Anda di halaman 1dari 7

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu upaya dari petugas

kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang aman untuk pasien

(Depkes, 2006). Salah satu unsur dalam patient safety adalah pengurangan risiko

infeksi (Depkes, 2011).

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang

mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Orang-orang yang berada di

lingkungan rumah sakit, seperti pasien, petugas kesehatan, penunggu/pengunjung

sangat berisiko terkena infeksi (Depkes, 2011). Infeksi yang diperoleh atau terjadi

selama pasien mendapatkan perawatan di rumah sakit disebut infeksi nosokomial

(Tietjen, Bossemeyer, & McIntosh, 2004).

Infeksi nosokomial terjadi dalam waktu 48 jam setelah pasien masuk ke

rumah sakit (Inweregbu, Dave, & Pittard, 2005). Tindakan invasif, terapi medis,

perawatan yang lama dan kontak dengan tenaga kesehatan meningkatkan risiko

mendapatkan infeksi nosokomial bagi klien yang dirawat (Potter & Perry, 2005).

Infeksi nosokomial merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka

kesakitan dan kematian, penambahan hari perawatan, dan peningkatan biaya

perawatan (Darmadi, 2008). Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah

dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008).

Universitas Sumatera Utara


2

Prevalensi infeksi nosokomial di rumah sakit seluruh dunia mencapai 9%

atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap terkena infeksi nosokomial (WHO, 2002).

Angka infeksi nosokomial diperkirakan mencapai 1,7 juta kasus per tahun dan

mengakibatkan 99.000 kematian (Abdella et al, 2014). Berdasarkan data indikator

mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Pirngadi kota Medan tahun

2006, terdapat infeksi 32,16% yang terdiri dari infeksi yang disebabkan oleh

penggunaan jarum infus sebesar 10%, akibat transfusi darah sebesar 10,16%, dan

angka infeksi luka operasi sebesar 12% (Nasution, 2008). Penelitian di RSUP Haji

Adam Malik Medan pada tahun 2007 didapatkan angka kejadian infeksi

nosokomial di ruangan RB1 sebesar 2,6% dan infeksi nosokomial plebitis 4,48%

di ruangan CVCU (Habni, 2009). Jeyamohan (2010) menambahkan bahwa angka

prevalensi infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah adalah 5,6% di

RSUP Haji Adam Malik Medan.

Standar indikator infeksi nosokomial pada pasien rawat inap adalah 1,5%

(Kepmenkes No.129 tahun 2008 ). Hal ini menunjukkan bahwa angka infeksi

nosokomial yang terjadi di rumah sakit masih di atas standar yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu, perlu untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi

nosokomial yang masih terjadi tersebut.

Tenaga kesehatan yang sangat rentan menularkan infeksi adalah perawat

karena memberikan pelayanan 24 jam. Oleh sebab itu, peranan tenaga

keperawatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial cukup besar. Inti dari pencegahan dan pengendalian infeksi

nosokomial adalah mengendalikan perkembangbiakan dan penyebaran mikroba

Universitas Sumatera Utara


3

patogen. Mencegah penyebaran mikroba patogen berarti upaya mencegah

berpindahnya mikroba patogen, diantaranya melalui perilaku atau kebiasaan

perawat yang terkait dengan layanan keperawatan kepada pasien (Darmadi, 2008).

Teknik dasar yang paling penting dalam mencegah penularan infeksi

nosokomial adalah dengan mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Mencuci

tangan merupakan rutinitas yang mudah dan penting dalam prosedur pengontrolan

infeksi dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi mikroorganisme

(James, Baker, & Swain, 2008). Mencuci tangan bertujuan untuk membuang

kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan mengurangi jumlah

mikroba pada saat itu (Potter & Perry, 2005). Pada tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencetuskan global patient safety challenge dengan clean

care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene

untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene, yaitu

melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan

asepsis, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah

kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

Hasil penelitian di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit X menunjukkan

bahwa persentase implementasi hand hygiene pada moment 1 sebesar 63,6%,

pada moment ke 2 sebesar 77,3%, moment ke 3 sebesar 86,4%, pada

moment ke 4 sebesar 54,5% dan moment ke 5 sebesar 36,4% (Andaruni, Manik

& Natalia, 2014). Hasil penelitian di RSUD Deli Serdang, diperoleh data perawat

yang melaksanakan tindakan five moments hand hygiene mencapai persentase

lebih dari 50% pada moment ke 2 dan 3 yaitu sebesar 58,1% dan 67,4%.

Universitas Sumatera Utara


4

Moment 1, 4, dan 5 memiliki angka yang hampir sama yaitu sebesar 32,6%,

39,5%, dan 30,2% (Nurjannah & Arruum, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh

Napitupulu (2014) di ruang rawat inap RSUP Haji Adan Malik Medan

menunjukkan bahwa kepatuhan perawat melakukan hand hygiene pada moment

pertama sebesar 45,83%, pada moment ke 2 sebesar 34,58%, pada moment ke 3

sebesar 59,32%, pada moment ke 4 sebesar 57,40%, pada moment ke 5 sebesar

32,37%.

Kepatuhan cuci tangan yang ditetapkan WHO harus lebih dari 50%

(Jamaluddin, 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perawat masih belum

mengimplementasikan five moments hand hygiene sesuai dengan standar

yang ditentukan oleh WHO. Angka kepatuhan yang tinggi ditemukan pada

momen ke 3 yaitu setelah terkena cairan tubuh pasien. Kepatuhan perawat

melakukan hand hygiene pada momen ke 3 ini berada di atas 50% sesuai dengan

standar yang ditetapkan WHO, sedangkan kepatuhan cuci tangan yang

terendah terdapat pada momen ke 5 yaitu setelah kontak dengan lingkungan

sekitar pasien. Kepatuhan perawat pada momen ke 5 ini berada di bawah standar

yang ditetapkan WHO yaitu kurang dari 50%. Oleh sebab itu, pelaksanaan five

moments hand hygiene harus ditingkatkan.

Pelaksanaan hand hygiene yang baik, salah satunya dapat terlaksana

melalui dukungan keterlibatan kepala ruangan selaku pimpinan dari perawat

pelaksana di masing-masing ruang rawat inap (Ernawati, Tri, & Wiyanto, 2014).

Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan

Universitas Sumatera Utara


5

di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk

mengelola asuhan keperawatan (Suarli & Bahtiar, 2012).

Supervisi dari kepala ruangan dapat memberikan pengaruh terhadap

peningkatan kinerja perawat (Mulyaningsih, 2013). Hasil penelitian Nainggolan

(2010) menunjukkan bahwa 77,03% perawat yang disupervisi dengan baik

memberikan kinerja yang baik.Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan

Arifien (2006 dalam Damanik, 2011) menemukan bahwa perawat yang mendapat

dukungan dari pimpinannya berpeluang lebih patuh melakukan hand hygiene

sebesar 21 kali dibandingkan dengan perawat yang kurang mendapat dukungan

dari pimpinannya .

Berdasarkan penjelasan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan

supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan five moments hand hygiene perawat

di RSUP Haji Adam Malik Medan karena rumah sakit tersebut merupakan rumah

sakit pendidikan yang sudah membuat kebijakan untuk melaksanakan five

moments hand hygiene dan sudah melalui proses akreditasi KARS versi 2012,

dimana salah satu standar yang dituntut adalah standar Pencegahan dan

Pengendalian Infeksi (PPI).

1.2. Pertanyaan Penelitian

1.2.1. Bagaimana gambaran supervisi kepala ruangan di RSUP Haji Adam

Malik Medan?

1.2.2. Bagaimana gambaran pelaksanaan five moments hand hygiene perawat di

RSUP Haji Adam Malik Medan?

Universitas Sumatera Utara


6

1.2.3. Apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan five
moments hand hygiene perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan?

1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan five moments

hand hygiene perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1.3.2.1. Mengidentifikasi supervisi kepala ruangan di RSUP Haji Adam Malik

Medan.

1.3.2.2. Mengidentifikasi pelaksanaan five moments hand hygiene perawat di


RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1. Bagi pendidikan keperawatan

Memberikan informasi tambahan tentang supervisi kepala ruangan

dan pelaksanaan five moments hand hygiene di rumah sakit.

1.4.2. Bagi pelayanan kesehatan

Menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam manajemen sumber daya

manusia di rumah sakit agar meningkatkan kompetensi supervisi kepala

ruangan terhadap pelaksanaan five moments hand hygiene.

Universitas Sumatera Utara


7

1.4.3. Bagi penelitian keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti selanjutnya

berkaitan dengan supervisi kepala ruangan dan pelaksanaan five

moments hand hygiene.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai