04-0,50 mm atau 0,004-1,20 mm dengan uniformity coefficient (Cu) antara 2-10.
b) Kepadatan relatif (Dr), makin kecil harga Dr makin mudah terjadi likuifaksi.
c) Pengaruh kondisi stress mula-mula di lapangan, makin besar harganya makin sulit tanah
itu mencair (likuifaksi).
2.3 Proses Terjadinya Gempa

Sebelum terjadi gempa, tekanan air di dalam tanah relatif rendah. Namun, pada saat
terjadi gempa, getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan air ke titik
di mana partikel-partikel tanah dapat dengan mudah bergerak sehingga ikatan antar partikel
lapisan pasir tersebut menjadi luruh.

Ketika hal itu terjadi, kekuatan tanah akan berkurang, sehingga tanah tersebut tidak mampu
lagi untuk menopang beban bangunan di atasnya.

Oleh karena itu proses likuifaksi ditandai dengan munculnya semburan air dan pasir dari dalam
tanah ( sand boiling )

Jika mengamati proses terjadinya Likuifaksi sebenarnya mudah, namun permasalahan


utamanya adalah likuifaksi ini tidak dapat dideteksi dulu berbeda dengan tsunami yang bisa
dideteksi menggunakan alat. Likuifaksi sangat bergantung pada getaran dan juga gempa,
sehingga anda tidak bisa menilai bahwa gempa tersebut bisa menyebabkan pencairan tanah
atau tidak.

Namun hal jelasnya bahwa fenomena gempa bumi yang terjadi di zona dengan tanah yang
mengandung air tinggi sangat beresiko untuk terjadi likuifaksi. Biasanya fenomena ini terjadi
untuk tanah yang dekat dengan laut atau pantai. Bisa juga terjadi gempa di area yang kaya akan
air dan juga tanahnya berpasir. Maka likuifaksi bisa terjadi begitu saja.

Menurut Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada menjelaskan bahwa Likuifaksi terbagi
menjadi dua jenis, yaitu semburan air yang ada dari dalam tanah keluar memancar layaknya air
mancur dan merusak struktur tanah sekaligus. Bisa juga kejadian lapisan pasir yang terbawa
gempa sangat kuat sehingga air yang ada terperas dan mengalir membawa lapisan tanah.
Kejadian ini juga sama halnya dengan likuifaksi pertama, samasama akan menghanyutkan
tanah.

Berbicara soal bahaya semua bencana alam dan fenomena alam tentu membahayakan, apalagi
yang bersifat merusak dan terjadi secara besar-besaran layaknya likuifaksi yang terjadi di Palu.
Tentu bukan hal yang aneh jika semua bangunan dan benda yang terkena likuifaksi hanyut dan
tidak bersisa, bahkan menelan korban jiwa.

Untuk itu Likuifaksi memang sangat bahaya, karena sifatnya seperti banjir ditambah dengan
kandungan tanah. Jika ada yang terhanyut maka akan sulit menyelamatkan diri karena bukan di
air jernih atau air biasa. Namun bersamaan dengan struktur tanah dan bangunan lainnya yang
ikut hanyut.

Bagaimana mengangani likuifaksi ? sebenarnya fenomena ini tidak bsia ditangani, BMKG sendiri
hanya bisa memberi peringatan akan bahaya tsunami atau tidak setelah gempa atau likuifaksi.
Anda bisa membenahi dan kembali menata area yang terkena pencairan tanah jika gempa
sudah benar-benar selesai dan juga pergerakan tanah sudah tidak ada kembali.
Selain itu, anda harus menunggu tanah kembali untuk solid jika ingin membangun bangunan di
area bekas terkena likuifaksi. Namun hal ini akan memakan waktu tahunan, agar tanah bisa
kembali kuat dan solid lagi. Studi megenai mekanisme terjadinya likuifaksi memberikan suatu
metode guna menganalisis masalah peningkatan dan dissipasi (keluarnya air pori ke permukaan
tanah) dari dalam lapisan horizontal suatu deposit (lapisan) pasir selama dan sesudah
berlangsungnya getaran gempa bumi, dan untuk menggambarkan besarnya perubahan tekanan
air pori yang dapat terjadi di dalam profil tanah sebagai fungsi dari waktu.

Menurut Seed et al.,1975 sebagaimana dikutip oleh Zulfikar (2008: 4), untuk menganalisis
kemungkinan terjadi likuifaksi diasumsikan bahwa selama berlangsungnya getaran gempa
belum terjadi dissipasi yang berarti, dengan perkataan lain belum terjadi redistribusi tekanan
air pori pada masa tanah. Akibat beban cyclic, tanah mengalami tekanan sebelum air sempat
keluar meninggalkan pori. Hal ini menyebabkan tekanan air pori meningkat, sebaliknya
tegangan efektif berkurang dan dengan demikian kekuatan geser juga berkurang. Pada suatu
lapisan tanah pasir jenuh air, pengaruh dari getaran-getaran gempa bumi atau dibebani secara
cyclic, akan mengalami perubahan sifat yaitu dari sifat solid ke sifat liquid yang dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan air pori dan pengaruh tegangan efektif, sehingga
memungkinkan terjadi suatu gejala yang disebut likuifaksi, yang merupakan gejala keruntuhan
struktur. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan rumus tegangan efektif dan rumus
kekuatan geser tanah dari Terzaghi yang dapat dilihat dibawah ini, untuk tanah pasir jenuh air
yang ditinjau pada suatu kedalaman dari permukaan tanah.

1. Sulawesi Tengah Likuifaksi terjadi sesaat setelah gempa bermagnitugo 7,4 di Sulawesi
Tengah, Jumat (28/9). Rumah dan pohon amblas akibat likuifaksi. “Ada video yang beredar
rumah dan pohon yang kelihatannya berjalan, itu terjadi saat gempa bukan satu hari atau dua
hari kejadian. Termasuk rumah yang ada di perumahan Balaroa ini kondisinya amblas.
Menyebabkan bangunan rubuh hanyut dan sebagainya. Fenomena liquefaction. Itu adalah
fenomena alamiah,” ujar Kepala Pusat Data dan Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo
Nugroho di kantor BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Minggu (30/9/2018). Ada empat lokasi
yang mengalami likuifaksi. Kebanyakan di Kabupaten Sigi. “Ada beberapa yang karena
liquefaction 4 tempat di Jl Dewi Sartika Palu Selatan, di Petobo, Biromaru (Sigi), di Sidera, (Sigi)”
kata Sutopo.

2. Niigata, Jepang Dikutip dari USGS, peristiwa di Niigata (1964) merupakan salah satu likuifaksi
yang paling terkenal. Akibatnya, bangunan apartemen amblas. Fenomena ini terjadi pada 16
Juni 1964 pascagempa bermagnitudo 7,5. Ada sekitar 2.000 rumah yang dilaporkan hancur
total.

3. Christchurch, Selandia Baru Gempa bermagnitudo 6,3 terjadi pada tanggal 25 Februari 2011
yang mengakibatkan likuifaksi. Dilansir dari The New Zealand Herald, sejumlah bangunan rusak
akibat likuifaksi.

4. Pohang, Korea Selatan Fenomena ini terjadi tanggal 15 November 2017. Pemerintah Korea
Selatan menyebutkan likuifaksi yang terjadi tidak menimbulkan kerusakan signifikan di Pohang.
Dilansir dari Korea Times, Kementerian Dalam Negeri dan Keselamatan Korsel mengkonfirmasi
lima wilayah telah terkena pencairan. Tetapi tingkat keseriusan dari empat lainnya bahkan lebih
rendah.

5. San Francisco, Amerika Serikat Sebuah rumah di Mission District San Francisco mengalami
kerusakan akibat likuifaksi yang terjadi akibat gempa bumi pada 18 April tahun 1906.
Guncangan gempa menyebabkan isi buatan mencair dan kehilangan kemampuannya untuk
menyangga rumah. Likuifaksi juga terjadi di Dore Street, San Francisco di periode yang sama.
Rumah-rumah di lokasi amblas. Dilansir dari USGS, daerah tersebut dulunya merupakan tanah
rawa. (dkp/imk)”.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Likuifaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat adanya faktor
getaran (misalnya gempa bumi atau bisa juga karena adanya ledakan besar).
Likuifaksi terjadi pada daerah lapisan tanah yang jenuh air, yaitu tanah di mana ruang
antara partikelnya benar-benar penuh dengan air. Peristiwa ini biasanya sering terjadi pada
lapisan pasir.
Sebelum terjadi gempa, tekanan air di dalam tanah relatif rendah. Namun, pada saat
terjadi gempa, getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan peningkatan tekanan air ke titik
di mana partikel-partikel tanah dapat dengan mudah bergerak sehingga ikatan antar partikel
lapisan pasir tersebut menjadi luruh.
Ketika hal itu terjadi, kekuatan tanah akan berkurang, sehingga tanah tersebut tidak mampu
lagi untuk menopang beban bangunan di atasnya.
Oleh karena itu proses likuifaksi ditandai dengan munculnya semburan air dan pasir dari
dalam tanah ( sand boiling )
Penyebab Terjadinya Likuifaksi :
> Tanah berupa pasir atau lanau
> Lapisan tanah jenuh air
> Lapisan tanah tidak padat
> Terjadi gempa berkekuatan di atas 5,0 SR
Tentu saja kerusakan – kerusakan yang diakibatkan peristiwa likuifaksi semacam itu memiliki
konsekuensi yang sangat tinggi, yaitu :
> Dalam jangka pendek dapat menghambat proses evakuasi para korban dan menghambat
upaya tanggap darurat karena rusaknya infarastruktur seperti jalan, jembatan, bahkan gedung
rumah sakit.
> Dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan dari segi bisnis
yang terganggu.

Pada dasarnya ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko sebelum
mendesain dan membangun sebuah konstruksi :
> Melakukan survei lapangan
> Menghindari daerah yang mengandung pasir lepas  Perbaikan tanah dengan cara
pemadatan (deep compaction & vibro flotation)
> Memaksimalkan pondasi bangunan hingga kedalaman aman.
3.2 Saran

Masyarakat harus lebih tahu mengenai gejala-gelaja alam yang sering terjadi di
Indonesia dan pemerintah juga harus sering mengadakan penyuluhan-penyuluhan serta
pengetahuan bagi masyarakat agar mereka mengerti dan dapat mengetahui apa yang harus
mereka lakukan apabila suatu saat mereka dihadapkan dengan bencana gempa bumi.
Pemerintah juga harus betindak cepat dalam menangani segala bencana yang terjadi agar tidak
memakan banyak korban jiwa.
Apabila dihadapkan dengan bencana gempa bumi, disaranakan yang pertama paling penting
adalah menyelamatkan diri dibandingkan harta benda yang dimiliki.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi

http://friends.smansakra.sch.id/blogs/entry/PENGERTIAN-GEMPA-dan-letakindonesia

http://adelnriripunya.blogspot.com/2010/02/klasifikasi-gempa.html

http://juanita.blog.uns.ac.id/2011/01/05/gelombang-seismik/

http://riyn.multiply.com/journal/item/47/Gelombang

http://www.riedhagookil.com/2009/09/penyebab-terjadinya-gempa-bumi-dancara.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Tektonika_lempeng

http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=13608.0

http://udhnr.blogspot.com/2009/02/lempeng-indonesia.html

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100915225510AAq636n
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah adalah salah satu sarana untuk mengembangkan kreativitas mahasiswa juga
pengetahuan yang dimiliki mahasiswa.
Makalah ini merupakan suatu sumbangan pikiran dari penulis
untuk dapat digunakan oleh pembaca. Makalah ini disusun berdasarkan data-data dan sumber-
sumber yang telah diperoleh penulis.
Penulis menyusun makalah ini dengan bahasa yang mudah
ditangkap oleh pembaca sehingga makalah ini dapat dengan mudah dimengerti
oleh pembaca.
Pada akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam
memahami persoalan gempa bumi beserta kejadian kejadiannya.

Padang, Mei 2019

,Penulis

Anda mungkin juga menyukai