Anda di halaman 1dari 62

DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
DAFTAR ISI......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii
DAFTAR GAMABAR ......................................................................................... ix

vi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian ............................................................................. 32

Tabel 4.1 Interpretasi Hasil Uji ........................................................................... 45

Tabel 5.1 Karakteristik responden berdasarkan umur dan usia kehamilan......... 47

Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan ................................. 48

Tabel 5.3 Perbedaan rerata intnsitas nyeri antara kelompok yang tidak
dilakukan masase dan kelompok masase ........................................... 48

Tabel 5.4 Perbedaan rerata kadar endorphin antara kelompok yang tidak
dilakukan masase dan kelompok masase ........................................... 48

vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pathway nyeri .................................................................................. 14

Gambar 2.2 Syaraf Penghantar Nyeri ................................................................. 20

Gambar 2.3 Penyebaran Nyeri pada Awal Pembukaan ...................................... 20

Gambar 2.4 Penyebaran Nyeri pada Akhir Pembukaan ..................................... 24

Gambar 2.5 Kuesioner Nyeri Mc. Gill ............................................................... 25

Gambar 5.4 Perbedaan rerata kadar endorphin antara kelompok yang tidak
dilakukan masase dan kelompok masase ........................................... 25

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Proses kelahiran identik dengan rasa nyeri yang akan dijalani, dimana
sebagian besar persalinan disertai rasa nyeri. Nyeri pada persalinan merupakan
proses yang fisiologis. Nyeri menyebabkan frustasi dan putus asa, sehingga
beberapa ibu merasa khawatir tidak akan mampu melewati proses persalinan.
Sebuah studi terbaru menemukan bahwa 67% wanita merasa sedikit khawatir,
12% merasa sangat khawatir dan 23% sama sekali tidak khawatir tentang nyeri
persalinan (Reeder, Martin dan Koniak-Griffin, 2011).
Menghilangkan rasa nyeri ialah hal yang penting, bukan jumlah nyeri yang
dialami wanita yang perlu dipertimbangkan, akan tetapi upaya tentang bagaimana
cara mengatasi nyeri tersebut dapat terpenuhi (Bobak,Lowdermilk dan Jansen,
2004). Hal ini sejalan dengan program yang dicanangkan oleh Kementrian
Kesehatan (Kemenkes) yaitu program Making Pregnancy Saver (MPS) dengan
salah satu aspek penatalaksanaan dalam persalinan yaitu aspek sayang ibu
(Saifuddin, 2009).
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan sikap responsif dan efektif
oleh semua penolong persalinan terutama bidan. Bidan dalam prakteknya
melakukan asuhan selalu memberikan kenyamanan dan menghindari resiko yang
akan terjadi selama kehamilan dan persalinan (Nurasiah, Rukmawati dan Badriah,
2012).
Asuhan kebidanan merupakan metode pemberian asuhan yang
menggunakan cara yang sederhana, tidak melakukan intervensi tanpa ada indikasi
sebelum melakukan teknologi canggih (Rohani, Saswita dan Marisah, 2011).
Praktek asuhan kebidanan menggunakan pendekatan non farmakologis
diantaranya relaksasi, masase (pijat), akupuntur, kompres panas atau dingin.
Manajemen nyeri non farmakologi lebih efektif, aman sederhana dan tidak
menimbulkan efek merugikan pada ibu dan bayi serta mengacu kepada konsep
asuhan sayang ibu (Walsh, 2007).

1
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa masase saat persalinan dapat
mengurangi nyeri persalinan diantaranya, penelitian yang dilakukan oleh
Hosseini, Asadi dan Zareei (2012) di Iran menyebutkan bahwa terapi pijat pada
persalinan dapat memperpendek waktu persalinan rata- rata selama 1,69 – 1,35
jam dengan nilai p<0,046 dan menurunkan kadar plasma kortisol rata- rata sebesar
13,4 µǥ/dl. Dijelaskan pula bahwa hormon endorfin memiliki peran penting dalam
membangkitkan perasaan nyaman, mengurangi nyeri dan stres, sehingga
memberikan kenyamanan pada ibu bersalin.
Penelitian lain tentang pengurangan nyeri saat persalinan dengan teknik
abdominal liffting dan counter pressure yang dilakukan oleh Anggreni, Heni dan
Wijayanti di RSUD Tidar Malang (2013) menyebutkan bahwa, dari kedua teknik
tersebut yang lebih efektif menurunkan nyeri persalinan adalah teknik
counterpressure dengan hasil rata-rata intensitas nyeri berada pada skala 43
sedangkan teknik abdominal lifting skala nyeri rata-rata 46,58.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Kamalifard et al (2012) tentang efek
masase terapi dan teknik pernafasan untuk mengurangi nyeri dan stres psikologis
ibu bersalin diperoleh hasil bahwa dengan masase terapi dapat mengurangi nyeri
pada persalinan dan mengurangi stres psikologis dari ibu bersalin. Hal ini
didukung pula oleh penelitiaan yang dilakukan Jansenn et al (2012) Hasil
penelitian menyebutkan bahwa terapi pijat merupakan terapi yang efektif dalam
manajemen nyeri persalinan yang juga berfungsi sebagai analgesik epidural pada
persalinan.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Azizah, Widyawati dan
Anggraini (2011) tentang pengaruh endorphin massage terhadap intensitas nyeri
kala I persalinan normal diperoleh hasil, nyeri persalinan pada kelompok kontrol
sebagian besar mengalami nyeri berat sebanyak 10 orang (66,7%), nyeri sedang
sebanyak 4 orang (26,7%), dan nyeri sangat berat sebanyak 1 orang (6,7%).
Sedangkan nyeri persalinan pada kelompok perlakuan mengalami nyeri ringan
sebanyak 9 orang (60,0%), nyeri sedang sebanyak 4 orang (26,7%) dan nyeri
berat sebanyak 2 orang (13,3%).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Day, Mason and Chesrown
(1986) di Florida menyebutkan bila masase dilakukan pada orang dewasa yang

2
sehat tanpa mengalami rasa nyeri menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan kadar endorfin antara kelompok yang dimasase dengan kelompok yang
tidak dimasase. Pada penelitian ini disarankan untuk peneliti berikutnya dilakukan
penelitian pada pasien yang mengalami nyeri akut atau kronis.
Berdasarkan saran dari penelitian Day et al (1986) ini maka peneliti ingin
melakukan penelitian pada subyek yang mengalami nyeri yaitu ibu bersalin yang
mengalami nyeri akibat proses persalinan. Praktek asuhan kebidanan dengan
teknik masase dapat mensekresi endorfin yang berfungsi menurunkan nyeri saat
persalinan dan peneliti ingin melihat efek masase secara obyektif dengan
memeriksa kadar endorfin pada subyek penelitian.
Menurut Mander (2003), nyeri persalinan terjadi akibat otot-otot rahim
berkontraksi sebagai upaya membuka serviks dan mendorong kepala bayi kearah
panggul. Saat terjadi kontraksi pada sebuah persalinan, maka terjadi nyeri di
daerah punggung bagian bawah. Salah satu cara untuk mengurangi nyeri tersebut
adalah dengan masase terapi. Masase terapi menciptakan stimulus yang
mengganggu transmisi nyeri ke otak dianggap menutup gerbang untuk
menghambat perjalanan rangsangan nyeri pada pusat yang lebih tinggi pada
sistem saraf pusat. Hal ini juga merangsang pelepasan endorfin sebagai
pengendali nyeri secara alamiah dan meningkatkan serotinin untuk menghambat
transmisi saraf nyeri ke otak.
Stimulasi kulit atau pemijatan dapat mengaktivasi serabut saraf
berdiameter besar, yang dapat menghambat pesan nyeri yang dibawa oleh serabut
saraf yang berdiameter lebih kecil sehingga menutup gerbang masuk ‘gate’ di
substansia gelatinosa yang dapat memblok pesan nyeri (Price dan Wilson, 2006).
Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih berat dari pada
nyeri persalinan pada multipara. Hal itu karena multipara mengalami penipisan
serviks bersamaan dengan dilatasi serviks sedangkan pada primipara proses
penipisan serviks terjadi lebih dahulu daripada dilatasi serviks. Proses ini
menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan primipara lebih lama dari
multipara, terutama pada kala I persalinan (Fraser dan Cooper,2009).
Rumah Sakit Tk. III Dr. Reksodiwiryo Padang merupakan rumah sakit
yang menerima persalinan normal, dimana pada bulan Januari dan Februari 2014

3
rata- rata 35 persalinan per bulan (Data laporan persalinan RS Tk.III
Reksodiwiryo, 2014). Dari hasil observasi dan wawancara dengan petugas di
ruang bersalin RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang bulan Februari 2014,
menyebutkan bahwa ibu bersalin yang melahirkan di kamar bersalin RS Tk.III
Dr.Reksodiwiryo Padang selama persalinan belum dilakukan masase terapi dan
belum menjadi prosedur tetap saat memberikan asuhan persalinan normal.
Sementara bila masase dilakukan pada ibu bersalin dapat merangsang endorfin
yang dapat mengurangi nyeri yang dirasakan oleh ibu saat persalinan disamping
itu sepengetahuan peneliti belum ada diteteliti tentang efek masase terhadap kadar
endorfin pada ibu bersalin yang mengalami nyeri saat persalinan.
Berdasarkan hal diatas peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh masase
pada punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal
melalui peningkatan kadar endorfin.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah “Adakah Pengaruh Masase pada
Punggung Terhadap Intensitas Nyeri Kala I fase laten Persalinan Normal Melalui
Peningkatan Kadar Endorfin?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum


Tujuan umum penelitian untuk mengetahui pengaruh masase pada
punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal
melalui peningkatan kadar endorfin.

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus penelitian ini adalah
a. Mengetahui pengaruh masase pada punggung terhadap
intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal.
b. Mengetahui pengaruh masase pada punggung terhadap kadar
endorfin pada kala I fase laten persalinan normal.

4
c. Megetahui pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas
nyeri kala I fase laten persalinan normal berdasarkan
peningkatan kadar endorfin.
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Keilmuan


Memberikan masukan bagi pengembangan ilmu kebidanan dalam
pengembangan asuhan kebidanan khususnya dalam pemenuhan kebutuhan
rasa aman dan nyaman melalui teknik masase pada punggung saat
persalinan.
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Bagi RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang yang sudah memberikan
asuhan kenyamanan pada saat persalinan dengan konsep bukan
farmakologis dapat meningkatkan dan mempertahankan asuhan masase
pada saat kala I persalinan normal
Bagi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) untuk memasukkan teknik
masase pada punggung sebagai salah satu standar dalam asuhan persalinan
normal.
Bagi Paseien meringankan rasa sakit yang dialami oleh ibu saat
persalinan.

5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Persalinan

2.1.1 Pengertian persalinan


Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung 18 jam, tanpa
komplikasi baik pada ibu maupun janin (Depkes, 2008).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang cukup
bulan, lahir secara spontan dengan presentasi belakang kepala, disusul
dengan pengeluaran plasenta dan selaput ketuban dari tubuh ibu, tanpa
komplikasi baik ibu maupun janin (Nurasiah dkk, 2012).

2.1.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan


Menurut Nurasiah dkk (2012), Keberhasilan proses persalinan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: yaitu Power (kekuatan yang ada
pada ibu), Passage (jalan lahir), Passanger (janin dan plasenta), Psyche
(psikologis), Physician (Penolong). 3P sebagai faktor fisik (power,
passage dan passanger) dan 2P (psyche dan physician) sebagai faktor
yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi jalannya persalinan,
dimana bila terdapat kerja sama yang baik antara tenaga penolong (bidan,
klien dan keluarga) akan mempercepat proses kelahiran (Rohani dkk,
2011).
2.1.3 Tahapan Persalinan
a. Kala I
Kala I adalah kala pembukaan yang dimulai saat persalinan
mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi 2
fase yaitu fase laten mulai dari serviks membuka sampai
pembukaan 3 cm dan fase aktif mulai dari pembukaan lebih dari 3
cm sampai pembukaan 10 cm (Saifuddin, 2009). Pada umumnya
fase laten dapat berlangsung 6-8 jam (Fraser dan Cooper, 2012).

6
Fase aktif dibagi lagi menjadi 3 subfase yaitu fase
akselerasi berlangsung selama 2 jam pembukaan menjadi 4 cm.
Fase dilatasi maksimal selama 2 jam pembukaan 4-9 cm. Fase
deselerasi selama 2 jam pembukaan 9-10 cm. Fase-fase tersebut
terjadi pada setiap persalinan primigravida dan multigravida
(Rohani dkk, 2011).
Kontraksi rahim terjadi selama fase laten dengan
peningkatan frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi. Kontraksi
rahim berlangsung dari kontraksi ringan dengan lamanya 15
sampai 30 detik, dan berkembang menjadi kontraksi kuat dengan
lama kontraksi lebih dari 40 detik dan frekuensi setiap 2-3x dalam
10 menit (Bobak et al, 2004).
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara
primigravida dan multigravida. Pada primigravida, ostium uteri
internum akan membuka lebih dahulu sehingga serviks akan
mendatar dan menipis, sedangkan pada multigravida penipisan
dan pendataran serviks terjadi dalam waktu yang sama (Mochtar,
1998).
b. Kala II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II disebut
juga kala pengeluaran bayi. Proses ini biasanya berlangsung
selama 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida
(Rohani dkk, 2011).
c. Kala III
Kala III dimulai segera setelah kelahiran bayi sampai
lahirnya plasenta dan selaput ketuban yang melibatkan uterus
berkontraksi (Chapman, 2006).
d. Kala IV
Kala IV dimulai dari saat lahirnya plasenta dan berakhir 2
jam pertama postpartum (Depkes, 2008).

7
2.1.4 Teori Terjadinya Persalinan
Menurut Manuaba (2010) ada beberapa teori tentang mulainya
persalinan, yaitu :
a. Teori Penurunan Hormon: 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja
sebagai penenang otot-otot polos rahim, sehingga menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang akhirnya timbul his bila kadar
progesteron turun.
b. Teori Plasenta Menjadi Tua: akan menyebabkan turunnya kadar
estrogen dan progesteron yang disebabkan kekejangan pembuluh darah
hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori Keregangan: rahim yang menjadi besar dan meregang
menyebabkan ischemia otot-otot rahim, sehingga mengganggu sirkulasi
uteroplasenter. Dibelakang servik terletak ganglion servikalis (pleksus
Frankenhauser), bila ganglion ini digeser dan ditekan misalnya oleh
kepala janin, akan menimbulkan kontraksi uterus.
d. Teori Prostaglandin
1) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak 15 minggu kehamilan
yang dikeluarkan oleh desidua.
2) Pemberian prostaglandin saat hamil menimbulkan kontraksi otot
rahim sehingga hasil konsepsi dapat dikeluarkan
3) Prostaglandin dianggap sebagai pemicu terjadinya persalinan.

2.2 Nyeri Persalinan.

2.2.1 Pengertian Nyeri


Istilah nyeri sulit didefinisikan karena nyeri merupakan sensasi
yang bersifat subjektif. The International Association for the Study of Pain
(IASP), nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional
yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan
yang bersifat aktual dan potensial (Price dan Wilson, 2006).
Menurut Sherwood (2011) Nyeri adalah mekanisme protektif
untuk menimbulkan kesadaran akan terjadi kerusakan jaringan. Nyeri
8
persalinan merupakan pengalaman subjektif tentang sensasi fisik yang
terkait dengan kontraksi uterus, dilatasi dan penipisan serviks, serta
penurunan janin selama persalinan. Respon fisiologis terhadap nyeri
meliputi peningkatan tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, keringat,
dan ketegangan otot (Rohani dkk, 2011).

2.2.2 Penyebab Nyeri Saat Persalinan


Nyeri persalinan kala I adalah akibat dilatasi serviks dan segmen
bawah rahim, dengan distensi lanjut, peregangan, dan trauma pada serat
otot dan ligamen yang menyokong struktur ini. Beberapa nosiseptik yang
berperan terhadap terjadinya nyeri, adalah bradikinin, leokotrin,
prostaglandin, serotinin, asam laktat, dan substansi P (Mander, 2003).
Menurut Bobak et al (2004) Rasa nyeri pada persalinan kala I
disebabkan oleh munculnya kontraksi otot-otot uterus, hipoksia dari otot-
otot yang mengalami kontraksi, peregangan serviks pada waktu membuka,
iskemia korpus uteri, dan peregangan segmen bawah rahim. Reseptor
nyeri ditransmisikan melalui segmen saraf spinalis T11-12 dan saraf –
saraf asesori torakal bawah serta saraf simpatik lumbal atas. Sistem ini
berjalan mulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus
dan kortek serebri.
Saat mulai persalinan kala I sebelum atau sesudah terjadi kontraksi,
sering kali muncul lendir bercampur darah yang keluar dari vagina sebagai
tanda persalinan, hal ini disebabkan oleh karena serviks mulai membuka
dan mendatar sedangkan darah itu berasal dari pembuluh darah kapiler
yang berada disekitar kanalis servikalis sewaktu serviks membuka.
Intensitas nyeri yang dialami pada kontraksi erat kaitannya dengan derajat
dan kecepatan dilatasi serviks dan segmen bawah rahim (Cunningham et
al, 2013).

2.2.3 Jenis Nyeri


Menurut Billington dan Stevenson (2010) ada 2 jenis nyeri yaitu :
a. Nyeri somatik

9
Nyeri somatik berasal dari kulit, otot dan sendi dan dapat
terjadi superfisial atau dalam. Nyeri somatik superfisial melalui
serabut saraf bermielin besar. Nyeri somatik dalam
ditransmisikan disepanjang serabut –C tak bermielin kecil.
b. Nyeri viseral
Nyeri viseral berasal dari organ interna dibawa oleh serabut
saraf yang hanya mentransmisikan nyeri melewati saraf
simpatis viseral menuju sum – sum tulang belakang. Nyeri
viseral lokasi nyeri tidak berada di organ yang terlibat namun
tampak sebagai “nyeri alih”.
2.2.4 Jalur Nyeri Sistem Saraf Pusat (SSP)
a. Jalur asendens
Traktus sensorik asenden berasal dari ujung saraf sensorik
ditempat trauma. Impuls ini berjalan sepanjang saraf sensorik
ke ganglion akar dorsal dari saraf spinal terkait dan masuk
kedalam kornu posterior medulla spinalis. Hal ini disebut
neuron pertama. Neuron kedua muncul di kornu posterior,
melintang didalam medulla spinalis (persimpangan sensorik)
dan mengantarkan impuls melalui medulla oblongata, pons
varolii, dan otak tengah ke talamus (persepsi nyeri).
Dari sini impuls berjalan sepanjang neuron ketiga menuju
korteks serebri (lokasi nyeri) (Fraser dan Cooper, 2009)
b. Jalur desenden.
Jalur desenden serat eferen yang berjalan dari kortek serebrum
ke bawah ke medulla spinalis dapat menghambat atau
memodifikasi rangsangan nyeri di medulla spinalis oleh impuls
dari medula spinalis sendiri atau dari otak. Rangsangan nyeri
mengaktifkan sistem neural inhibitorik yang menghambat
transmisi nyeri dalam medulla spinalis dan bagian lain sistem
saraf (Price dan Wilson, 2006).
Salah satu sistem inhibitorik desenden terpenting adalah opiat
endogen, yang bila dilepaskan akan berikatan dengan reseptor opiat

10
dan mengaktivasi neuron inhibitorik desenden. Neuron ini melepaskan
serotinin yang bekerja sebagai neuromodulator untuk menghambat
informasi nosiseptor dalam medulla spinalis (Mander, 2003).
Sistem analgesik inheren bergantung pada reseptor opiat, opiat –
opiat endogen (endorfin) ini berfungsi sebagai neurotransmitter
analgesik; mereka dibebaskan dari jalur analgesik desenden dan
berikatan dengan reseptor opiat di ujung serat nyeri aferen. Pengikatan
ini menekan pelepasan substansi P melalui inhibisi prasinaps yang
dapat menghambat transmisi nyeri (Sherwood, 2011).

Gambar 2.1. Pathway nyeri (Mousa et al ,2003)

2.2.5 Reseptor Nyeri


Reseptor nyeri (Nosiseptor) adalah saraf aferen primer untuk
menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan
sebagai reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas yang tersebar diseluruh
tubuh dan terbanyak di kulit. Berdasarkan letaknya, nosiseptor terdapat di
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit, somatik dalam (deep somatic), dan
pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang
timbul juga memiliki sensasi yang berbeda (Price dan Wilson, 2006).
Serat saraf aferen primer diklasifikasikan menjadi dua yaitu serat
aferen A-alfa dan A-beta berukuran paling besar dan bermielin serta
memiliki kecepatan hantaran tinggi (6-30 m/detik), yang memungkinkan
timbulnya nyeri tajam dan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan. Serat aferen primer C tidak bermielin memiliki hantaran
11
lambat (0,5 m/detik) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri
biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi (Sherwood, 2011).
Menurut Price dan Wilson (2006) ada 4 teori tentang mekanisme
nyeri diantaranya adalah :
a. Teori Spesifitas
Menurut teori ini, nyeri berjalan dari reseptor – reseptor nyeri
spesifik melalui jalur anatomik tertentu ke pusat nyeri di otak dengan
hubungan antara stimulus dan respon nyeri bersifat langsung dan
invariabel.
b. Teori Pola (Pattern Theory).
Nyeri dihasilkan oleh stimulus intens dari reseptor –reseptor
non spesifik atau dengan kata lain penjumlahan impuls – impuls
nyeri. Teori penjumlahan sentral terbentuknya sirkuit – sirkuit serat
saraf dalam kelompok interneuron spinal setelah ada cedera,
sehingga nyeri dapat berlanjut tanpa stimulasi.
c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory).
Reseptor nyeri dari perifer menyatu dikornu dorsalis medula
spinalis. Dimedula spinalis dimodifikasi oleh suatu mekanisme
gerbang di sel – sel substansia gelatinosa. Apabila gerbang tertutup
mekanisme tidak dapat diteruskan. Apabila gerbang terbuka atau
sedikit terbuka impuls nyeri merangsang sel T di kornu dorsalis naik
melalui medula spinalis ke otak tempat impuls nyeri dirasakan.
Penyetelan gerbang dan seberapa mudah informasi yang
menimbulkan nyeri melewati gerbang bergantung pada
keseimbangan serat saraf besar dan kecil dan serat yang turun dari
pusat yang lebih tinggi. Serat saraf besar cendrung menghambat
transmisi nyeri sedangkan serat saraf kecil mempermudah transmisi
nyeri.
Teori pengendalian gerbang nyeri ini yang menjelaskan
penggosokan atau pemijatan menjadi suatu bagian yang dapat
menghilangkan nyeri. Karena dengan pemijatan merangsang

12
aktivitas di serat-saraf besar mengakibatkan tertutupnya gerbang
untuk aktivitas di serat berdiameter kecil (nyeri).
d. Teori Endorfin dan Enkefalin.
Adanya stimulus reseptor opiat endogen (met enkefalin,
endorfin, dinorfin) di membran sinaps yang menghambat transmisi
nyeri. Opioid endogen bekerja mengikat reseptor opiat dengan efek
sama dengan opiat eksogen, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi
efektif oleh neurotransmitter yang menghibisi impuls nyeri yang
dapat memblok impuls-impuls pada serabut lambat dengan opioid
endogen sistem supresif.

2.2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Faktor- faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri :
a. Faktor fisiologis
1) Paritas
Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih
berat daripada nyeri persalinan pada multipara. Hal itu
karena multipara mengalami penipisan serviks bersamaan
dengan dilatasi serviks sedangkan pada primipara proses
penipisan serviks terjadi lebih dahulu daripada dilatasi
serviks. Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang
dirasakan primipara lebih berat dari multipara, terutama pada
kala I persalinan (Fraser dan Cooper,2009).
2) Umur
Umur merupakan faktor penting dalam pembentukan strategi
koping yang mereka lakukan untuk mengatasi nyeri
(Billington dan Stevenson, 2010).
3) Kelelahan
Ibu yang sudah lelah selama beberapa jam persalinan yang
sebelumnya sudah terganggu tidurnya oleh ketidaknyamanan
dari akhir masa kehamilannya akan kurang mampu
mentolerir rasa sakit (Rohani dkk, 2011).

13
4) Opiat endogen atau endorfin
Endorfin adalah suatu fragmen peptida yang menyerupai
opiat, atau neuropeptida, yang dihasilkan secara alami oleh
tubuh pada sinaps neural di jalur sistem saraf pusat. Endorfin
ditemukan dalam sistim limbik, hipotalamus dan formatio
retikularis. Endorfin berikatan membran prasinaptik,
menghambat pelepasan substansi P yang dapat menghambat
transmisi nyeri, sehingga nyeri berkurang (Fraser dan
Cooper, 2009).
Endorfin merupakan neurotransmitter atau neuromodulator
yang menghambat pengiriman rangsang nyeri dengan
menempel kebagian reseptor opiat pada saraf dan sumsum
tulang belakang sehingga dapat menurunkan sensasi nyeri.
Tingkatan endorfin berbeda antara satu orang dengan orang
lainnya sehingga rasa nyeri seseorang dengan yang lain
berbeda (Reeder et al, 2011).
5) Pengosongan kandung kemih
Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan nyeri pada
bagian abdominal juga menyebabkan sulit turunnya bagian
terendah janin (Rohani dkk, 2011)
b. Faktor psikologi
1) Faktor sosial budaya
Faktor sosial dan budaya juga berperan penting dalam reaksi
rasa sakit. Beberapa budaya mengharapkan sabar dan
membiarkannya, sedang budaya lainnya mendorong
keterbukaan untuk menyatakan perasaan (Rohani dkk, 2011)
2) Mekanisme penyesuaian.
Individu menetapkan pola untuk menghadapi stres.
Mekanisme ini membantu mengendalikan rasa nyeri.
Walaupun demikian ketika nyeri yang dirasakan sangat
mengganggu, individu kadang merasa sulit mempergunakan
koping (Fraser dan Cooper, 2009).

14
3) Sikap
Wanita yang menantikan – nantikan menjadi seorang ibu
dalam proses persalinan akan mempunyai mental yang baik,
sebab mereka memandang pengalaman nyeri sesuatu yang
harus di minimalisasi dan mempercayai bahwa nyeri dapat
ditolerir dengan tindakan yang positif (Fraser dan Cooper,
2009).
4) Kepribadian
Kepribadian ibu berperan penting terhadap rasa sakit, ibu
yang secara alamiah tegang dan cemas akan lebih lemah
dalam menghadapi nyeri dibanding wanita yang rileks dan
percaya diri (Rohani dkk, 2011).
5) Rasa takut atau kecemasan.
Rasa takut atau kecemasan akan meningkatkan respon
individual terhadap rasa sakit. Rasa takut terhadap hal yang
tidak diketahui, rasa takut ditinggal sendiri pada saat proses
persalinan (tanpa pendamping), dan rasa takut atas kegagalan
persalinan dapat meningkatkan kecemasan. Pengalaman
buruk persalinan yang lalu juga akan menambahkan
kecemasan (Rohani dkk, 2011).
6) Urutan anak dalam keluarga
Urutan anak dalam keluarga mempengaruhi rasa aman dan
nyaman seseorang. Anak bungsu cendrung lebih manja
dibanding anggota keluarga yang lain dan lebih sensitif
dalam mentolerir nyeri (Hurlock, 2004).
7) Pendamping persalinan
Dukungan dari suami atau keluarga ternyata menjdi salah
satu
faktor penting yang mempengaruhi kondisi psikologis ibu
dalam
menghadapi persalinan. Dukungan yang diberikan oleh
suami, keluarga, teman dekat atau tenaga profesional

15
kesehatan selama persalinan dapat menimbulkan kekuatan
dan perasaan aman serta nyaman bagi ibu. Salah satu prinsip
asuhan sayang ibu yaitu mengikut sertakan suami dan
keluarga selama proses kelahiran dan bayi (Depkes RI,
2004).
2.2.7 Fisiologi Nyeri Persalinan
Nyeri persalinan disebabkan oleh proses dilatasi serviks, hipoksia
otot uterus saat kontraksi, iskemia korpus uteri dan peregangan segmen
bawah rahim dan kompresi saraf di serviks dan disebut nyeri viseral.
(Fraser dan Cooper, 2009).
Menurut Rohani dkk (2011) selama persalinan dan kelahiran
pervaginam, nyeri terjadi oleh kontraksi rahim, dilatasi serviks, dan
distensi perineum. Serat saraf aferen viseral yang membawa impuls
sensorik dari rahim memasuki medula spinalis pada segmen torakal ke-10,
ke-11 dan ke-12 serta segmen lumbal satu (T10 sampai L1).
Selanjutnya stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut
ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang
oleh dua jenis serabut saraf yaitu serabut saraf A yang bermielin dan
serabut saraf lambat (serabut C). Serabut saraf aferen masuk ke spinal
melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn
ini terdiri dari beberapa lapisan atau lamina yang saling berikatan.
Diantara lapisan dua dan tiga membentuk substansia gelatinosa yang
merupakan saluran utama impuls.
Kemudian impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang
pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asenden yang paling
utama, yaitu jalur spinothalamus dan spinoreticular yang membawa
informasi mengenai sifat dan lokasi nyeri. Proses transmisi terdapat 2 jalur
mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiat dan non opiat. Jalur opiat
ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak tengah dan medulla spinalis,
ketanduk dorsal sumsum belakang yang berkonduksi dengan nociceptor
impuls supresif yang dapat menghambat nyeri (Sherwood, 2011).

16
Gambar 2.2 Syaraf Penghantar Nyeri Pada Waktu
Kontraksi Rahim (Rohani dkk, 2011)

Gambar 2.3. Penyebaran Nyeri Pada Awal


Pembukaan (Rohani dkk, 2011)

Gambar 2. 4. Penyebaran Nyeri Pada Akhir


Kala Pembukaan (Rohani dkk, 2011)

Nyeri persalinan mempunyai batas dan dapat hilang dengan


sendirinya (Self-limiting). Nyeri persalinan tidak konsisten tetapi bersifat
intermitten (Rohani dkk, 2011).
Gate control theory menjelaskan selama proses persalinan implus
nyeri berjalan dari uterus di sepanjang serat-serat saraf besar kearah atas
ke substansia gelantinosa di dalam spina kolumna, sel – sel transmisi
memproyeksikan pesan nyeri ke otak. Adanya stimulasi mengakibatkan
aktivasi pada serat saraf besar dan inhibisi pada serat saraf kecil. sehingga
otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut (Reeder et al, 2011).
17
2.2.8 Nyeri Persalinan dan Respon Tubuh
Nyeri yang menyertai kontraksi uterus mempengaruhi mekanisme
fisiologis sejumlah sistem tubuh yang selalu menyebabkan respon stres
fisiologis yang umum dan menyeluruh. Nyeri persalinan yang lama dan
berat mempengaruhi ventilasi, sirkulasi, metaboilisme dan aktifitas uterus.
a. Ventilasi
Nyeri yang menyertai kontraksi uterus menyebabkan
hiperventilasi, dengan frekuensi pernapasan 60–70x/menit. hal ini
dapat menyebabkan penurunan kadar PaCO2, dengan peningkatan
yang sesuai pada pH Janin, disamping itu pH juga berpengaruh
terhadap penurunan PaCO2 janin. Ini diduga oleh adanya deselerasi
lambat pada cardiotocograph tersebut (Fraser dan Cooper, 2009).
b. Fungsi kardiovaskuler
Cardiac output meningkat selama tahap pertama dan kedua
persalinan. Hal ini meningkat hingga 20% dan 50%, masing-masing.
Augmentation ini disebabkan oleh karena kembalinya darah rahim ke
sirkulasi maternal, sekitar 250-300 ml pada setiap kontraksi. Nyeri,
kecemasan dan ketakutan dapat menyebabkan respon simpatik,
sehingga menghasilkan output jantung yang lebih besar (Fraser dan
Cooper, 2009)
c. Efek metabolik
Peningkatan aktivitas simpatis yang disebabkan nyeri
persalinan dapat menyebabkan peningkatan metabolisme dan
konsumsi oksigen serta penurunan motilitas saluran cerna dan kandung
kemih (Rohani dkk, 2011).
d. Efek endokrin
Stres yang disebabkan oleh nyeri persalinan telah dikaitkan
dengan peningkatan pelepasan katekolamin ibu akan menyebabkan
sekitar 80% penurunan aliran darah ke uterus. Salah satu efek samping
peningkatan kadar adrenalin adalah penurunan aktivitas uterus yang
dapat mengakibatkan nyeri persalinan menjadi lebih lama (Fraser dan
Cooper, 2009).

18
Intensitas nyeri selama persalinan dapat mempengaruhi proses
persalinan dan kesejahteraan janin. Nyeri persalinan dapat merangsang
pelepasan mediator kimiawi seperti prostaglandin, tromboksan,
histamin, bradikinin, substansi P dan serotinin, akan membangkitkan
stres yang menimbulkan sekresi hormon seperti katekolamin dan
steroid dengan akibat vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
kontraksi uterus melemah. Sekresi hormon tersebut yang berlebihan
akan menimbulkan gangguan sirkulasi uteroplasenta sehingga terjadi
hipoksia janin serta timbulnya iskemia uterus yang membuat impuls
nyeri bertambah banyak (Farrer, 2001).
Nyeri persalinan mempengaruhi kontraksi uterus melalui
peningkatan sekresi katekolamin dan kortisol. Sedangkan
meningkatnya adrenalin dan kortisol menyebabkan penurunan aktifitas
uterus yang tidak terkoordinasi yang mengakibatkan nyeri persalinan
lebih lama (Mander, 2003).

2.2.8 Penatalaksanaan Nyeri


Pada umumnya untuk mengatasi nyeri selama persalinan
digunakan obat-obatan (farmakologis) yang dapat mengurangi nyeri dan
cara non farmakologis atau tanpa obat. Cara farmakologi adalah dengan
pemberian obat-obatan analgesik yang bisa disuntikkan, melalui infus intra
vena yaitu syaraf yang mengantar nyeri selama persalinan. Tindakan
farmakologis masih menimbulkan pertentangan karena pemberian obat
selama persalinan dapat menembus sawar plasenta, sehingga dapat berefek
pada aktifitas rahim. Efek obat yang diberikan kepada ibu terhadap bayi
dapat secara langsung maupun tidak langsung (Bobak et al, 2004).
Menurut Nurasiah dkk (2012), Metode pengontrolan nyeri bukan
farmakologi sangat penting karena tidak membahayakan bagi ibu maupun
janin, tidak memperlambat proses persalinan dan tidak mempunyai efek
alergi maupun efek obat.
Metoda bukan farmakologi dibagi menjadi tiga komponen yang
saling berinteraksi sehingga mempengaruhi respon terhadap nyeri yaitu
strategi motivasi-afektif (interpretasi sentral dari pesan yang berada diotak
19
yang dipengaruhi oleh perasaan,memori, pengalaman dan kultur
seseorang), kognitif-evaluatif (interpretasi dari pesan nyeri yang
dipengaruhi oleh pengetahuan, perhatian seseorang, penggunaan strategi
kognitif dan evaluasi kognitif dari situasi) dan sensori-diskriminatif
(pemberitahuan informasi keotak menurut sensasi fisik) (Rohani dkk,
2001).
2.2.9 Instrumen Pengukuran Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda (Fraser dan Cooper, 2009).
Pengukuran nyeri merupakan alat bantu untuk mempermudah klien
dalam mengungkapkan nyeri, intensitas nyeri dapat dinilai dengan
menggunakan Kuisioner Nyeri McGill yaitu dengan cara menawarkan
pasien 72 kata yang menggambarkan nyeri. Kata – kata tersebut dibagi
menjadi 20 kelompok (Mander, 2006). Pasien menjelaskan nyeri dengan
kata-kata mereka sendiri (misalnya : tumpul, berdenyut, seperti terbakar).
Kuisioner ini mengukur dimensi fisiologik dan psikologik nyeri dengan
rentang 1-20 (Melzack, 1998).
Adapun cara penggunaan kuisioner Nyeri McGill ini adalah:
a) Pasien mengatakan lokasi nyeri disebuah gambar tubuh manusia
b) Pasien mengambarkan 20 kelompok kata yang menjelaskan
kualitas nyeri
c) Pasien mengatakan kata seperti singkat, berirama atau menetap
untuk menjelaskan pola nyeri.
d) Peneliti menentukan tingkatan nyeri dengan memberikan skor 0-
5 (bila tidak ada nyeri = 0, nyeri ringan = 1, tidak nyaman = 2,
tertekan = 3, menakutkan = 4 dan mengerikan = 5 ) pada rentang
20 kelompok kata kualitas nyeri, kemudian menjumlahkan skor
tersebut (Melzack, 1998).

20
Gambar 2.5. Kuisioner Nyeri McGill (Price dan Wilson, 2006)

2.3 Masase Punggung

2.3.1 Pengertian
Kata massage berasal dari kata Arab “mash” yang berarti
“menekan dengan lembut” kemudian di Indonesiakan menjadi masase
(Mithayani, 2012).
Definisi masase menurut Mander (2003) : Massage adalah
tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon
atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi
guna menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi dan meningkatkan
sirkulasi.
Masase terapi merupakan teknik sentuhan ringan (stimulus) yang
mengganggu transmisi nyeri ke otak dengan merangsang aktivitas di
serat-saraf besar yang mengakibatkan tertutupnya gerbang untuk aktivitas
di serat berdiameter kecil (nyeri) dan di serat yang turun dari pusat-pusat
yang lebih tinggi (Price dan Wilson, 2006).

21
Menurut Reeder et al (2011) stimulasi kulit atau pemijatan dapat
mengaktivasi serabut saraf berdiameter besar, yang dapat menghambat
pesan nyeri yang dibawa oleh oleh serabut saraf yang berdiameter lebih
kecil sehingga nyeri tidak dipersepsikan.
Selama proses persalinan impuls nyeri berjalan dari uterus di
sepanjang serat-serat saraf besar kearah atas ke substansia gelatinosa di
dalam spina kolumna, sel – sel transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke
otak. Adanya stimulasi pemijatan mengakibatkan pesan yang berlawanan
yang lebih kuat, cepat dan berjalan sepanjang saraf kecil terhambat ke otak
sehingga otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut. Transmisi nyeri
dihambat dengan menghambat pelepasan substansia P disepanjang jalur
nyeri asenden (Price dan Wilson, 2006).
Selain rangkaian yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan
struktur SPP yang lebih tingi untuk persepsi nyeri SSP juga mensekresi
analgesik endogen penekan nyeri. SSP menekan penyaluran nyeri sewaktu
impuls tersebut masuk ke medulla spinalis. Ada dua jalur analgesik
desenden yaitu pada substansia grisea periakuaduktus dan stimulasi
formatio retikularis di dalam batang otak yang berikatan dengan reseptor
opiat di ujung serat nyeri aferen. Pengikatan ini menekan pelepasan
substansia P melalui inhibisi prasinaps, sehingga transmisi nyeri ke pusat
yeng lebih tinggi dihambat (Sherwood, 2011).

2.4 Endorfin
2.4.1 Pengertian Endorfin

Endorphine (Endogenous Morphine) artinya analgesik yang


disekresi oleh tubuh. Endorfin adalah peptida opiot endogen yang berasal
dari dalam tubuh yang berfungsi sebagai neurotransmitter (Kuswandi,
2011).
Endorfin dibentuk dari pembelahan proopiomelanocortin (POMC),
yang juga merupakan hormon prekursor untuk Adeno Cortico Trophic
Hormon (ACTH) dan Melano Stimulating Hormon (MSH) yang
mengatur warna kulit dengan mengontrol menyebaran granula yang
22
mengandung pigmen melanin (Tao and Kendal 2013). MSH tidak
berperan dalam perbedaan jumlah melanin yang di endapkan dikulit,
meskipun aktiviats MSH yang berlebihan menyebabkan kulit menjadi
lebih gelap. Disamping itu MSH juga berperan dalam mempengaruhi
ekstabilitas sistem saraf, meningkatkan daya ingat dan mencegah respon
imun yang berlebihan (Sheerwood, 2011)
Endorfin terdiri atas 31 asam amino, mempunyai efek sama seperti
opium morphin. Endorfin bekerja menghambat transmisi pesan nyeri
dengan menempel kebagian reseptor pada sistim saraf pusat dan sum- sum
tulang belakang. Endorfin dapat berperan dalam mengontrol persepsi rasa
nyeri secara endogen (Reeder et al,2011).
Dengan masase terjadilah pelebaran pembuluh darah yang akan
melancarkan aliran darah. Jika aliran darah lancar maka lebih banyak
oksigen dan nutrisi masuk ke jaringan otot. Zat-zat yang menyebabkan
rasa pegal dapat segera dibawa aliran darah untuk dibuang atau
dinetralkan. Selain itu, juga terjadi rangsangan pada keratinosit dan
endotel (lapisan paling dalam pembuluh darah) yang akan bereaksi dengan
munculnya proopiomelanokortin (POMC). Zat ini merupakan polipeptida
yang kemudian akan dipecah dengan hasil akhir salah satunya adalah beta
endorfin yang berfungsi mengurangi nyeri saat persalinan dan juga akan
memicu reaksi kardiovaskuler yang ditandai dengan peningkatan suhu
tubuh secara ringan antara 0,5- 1ᴼC (Dabo et al, 2010).
Endorfin disekresi oleh kelenjer hipofisis melalui komunikasi pada
sistem saraf pusat. Pada saat neuron nyeri perifer mengirimkan sinyal ke
sinaps, terjadi sinapsis antara nyeri perifer dan neuron yang menuju ke
otak tempat seharusnya nyeri dipersepsikan, pada saat tersebut endorfin
akan memblokir lepasnya substansi nyeri tersebut (Rokade, 2011).
Endorfin atau beta-endorphin dilepaskan dari kelenjar pituitari
sebagai suatu respon pada keadaan tertekan, stres dan nyeri. Berbagai
faktor yang dapat merangsang pelepasan endorfin seperti berjalan, berlari,
latihan tertawa, meditasi, mendengarkan musik dan stimulasi pada kulit
(masase).Endorfin ini mengikat reseptor opioit di neuron yang memblokir

23
pelepasan neurotransmitter dan menghambat nyeri ke otak (Rokade,
2011).
Selama kehamilan dan kelahiran ibu dan janin mempunyai
penurunan sensivitas terhadap nyeri disebabkan oleh peningkatan kadar
endorfin. Pada masa kehamilan endorfin yang beredar dalam tubuh ibu
hamil kira-kira 49 pg/ml, sedangkan pada saat persalinan meningkat sesuai
dengan fase persalinan yaitu pada fase laten 202 pg/ml, fase aktif 389
pg/ml dan akan menurun setelah 1 jam persalinan sebesar 177 pg/dl
(Abboud, 1988).
Dari hasil Penelitian yang dilakukan oleh Hosseini et al (2012)
menyebutkan bahwa terapi pijat pada persalinan dapat memperpendek
waktu persalinan rata- rata selama 1,69 – 1,35 jam dengan nilai P<0,046
dan menurunkan kadar plasma kortisol rata- rata sebesar 13,4 µǥ/dl,
disamping itu juga dijelaskan bahwa masase terapi dapat meningkatkan
endorfin dan enkephalin. Hormon endorfin memiliki peran penting dalam
membangkitkan perasaan nyaman, mengurangi nyeri dan stres, sehingga
memberikan kenyamanan pada ibu bersalin.
Menurut Budiarti (2011) menyebutkan dengan merangsang titik-
titik tertentu di sepanjang meridian medulla spinalis, yang ditransmisikan
melalui serabut saraf besar ke formatio retikularis, thalamus dan sistem
limbic tubuh akan melepaskan endorfin. Penghambatan jalur simpatis
melalui masase setinggi vertebra lumbal kedua adalah blok saraf utama
yang digunakan untuk meredakan nyeri (Mander, 2003).
2.4.2 Manfaat masase endorfin
Manfaat dari masase adalah mengendalikan rasa sakit yang
persisten atau menetap, mengendalikan perasaan frustasi dan stres,
mengatur produksi hormon pertumbuhan dan seksual, mengurangi gejala-
gejala akibat gangguan makan (Selly, 2012).
Pijatan dapat menenangkan dan merilekskan ketegangan yang
muncul saat hamil dan melahirkan. Teknik masase bisa dipakai untuk
mengurangi rasa tidak nyaman selama proses persalinan dan

24
meningkatkan relaksasi dengan memicu perasaan nyaman melalui
permukaan kulit (Simkin, Walley dan Keppler, 2008).
Menurut Mander (2003) relaksasi selama persalinan dapat
menskeresi endorfin yang mengurangi nyeri terletak pada fisiologi sistim
saraf otonon (SSO), SSO adalah bagian dari sistem saraf perifer yang
mempertahankan homeostatis dalam lingkungan internal individu. Selama
latihan dan rileks tubuh meminimalkan fungsi saraf simpatis dan
meningkatkan aktifitas komponen saraf parasimpatis, dengan demikian
rileks mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi dan dengan
mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri serta mengurangi ketegangan
yang timbul.
Sekresi endorfin akan mengurangi stress dan nyeri. Berbeda halnya
dengan obat opiat (morfin, Kodein), karena endorfin dihasilkan langsung
oleh tubuh kita dan tidak menyebabkan kecanduan atau ketergantungan
(Bobak et al, 2005). Beta endorfin memiliki peran efek analgesik dalam
tubuh yang berlangsung 2 sampai 3 jam (Mander, 2003).
Penelitian Irene et al (2002), membuktikan bahwa pemijatan
ringan dapat meningkatkan pelepasan oksitosin, sebuah hormon yang
memfasilitasi persalinan. Stimulasi sensorik berupa pijatan ringan seperti
membelai dengan kecepatan rendah ( ≥20 cm/det) dan frekuensi 40x
gerakan/menit), dengan tekanan diperkirakan 100 mmH20. Pijat seperti
membelai diuji dan dikonfirmasi dengan aplikasi tekanan serupa untuk
mengukur tekanan kecil.
2.4.3 Teknik Masase Endorfin
Teknik masase yang umum dilakukan adalah effleurage (bentuk
masase dengan menggunakan telapak tangan) yang memberikan tekanan
lembut keatas permukaan tubuh dengan arah sirkuler secara berulang
(Reeder et al,2011).
Menurut Selly (2012), teknik masase endorfin ada 2 cara antara
lain :
a. Masase pada lengan :

25
1) Ambil posisi senyaman mungkin, bisa dilakukan dengan duduk atau
berbaring miring. Sementara pendamping persalinan berada di dekat
ibu (duduk di samping atau di belakang ibu).
2) Tarik napas yang dalam lalu keluarkan dengan lembut sambil
memejamkan mata. Sementara itu pasangan atau suami atau
pendamping persalinan mengelus permukaan luar lengan ibu, mulai
dari tangan sampai lengan bawah. Mintalah kepada pasangan untuk
membelainya dengan sangat lembut yang dilakukan dengan
menggunakan jari-jemari atau hanya ujung-ujung jari saja.

Gambar 2. 6. Masase pada Lengan (Selly, 2012)

3) Setelah kurang lebih 5 menit, mintalah pasangan untuk


berpindah ke lengan/ tangan yang lain.
4) Meski sentuhan ringan ini hanya dilakukan di kedua lengan,
namun dampaknya luar biasa. Ibu akan merasa bahwa seluruh
tubuh menjadi rileks dan tenang.

b. Masase Pada punggung :


Teknik sentuhan ringan ini juga sangat efektif jika dilakukan
dibagian punggung. Caranya :
1) Ambil posisi berbaring miring atau duduk.
2) Pasangan atau pendamping persalinan mulai melakukan pijatan
lembut dan ringan dari arah pangkal leher atau cervikal 7 (C7),
kearah luar menuju sisi tulang rusuk.

26
Gambar 2.7. Masase pada Punggung (Selly, 2012)

3) Terus lakukan pijatan-pijatan ringan ini hingga ke tubuh ibu


bagian bawah belakang.
Pijatan ringan dilakukan selama 30 menit dari sisi ventral
dengan frekuensi membelai 40 x gosokan/menit, dan dengan
tekanan diperkirakan 100 mmH2O.
Menurut Cameron, Skofronik dan Grant, (2006) alat klinis
yang biasa digunakan untuk mengukur tekanan adalah
sphygmomanometer, untuk mengukur tekanan darah. Mengukur
tekanan dengan cara menentukan ketinggian suatu kolom cairan
yang menghasilkan tekanan sama dengan tekanan yang diukur.
Tekanan ditunjukkan oleh ketinggian kolom cairan dalam tabung
kaca.
2.4.4 Teknik Pemeriksaan Hormon Endorfin
Menurut Guyton & Hall (2007) kebanyakan hormon dijumpai
dalam darah dengan jumlah yang sangat sedikit sebagai konsentarsi
hormon sebesar sepermilyar miligram (pikogram) per mililiter.
Pemeriksaan hormon dapat menggunakan sampel serum, plasma,
saliva dan urine. Pemeriksaan hormon reproduksi ini bertujuan untuk
membuat dan mengkonfirmasi diagnosis pada kelainan organ reproduksi,
keadaan fertilitas dan memantau selama masa terapi menurut (Anwar,
2005).
Pemeriksaan hormon reproduksi dapat dilakukan secara Enzym-
Linked Immunosorbent Assay (ELISA), yang digunakan untuk mengukur
hampir semua protein termasuk hormon. Tes ini menggabungkan
spesifitas antibodi dengan sensitivitas assay enzym sederhana (Guyton &
27
Hall, 2007). Metode ELISA telah digunakan secara luas di klinik karena :
1) tidak menggunakan isotop radioaktif, 2) banyak assay yang dapat
dimasukkan dengan menggunakan 96 lubang lempeng, dan 3) terbukti
akurat untuk menilai kadar hormon.
Pemeriksaan hormon endorfin dapat dilakukan dengan teknik
ELISA yang merupakan metode immunoassay menggunakan enzim
sebagai label.
Prosedur Pemeriksaan Kadar β-endorfin dengan metode ELISA kit human
β-endorphin (β-EP) sebagai berikut :
a. Ambil darah vena sebanyak 2 ml, setelah itu darah dipindahkan
kedalam wadah (vacuntainer) lalu dibiarkan dalam suhu ruangan
selama 20 menit, kemudian disentrifus selama 20 menit dengan
kecepatan 3000 rpm.
b. Pisahkan serum yang jernih dari endapan eritrositnya kemudian
disimpan pada suhu -20ᴼC dengan diberi label terlebih dahulu dan siap
untuk pemeriksaan spesimen β-endorfin.
c. Pemeriksaan kadar β-endorfin diawali dengan menambahkan 100 µl
standar atau sampel ke masing – masing sumur.
d. Tambahkan 100 µl balance solution ke sumur yang berisi sampel
e. Tambahkan 50 µl larutan Conjugate ke masing-masing masing sumur
dengan hati – hati.
f. Inkubasi selama 1 jam pada suhu 37ᴼC.
g. Buang semua larutan kemudian cuci plate dengan wash buffer sebanyak
5 kali pencucian. Pegang sisi bingkai plate dengan kuat saat mencuci
piring untuk memastikan bahwa semua strip tetap aman dalam bingkai.
h. Tambahkan 50 µl substrat A dan 50 µl substrat B ke setiap sumur.
i. Inkubasi selama 15 menit pada suhu 37ᴼC.
j. Tambahkan 50 µl stop solution kemudian aduk rata.
k. Baca dengan panjang gelombang 450 nm. Nilai yang diperoleh
dinyatakan sebagai picograms β - endorphin per mililiter serum.

28
2 Keaslian Penelitian
Tabel 2. 1. Keaslian Penelitian

No Nama Judul penelitian Tujuan Metode penelitian Hasil penelitian Perbedaan penelitian
peneliti penelitian
1. Pratiwi Efektifitas teknik Untuk Jenis penelitian ini Counter pressure lebih a. Perbedaan penelitian terletak
dkk, abdominal lifting mengetahui menggunakan efektif dibandingkan dengan pada teknik yang digunakan
(2013) dan counter efektifitas teknik kuasi eksperimen abdominal lifting untuk dimana pada penelitian
pressure dalam abdominal lifting dengan desain two mengurangi nyeri sebelumnya dilakukan tehnik
mengatasi nyeri dan group posttest only persalinan,dengan nilai abdominal lifting dan
persalinan fase counterpressure dan menggunakan mean intensitas skala nyeri counterpressure sedangkan
aktif kala I di dalam mengatasi uji interrater counter pressure 43 lebih pada penelitian ini teknik
RSUD Tidar kota nyeri persalinan reliability. kecil dibandingkan nilai yang digunakan adalah
Magelang fase aktif kala I mean intensitas skala nyeri endorfin masase.
abdominal lifting sebesar b. Terletak pada metode pelitian
46,85. yang menggunakan kuasi
eksperimen, sedangkan
penelitian ini menggunakan
eksperimen.
2. Hosseini Effect of Massage Untuk Menggunakan terapi pijat pada persalinan Perbedaan terletak pada variabel

29
et al Therapy on Labor mengetahui efek studi eksperimen dapat memperpendek waktu penelitian yaitu plasma cortisol
(2012) Progress and masase pada dengan two group persalinan rata- rata selama dan lama kala 1 persalinan
Plasma persalinan dan desain 1,69 – 1,35 jam dengan nilai sedangkan pada penelitian ini
Levels of Cortisol kadar plasma P<0,046 dan menurunkan pada plasma beta endorfin dan
in the Active kortisol pada ibu kadar plasma kortisol rata- intesitas nyeri persalinan.
Stage of First bersalin rata sebesar 13,4 µǥ/dl.
Labor. primipara.
3. Jansenn Massage Therapy Untuk Penelitian Hasil penelitian a. Perbedaan terletak pada
et al and Labor mengevaluasi eksperimen secara menunjukkan bahwa terapi variabel yang diteliti yang
2012 Outcomes : a efektivitas terapi RCT. pijat merupakan terapi yang hanya meneliti efek masase
Randomized pijat dalam efektif dalam manajemen terapi terhadap nyeri
Conrtolled Trial pengelolaan nyeri nyeri persalinan yang juga persalinan saja sedangkan
persalinan berfungsi sebagai analgesik pada penelitian ini diteliti
epidural pada persalinan. efek masase terapi terhadap
kadar beta endorfin dan
intesitas nyeri pada
persalinan.
b. Pengambilan sampel
dilakukan secara acak,
sedangkan pada penelitian ini

30
dilakukan secara random
blok.
4. Kamalifa The Efficacy of Untuk Posttest only Masase terapi dapat Perbedaan dengan penelitian ini
rd et al Massage Therapy mengetahui efek control group mengurangi nyeri pada adalah pada variabel yang
(2012) and Breathing masase terapi dan design. persalinan dan mengurangi diteliti yaitu teknik pernafasan
Techniques on teknik pernafasan stres psikologis dari ibu terhadap nyeri dan stres
Pain. untuk mengurangi bersalin psikologis ibu kala I, sedangkan
nyeri dan stres penelitian saat ini adalah efek
psikologis masase endorfin terhadap
intensitas nyeri kala I
persalinan normal melalui
pengingkatan kadar endorfin.
5. Azizah Pengaruh Untuk Jenis penelitian ini Nyeri persalinan pada Yang membedakan dengan
dkk, endorfin massage mengetahui quasi kelompok kontrol penelitian ini adalah tidak
(2011) terhadap pengaruh eksperimental mengalami nyeri berat 10 dilakukan pemeriksaan kadar
intensitas nyeri Endorfin massage design, rancangan orang (66,7%), nyeri sedang endorfin dalam mengurangi
kala I terhadap yang digunakan 4 orang (26,7%), dan nyeri intensitas nyeri persalinan kala
Persalinan normal intensitas nyeri adalah posttest sangat berat sebanyak 1 1.
ibu primipara di kala I only control group orang (6,7%). Sedangkan
BPS S dan B persalinan normal design. pada kelompok perlakuan

31
Demak Tahun ibu PP di BPS S mengalami nyeri ringan 9
2011 dan B Demak orang (60,0%). nyeri sedang
Tahun 2011 4 orang (26,7%) dan nyeri
berat sebanyak 2 orang
(13,3%).
6 Day et al Effect of massage Untuk Metode Tidak ada perbedaan yang a. Terletak pada variabel yang
(1987) on serum level of mengetahui efek eksperimen signifikan kadar beta diteliti, dimana penelitian
β endhorpin and β masase terapi endorfin dan lipotropin pada sebelumnya pada kadar beta
lipotropin in terhadap kadar kelompok perlakuan dengan endorfin dan lipotropin
healthy adult opiat endogen kelompok kontrol. dimana sedangkan penelitian saat ini
pada vena feriver. perbedaan kadar beta hanya 1 variabel yaitu beta
endorfin yang dihasilkan endorfin.
dalam penelitian ini antara 2 b. Subjek penelitian adalah
kelompok adalah 1 pcg/dl orang dewasa yang sehat
sedangkan pada penelitian ini
adalah ibu bersalin yang
mengalami nyeri persalinan.

32
2.5 Kerangka Teori
Pada saat persalinan kala I terjadi kontraksi uterus dan dilatasi serviks
yang mengakibatkan nyeri. Serat saraf aferen dari rahim membawa impuls nyeri
ke medulla spinalis pada segmen torakal T10 - L1 Selanjutnya impuls disalurkan
ke thalamus dan somatosensorik di kortek serebri dan dirasakan sebagai persepsi
nyeri (Jalur asenden) (Rohani dkk, 2011).
Impuls nyeri tersebut akan mengalami modulasi sebelum diteruskan ke
thalamus oleh gerbang kontrol nyeri. Masase pada punggung mengganggu
transmisi nyeri ke otak dan merangsang aktivitas di serabut-saraf besar yang
mengakibatkan tertutupnya gerbang untuk aktivitas di serat berdiameter kecil
(nyeri) dan di serat yang turun dari pusat-pusat yang lebih tinggi (Price dan
Wilson, 2006).
Penyetelan gerbang dan seberapa mudah informasi yang menimbulkan
nyeri melewati gerbang bergantung pada keseimbangan serat saraf besar yang
menghambat transmisi nyeri (menutup gerbang) sedangkan akvitas disaraf kecil
cenderung mempermudah transmisi nyeri (membuka gerbang). Selanjtnya impuls
disalurkan ke talamus dan somatosensorik di kortek serebri tempat nyeri
dipersepsikan (Sherwood, 2011).
Jalur desenden dari kortek serebri dapat menghambat dan memodifikasi
rangsangan nyeri dengan mekanisme umpan balik. Proses perubahan nyeri terjadi
di SSP (medulla spinalis dan otak). Proses terjadinya interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke
kornu posterior medulla spinalis merupakan proses asenden yang dikontrol oleh
otak. Analgesik endogen (endorfin) dapat menekan impuls nyeri. Endorfin
mengurangi nyeri dengan mencegah neurotransmistter penghasil nyeri. Sehingga
nyeri dari prifer dapat dihambat (Price dan Wilson,2006).
Menurut Mander (2003) masase terapi akan memberikan kenyaman pada
ibu dan merangsang keluarnya endorfin yang dapat mengurangi nyeri saat
persalinan. Mengurangi nyeri pada ibu yang akan bersalin juga dapat
menormalkan denyut jantung dan tekanan darah serta meningkatkan pelepasan zat
oksitosin yang dapat merangsang kontraksi uterus dan mempercepat proses
persalinan (Mongan, 2011).
33
Nyeri persalinan

Transmisi nyeri
Dimedulaspinalis –
cortek sebri
Masase Punggung

- aktivasi serabut saraf


besar
- penekanan serabut
saraf kecil
Perubahan SS pusat

Jalur desenden

Analgesik endogen
(endorfin)

Inhibisi nyeri

Penurunan nyeri
persalinan

Gambar 2.8 Kerangka Teori


Modifikasi Mander (2003), Price dan Wilson(2006), Rohani dkk
(2011), Sherwood (2011), Fraser dan Cooper (2009), Mongan (2011).

Keterangan
: Variabel yang diteliti

N : Variabel yang tidak diteliti


y
e
r
i

p
e
r
s 34
a
l
i
n
a
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Antara Variabel Dependen

Masase Kadar Intensitas


Pada Endorfin Nyeri
Punggung persalinan

- Umur - Usia
kehamilan
- Pekerjaan -
Paritas
- Kelelahan - Fase
persalinan
- Pembukaan servik -
Kandung kemih
- Sikap -
Sosial budaya
- Mekanisme penyesuaian -
Keterangan
Kepribadian
- Rasa takut dan kecemasan
: Variabel yanganak
- Urutan diteliti
dalam keluarga
- Pendamping persalinan
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis Penelitian

3.2.1 Ada pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas nyeri


pada kala I persalinan normal.

3.2.2 Ada pengaruh masase pada punggung terhadap prningkatan kadar


endorfin.

3.2.3 Ada pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas nyeri


kala I persalinan normal melalui peningkatan kadar endorfin.

35
BAB IV
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian Eksperimen dengan pendekatan secara posttest only
control group design. Untuk mengetahui pengaruh masase pada punggung
terhadap intensitas nyeri melalui peningkatan kadar endorfin. Pengukuran ini
dilakukan setelah kelompok intervensi diberikan masase pada punggung dan pada
kelompok kontrol yang tidak dilakukan masase pada punggung. kemudian
dilakukan pengukuran endorfin dan intensitas nyeri persalinan dengan bentuk
rancangan sebagai berikut.
Kelompok Perlakuan Posttest
Kelompok Eksperimen X A
Kelompok KontroI B
Keterangan :
X : Perlakuan masase pada punggung yang diberikan kepada kelompok
eksperimen
A : Posttest pada kelompok eksperimen
B : Posttest pada kelompok kontrol

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat penelitian adalah di ruang bersalin RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo
Padang. Pada awalnya pengambilan sampel penelitian direncanakan di 2 RS yaitu
di RSUP Dr.M.Djamil dan RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang tetapi karena tidak
adanya sampel penelitian di RSUP Dr.M.Djamil Padang maka penelitian
dilanjutkan di RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang sampai sampel terpenuhi.
Untuk pemeriksaan kadar endorfin dilakukan di laboratorium Biomedik Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Andalas (Unand) Padang. Penelitian dilakukan pada
bulan Maret sampai dengan Mei 2014.

36
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu bersalin primipara
kala I fase laten persalinan normal yang berada di RS Tk.III
Dr.Reksodiwiryo Padang.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
a. Kriteria inklusi
1) Ibu bersalin primipara kala I fase laten dan normal
2) Usia 20 -35 tahun
3) Usia kehamilan 37-42 minggu
4) Kehamilan tunggal
5) Kooperatif dan dapat berkomunikasi dengan baik
6) Ibu bersedia menjadi responden
b. Kriteria eksklusi
1) Ibu mengalami komplikasi ketuban pecah bercampur mekoneum
pada saat inpartu.
2) Ada riwayat komplikasi selama kehamilan seperti: perdarahan
pervaginam, penyakit diabetes melitus, ginjal, jantung, atau
penyakit tiroid, hipertensi, epilepsi, psikosis, penggunaan obat
terlarang narkoba, atau kondisi lain yang timbul selama kehamilan
yang membutuhkan pengawasan.
3) Dalam pengaruh analgesic
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel
Untuk mendapatkan besar sampel pada penelitian ini, maka sampel
diambil dengan menggunakan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua
populasi independen (Sastroasmoro, 2011):

(Zα + Zβ) S ²
n1 = n2 = 2
X1 –X2

37
Keterangan :
n1 = besar sampel untuk kelompok perlakuan
n2 = besar sampel untuk kelompok kontrol
Zα = tingkat kemaknaan ( α = 5% Zα = 1,96)
Zβ = power penelitian ( β = 20% Zβ = 0,842)
S = Standar deviasi = 2,4 (Day et al, 1987)
X1 - X2 = perbedaan klinis yang diinginkan 2
Dengan merujuk pada penelitian terdahulu dimana secara substansi
memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Day et al,
1986).

n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ) S ²
X1 –X2

(1,96 + 0,842) 2,4 ²


n1 = n2 = 2
2
= 22.5 (dibulatkan menjadi 23)
Dengan demikian besar sampel kelompok kontrol dan perlakuan
adalah 46 ibu bersalin dengan antisipasi drop out adalah 10% maka
46/(1-0,1) = 51.1 (dibulatkan menjadi 52 sampel).Taksiran besar sampel
setelah diantispasi adanya drop out adalah 52 sampel, untuk kelompok
perlakuan 26 ibu bersalin dan 26 ibu bersalin untuk kelompok kontrol.
3.3.4 Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random blok dari ibu
ibu bersalin normal primipara kala I fase laten yang datang ke RS Tk.III
Dr.Reksodiwiryo Padang pada saat penelitian dilakukan. Penetapan pasien
berdasarkan urutan pasien masuk rumah sakit. Pada penelitian ini ada 2
blok yaitu blok A dan blok B. Blok A adalah kelompok perlakuan dan
blok B adalah kelompok kontrol. Membagi kelompok A dan B secara
seimbang dalam tiap blok dengan besar masing- masing blok 2 kelompok
A dan 2 kelompok B. Kemudian diambil secara acak.
38
3.4 VARIABEL PENELITIAN
3.4.1 Variabel independen atau variabel bebas adalah Masase pada
punggung. Masase pada punggung ini merupakan perlakuan berupa
pijatan yang dilakukan pada ibu bersalin kala I fase laten
persalinan normal, dimana pada beberapa literatur menyatakan
bahwa masase dapat mengurangi intensitas nyeri yang dialami oleh
ibu saat persalinan.
3.4.2 Variabel dependen atau variabel tergantung adalah, intensitas nyeri
kala I fase laten persalinan normal.
3.4.3 Variabel antara adalah kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten
persalinan normal

3.5 DEFINISI OPERASIONAL


3.5.1 Variabel independen, Masase pada punggung
a. Definisi : suatu tindakan melakukan gosokan lembut dengan
kedua telapak tangan dan jari pada punggung ibu bersalin
setinggi servikal 7 kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama
30 menit dengan frekuensi 40 x gosokan/menit, dan dengan
tekanan diperkirakan 100 mmH20 pada ibu bersalin kala I fase
laten persalinan normal.
b. Alat ukur : jam tangan dan sphygmomanometer
c. Cara ukur : lama, frekuensi dan perkiraan besar tekanan masase
d. Hasil ukur : dilakukan masase atau tidak dilakukan masase
e. Skala ukur : nominal
3.5.2 Variabel dependen, intensitas nyeri kala I fase laten persalinan
normal
a. Defisinisi : tingkat nyeri yang digambarkan oleh ibu bersalin
pada saat kala I fase laten yang di ungkapkan secara verbal dan
diukur dengan menggunakan kuisioner McGill.
b. Alat ukur : menggunakan kuisioner McGill

39
c. Cara ukur : dilakukan wawancara kemudian petugas memberi
tanda cheklist pada format wawancara dan diberi skor 0-5
selanjutnya akan dihitung total skor.
d. Hasil ukur :
i. Jumlah seluruh skor dari semua item penyataan.
e. Skala ukur : Ratio
3.5.3 Kadar Endorfin
a. Definisi : kadar beta endorfin dalam serum darah ibu bersalin
pada kala I fase laten persalinan normal.
b. Cara ukur : metode Enzym- Linked Immunosorbent Assay
(ELISA).
c. Alat ukur : β-endorfin dengan Human β Endorfin (BEP) Elisa
kit,
d. Hasil ukur : kadar beta endorfin dalam satuan (pikogram) pg/
ml.
e. Skala ukur : ratio

3.5 Alur Penelitian

Ethical Clearance
FK Unand

RST Dr. Reksodiwiryo


Padang

Ibu bersalin inpartu kala I fase laten yang


memenuhi kriteria inklusi
sampel

n = 26
Masase pada
punggung

- Penilaian - Penilaian intensitas


n = 26
intensitas nyeri nyeri
Tanpa masase pada
- penilaian kadar β- - penilaian kadar β-
punggung
endorfin endorfin
Analisa data

40
Pada gambar 4.1 tampak alur penelitian sebagai berikut :
a. Peneliti telah mendapatkan ethical clearance dari Fakultas Kedokteran
(FK) Unand Padang.
b. Peneliti mengajukan proses perijinan kepada direktur RS Tk.III Dr.
Reksodiwiryo Padang
c. Melakukan sosialisasi dengan pimpinan kamar bersalin RS Tk.III Dr.
Reksodiwiryo padang dan staf tentang maksud dan tujuan penelitian
d. Pengambilan data pada responden dengan melakukan pemilihan sampel
yang memenuhi kriteria inklusi diambil sesuai besaran sampel, dan
melakukan random blok untuk alokasi sampel.
e. Peneliti menjelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian serta
mengajukan permohonan kepada responden.
f. Jika bersedia, respoden menandatangani informed consent.
g. Melakukan prosedur penelitian kemudian data dianalisis

3.6 Alat Pengumpulan Data dan Prosedur Pengumpulan Data


3.6.1 Alat Pengumpulan Data
a. Kuisioner McGill
b. Protokol masase pada punggung
c. sphygmomanometer
d. Jam
e. Status yang berisi data tentang ibu bersalin
f. Inthermal Vacuum ukuran 4 ml
g. Serum cup
h. Spuit 3 cc
i. Handscoen
j. Kapas alkohol
k. Pipet penghisap
l. Alat Centrifuge merk one med
m. Lemari es dengan temperatur -20ᴼ s/d - 40ᴼC.
n. Tourniquit
o. Cool pack

41
p. Human β Endorfin (BEP) Elisa kit, Binaassay Technology
Laboratory.
3.6.2 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dilaksanakan setelah melalui proses
perizinan penelitian. Selanjutnya dimulai dengan tahapan sebagai berikut :
a. Melakukan pemilihan sekaligus kerjasama dengan asisten penelitian
(kolektor data) yang memenuhi kriteria kualifikasi dalam pengambilan
sampel darah dan sudah berpengalaman menjadi tenaga analisis
dibagian laboratorium Biomedik Universitas Andalas Padang.
Mengidentifikasi ibu bersalin Kala I fase laten bersama bidan minimal
pendidikan D- III kebidanan, masing – masing mempunyai pengalaman
kerja 2 tahun. Untuk mencegah bias peneliti langsung yang akan
melakukan tindakan masase pada punggung.
b. Pengambilan data pada responden dengan prosedur :
1) Menentukan calon responden yang memenuhi kriteria inklusi,
dengan pengumpulan data yang berkaitan dengan identitas
responden dan riwayat obstetrik ginekologik (format wawancara ada
dilampiran 3).
2) Bila sudah ditemukan responden yang memenuhi kriteria inklusi,
selanjutnya menentukan responden yang dijadikan kelompok
kontrol dan kelompok intervensi dengan melihat tabel random blok .
Kelompok A yaitu ibu bersalin yang diberikan masase punggung
(kelompok eksperimen) dan kelompok B ibu bersalin yang tidak
diberikan masase punggung sebagai kelompok kontrol.
Apabila ada responden yang secara tiba – tiba dilakukan masase oleh
pendamping persalinan maka responden tersebut dianggap drop out
dari penelitian.
3) Memberi penjelasan kepada calon responden tentang tujuan, proses
dan harapan dari penelitian ini serta memberi kesempatan bertanya
bila ada yang kurang jelas (penjelasan penelitian terdapat pada
lampiran 1). Apabila calon responden menyetujui ikut berpartisipasi
dalam penelitian maka calon responden diminta menandatangani

42
lembar infont consent (persetujuan menjadi responden ada pada
lampiran 2).
Apabila tidak bersedia maka hargai keputusan klien dan tetap diberi
asuhan seperti yang biasa dilakukan di kamar bersalin RS Tk.III Dr.
Reksodiwiryo Padang.
4) Prosedur pelaksanaan intervensi :
a) Responden kelompok intervensi dilakukan asuhan masase pada
punggung pada ibu bersalin kala I persalinan normal. Sesuai
protokol masase punggung ada pada lampiran 4.
b) Setelah 30 menit mendapat perlakuan masase pada punggung ibu
bersalin inpartu kala I fase laten, diambil darah vena sebanyak 2
ml dan di proses untuk diambil serum dilaboratorium kemudian
dilakukan penilaian intensitas nyeri dengan menggunakan
kuisioner McGill. Protokol kuisioner nyeri ada pada lampiran 5.
c) Responden kelompok kontrol yang tidak dilakukan masase
selama kala I, tetapi tetap dilakukan prosedur asuhan persalinan
biasa dilakukan di RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang. Setelah
30 menit di diagnosa inpartu kala I fase laten, responden diambil
darah sebanyak 2 cc dan di proses dilaboratorium kemudian
dilakuan penilaian intensitas nyeri dengan menggunakan
kuisioner McGill. Protokol kuisioner nyeri ada pada lampiran 5.
d) Pemeriksaan sampel darah yang sudah diproses berupa serum di
RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo selanjutnya disimpan di laboratorium
Biomedik FK Unand Padang sampai jumlah sampel yang
ditetapkan terpenuhi. Pemeriksaan kadar endorfin menggunakan
kit Human βeta Endorfin (β-EP) Elisa. Protokol pegambilan
sampel beta endorfin ada pada lampiran 6.
Dalam pelaksanaan penelitian maka peneliti dibantu dan
bekerjasama dengan pihak lain, dimana personel yang terlibat
antara lain, seperti terdapat pada lampiran 17 :

43
a. Peneliti utama
- Melakukan seleksi dalam pemilihan sampel penelitian
menggunakan kuisioner penelitian.
- Melakukan randomisasi subyek penelitian untuk kelompok
intervensi dan kelompok kontrol.
- Memberikan penjelasan sebelum persetujuan kepada calon
responden
- Bekerjasama dengan petugas kamar bersalin, yaitu bidan
dan dokter penanggung jawab dalam pelaksanaan
pertolongan persalinan.
- Melalukan anamnesa dan masase pada punggung sesuai
dengan kriteria sampel (kontrol atau perlakuan). Melakukan
tanya jawab dengan responden untuk menilai intensitas
nyeri dan mencatat pada kuisioner nyeri.
- Memberi tahu ke petugas laboratorium untuk pengambilan
sampel darah.
- Menyimpan sampel di laboratorium Biomedik FK Unand
sampai jumlah sampel terpenuhi.
- Mendampingi pertugas laboratorium dalam pemeriksaan
serum beta endorfin.
b. Petugas ruang bersalin
- Bekerjasama dengan peneliti dan petugas kamar bersalin
dalam menseleksi responden dan pelaksanaan masase pada
punggung selama 30 menit.
- Bekerjasama dengan petugas laboratorium saat
pengambilan sampel darah.
c. Petugas Laboratorium
- Membantu peneliti dalam pengambilan darah untuk proses
pemisahan serum darah dan penyimpanan sementara di
lemari es sebelum dibawa ke Laboratorium Biomedik FK
Unand.

44
- Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap sampel yang
sudah dipisahkan, bila ada kerusakan sampel maka
pengambilan diulangi lagi.
- Memberi label pada masing – masing cup serum
- Setelah jumlah sampel terpenuhi petugas laboratorium
Biomedik memeriksa kadar endorfin dengan menggunakan
kit Human Beta Endorfin (β-EP) elisa.

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data


3.7.1 Rencana Pengolahan Data
Hasil pengukuran dikumpulkan dan diolah melalui proses editing,
coding, entri data dan cleaning, kemudian dilakukan pengolahan data.
Pengolahan data dilakukan dengan komputer menggunakan aplikasi
komputer SPSS 16.
3.7.2 Rencana Analisis Data
Analisa univariat dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan
distribusi data masing-masing variabel penelitian. Sedangkan analisis
bivariat dilakukan untuk menyatakan analisis antara dua variabel masase
pada punggung sebagai variabel independen, intensitas nyeri kala I
persalinan normal variabel dependen dan peningkatan kadar endorfin
sebagai variabel antara menggunakan uji t-test independent dengan
interval kepercayaan 95% (α = 0,05) (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).
Interpretasi peningkatan kadar endorfin sebagai variabel antara
terhadap intensitas nyeri sebagai variabel dependen menggunakan uji
korelasi Pearson bila memenuhi syarat, jika data tidak memenuhi syarat
maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman. Hasil uji
korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi serta arah korelasinya.
Berikut ini dapat dapat dilihat interpretasi uji korelasi yaitu:
Tabel 4.1 Interpretasi Hasil Uji Korelasi
Parameter Nilai Interpretasi
Kekuatan 0,00-0,199 Sangat lemah
korelasi (r) 0,20-0,399 Lemah

45
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Kuat
0,80-1,000 Sangat kuat

Nilai p p< 0,05 Terdapat korelasi yang bermakna


antara dua variabel yang diuji
p> 0,05 Tidak terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang di uji

Arah korelasi + (positif) Searah, semakin besar nilai satu


variabel semakin besar pula nilai
variabel lainnya
- (negatif) Berlawanan arah, semakin besar nilai
satu variabel, semakin kecil nilai
variabel lainnya.
-
Sumber : Dahlan (2009).

3.8 Etika Penelitian


Semua subyek penelitian diberikan penjelasan tentang maksud, tujuan
manfaat dan efek samping dari penelitian ini. Setelah subyek memahaminya dan
setuju maka diminta menanda tangani surat persetujuan. Responden berhak
menolak ikut serta dalam penelitian dengan alasan apapun. Identitas pasien
dirahasiakan, dan seluruh biaya penelitian ditanggung oleh peneliti. Pada
penelitian ini juga diminta ethical clearence pada komite etik penelitian kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
.

46
BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kamar Bersalin RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo


Padang. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara random blok dengan
jumlah subyek penelitian sebanyak 52 orang yang memenuhi kriteria inklusi dan
setuju untuk ikut dalam penelitian. Sebanyak 26 orang diberi perlakuan masase
pada punggung selama 30 menit disebut sebagai kelompok perlakuan dan 26
orang responden tidak diberikan perlakuan masase pada punggung disebut sebagai
kelompok kontrol. Pengambilan darah vena dan penilaian intensitas nyeri
dilakukan satu kali setelah diberikalan perlakukan masase pada punggung selama
30 menit dan untuk kelompok kontrol setelah 30 menit menjadi subyek penelitian.
Data yang diperoleh dikelompokkan dan ditabulasi sesuai dengan karakteristik
masing – masing variabel dan didapatkan hasil penelitian sebagai berikut :

5.1 Karakteristik Responden


Hasil penelitian pengaruh masase pada pungggung terhadap intensitas
nyeri kala I fase laten persalinan normal melalui peningkatan kadar endorfin
diperoleh data karakteristik responden seperti tabel berikut ini :
Tabel 5.1.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Usia Kehamilan
Karakteristik Rerata Standar Deviasi (±) p
Umur (tahun)
Kelompok Intervensi 25.34 3.36 0,647
Kelompok Kontrol 24.92 3.27
Usia Kehamilan (mg)
Kelompok Intervensi 38.73 1.31 0,559
Kelompok Kontrol 38.96 1.50

Dari tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rata-rata umur responden pada
kelompok intervensi dan pada kelompok kontrol hampir sama yaitu berturut –
turut 25.34 ± 3.36 tahun dan 24.92 ±3.27 tahun, dan secara statistik dapat
dinyatakan setara. Rata-rata usia kehamilan pada kelompok intervensi 38.73 ±
47
1.31 minggu dan kelompok kontrol 38.96 ± 1.50 minggu, dan secara statistik
dapat dinyatakan setara.
Hasil penelitian pengaruh masase pada pungggung terhadap intensitas
nyeri kala I fase laten persalinan normal melalui peningkatan kadar endorfin
diperoleh data karakteristik responden berdasarkan pekerjaan seperti tabel berikut
ini :
Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Kelompok Kelompok kontrol Jumlah
intervensi
n % n % n %
Tidak bekerja 17 65.4 18 69.2 35 67.3
Bekerja 9 34.6 8 30.8 17 42.7
Jumlah 26 100 26 100 52 100

Berdasarkan tabel 5.2 sebagian besar ibu bersalin yang menjadi responden
tidak bekerja sebanyak 35 orang (67,3%) pada kelompok perlakuan sebanyak 17
orang sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 18 orang dan ibu yang bekerja
sebanyak 17 orang (42.7%).

5.2 Pengaruh Masase Pada Punggung Terhadap Intensitas Nyeri


Berdasarkan hasil penelitian pengaruh masase pada pungggung terhadap
intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal melalui peningkatan kadar
endorfin diperoleh data rata-rata intensitas nyeri responden pada kelompok
masasel dan yang tidak diamase dapat disajikan seperti tabel berikut ini :
Tabel 5.3 Perbedaan Rerata Intensitas Nyeri Ibu Besalin Normal Kala I Fase
Laten Pada Kelompok di Masase dan Tidak di Masase

Rerata Standar Deviasi (±) p


Kelompok Masase 23.84 2.52 0.001
Kelompok Tidak Dimasase 53.46 3.90

48
Berdasarkan Tabel 5.2 didapatkan intensitas nyeri ibu bersalin normal kala
I fase laten pada kelompok yang dimasase lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak dimasase, perbedaan tersebut sebesar 29.62 point. Secara
statistik ada perbedaan yang signifikan dengan nilai p=0.001, maka dapat
dinyatakan ada pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas nyeri kala I
persalinan normal.

5.3 Pengaruh Masase Terhadap Kadar Endorfin


Berdasarkan hasil penelitian pengaruh masase pada pungggung terhadap
intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal melalui peningkatan kadar
endorfin diperoleh data rata- rata kadar endorfin pada kelompok masase dan
kelompok non masase seperti tabel berikut ini :
Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Kadar Endorfin Ibu Bersalin Normal Kala I Fase
Laten pada Kelompok di Masase dan Yang Tidak di Masase

Rerata Standar Deviasi (±) p


Kelompok Masase 279.26 168.26 0.001
Kelompok Tidak Dimasase 136.44 45.38

Berdasarkan Tabel 5.4 Kadar endorfin ibu bersalin normal kala I fase laten
pada kelompok yang dimasase lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang
tidak dimasase, perbedaan tersebut sebesar 142.82 pcg/ml. Secara statistik
terdapat perbedaan yang signifikan p=0,001, maka dapat dinyatakan ada pengaruh
masase pada punggung terhadap kadar endorfin pada ibu bersalin kala I fase laten
persalinan normal.

5.4 Korelasi Kadar Endorfin Dengan Intensitas Nyeri Kala I Persalinan


Normal.
Setelah dilakukan masase selama 30 menit pada punggung ibu bersalin
normal kala I fase laten terdapat hubungan kadar endorfin dengan intensitas nyeri
yang dirasakan oleh ibu saat persalinan, berikut dapat digambarkan korelasi kadar
endorfin dengan intensitas nyeri ibu bersalin seperti gambar dibawah ini.

49
r=0.795
P=0.00
1

Gambar 5.1. Korelasi Kadar Endorfin dengan Intensitas Nyeri

Berdasarkan gambar 5.1 makin tinggi kadar endorfin maka semakin


turun intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin. Secara statistik korelasi ini
signifikan dengan r=0,795 dan nilai p=0.001. Maka dapat dinyatakan ada
korelasi antara kadar endorfin dengan intensitas nyeri.

50
BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperiment dengan pendekatan secara


posttest only control group design yang bersifat analitik, didapatkan sampel
sebanyak 26 orang ibu bersalin kala I fase laten persalinan normal sebagai
kelompok perlakuan dan 26 orang kelompok kontrol. Sampel adalah subyek yang
diperoleh di ruang bersalin RS Tk III Dr.Reksodiwiryo Padang yang kemudian
dipilih berdasarkan kriteria penelitian. Dari hasil penelitian dapat dianalisis yaitu
bagaimana pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase
laten persalinan normal berdasarkan kadar endorfin, yang akan dibahas lebih
lanjut pada bab ini.

6.1 Pengaruh Masase Pada Punggung Terhadap Intensitas Nyeri


Pada penelitian ini didapatkan hasil Intensitas nyeri responden pada
kelompok yang dimasase lebih rendah dibandingkan dengan kelompok yang
tidak dimasase, perbedaan tersebut sebesar 29.62 point. Secara statistik perbedaan
tersebut signifikan p=0.001, maka dapat dinyatakan ada pengaruh masase pada
punggung terhadap intensitas nyeri kala I fase laten persalinan normal.
Pada penelitian ini memberikan hasil bahwa masase pada punggung yang
dimulai pada servikal 7 kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama 30 menit
dapat mengaktivasi serabut saraf berdiameter besar untuk menutup pintu gerbang
hantaran nyeri yang dibawa oleh serabut saraf berdiamater kecil sehingga
tertutupnya hantaran nyeri ke kortek serebral dan mengakibatkan nyeri berkurang
(Mander, 2003). Mekanisme pemijatan menggunakan teori pengendalian gerbang
informasi nyeri yang bergantung pada keseimbangan aktifitas diserat saraf
berdiamater besar dan kecil disepanjang spina columna yang dapat menghambat
hantaran nyeri ke otak (Price dan Wilson 2006).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Pratiwi dkk (2013) yang
dilakukan di RSUD Tidar Malang menyebutkan teknik counter pressure yang
dilakukan di daerah lumbal dapat memblok reseptor nyeri dari rahim dan servik
yang berjalan bersama saraf simpatik memasuki sum-sum tulang belakang melalui
51
torakal 10-12 sampai lumbal 1 yang dapat menurunkan intensitas nyeri persalinan
kala I fase aktif. Pada penelitian ini teknik counter pressure lebih efektif
menurunkan nyeri dibandingkan teknik abodminal lifting yang dilakukan dengan
cara mengusap pada puncak perut ibu bersalin tanpa menekan kearah bawah.
penelitian Azizah dkk (2011) menyebutkan ada pengaruh endorphine
massage terhadap intensitas nyeri kala I persalinan normal ibu primipara di BPS
Demak, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa nyeri pada saat persalinan dapat
dikurangi melalui endorphine massage yang dapat meningkatkan pelepasan
endorfin yang menghambat hantaran nyeri sehingga dapat menurunkan intensitas
nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin kala I persalinan normal.
Penelitian yang dilakukan oleh Jansen et al 2012 menyebutkan bahwa
masase terapi yang dilakukan pada kala I fase aktif ibu bersalin normal primipara
di Kanada menyebutkan dengan melakukan masase selama 5 jam dapat menunda
penggunaan analgesik epidural. Responden yang dimasase lebih lambat
menggunakan analgesik dengan pembukaan servik1 cm dibanding yang tidak
dipijat oleh terapi pijat, dan intensitas nyeri pada kelompok yang dipijat lebih
rendah 20 point dibandingkan yang menggunakan analgesik epidural.
Pada penelitian ini ibu bersalin yang dilakukakan masase pada punggung
yang dimulai pada servikal 7 kearah luar menuju sisi tulang rusuk selama 30
menit terjadi aktivasi pada serabut saraf besar sehingga terjadi penutupan pintu
gerbang hantaran nyeri yang dapat menghambat transmisi nyeri dimedula spinalis
ke otak untuk mempersepsikan nyeri sehingga nyeri tidak begitu terasa. Secara
statistik ada pengaruh masase terhadap intensitas nyeri dengan nilai p=0.001.
Masase pada punggung merupakan salah satu asuhan kebidanan yang dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami ibu saat persalinan.

6.2 Pengaruh Masase Pada Punggung terhadap Kadar endorfin


Pada penelitian ini didapatkan kadar endorfin ibu bersalin pada kelompok
yang dimasase lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok yang tidak dimasase,
perbedaan tersebut sebesar 142.82 pcg/ml. Secara statistik terdapat perbedaan
yang signifikan p=0.001, maka dapat dinyatakan ada pengaruh masase pada
punggung terhadap kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten persalinan normal.

52
Hasil penelitian penelitian Hosseini et al (2012) menyebutkan bahwa
masase pada kala I fase aktif dapat mempercepat kemajuan persalinan,
mengurangi lama persalinan dan penurunan kadar plasma kortisol. Disamping itu
masase dapat meningkakan sekresi opioid endogen (endorfin) dengan
merangsang serabut saraf berdiamter besar dan serat para simpatis di
mesencephalon yang dapat mengurangi nyeri dan stres saat persalinan. Nyeri
persalinan yang hebat dan kecemasan dalam fase aktif persalinan menyebabkan
peningkatan kadar hormon katekolamin dan kortison, menyebabkan penurunan
kontraksi uterus, kontraksi uterus tidak terkoordinasi, dan akhirnya persalinan
lebih nyeri.
Hasil yang di dapat pada penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya yaitu peneltian Day et al (1986) menyebutkan masase terapi
dilakukan pada orang dewasa yang sehat selam 30 menit tidak ada perbedaan
yang signifikan kadar β-endorphin dan β-lipotropin kelompok yang dimasase
dengan yang tidak dimasase.Hal ini dikarenakan subyek penelitian adalah pasien
yang tidak mengalami nyeri dan juga jumlah responden yang kecil merupakan
faktor yang dapat mempengaruhi hasil. Sementara kontraksi rahim dan kemajuan
persalinan menunjukkan bahwa rasa sakit, stres yang berhubungan dengan nyeri,
atau keduanya, merupakan rangsangan utama terhadap hipofisis untuk mensekresi
endorfin hal inilah yang menyebabkan ada perbedaan kadar endorfin pada
kelompok masase dengan yang tidak dimasase.
Masase merupakan salah satu metoda yang dapat merangsang analgesik
endogen (endorfin). Masase mengganggu transmisi nyeri dengan cara
meningkatkan sirkulasi neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh
pada sinaps neural di jalur sitem saraf pusat. Endorfin berikatan dengan membran
prasinaptik, menghambat pelepasan substansi P yang dapat menghambat transmisi
nyeri, sehingga nyeri berkurang (Fraser dan Cooper, 2009).
Menurut Sherwood (2012) ketika sentuhan dan nyeri dirangsang
bersama, sensasi sentuhan berjalan keotak sementara sistem kontrol desenden
merangsang thalamus untuk mensekresi endorfin yang menutup pintu gerbang
hantaran nyeri di medulla spinalis.

53
Mander (2003) menyatakan pijatan mempunyai efek distraksi yang dapat
merangsang reseptor opiat yang berada pada otak dan spinal cord. Sistem saraf
pusat mensekresi opiat endogen (endorfin) dalam sistem kontrol desenden dan
membuat relaksasi otot. Endorfin mempengaruhi transmisi nyeri yang di
interpretasikan sebagai rasa nyeri oleh pusat pengatur nyeri .
Munculnya endorfin dalam tubuh bisa dipicu melalui berbagai kegiatan,
seperti pernafasan yang dalam, relaksasi serta mediasi. Mekanisme relaksasi
mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi dan dengan mengontrol
intensitas reaksi terhadap nyeri serta mengurangi ketegangan yang timbul
(mander,2003). Sedangakan situasi seperti stres dan nyeri selama persalinan
menyebabkan peningkatan kadar endorfin. Tingkatan endorfin berbeda antara satu
individu disatu situasi dengan situasi lain (Reeder et al, 2011).
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukan oleh
Sherwood 2011; Mander 2003 masase yang dilakukan pada punggung selama 30
menit pada ibu bersalin kala I fase laten berpengaruh terhadap peningkatan kadar
endorfin. Masase pada ibu bersalin pada kelompok perlakuan merangsang
thalamus untuk mensekresi endorfin yang menutup pintu gerbang hantaran nyeri
di medulla spinalis. Masase mempunyai efek distraksi yang dapat merangsang
reseptor opiat yang berada pada otak dan spinal cord. Sistem saraf pusat
mensekresi opiat endogen (endorfin) dalam sistem kontrol desenden.
Pada penelitian ini pada terdapat perbedaan kadar endorfin pada kelompok
yang dimasase sebanyak 19 responden sedangkan pada kelompok yang tidak
masase kadar endorfin rata-rata dibawah nilai normal endorfin ibu bersalin kala I
fase laten. Endorfin yang dihasilkan pada kelompok perlakuan bervariasi, menurut
Reeder et al (2011) kadar endorfin berbeda antara satu individu disatu situasi
dengan situasi lain karena stres dan nyeri selama persalinan menyebabkan
perbedaan kadar endorfin tersebut. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya
variasi rata- rata kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten persalinan normal
pada kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Kadar endorfin seseorang
dapat juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor fisik dan psikologis
seseorang, misalinya seks juga merupakan pemicu ampuh untuk pelepasan
endorfin (Kamalifard et al, 2012).

54
Setelah dilakukan masase pada punggung ibu bersalin kala I fase laten
yang mengalami nyeri saat persalinan terjadi peningkatan kadar endorfin
sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi peningkatan kadar endorfin.
Proses terjadinya interaksi masase pada punggung dengan sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh adalah melalui suatu mekanisme
yang terjadi disepanjang jalur sistem saraf pusat. Input nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis merupakan jalur asenden yang dikontrol oleh otak.
Sementara jalur desenden dari kortek serebri dapat menghambat dan
memodifikasi rangsangan nyeri dengan mekanisme neuromodulator yang terjadi
di SSP (medulla spinalis dan otak) yang menghasilkan analgesik endogen
(endorfin) dapat menekan impuls nyeri. Endorfin mengurangi nyeri dengan
mencegah neurotransmistter penghasil nyeri, sehingga nyeri dari perifer dapat
dihambat.
Hasil penelitian ini pada kelompok perlakuan yang dimasase selama 30
menit rata- rata kadar endorfin diatas nilai normal sedangkan pada kelompok
kontrol rata-rata kadar endorfin berada pada nilai normal dan bahkan ada yang
dibawah nilai normal kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten.
Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna dengan p = 0.001,
sehingga masase dapat digeneralisasi sebagai asuhan yang baik untuk
menstimulasi kadar endorfin yang dapat memberikan rasa nyaman pada saat
persalinan.

6.3 Korelasi Kadar Endorfin Terhadap Intensitas Nyeri


Pada penelitian ini didapat makin tinggi kadar endorfin maka semakin
turun intensitas nyeri yang dirasakan oleh ibu bersalin. Secara statistik korelasi
tersebut signifikan (p<0.05). maka dapat dinyatakan ada korelasi antara kadar
endorfin dengan intensitas nyeri. Korelasi antara kadar endorfin dengan intensitas
nyeri mempunyai korelasi negatif. Hasil uji statistik r = 0,795 dan nilai p = 0.001.
Budiarti (2011) menyebutkan dengan merangsang titik- titik tertentu di
sepanjang meridian medulla spinalis, yang ditransmisikan melalui serabut saraf
besar ke formatio retikularis, thalamus dan system limbic tubuh akan melepaskan

55
endorfin. Endorfin memiliki peran mengurangi nyeri dan stres, sehingga
memberikan kenyamanan pada ibu bersalin.
Masase mengganggu transmisi nyeri dengan cara meningkatkan sirkulasi
neurotransmitter yang dihasilkan secara alami oleh tubuh pada sinaps neural di
jaras sistem saraf pusat. Endorfin berikatan dengan membran prasinaptik,
menghambat pelepasan substansi P yang dapat menghambat transmisi nyeri,
sehingga nyeri berkurang (Fraser dan Cooper, 2009).
Endorfin merupakan neurotransmitter atau neuromodulator yang
menghambat pengiriman pesan nyeri, dengan demikian keberadaan endorfin pada
sinaps sel saraf menyebabkan penurunan sensasi nyeri. Oleh karena itu seseorang
yang memiliki kadar endorfin rendah akan lebih merasakan nyeri dibandingkan
dengan orang yang kadar endorfin tinggi (Price dan Wilson, 2006).
Selain rangkaian yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan struktur
SPP yang lebih tingi untuk persepsi nyeri SSP juga mensekresi analgesik endogen
penekan nyeri. SSP menekan penyaluran nyeri sewaktu impuls tersebut masuk ke
medulla spinalis. Ada dua jalur analgesik desenden yaitu pada substansia grisea
periakuaduktus dan stimulasi formatio retikularis di dalam batang otak yang
berikatan dengan reseptor opiat di ujung serat nyeri aferen. Pengikatan ini
menekan pelepasan substansia P melalui inhibisi prasinaps, sehingga transmisi
nyeri ke pusat yeng lebih tinggi dihambat (Sherwood, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Price
dan Wilson tahun 2006 masase yang dilakukan pada punggung selama 30 menit
akan menghambat transmisi nyeri melalui serabut saraf besar ke formatio
retikularis, thalamus dan system limbic tubuh akan melepaskan endorfin. Endorfin
berperan sebagai neuromodulator menghambat pengiriman pesan nyeri.
Berdasarkan hasil uji korelasi di peroleh r = 0,795 dan nilai p< 0,005. Terdapat
kekuatan hubungan yang kuat antara kadar endorfin dengan intensitas nyeri kala I
persalinan normal.

6.4 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini mempunyai keterbatasan, Beberapa keterbatasan penelitian
yang ada dalam penelitian ini adalah :

56
1. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan posttest only group design.
Pengaruh masase yang dilakukan adalah dengan melihat kadar endorfin dan
intensitas nyeri pada ibu bersalin setelah intervensi, tanpa melihat kadar
endorfin dan intensitas nyeri sebelum dilakukan masase.
2. Penelitian ini hanya melihat pengaruh masase terhadap intensitas nyeri
berdasarkan kadar endorfin ibu bersalin kala I fase laten tanpa memperhatikan
aspek fisik, psikologis dan aspek lain.

57
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 KESIMPULAN
7.1.1 Terdapat pengaruh masase pada punggung terhadap intenitas nyeri
kala I fase laten persalinan normal .
7.1.2 Terdapat pengaruh masase pada punggung terhadap kadar endorfin
ibu bersalin normal kala I fase laten
7.1.3 Terdapat pengaruh masase pada punggung terhadap intensitas
nyeri kala I fase laten malalui peningkatan kadar endorfin.

7.2 SARAN
7.2.1 Masase pada punggung dapat mensekresi endorfin yang dapat
mengurangi nyeri saat persalinan. Diharapkan setiap penolong
persalinan normal menjadikan masase sebagai salah satu standar
asuhan dalam asuhan persalinan yang dapat memberikan
pemenuhan kebutuhan rasa aman dan nyaman pada ibu bersalin
kala I fase laten.
7.2.2 Diharapkan RS Tk.III Dr.Reksodiwiryo Padang yang sudah
memberikan asuhan kenyamanan pada saat persalinan dengan
teknik masase pada punggung pada ibu bersalin normal kala I fase
laten menjadi asuhan rutin disaat persalinan normal.

58
DAFTAR PUSTAKA

Abboud,K.R.,1988, Maternal and Fetal Beta Endorphin: Effects of Pregnancy and


Labour, Director of Obstetric Anesthesia Research, Los Angeles County-
USC Medical Center, P:707-709

Angreni PD, Setyowati H dan Wijayanti K. 2013. Efektifitas Teknik Abdominal


Lifting dan Counter Pressure dalam Mengatasi Nyeri Persalinan Fase Aktif
Kala I di RSUD Tidar . Program studi ilmu keperawatan Universitas
Muhammadiyah.
http://journals.mui.ac.ir/index.php/ijnmrl/article/download/1869/735.
Diakses tanggal 03 Mret 2013: Magelang.

Anwar R. 2005. Sintesis, Fungsi dan Interpretasi Pemeriksaan Hormon


Reproduksi, Subbagian Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi bagian
Obstetri dan Gynekologi Fakultas Kedokteran Unpad. Bandung

Azizah IN, Widyawati MN dan Anggraini NN. 2011. Pengaruh Endorphin


Massage terhadap Intensitas Nyeri Kala I Persalinan Normal Ibu Primipara
di BPS S dan B Demak. http:jurnal.unimus.ac.id. Semarang:

Billingston,M dan M.Stevenson. 2010. Kegawatan dalam kehamilan – persalinan.


EGC. Jakarta. hal 302-305.

Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen MG and Perry SE.2004. Buku ajar
Keperawatam Maternitas. Edisi 4. EGC. Jakarta hal 252-257.

Budiarti KD. Hubungan Akupresur dengan Tingkat Nyeri dan Lama Persalinan
Kala I pada Ibu Primipra di Garut.2011. Universitas Indonesia. Jakarta
(Tesis). 2011.

Cameron JR, Skofronick JG, and Grant RM. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Edisi
ke 2. Sagung Seto. Jakarta. hal 121 -126.

. 2006. Fisika tubuh manusia. Edisi ke 2. EGC. Jakarta. hal 101 -105.

Chapman V. 2006.Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran. EGC

Cunningham FG, et al. 2013. Obstetri Williams, Volume1. EGC; Jakarta: hal 391-
425.

59

Anda mungkin juga menyukai