Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN SENSORIK PERSEPSI: HALUSINASI

I. Kasus ( Masalah Utama )


Halusinasi adalah salah satu gangguan jiwa pada individu yang ditandai
dengan perubahan sensori persepsi : merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan (Keliat, 2009).

Halusinasi pendengaran adalah mendengarkan suara atau kebisingan yang


kurang jelas ataupun yang jelas, dimana terkadang suara-suara tersebut seperti
mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu
(Kusumawati, 2010).

Halusinasi adalah distorsi perseptual palsu yang terjadi dalam respons


maladaptif. Pasien secara aktual mengalami distorsi sensori yang menjadi nyata
dan berrespons terhadapnya, tidak ada stimulus eksternal (Stuart & Laraia, 2005).

Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
diterima disertai dengan penurunan berlebihan distorsi atau kerusakan respon
beberapa stimulus. (Nanda,2006).

Gangguan sensorik persepsi: halusinasi adalah gangguan penerimaan panca


indera tanpa adanya sumber rangsang eksternal (Keliat, 2006)

Jenis-Jenis Halusinasi:
NO Jenis halusinasi Data Obyektif Data Subyektif
1. Halusinasi Dengar:  Bicara atau tertawa Mendengar suara-
Klien mendengar sendiri suara atau
suara dan bunyi yang  Marah-marah tanpa kegaduhan.
tidak berhubungan sebab  Mendengar suara
dengan stimulus nyata  Menyedengkan yang mengajak
dan orang lain tidak telinga ke arah bercakap-cakap.
mendengarnya tertentu  Mendengar suara
 Menutup telinga menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya.
2. Halusinasi  Menunjuk-nunjuk ke  Melihat bayangan,
Penglihatan: arah tertentu sinar, bentuk
Klien melihat  Ketakutan dengan geometris, bentuk
gambaran yang jelas pada sesuatu yang kartoon, melihat
atau samar-samar tidak jelas. hantu atau monster
tanpa stimulus yang
nyata dan orang lain
tidak melihatnya
3. Halusinasi Penghidu:  Mengisap-isap  Membaui bau-
Klien mencium bau seperti sedang bauan seperti bau
yang muncul dari membaui bau-bauan darah, urin, feses,
sumber tertentu tanpa tertentu. kadang-kadang
stimulus yang nyata  Menutup hidung. bau itu
dan orang lain tidak menyenangkan.
menciumnya
5. Halusinasi  Sering meludah  Merasakan rasa
Pengecapan:  Muntah seperti darah, urin
Klien merasa makan atau feses
sesuatu yang tidak
nyata. Biasanya
merasakan makanan
yang tidak enak.
6. Halusinasi Perabaan:  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
Klien merasakan permukaan kulit serangga di
sesuatu pada kulitnya permukaan kulit
tanpa stimulus yang  Merasa seperti
nyata. tersengat listrik

TAHAP-TAHAP HALUSINASI

1. Tahap I : Menenangkan, ansietas tingkat sedang.


Secara umum menyenangkan.
Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran
dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi (non psikotik)
Perilaku yang teramati:
a. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara
c. Respon verbal yang lambat.
d. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikkan .
2. Tahap II : Menyalahkan, ansietas tingkat berat. Halusinasi menyalahkan.
Karakteristik : Pengalaman sensori bersifat menyalahkan dan menakutkan, orang
yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa malu
karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain (non psikotik)
Perilaku klien yang teramati :
a. Peningkatan SSO yang menunjukan ansietas. Misalnya peningkatan nadi,
tekanan darah dan pernafasan.
b. Penyempitan kemampuan kosentrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dan realita.
3. Tahap III : Pengendalian, ansietas tingkat berat. Pengalaman sensori menjadi
penguasa.
Karakteristik : Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman
halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi halusinasi dapat
berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman
tersebut berakhir (Psikotik)
Perilaku klien yang teramati:
a. Lebih cendrung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolak.
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas
berat seperti : berkeringat, tremor, ketidak mampuan mengikuti petunjuk .
4. Tahap IV :Menaklukan , ansietas tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi
lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi terapeutik (psikotik)
Perilaku yang teramati :
a. Perilaku menyerang – teror seperti panik .
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain .
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk, agitasi, menarik
diri.
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
a. Faktor predisposisi :
Teori biologi : faktor genetik yang mungkin terlihat dalam perkkembangan suatu
kelainan psikologis, kecacatan sejak lahir, teori biokimia (peningkatan dopamin
neurotransmiter yang menghasilkan gejala–gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan
Teori psikososial : teori sistem keluarga (disfungsi perkembangan keluarga/konflik
keluarga), teori interpersonal (hubungan orang tua–anak yang pernah ansietas), teori
psikodinamik (mekanisme pertahan ego pada waktu ansietas maladaptif).
b. Faktor presipitasi
Teori biologis : lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik, berhubungan dengan
perilaku psikotik, dan dopamin neurotransmiter Teori psikologis : sosial budaya,
kehilangan, kekacauan komunikasi dalam keluarga, tidak ada hubungan saling
terbuka sesama anggota keluarga.
c. Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik termaksud :
a. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, hanya mempunyai sedikit energi yang tertinggal untuk
aktivitas hidup sehari-hari.
b. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi.
c. Menarik Diri
d. Rentang Respons

RENTANG RESPONS NEUROBIOLOGIS

Respons Adaptif Respons Maladaptif

 Pikiran logis  Kadang pikiran  Gangguan proses pikir


 Persepsi akurat terganggu  Halusinasi
 Emosi konsisten  Ilusi  Pertukaran proses
dengan pengalaman  Emosi berlebihan emosi
 Perilaku sesuai atau kurang  Perilaku tidak
 Hubungan yang  Perilaku yang terorganisir
harmonis tidak biasa  Isolasi sosial
 Menarik diri

Rentang respons neurobiologis menurut Stuart & Laraia, 2005 adalah sebagai
berikut:
a. Respons adaptif
1) Pikiran logis adalah pikiran yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari hati
sesuai dengan pengalaman
4) Perilaku sesuai adalah perilaku yang dilakukan oleh individu sesuai dengan
stimulus atau harapan respons
5) Hubungan sosial harmonis adalah segala sesuatu yang berhubungan baik
mengenai masyarakat
b. Respons psikososial
1) Kadang pikiran terganggu
2) Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang penerapan yang
sungguh terjadi, karena rangsangan panca indera.
3) Emosi berlebihan atau kurang: masalah emosi termasuk afek datar yaitu
rentang dan intensitas ekspresi emosi terbatas
4) Perilaku yang tidak biasa yaitu katatonia, gangguan pergerakan, gangguan
perilaku sosial
5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain atau hubungan dengan orang lain
c. Respons maladaptif
1) Waham adalah merupakan salah satu gagasan yang menetap, keyakinan
yang salah, yang tidak sesuai dengan latar belakang budaya klien
2) Halusinasi adalah ketidakmampuan individu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus sesuai dengan informasi yang diterima
melalui pancaindera
3) Pertukaran proses emosi: Ketidakmampuan memunculkan emosi yang
tepat terhadap stimulus atau ketidakmampuan berlebihan terhadap
pengendalian kontrol diri (locus of control)
4) Perilaku yang tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur
5) Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang dialami individu dan
diterima sebagai ketentuan oleh orang lain sebagai suatu keadaan negatif
atau mengancam
III. A. Pohon Masalah
Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensorik: Halusinasi Core Problem

Isolasi Sosial
B. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
Gangguan persepsi sensorik: halusinasi (pendengaran, penglihatan, perabaan,
penciuman, pengecapan)
DS : Ungkapan tentang isi, frekuensi, waktu, yang dilakukan, dan perasaan saat
terjadi halusinasi
DO :
 Perilaku halusinasi: mendengarkan sesuatu, berbicara sendiri, pandangan tajam
ke suatu tempat, merasakan sesuatu di kulit, pengecapan, menghidu sesuatu
tanpa ada objeknya
 Tingkat konsentrasi rendah, tidak mampu fokus pada lingkungan
 Perilaku melamun, sampai dengan teror, melukai karena kendali halusinasi

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan persepsi sensorik: halusinasi (pendengaran, penglihatan, perabaan, penciuman,
pengecapan)

DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Gizi. (2007). Workshop Standar Proses Keoerawatan jiwa. Diklat RSMM: Bogor
Wilkinson, J M. (2006). Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan
Kriteria NOC. EGC: Jakarta
Tim Penyusun. (2008). Modul II Standar Asuhan Keperawatan. FIK UI: DepokSatuart. G.W.,
Sundeen. S.J.(1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC.Jakarta
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Pertemuan Ke :1
Hari/Tanggal :
Nama Klien :
SP Ke : 1. Halusinasi
Ruangan :
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS :
- ungkapan tentang isi, frekuensi, waktu, yang dilakukan, dan perasaan saat
terjadi halusinasi
DO:
- Perilaku halusinasi: mendengarkan sesuatu, berbicara sendiri, pandangan
tajam ke suatu tempat, merasakan sesuatu di kulit, pengecapan, menghidu
sesuatu tanpa ada objeknya
- Tingkat konsentrasi rendah, tidak mampu fokus pada lingkungan
- Perilaku melamun, sampai dengan teror, melukai karena kendali halusinasi

2. Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Persepsi Sensorik: Halusinasi

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengenal halusinasinya
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya

4. Tindakan Keperawatan:
a. Identifikasi jenis halusinasi klien
b. Identifikasi isi halusinasi klien
c. Identifikasi waktu halusinasiklien
d. Identifikasi frekuensi halusinasi klien
e. Identifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
f. Identifikasi respons klien terhadap halusinasi
g. Ajarkan klien menghardik halusinasi
h. Anjurkan klien memasukkan cara menghardik dalam jadwal kegiatan harian

B. Strategi Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
”Selamat pagi kakak. Saya perawat yang akan merawat kakak. Nama Saya ?,
Nama kakak siapa? Senang dipanggil apa” ?, saya perawat yang dinas pagi ini
ini . Saya dinas dari pk 07.00-14.00 nanti, saya ingin mengobrol dengan ibu
pagi ini apakah ibu bersedia?, saya yang akan merawat ibu hari ini. Nama ibu
siapa, senangnya dipanggil apa?” Saya mahasiswi profesi profesi STIkes Yatsi
Tangerang. Saya berada disini selama 3 minggu disini saya akan menemani
dan membantu merawat ibu dari pukul 08.00-14.00 WIB. Jadi ibu dapat
bercerita dengan saya masalah yang sedang ibu rasakan.

b. Evaluasi/Validasi
”Bagaimana perasaan kakak hari ini? Apa keluhan kakak saat ini”
c. Kontrak
Topik : ”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang
selama ini kakak dengar tetapi tak tampak wujudnya?
Waktu : ”Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit?”
Tempat : ”Di mana kita duduk? Di ruang tamu?”
Tujuan : ”Supaya kakak dapat mengendalikan suara-suara yang kakak
dengar”

2. Kerja
”Apakah kakak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling sering
kakak dengar suara? Berapa kali sehari kakak alami? Pada keadaan apa suara itu
terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
”Apa yang kakak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang kakak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk mencegah
suara-suara itu muncul?
” kakak, ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan
menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan yang ke empat minum
obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung kakak bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu
diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba kakak peragakan! Nah
begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus kakak sudah bisa”

3. Terminasi
a. Evaluasi
Subyektif: ”Bagaimana perasaan kakak setelah peragaan latihan tadi?”
Obyektif : ”Bisa kakak ulangi sekali lagi cara yang baru kita latih?”
b. Rencana Tindak Lanjut:
”Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana
kalu kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (masukkan
kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien).

c. Kontrak
Topik : ”Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan
mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua?
Waktu : ”Jam berapa kakak ? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama
kita akan berlatih?
Tempat : ”Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa. Selamat siang ”

Anda mungkin juga menyukai