BAB 1
PENDAHULUAN
(Depkes, 2006). Salah satu unsur dalam patient safety adalah pengurangan risiko
mampu menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Orang-orang yang berada di
sangat berisiko terkena infeksi (Depkes, 2011). Infeksi yang diperoleh atau terjadi
rumah sakit (Inweregbu, Dave, & Pittard, 2005). Tindakan invasif, terapi medis,
perawatan yang lama dan kontak dengan tenaga kesehatan meningkatkan risiko
mendapatkan infeksi nosokomial bagi klien yang dirawat (Potter & Perry, 2005).
perawatan (Darmadi, 2008). Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah
dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan rumah sakit (Darmadi, 2008).
atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap terkena infeksi nosokomial (WHO, 2002).
Angka infeksi nosokomial diperkirakan mencapai 1,7 juta kasus per tahun dan
mutu pelayanan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Pirngadi kota Medan tahun
2006, terdapat infeksi 32,16% yang terdiri dari infeksi yang disebabkan oleh
penggunaan jarum infus sebesar 10%, akibat transfusi darah sebesar 10,16%, dan
angka infeksi luka operasi sebesar 12% (Nasution, 2008). Penelitian di RSUP Haji
Adam Malik Medan pada tahun 2007 didapatkan angka kejadian infeksi
nosokomial di ruangan RB1 sebesar 2,6% dan infeksi nosokomial plebitis 4,48%
prevalensi infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah adalah 5,6% di
Standar indikator infeksi nosokomial pada pasien rawat inap adalah 1,5%
(Kepmenkes No.129 tahun 2008 ). Hal ini menunjukkan bahwa angka infeksi
nosokomial yang terjadi di rumah sakit masih di atas standar yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, perlu untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi
perawat yang terkait dengan layanan keperawatan kepada pasien (Darmadi, 2008).
nosokomial adalah dengan mencuci tangan (Potter & Perry, 2005). Mencuci
tangan merupakan rutinitas yang mudah dan penting dalam prosedur pengontrolan
(James, Baker, & Swain, 2008). Mencuci tangan bertujuan untuk membuang
kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan mengurangi jumlah
mikroba pada saat itu (Potter & Perry, 2005). Pada tahun 2009, World Health
care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene
untuk petugas kesehatan dengan My five moments for hand hygiene, yaitu
melakukan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan
asepsis, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, dan setelah
& Natalia, 2014). Hasil penelitian di RSUD Deli Serdang, diperoleh data perawat
lebih dari 50% pada moment ke 2 dan 3 yaitu sebesar 58,1% dan 67,4%.
Moment 1, 4, dan 5 memiliki angka yang hampir sama yaitu sebesar 32,6%,
39,5%, dan 30,2% (Nurjannah & Arruum, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh
Napitupulu (2014) di ruang rawat inap RSUP Haji Adan Malik Medan
32,37%.
Kepatuhan cuci tangan yang ditetapkan WHO harus lebih dari 50%
(Jamaluddin, 2012). Hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perawat masih belum
yang ditentukan oleh WHO. Angka kepatuhan yang tinggi ditemukan pada
melakukan hand hygiene pada momen ke 3 ini berada di atas 50% sesuai dengan
sekitar pasien. Kepatuhan perawat pada momen ke 5 ini berada di bawah standar
yang ditetapkan WHO yaitu kurang dari 50%. Oleh sebab itu, pelaksanaan five
pelaksana di masing-masing ruang rawat inap (Ernawati, Tri, & Wiyanto, 2014).
memberikan kinerja yang baik.Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan
Arifien (2006 dalam Damanik, 2011) menemukan bahwa perawat yang mendapat
dari pimpinannya .
supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan five moments hand hygiene perawat
di RSUP Haji Adam Malik Medan karena rumah sakit tersebut merupakan rumah
moments hand hygiene dan sudah melalui proses akreditasi KARS versi 2012,
dimana salah satu standar yang dituntut adalah standar Pencegahan dan
Malik Medan?
1.2.3. Apakah ada hubungan supervisi kepala ruangan dengan pelaksanaan five
moments hand hygiene perawat di RSUP Haji Adam Malik Medan?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Medan.